Anda di halaman 1dari 49

LAPORAN SEMINAR ASUHAN KEPERAWATAN PADA

An.A GAGAL NAFAS TIPE I DI RUMAH SAKIT UMUM


PUSAT dr. KARIADI SEMARANG

Disusun Oleh :
NUNUNG ILOWATI

DIKLAT PELATIHAN KLINIK KEPERAWATAN PICU


RSUP Dr. KARIADI SEMARANG
2023
BAB I
LATAR BELAKANG

A. Latar Belakang

Gagal nafas akut masih merupakan penyebab utama kematian atau

kesakitan baik pada anak maupun dewasa. Bayi dan anak-anak terutama

anak usia kurang lima tahun lebih mudah mengalami gagal nafas akut

karena faktor - faktor anatomis dan system fungsional pernafasan yang

masih belum matang (Herdman, 2017).

Penatalaksanaan untuk anak yang mengalami gagal nafas

memerlukan suatu keterampilan dan pengetahuan khusus serta penafsiran

dan perencanaan maupun melakukan tindakan harus cepat dansistematis.

Oleh sebab itu diperlukannya peningkatan keterampilan dan pengetahuan

perawat terkait permasalahan gagal nafas pada anak agar dapat mencegah

terjadinya kematian mendadak akibat keterlambatan penanganan (Kumar,

2019).

Gagal napas akut merupakan diagnosis primer hampir 50% pasien

yang masuk ruang pelayanan intensif anak dan menjadi sebab terjadinya

mortalitas pada pasien. Insiden di Amerika Serikat sekitar 360.000 kasus

per tahun, 36% meninggal selama perawatan. Morbiditas dan mortalitas

meningkat seiring dengan meningkatnya usia terutama pada kasus anak dan

bayi maka dibutuhkan penatalaksanaan yang cermat dan tepat agar tidak

menambah perburukan pasien sehingga resiko kematian cukup tinggi

(Moorhead, 2014).

1
Penyebab terjadinya gagal nafas akut antara lain dikarenakan

rusaknya system control pernafasan oleh susunan saraf pusat, penyakit

neuromuscular, sumbatan jalan naafs, penyakit pada paru-paru dan sistem

kardiovaskular. Gejala klinis sangat bervariasi dan tergantung dari umur

penderita, penyakit primer dan tingkat kegagalan pertukaran gas (Ranjit,

2010). Pengenalan dini dan tatalaksana yang tepat merupakan hal yang

harus diperhatikan karena prognosisnya buruk apabila telah mengalami

henti jantung. Tatalaksana tersebut meliputi perbaikan ventilasi dan

pemberian oksigen, terapi terhadap penyakit primer penyebab gagal nafas,

tatalaksana terhadap komplikasi yang terjadi (Stenklyft, 2020).

Diperlukan ketrampilan yang baik dan pengetahuan yang cukup bagi

petugas terutama dilayanan khusus seperti unit intensive anak dalam

melakukan asuhan keperawatan terutama pada kasus anak dengan gagal

nafas yang sangat membutuhkan live saving yang terstruktur dan sesuai

standar asuhan keperawatan gagal nafas. Dibutuhkan pelatihan khusus

untuk meningkatkan ketrampilan petugas terutama perawat yang bertugas

dilayanan khusus seperti intensive anak. sangat diperlukan untuk menjaga

mutu pelayanan dan kompetensi perawat dalam pengelolaan pasien yang

serius danberesiko tinggi terhadap kematian (Carlo, 2017)

B. Tujuan

1. Tujuan umum

Untuk mengetahui tata cara pengelolaan pasien dengan gagal nafas di

Ruang PICU RSUP Dr. Kariadi Semarang.

2
2. Tujuan khusus

a. Untuk mengetahui tatalaksana pada pasien gagal nafas : Asuhan

keperawatan, dokumentasi dan manajemen kasus gagal nafas.

b. Untuk menegetahui alur pasien : tata cara penerimaan awal dan

persiapan pasien ruangan pada pasien dengan gagal nafas

3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi

Gagal nafas adalah suatu ketidakmampuan tubuh dalam

mempertahankan tekanan parsial normal O2 dan atau CO2 didalam darah. Gagal

nafas adalah suatu kegawatan yang disebabkan oleh gangguan pertukaran

oksigen dan karbondioksida, sehingga sistem pernafasan tidak mampu

memenuhi metabolisme tubuh (Herdman, 2017)

Gagal nafas merupakan kegagalan sistem respirasi dalam memenuhi

kebutuhan pertukaran gas oksigen dan karbondioksida antara udara dan darah,

sehingga terjadi gangguan dalam asupan oksigen dan ekskresi karbondioksida,

keadaan ini ditandai dengan abnormalitas nilai PO2 dan PCO2 (Dewi, 2021).

Gagal nafas (respiratory failure) dan distress nafas (respiratory distress)

merupakan diagnosis yang ditegakkan secara klinis dimana sistem pernafasan

tidak mampu untuk melakukan pertukaran gas secara normal tanpa bantuan.

Terminologi respiratory distress digunakan untuk menunjukkan bahwa pasien

masih dapat menggunakan mekanisme kompensasi untuk mengembalikan

pertukaran gas yang adekuat, sedangkan respiratory failure merupakan keadaan

klinis yang lanjut akibat kegagalan mekanisme kompensasi dalam

mempertahankan pertukaran gas atau tercukupinya aliran oksigen (Bahtiar,

2018)

4
B. Etiologi

Pada umumnya, gagal nafas pada anak lebih banyak disebabkan oleh

gangguan paru primer, termasuk pneumonia, bronkiolitis, asma serangan akut,

sumbatan benda asing, dan sindrom croup. Penyebab di luar paru dapat berupa

gangguan ventilasi akibat kelainan sistem saraf, misalnya Sindrom Guillain

Barre, Miastenia Gravis. Termasuk kegagalan sirkulasi kronik dan menurunnya

elektrolit dapat menyebabkan cardio output menurun yang akan diikuti oleh

kompensasi paru yang dapat menjadi penyebab kegagalan pernafasan akut

(Levy, 2015).

Terjadinya gagal nafas pada bayi dan anak menurut (Azis, 2020)

dipengaruhi oleh beberapa faktor yang berbeda dengan orang dewasa, yaitu :

1. Struktur anatomi

a. Dinding dada

Dinding dada pada bayi dan anak masih lunak disertai insersi tulang iga

yang kurang kokoh, letak iga lebih horisontal dan pertumbahan otot

interkostal yang belum sempurna, menyebabkan pergerakan dindingdada

terbatas.

b. Saluran pernafasan

Pada bayi dan anak relatif lebih besar dibandingkan dengan dewasa. Besar

trakea neonatus 1/3 dewasa dan diameter bronkiolus ½ dewasa, sedangkan

ukuran tubuh dewasa 20 kali neonatus. Akan tetapi bilaterjadi sumbatan

atau pembengkakan 1 mm saja, pada bayi akan menurunkan luas saluran

pernafasan 75 %.

5
c. Alveoli

Jaringan elastis pada septum alveoli merupakan ‘ elastic recoil ’ untuk

mempertahankan alveoli tetap terbuka. Pada neonatus alveoli relatif

lebih besar dan mudah kolaps. Dengan makin besarnya bayi, jumlah

alveoli akan bertambah sehingga akan menambah ‘ elastic recoil’.

2. Kerentangan terhadap infeksi

Bayi kecil mudah terkena infeksi berat seperti pneumonia, pada anak

kerentangan terhadap infeksi traktus respiratorius merupakan faktor

predisposisi gagal nafas.

3. Kelainan konginetal

Kelainan ini dapat mengenai semua bagian sistem pernafasan atau organ

lain yang berhubungan dengan alat pernafasan

4. Faktor fisiologis dan metabolik

Kebutuhan oksigen dan tahanan jalan nafas pada bayi lebih besar

daripada dewasa. Bila terjadi infeksi, metabolisme akan meningkat

mengakibatkan kebutuhan oksigen meningkat. Kebutuhan oksigen

tersebut di capai dengan menaikkan usaha pernafasan, dengan akibat

pertama adalah kehilangan kalori dan air; Kedua dibutuhkan kontraksi

otot pernafasan yang sempurna. Karena pada bayi dan anak kadar

glikogen rendah, maka dengan cepat akan terjadi penimbunan asam

organik sebagai hasil metabolisme anaerib akibatnya terjadi asidosis

(Levy, 2015).

6
Tabel 2.1 Etiologi gagal nafas
Paru-paru Aspirasi, pneumonia, transient tachypnea of
the newborn, persistent pulmonary
hypertension, pneumotoraks, perdarahan paru,
edema paru, displasia bronkopulmonal,
hernia diafragma, tumor, efusi pleura,
emfisema lobaris kongenital
Jalan nafas Laringomalasia,trakeomalasia,atresia/stenosis
choana, Pierre Robin Syndrome, tumor dan

Otot-otot respirasi Paralisis nervus frenikus, trauma medulla


spinalis, miasthenia gravis
Sistem saraf pusat (SSP) Apnea of prematurity, obat: sedatif,
analgesik, Magnesium kejang, asfiksia,
hipoksia ensefalopati, perdarahan SSP
Lain-lain Penyakit jantung bawaan tipe sianotik, gagal
jantung kongestif,

C. Klasifikasi Gagal Nafas

Kondisi gagal nafas akut dapat menyebabkan terjadinya ketidakmampuan

sistem pernafasan untuk mempertahankan pertukaran gas normal. Keadaan ini

menyebabkan terjadinya hipoksemia, hiperkapnia atau kombinasi keduanya.

Berdasarkan tekanan parsial karbondioksida arteri (PaCO2), gagal nafas dibagi

menjadi 2 tipe, yaitu tipe I dan tipe II. Pada kedua tipe tersebut ditemukan

gambaran tekanan parsial oksigen arteri (PaO2) yang rendah. Sebaliknya,

PaCO2 yang berbeda pada kedua tipe tersebut. Terdapat mekanisme yang

berbeda yang mendasari perubahan PaO2 dan PaCO2 baik pada tipe I maupun

II (Ranjit, 2020).

1. Gagal napas tipe I (hipoksemia gangguan oksigenasi)

Pada tipe I dengan gangguan oksigenasi, didapatkan PaO 2 rendah, PaCO2

normal atau rendah terutama disebabkan abnormalitas ventilasi/perfusi.

7
Gagal napas tipe I disebabkan karenaterjadinya kegagalan oksigenasi dan

terjadi pada tiga keadaan, meliputi:

a) Ventilasi/perfusi yang tidak sepandan atau V/Q mismatch, yang terjadi

bila darah mengalir ke bagian paru yang tidak mengalami ventilasi

adekuat, atau bila area ventilasi paru mendapat perfusi adekuat.

b) Defek difusi, disebabkan penebalan membran alveolar atau

bertambahnyacairan interstisial pada pertemuan alveolus-kapilar.

c) Pirau intrapulmunol, yang terjadi bila kelainan struktur paru

menyebabkan aliran darah melewati paru tanpa berpatisipasi dalam

pertukaran gas. Manifestasi klinis yang dapat ditemukan antara lain

sianosis, kebingungan, agitasi, sulit tidur, nafas pendek, keringat yang

banyak, takikardi, hipertensi dan disritmia. Contoh penyakit yang dapat

menimbulkan kegagalan napas tipe I yaitu sindrom distress pernapasan

aku (SDPA), atelectasis, pneumonia, emboli paru, edema paru, dll (Azis,

2020).

2. Gagal napas tipe II (Hiperkapnia, gangguan ventilasi)

Pada tipe II dengan gangguan ventilasi, didapatkan PaO2 rendah

(hipoksemia) dan PaCO2 tinggi (hiperkapnia), umumnya terjadi karena

hipoventilasi alveolar, meningkatnya ventilasi ruang mati (dead space) atau

meningkatnya produksi CO2. Gagal napas tipe II ini biasanya terjadi

sekunder terhadap keadaan seperti disfungsi system saraf pusat, sedasi

berlebihan atau gangguan neuromuskular.

Manifestasi klinis yang dapat ditemukan antara lain pusing, sakit

8
kepala, keringat yang banyak, takikardi, hipertensi, apnea, nafas pendek,

terdapat stridor dan wheezing serta gerakan paradoksikal dinding dada dan

abdomen, udara yang masuk sedikit. Contoh penyakit yang dapat

menimbulkan kegagalan napas tipe II yaitu penyakit neuromuscular (polio,

sindrom Guillan Barre), trauma kepala, disfungsi dinding dada (luka bakar),

kifosis, hipereaktivitas, dll (Azis, 2020).

3. Gagal nafas tipe III

Gagal nafas tipe III adalah gagal nafas tipe campuran antara gagal

nafas tipe I (hypoxemia) dan gagal tipe II (hypercapnia).

D. Patofisiologi

Ektrapulmoner hiperkapnia yang terjadi karena kelainan ektrapulmoner

disebabkan karena terjadinya penurunan aliran udara antara atmosfer dengan

paru tanpa kelainan pertukaran gas di parenkim paru. Dengan demikian akan

didapatkan peningkatan PaCO2, penurunan PaO2, dan nilai (A-a) DO2 normal.

Awalnya dengan ventilasi rendah dapat dikompesasi dengan daerah terventilai

tinggi sehingga tidak menyebabkan terjadinya peningkatan PaCO2. Tetapi

apabila ketidakseimbangan ventilasi ini sudah semakin beratnya maka

mekanisme kompensasi tersebut gagal sehingga terjadi kegagalan ventilasiyang

ditandai oleh peningkatan PaCO2, penurunan PaO2, dengan peningkatan (A-a)

DO2 yang bermakna (Levy, 2015).

Mekanisme gagal napas menggambarkan ketidakmampuan tubuh untuk

melakukan oksigenasi dan/atau ventilasi dengan adekuat yang ditandai oleh

ketidakmampuan sistem respirasi untuk memasok oksigen yang cukup atau

9
membuang karbon dioksida. Pada gagal napas terjadi peningkatan tekanan

parsial karbon dioksida arteri (PaCO2) lebih besar dari 50 mmHg, tekananparsial

oksigen arteri (PaO2) kurang dari 60 mmHg, atau kedua-duanya. Hiperkapnia

dan hipoksia mempunyai konsekuensi yang berbeda.Peningkatan PaCO2 tidak

mempengaruhi metabolisme normal kecuali bila sudah mencapai kadar ekstrim

(>90 mm Hg). Diatas kadar tersebut, hiperkapnia dapat menyebabkan depresi

susunan saraf pusat dan henti napas.

Untuk pasien dengan kadar PaCO2 rendah, konsekuensi yang lebih

berbahaya adalah terjadi gagal napas baik akut maupun kronis. Hipoksemia akut,

terutama bila disertai curah jantung yang rendah, sering berhubungan dengan

hipoksia jaringan dan risiko henti jantung. Hipoventilasi ditandai olehlaju

pernapasan yang rendah dan napas yang dangkal. Bila PaCO 2 normal atau 40

mmHg, penurunan ventilasi sampai 50% akan meningkatkan PaCO 2 sampai 80

mmHg. Dengan hipoventilasi, PaO2 akan turun kira-kira dengan jumlah yang

sama dengan peningkatan PaCO2. Kadang, pasien yang menunjukkan petanda

retensi CO2 dapat mempunyai saturasi oksigen mendekati normal.

Hubungan korelasi pada pasien anak dengan gagal nafas dengan syok

terutama hipovolemik adalah diawali dengan penurunan isi sekuncup (stroke

volume) yang disebabkan oleh berkurangnya preload, meningkatnya afterload,

atau gangguan kontraksi dan laju jantung. Pada populasi anak, biasanya isi

sekuncup dinyatakan sebagai nilai indeks terhadap luas permukaan tubuh yaitu

indeks isi sekuncup (stroke volume index). Takikardia dan vasokonstriksi perifer

merupakan mekanisme kompensasi untuk mempertahankan sirkulasi, perfusi

10
jaringan dan tekanan darah. Apabila syok berkepanjangan tanpa penanganan

yang baik maka mekanisme kompensasi akan gagal mempertahankan curah

jantung dan isi sekuncup yang adekuat sehingga menimbulkan gangguan

sirkulasi/perfusi jaringan, hipotensi, dan kegagalan organ (Moorhead, 2014).

Penanganan syok secara dini dimulai dengan resusitasi cairan secepatnya

untuk memperbaiki perfusi dan oksigenasi jaringan. Makin lambat syok teratasi,

akan memperburuk prognosis pasien. Keberhasilan resusitasi cairan dapat dilihat

pada keadaan penderita yang lebih stabil, laju jantung normal, dan terdapat

peningkatan curah jantung serta isi sekuncup. Apabila syok masih berlanjut,

maka selanjutnya perlu diberikan obat pendukung hemodinamik lain

(vasopresor/ inotropik). Pemantauan hemodinamik pada pasien syok sangat

penting untuk menentukan tindakan koreksi secepatnya sesuai kondisi saat itu.

Namun, hal tersebut sangat sulit dilakukan sehingga diperlukan alat pemantau

hemodinamik yang dapat bersifat invasif atau non-invasif (Somasetia, 2017).

Penatalaksanaan syok hipovolemik tidak terlepas dari penerapan algoritma

ABC, dimana perawat gawat darurat berperan untuk menangani gangguan

airway, breathing dan circulation segera. Masalah paling mendasar pada syok

hipovolemik adalah gangguan sirkulasi yang akan menyebabkan kegagalan

perfusi darah ke jaringan, sehingga metabolisme sel akan terganggu. Dalam

keadaan volume intravaskuler yang berkurang, tubuh berusaha untuk

mempertahankan perfusi organ-organ vital (jantung dan otak) dengan

mengorbankan perfusi organ lain seperti paru-paru, ginjal, hati, dan kulit

(Stenklyft, 2019)

11
Selain mengakibatkan terjadinya gangguan pada status hemodinamik,

keadaan syok hipovolemik yang berkelanjutan dapat menyebabkan penurunan

kesadaran, dimana korban mulai tidak berespon oleh rangsang yang diberikan

karena jantung kekurangan darah untuk dipompa ke jaringan sehingga jaringan

tidak mendapat suplai darah yang cukup. Akibat dari perfusi yang menurun

menyebabkan suplai oksigen juga menurun sehingga paru-paru akan melakukan

kompensasi untuk mencukupi kebutuhan oksigenasi. Kegagalan nafas akan

terjadi apabila tidak segera dilakukan perbaikan perfusi dan mencukupi

oksigenasi yang dibutuhkan oleh tubuh (Carlo, 2017).

12
PATHWAY

Trauma Kelainan neurologis Penyakit paru

Gangguan saraf pernafasan & otot pernafasan

Peningkatan permeabilitas membrane alveolar kapiler

Gangguan epithelium alveolar Gangguan Adanya usaha peningkatan


endhotelium pernafasan
kapiler
Penumpukan cairan alveoli
Tampak adanya retraksi
Cairan masuk ke dada, penggunaan otot
Oedema pulmo interstitial bantu pernafsan dan
adanya pernafasan cuping
Penurunan complain paru Peningkatan hidung
POLA NAFAS IN EFEKTIF
tekanan jalan nafas

Cairan surfaktan menurun


Kehilangan fungsi silia
saluran pernafasan
Gangguan pengembangan paru
(atelectasis) BERSIHAN JALAN NAFAS IN EFEKTIF

Kolaps alveoli
GANGGUAN KESEIMBANGAN
Ventilasi dan perfusi tidak seimbang GAS

Hipoksemia, Hiperkapnea Penurunan Dyspnea


suplai darah
kapiler
Tindakan primer Sianosis perifer, akral dingin,
ABC kulit pucat

A,B,C,
Ventilasi mekanik PERFUSI JARINGAN PERIFER IN EFEKTIF

Kardiovaskuler
CO dan SV turun Gagal jantung TD dan HR turun

Dekompensasi
PENURUNAN CURAH penurunan HR
JANTUNG 13 dan TD
E. Manifestasi Klinik
Menurut Bahtiar, (2018) manifestasi klinik gagal nafas antara lain :
Umum Kelelahan berkeringat
Respirasi wheezing, merintih, menurun/menghilangnya suara
nafas,cuping Hidung retraksi, takipnea, bradipnea atau
apnea, sianosis.
Kardiovaskuler
bradikardia atau takikardia hebat, hipotensi /hipertensi,
pulsus Paroksus 12mmHg, henti
jantung
Serebral gelisah, iritabilitas, sakit kepala, kekacauan mental,
kesadaran Menurun, kejang, koma.

F. Pemeriksaan Penunjang
Pengenalan dini gagal nafas sulit diketahui secara klinis (Bahtiar, 2018),

pemeriksaan penunjang sangat dibutuhkan diantaranya adalah :

1. Pemeriksaan Laboratorium

a) Analisis gas darah

Gejala klinis gagal napas sangat bervariasi dan tidak spesifik. Jika gejala

klinis gagal napas sudah terjadi maka analisis gas darah harus dilakukan

untuk memastikan diagnosis, membedakan gagal napas akut atau kronik.

Hal ini penting untuk menilai berat-ringannya gagal napas dan

mempermudahkan pemberian terapi. Analisa gas darah dilakukan untuk

patokan terapi oksigen dan penilaian obyektif dari berat-ringan gagal

nafas. Indikator klinis yang paling sensitif untuk peningkatan kesulitan

respirasi ialah peningkatan laju pernafasan. Sedangkankapasitas vital paru

baik digunakan menilai gangguan respirasi akibat neuromuskular,

misalnya pada sindroma Guillain-Barre, dimana kapasitas vital berkurang

sejalan dengan peningkatan kelemahan. Interpretasi hasil analisis gas

darah meliputi dua bagian, yaitu gangguankeseimbangan asam-basa dan

14
perubahan oksigenasi jaringan.

b) Pulse oximetry

Alat ini mengukur perubahan cahaya yang ditransmisikan melalui aliran

darah arteri yang berdenyut. Informasi yang didapatkan berupa saturasi

oksigen yang kontinyu dan non-invasif yang dapat diletakkan baik di lobus

bawah telinga atau jari tangan maupun kaki. Hasil pada keadaan perfusi

perifer yang kecil, tidak akurat. Hubungan antara saturasi oksigen dan

tekanan oksigen dapat dilihat pada kurva disosiasi oksihemoglobin. Nilai

kritisnya adalah 90%, dibawah level itu maka penurunan tekanan oksigen

akan lebih menurunkan saturasi oksigen.

c) Capnography

Alat yang dapat digunakan untuk menganalisa konsentrasi kadar

karbondioksida darah secara kontinu. Penggunaannya antara lain untuk

konfirmasi intubasi trakeal, mendeteksi malfungsi aparatus serta gangguan

fungsi paru.

d) Pemeriksaan apus darah untuk mendeteksi anemia yang menunjukkan

terjadinya hipoksia jaringan. Adanya polisitemia menunjukkan gagal

napas kronik.

e) Pemeriksaan kimia untuk menilai fungsi hati dan ginjal, karena hasil

pemeriksaan yang abnormal dapat menjadi petunjuk sebab-sebab

terjadinya gagal napas. Abnormalitas elektrolit seperti kalium, magnesium

dan fosfat dapat memperberat gejala gagal napas.

f) Pemeriksaan kadar kreatinin serum dan troponin I dapat membedakan

15
infark miokard dengan gagal napas, Kadar kreatinin serum yang

meningkat dengan kadar troponin I yang normal menunjukkan terjadinya

miositis yang dapat menyebabkan gagal napas.

g) Pada pasien dengan gagal napas hiperkapni kronik, kadar TSH serum perlu

diperiksa untuk membedakan dengan hipotiroid, yang dapat menyebabkan

gagal napas reversibel.

h) Pemeriksaan laboratorium untuk menilai status nutrisi adalah pengukuran

kadar albumin serum, prealbumin, transferin, total iron- binding protein,

keseimbangan nitrogen, indeks kreatinin dan jumlahlimfosit total (Bahtiar,

2018).

2. Pemeriksaaan Radiologi

a) Radiografi dada.

Penting dilakukan untuk membedakan penyebab terjadinya gagal napas

tetapi kadang sulit untuk membedakan edema pulmoiner kardiogenik dan

nonkardiogenik.

b) Ekokardiografi .

Tidak dilakukan secara rutin pada pasien gagal napas, hanya dilakukan

pada pasien dengan dugaan gagal napas akut karena penyakit

jantung.Adanya dilatasi ventrikel kiri, pergerakan dinding dada yang

abnormal atau regurgitasi mitral berat menunjukkan edema pulmoner

kardiogenik.Ukuran jantung yang normal, fungsi sistolik dan diastolic

yang normal pada pasien dengan edema pulmoner menunjukkan sindrom

distress pernapasan akut. Ekokardiografi menilai fungsi ventrikel kanan

16
dan tekanan arteri pulmoner dengan tepat untuk pasien dengan gagal napas

hiperkapni kronik.

c) Pulmonary Function Tests (PFTs), dilakukan pada gagal napas kronik

Nilai forced expiratory volume in one second (FEV1) dan forced vital

capacity (FVC) yang normal menunjukkan adanya gangguan di pusat

kontrol napas.Penurunan rasio FEV1 dan FVC menunjukkan obstruksi

jalan napas, penurunan nilai FEV1 dan FVC serta rasio keduanya yang

tetap menunjukkan penyakit paru restriktif.Gagal napas karena obstruksi

jalan napas tidak terjadi jika nilai FEV1 lebih dari 1 L dan gagal napas

karena penyakit paru restriktif tidak terjadi bila nilai FVC lebih dari 1 L

(Dewi, 2021).

G. Pengkajian Pasien gagal Nafas

Menurut Dewi, (2021) pengkajian pada anak yang mengalami kegagalan

nafas meliputi:

1. Riwayat keluarga

a. Riwayat keluarga tentang alergi dan penyakit keturunan.

b. Riwayat pasien tentang gangguan petnafasan yang baru diderita,

terkena infeksi, adanya alergi/iritasi, trauma.

2. Kaji keadaan dada

a. Kaji adanya pembesaran anterior/ posterior ukuran dada.

b. Kaji peningkatan dan penurunan taktil fremitus.

c. Kaji adanya retraksi otot supraklafikula, interkosta/ subkostal.

d. Kaji adanya hyperesonan (adanya distensi alveoli).

17
e. Kaji adanya ekspirasi yang memanjang.

3. Observasi pernafasan

a. Frekuensi: kaji adanya takipnue, normal, bradipnea

b. Kedalaman: normal, terlalu lambat (hypopnea), terlalu dalam

(hyperpnea).

c. Kelancaran: kurang usaha, dypnea, ortopnea berhubungan dengan

adanya retraksi interkostal / substernal, adanya wheezing, pulsus

paradoxus (tekanan darah turun saat inspirasi dan tekanan darah naik

dengan ekspirasi).

d. Labored breating: terus menerus, intermitten, secara tiba–tiba,

kelelahan dalam usaha pernafasan.

e. Tanda – tanda infeksi: peningkatan suhu tubuh, pembesaran

nodus limfa, inflamasi membran mukus, keluarnya cairan purulen

dari hidung dan kuping, adanya sputum yang purulen.

f. Batuk: kaji karakteristik batuk (produktif/ kering) kapan waktu

terjadinya batuk (hanya malam hari/ setiap waktu), frekuensi batuk

yang berkaitan dengan aktivitas dan suhu.

g. Wheezing: kapan terjadinya wheezing; saat inspirasi/ ekspirasi,

apakah memanjang, terjadi secara tiba-tiba/ berlahan-lahan.

h. Sianosis: catat distribusi sianosis (periperal, daerah bibir, wajah),

derajat, durasi, keterkaitan dengan aktivitas.

i. Nyeri dada: terjadi pada anak – anak catat lokasi, penyebaran ke

leher/abdomen, dalam/ dangkal.

18
j. Sputum: pasien anak – anak dapat mengeluarkan sputum pada

bayi diperlukan section untuk mendapatkan sempel, catat volume,

warna, bau, viskositas.

k. Adanya pernafasan yang buruk berhubungan dengan infeksi

pernafasan.

4. Kaji tanda terjadinya hipoksia

a. Hypotensi/ hypertensi

b. Dyspnea

c. Bradikardi

d. Sianosis : perifer / sentral

e. Kesadaran : Somnolen/ Stupor/ Koma

I. Diagnosa keperawatan
1. Perfusi perifer in efektif berhubungan dengan penuruna HB
2. Gangguan keseimbangan gas berhubungan dengan ketidak seimbangan
ventilasi-perfusi
3. Bersihan jalan nafas in efektif berhubungan dengan hipersekresi jalan
nafas
4. Penuruna curah jantung berhubungan dengan perubahan pre load
afterload dan kontaktilitas jantung
5. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan penggunaan otot bantu
pernafasan

19
J. INTERVENSI KEPERAWATAN
1. Perfusi jaringan perifer in efektif berhubungan dengan Penurunan HB
Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
Tujuan : Gangguan perfusi jaringan Peripheral Sensation Management
berkurang atau tidak meluas selama (Manajemen sensasi perifer)
dilakukan tindakan perawatan. 1. Monitor adanya daerah tertentu yang
Kriteria Hasil : hanya peka terhadap
1. Tekanan systole dan diastole panas/dingin/tajam/tumpul
dalam rentang yang diharapkan 2. Monitor adanya paretese
2. Akral hangat 3. Instruksikan keluarga untuk
3. RR 16-20x/menit mengobservasi kulit jika ada lsi atau
4. SpO2 > 98% laserasi
5. Tidak ada sianosis perifer 4. Gunakan sarun tangan untuk proteksi
5. Batasi gerakan pada kepala, leher
dan punggung
6. Monitor kemampuan BAB
7. Kolaborasi pemberian analgetik
8. Monitor adanya tromboplebitis
9. Diskusikan menganai penyebab
perubahan kondisi

2. Gangguan keseimbangan gas berhubungan dengan ketidakseimbangan


ventilasi-perfusi s
Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
Tujuan : Gangguan pertukaran gas Airway Management
efektif 1. Buka jalan nafas, guanakan
Kriteria Hasil : teknik chin lift atau jaw thrust
1. Menunjukkan peningkatan bila perlu
ventilasi dan oksigenasi yang 2. Posisikan pasien untuk
adekuat memaksimalkan ventilasi

20
2. Memelihara kebersihan paru 3. Identifikasi pasien perlunya
paru dan bebas dari tanda tanda pemasangan alat jalan nafas
distress pernafasan buatan
3. Mendemonstrasikan batuk 4. Pasang mayo bila perlu
efektif 5. Lakukan fisioterapi dada jika
4. Suara nafas yang bersih perlu
5. Tidak ada sianosis 6. Keluarkan sekret dengan batuk
6. Mampu bernafas dengan mudah atau suction
7. Tidak ada retraksi dada, 7. Auskultasi suara nafas, catat
pernafasan cuping hidung dan adanya suara tambahan
pursed lips 8. Lakukan suction pada mayo
8. Hasil pemeriksaan BGA 9. Berika bronkodilator bial perlu
menunjukkan nilai normal 10. Barikan pelembab udara
11. Atur intake untuk cairan
mengoptimalkan keseimbangan.
12. Monitor respirasi dan status O2
Respiratory Monitoring
1. Monitor rata – rata, kedalaman,
irama dan usaha respirasi
2. Catat pergerakan dada,amati
kesimetrisan, penggunaan otot
tambahan, retraksi otot
supraclavicular dan intercostal
3. Monitor suara nafas, seperti dengkur
4. Monitor pola nafas : bradipena,
takipenia, kussmaul, hiperventilasi,
cheyne stokes, biot
5. Catat lokasi trakea
6. Monitor kelelahan otot diagfragma (
gerakan paradoksis )

21
7. Auskultasi suara nafas, catat area
penurunan / tidak adanya ventilasi
dan suara tambahan
8. Tentukan kebutuhan suction dengan
mengauskultasi crakles dan ronkhi
pada jalan napas utama
9. Uskultasi suara paru setelah tindakan
untuk mengetahui hasilnya
AcidBase Managemen
1. Monitro IV line
2. Pertahankanjalan nafas paten
3. Monitor AGD, tingkat elektrolit
4. Monitor status hemodinamik(CVP,
MAP, PAP)
5. Monitor adanya tanda tanda gagal
nafas
6. Monitor pola respirasi
7. Lakukan terapi oksigen
8. Monitor status neurologi
9. Tingkatkan oral hygiene

3. Pola nafas in efektif berhubungan dengan penggunaan otot bantu


pernafasan
Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan Airway Management
keperawatan diharapkan pola nafas 1. Buka jalan nafas, guanakan
efektif teknik chin lift atau jaw thrust
Kriteria Hasil : bila perlu
2. Posisikan pasien untuk
memaksimalkan ventilasi

22
1. Mendemonstrasikan batuk 3. Identifikasi pasien perlunya
efektif dan suara nafas yang pemasangan alat jalan nafas
bersih buatan
2. Tidak ada sianosis dan dyspnea 4. Pasang mayo bila perlu
3. Mampu bernafas dengan mudah 5. Lakukan fisioterapi dada jika
4. Menunjukkan jalan nafas yang perlu
paten (klien tidak merasa 6. Keluarkan sekret dengan batuk
tercekik, irama nafas, frekuensi atau suction
pernafasan dalam rentang 7. Auskultasi suara nafas, catat
normal, tidak ada suara nafas adanya suara tambahan
abnormal) 8. Lakukan suction pada mayo
5. Tanda Tanda vital dalam 9. Berikan bronkodilator bila perlu
rentang normal (tekanan darah, 10. Berikan pelembab udara Kassa
nadi, pernafasan) basah NaCl Lembab
6. mudah 11. Atur intake untuk cairan
7. Tidak ada retraksi dada, mengoptimalkan keseimbangan.
pernafasan cuping hidung dan 12. Monitor respirasi dan status O2
pursed lips Oxygen therapy
1. Bersihkan mulut, hidung dan
secret trakea
2. Pertahankan jalan nafas yang
paten
3. Atur peralatan oksigenasi
4. Monitor aliran oksigen
5. Pertahankan posisi pasien
6. Onservasi adanya tanda tanda
hipoventilasi
7. Monitor adanya kecemasan
pasien terhadap oksigenasi
Vital sign Monitoring
1. Monitor TD, nadi, suhu, dan RR

23
2. Catat adanya fluktuasi tekanan darah
3. Monitor VS saat pasien berbaring,
duduk, atau berdiri
4. Auskultasi TD pada kedua lengan
dan bandingkan
5. Monitor TD, nadi, RR, sebelum,
selama, dan setelah aktivitas
6. Monitor kualitas dari nadi
7. Monitor frekuensi dan irama
pernapasan
8. Monitor suara paru
9. Monitor pola pernapasan abnormal
10. Monitor suhu, warna, dan
kelembaban kulit
11. Monitor sianosis perifer
12. Monitor adanya cushing triad
(tekanan nadi yang melebar,
bradikardi, peningkatan sistolik)
13. Identifikasi penyebab dari
perubahan vital sign

4. Bersihan jalan nafas in efektif berhubungan dengan hiper sekresi jalan


nafas
Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan Airway suction
keperawatan diharapkan jalan nafas 1. Pastikan kebutuhan oral / tracheal
efektif. suctioning
Kriteria Hasil : 2. Auskultasi suara nafas sebelum dan
sesudah suctioning.

24
1. Mendemonstrasikan batuk 3. Informasikan pada klien dan
efektif dan suara nafas yang keluarga tentang suctioning
bersih 4. Minta klien nafas dalam sebelum
2. Tidak ada sianosis dan dyspnea suction dilakukan.
3. Mampu mengeluarkan sputum 5. Berikan O2 dengan menggunakan
4. Mampu bernafas dengan mudah, nasal untuk memfasilitasi suksion
Menunjukkan jalan nafas yang nasotrakeal
paten 6. Gunakan alat yang steril sitiap
5. Irama nafas regular melakukan tindakan
6. Frekuensi pernafasan 16- 7. Anjurkan pasien untuk istirahat dan
20x/menit, SPO2 > 98% napas dalam setelah kateter
7. Tidak ada suara nafas abnormal) dikeluarkan dari nasotrakeal
8. Mampu mengidentifikasikan 8. Monitor status oksigen pasien
dan mencegah factor yang dapat 9. Ajarkan keluarga bagaimana cara
menghambat jalan nafas melakukan suksion
10. Hentikan suksion dan berikan
oksigen apabila pasien menunjukkan
bradikardi, peningkatan saturasi O2,
dll.
Airway Management
1. Buka jalan nafas, guanakan teknik
chin lift atau jaw thrust bila perlu
2. Posisikan pasien untuk
memaksimalkan ventilasi
3. Identifikasi pasien perlunya
pemasangan alat jalan nafas buatan
4. Pasang mayo bila perlu
5. Lakukan fisioterapi dada jika perlu
6. Keluarkan sekret dengan batuk atau
suction

25
7. Auskultasi suara nafas, catat adanya
suara tambahan
8. Lakukan suction pada mayo
9. Berikan bronkodilator bila perlu
10. Berikan pelembab udara Kassa basah
NaCl Lembab
11. Atur intake untuk cairan
12. mengoptimalkan keseimbangan.
13. Monitor respirasi dan status O2

5. Penuruna curah jantung berhubungan dengan preload afterload dan


kontraktiliti
Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan Perawtan jantung
keperawatan diharapkan curah 1. Identifikasi tanda dan gejala primer
jantung meningkat Kriteria Hasil penurunan curah jantung
1. Kekuatan nadi perifer meningkat 2. Identifikasi tanda dan gejala
2. Palpitasi menurun penurunan curah jantung sekunder
3. Takikardi menurun 3. Monitor tekanan darah
4. Dispnea menurun 4. Monitor saturasi oksigen
5. Tekanan darah membaik 5. Monitor EKG 12 lead
6. Pengisian kapiler membaik 6. Periksa tekana darah setealh dan
7. Gambaran ekg aritmia membaik sebelum diberi obat seperti digoxin
7. Posisikan semi fowler
8. Berikan oksigenasi yang
mempertahanakan saturasi oksigen .
94%
Perawatan janting akut
1. Monitor aritmia

26
2. Monitor elektrolit yanag dapat
meningkatkan aritmia
3. Pertahankan tirah baring
4. Sediakan lingkungan yang kondusif
untuk istirahat
5. Kolanorasi pemebrian morfin jika
perlu
6. Kolaborasi X ray dad jika perlu

27
BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN

1. Data Anak :

IDENTITAS PASIEN
Nama : An. A
Jenis Kelamin : Laki-laki
Tanggal lahir/usia : 7 bulan
Tanggal dirawat : 11 September 2023
Alamat :Semarang
Tanggal Pengkajian :12 Sepetember 2023
No.Rekam Medis : Dxxxx

IDENTITAS PENANGGUNG JAWAB


Nama Orang Tua : Ny. S
Pendidikan Ayah/Ibu : SMA
Pekerjaan Ayah/Ibu : Swasta
Usia Ayah/Ibu : 35 Th

RIWAYAT PENYAKIT
Keluhan Utama :
Riwayat Penyakit Sekarang : 3 hari yang lalu saat dirumah, ibu pasien
mengatakan anak batuk, demam, sesek, dan
membaik jika diberikan oksigen. 1 hari sebelum
masuk rumah sakit anak masih batuk, sesek
bertambah dan demam suhu pasien 38oC. Lalu
dibawa kontrol ke poli Respirologi RSUP
Dr.Kariadi disarankan rawat inap tapi ibu
memutuskan pulang, dalam perjalanan pulang
anak tambah sesak lalu dibawa ke IGD RSUP
Dr. Kariadi, lalu dirawat inap di PICU tanggal
11-09.2023 jam 23.00
Riwayat Penyakit Dahulu : Pada bulan Juli pasien demam dengan suhu
40o. Lalu kejang hanya dibagian kepala saja.
Pasien Rawat inap di RS.Sultan Agung 2 kali
dengan keluhan yang sama. Lalu pasien boleh
pulang. Saat kontrol rawat jalan dicurigai ada
bising jantung lalu pasien dirujuk ke RS.
Kariadi. Saat diperiksakan di RS. Kariadi bulan

28
Agustus pasien di suruh rawat inap selama 2
minggu dengan diagnose bronkopneumonia
dan VSD.
Riwayat Penyakit Keluarga : Di dalam keluarga tidak ada anggota
keluarga yang sakit keturunan seperti gula, hippertensi dan tidak ada yang sakit
seperti pasien,
Riwayat Tumbuh Kembang : Anak baru bisa mau tengkurap

RIWAYAT BAYI
APGAR Score :skor 10
Usia Gestasi : 35 minggu
Berat Badan :2700 gram
Panjang Badan : 48 cm
Komplikasi Persalinan : tidak ada, anak lahir SC atas indikasi lilitan tali pusat
Riwayat Imunisasi : HB 0 saat lahir, BCG dan polio 1 usia 1 bulan,
DPT Hb Hib usia 2 bulan, 3 bulan dan 4 bulan, polio usia 2 bulan dan 3 bulan,
IPV usia 4 bulan.

PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan umum : Lemah
Kesadaran : Sedasi
Tanda- tanda Vital : HR : 157 x/mnt
TD : 95/76
RR :32 x/mnt
SPO2 : 94-100%
Suhu : 37, 4
Tonus/Aktivitas : Tonus otot aktif, terpasang ETT
Kepala/Leher : Bentuk kepala mesochepal, fontanel anterior teraba
tegas, sutura sagitalis tepat ditengah kepala,
gambaran wajah simetris, tidak terdapat pembesaran
kelenjar Tyroid.
Mata : Palpebra tidak oedem, konjungtiva anemis, sklera
tidak ikterik, pupil isokor, diameter ka/ki 2/2, reflek
cahaya +/+
THT : tidak ada gangguan pendengaran, telinga simetris
kiri kanan, hidung terpasang selang NGT nomer 8
diet per sond 8x10 cc susu infantrini, tidak ada nafas
cuping hidung, mulut terpasang ETT nomer 4,5 non
cuff dengan kedalam ETT 11,5 cm ( ed lib), terdapar
secret kental pada ETT, tidak ada kelainan bibir
sumbing polato scizis
Abdomen : Inspeksi bentuk simetris tdk ada bekas luka, bab
1x ampas warna kuning 10 cc

29
Palpasi supel, tidak teraba masa dan tidak ada nyeri
tekan
Auskultasi terdengar bunyi usus 6 x/mnt
Perkusi timpani
Thoraks :
Paru-paru : Inspeksi tidak ada jejas, dada simetris, terpasang
ETT dengan oksigenasi ventilator mode PSIMV
dengan peep 6, Fio2 60%, RR 20, psv 10, inspirasi
pressure 10.
Palpasi ekspansi dada sama kiri dan kanan,
Perkusi suara sonor
Auskultasi terdengar suara paru ronchi
Jantung : Inspeksi iktus kordis tidak tampak
Palpasi tidak ada krepitasi
Perkusi suara pekak
Auskultasi  tidak terdengar suara bising jantung
Ekstremitas : Ekstrimitas atas dan bawah gerak aktif
Genital : terpasang kateter
Anus : tidak ada ruam popok.
Kulit :warna kulit pucat, akral kaki teraba dingin, nadi kaki
teraba cukup kuat, crt < 2 dtk,

Antropometri : BB 5,4 kg dan TB 63 cm


Balance Cairan : BC7 jam – 203, 79 cc, diurisi 7,9cc/kgbb/jam

PEMERIKSAAN PENUNJANG
Hasil Laboratorium hematologi dan kimia darah (11/09/2023 13: 49 wib)
No Pemeriksaan H/L Hasil Satuan Nilai rujukan
1. Hemoglobin L 9.4 g/dL 11.3 - 14.1
2. Eritrosit L 3.56 10ˆ6/uL 4.5 – 6.5
3. Lekosit H 19.8 10ˆ3/uL 6.0 – 17.5
4. Trombosit H 470 10ˆ3/uL 150 – 400
5. Hematrokit L 30.9 % 40 – 54
6. Natrium 138 mmol/L 136– 145
7. Kalium 4.4 mmol/L 3.5 – 5.0
8. Clorida 101 mmol/L 95 – 105

30
Hasil Laboratorium BGA (11/09/2023 19: 53 wib)
No Pemeriksaan H/L/N Hasil Satuan Nilai rujukan
1. FIO2 60 %
2. PH H 7.455 7.37 – 7.45
3. PCO2 44.5 mmHg 35– 45
4. PO2 H 196.1 mmHg 80 – 108
5. HCO3 H 30.3 mmol/L 22 – 29
6. BE H 6.7 mmol/L -2–+3
7. SO2 H 99.4 % 94 – 98
8. AaDO2 179.2 mmHg

Hasil Laboratorium BGA (12/09/2023 07:32 wib)


No Pemeriksaan H/L/N Hasil Satuan Nilai rujukan
1. FIO2 70 %
2. PH H 7.29 7.37 – 7.45
3. PCO2 43.9 mmHg 35– 45
4. PO2 H 206 mmHg 80 – 108
5. HCO3 20.7 mmol/L 22 – 29
6. BE H -5.8 mmol/L -2–+3
7. SO2 H 99.3 % 94 – 98
8. AaDO2 244.5 mmHg

Hasil X-Ray Thorax 11-09-2023 kesan cor tidak membesar, gambaran


bronkopneumonia relative bertambah, penebalan
hilus kanan, DD/ limfadenopati vaskuler
Hasil ECHO 25-08-2023 VSD pmo diameter 5.6 mm-5.8 mm

TERAPI
- Injeksi meropenem 100 mg/8 jam
- Injeksi amikasin 100 mg/24 jam
- Per oral zinc 20 mg/24 jam
- Per oral asam valproate 1mg/12 jam
- Per oral asam volat 1 mg//24 jam
- Per oral vitamin B komplek 1 tab/24 jam
- Per oral captopril 2.5 mg/12 jam
- Per oral digoxin 0,025 mg/12 jam
- Injeksi dobutamine 3 mcg/kgbb/menit
- Injeksi midazolam 0,2mg/kgbb/jam
- Infus D 10%+elektrolit 15cc/jam

31
2. ASUHAN KEPERAWATAN

a. Analisa Data

No Analisa Data Masalah Penyebab


1 Ds : ibu pasien mengatakan anak batuk Bersihan jalan Hipersekresi
dan sesak nafas in efektif jalan nafas
Do : KU : lemah, tersedasi midazolam (D.0001)
0,2 mg/kgBB/jam, terpasang ETT
no 4,5 non cuff ed lib 11,5 cm,
produk sekret kental, suara paru
ronkhi, RO Thorax :
Bronkopneumonia relatif
bertambah
2 Ds : Ibu Pasien mengatakan anak sesak Gangguan Ketidakseimba
Do :HR : 157x/menit, suara paru ro Pertukaran Gas ngan Ventilasi
nkhi, terpasang ETT Ventilator (D.0003) Perfusi
mode, Rsimv Fio2 60, Peep 6, Psv
10, RR : 20, inspirasi pressure 10,
hasil BGA Tgl 11/09/23 PH :
7,455, AaDo2 179.2, PCO2 44.5,
PO2 196.1
3 Ds : - Perfusi Perifer in Penurunan HB
Do : Ku lemah, pasien tampak efektif (D.0009)
pucat, konjungtiva anemis, akral
kaki dingin, nadi kaki cukup kuat.
HB : 9,4 HR : 157 x/mnt, Td 95/76,
suhu 37.4, RR spontan 32x/menit,
SPO2 94-100%

b. Diagnosa Keperawatan
1) Bersihan jalan nafas in efektif berhubungan dengan Hipersekresi jalan
nafas
2) Gangguan Pertukaran Gas berhubungan dengan Ketidakseimbangan
Ventilasi Perfusi
3) Perfusi Perifer in efektif berhubungan dengan Penurunan HB

c. Intervensi
No TGL Diagnosa Tujuan dan Kriteria Rencana Tindakan
Keperawatan Hasil
1 12/09/23 Bersihan jalan Setelah dilakukan Managemen jalan
nafas in efektif b.d intervensi keperawatan nafas ( I.01011)
2x24 jam bersihan jalan

32
Hipersekresi jalan nafas meningkat dengan O : monitor pola nafas
nafas kriteria hasil : (L.01002) (frekuensi, kedalaman
1. Produk secret & usaha nafas)
menurun T : Posisikan semi
2. Reflek batuk fowler, lakukan
meningkat suction kurang dari 15
3. Ronkhi menurun detik, alih baring, beri
hiperoksigenasi
sebelum suction
E : beri tahu keluarga
cara fisioterapi dada,
lobatkan keluarga
dalam melakukan alih
baring
K : Pemberian
Bronkodilator, fisio
terapi dada
2 12/09/23 Gangguan Setelah dilakukan Pemantauan respirasi
Pertukaran Gas b.d intervensi keperawatan (I.01014)
Ketidakseimbangan 2x24 jam pertukaran gas O : monitor frekuensi,
Ventilasi Perfusi meningkat (L.02008) irama, upaya nafas)
dengan KH : Monitor produk
1. Dispnea Menurun sputum, monitor SPO2
2. Bunyi nafas tambahan T: Auskultasi suara
menurun, Takikardi nafas, Suction sesuai
menurun, PH arteri kebutuhan
membaik E: beri tahu keluarga
Tindakan yang
diberikan kepada anak
K: setting ventilator
dan evaluasi BGA dan
RO Thorax
3 12/09/23 Perfusi Perifer in Setelah dilakukan Perawatan
efektif b.d intervensi keperawatan Sirkulasi (I.02079)
Penurunan HB 2x24 jam perfusi perifer O : Monitor
meningkat (L.02011) Warna Kulit
dengan KH: T: periksa
1. Kekuatan nadi sirkulasis perifer,
meningkat ukur vital sight
2. Kulit pucat membaik E: beri tahu
3. Akral membaik keluarga tentang
pentingnya
nutrisi untuk anak
berkaitan dengan
penurunan HB

33
K : Pemberian
Transfusi PRC

d. Implementasi
Diagnosa Implementasi 12/09/2023
Keperawatan Jam Implementasi Respon Ttd
Bersihan jalan 08.00 Memonitor pola nafas S:-
nafas in efektif O: RR 52 ( rr
berhubungan pasien 32, rr seting
dengan venti 20), tidak ada
hipersekresi jalan retraksi
nafas Memposisikan pasien semi S:-
fowler O: Pasien tampak
lebih nyaman
Memberikan S:-
hiperoksigenasi lalu O: Sekret lumayan
melakukan suction ETT banyak kental dari
dengan Teknik 4 A kurang ETT, lendir saliva
dari 15 detik baru suction dari mulut
mulut
10.00 Melakukan alih baring S:-
secara berkala O: Pasien tampak
lebih tenang Rr
spontan pasien 21
sebelumnya 32
12.00 Memberikan S:-
hiperoksigenasi lalu O: Sekret ETT
melakukan suction ETT masih kental,
dengan Teknik 4 A kurang lender di mulut
dari 15 detik baru suction saliva, ada reflek
mulut batuk adekuat

Diagnosa Implementasi 12/09/2023


Keperawatan Jam Implementasi Respon Ttd
Gangguan 08.00 Memonitor saturasi oksigen S:-
keseimbangan gas dan frekuensi nafas pasien O: saturasi oksigen
berhubungan 94-100%, ada
dengan ketidak nafas spontan 32,
seimbangan dengan oksigenasi
ventilasi perfusi ETT ventilator
09.00 Memonitor hasil BGA S:-

34
O: Ph 7.29 Pco2
43,9 HCO3 20.7
bE -5.8 AaDO2
244, Fio2 70%
10.00 Melakukan kolaborasi S:-
setting ventilator O: mode ventilator
PSIMV dengan
Fio2 60%, Peep 6,
RR 20, Psv 10,
Inspirasi pressure
10
11.00 Memonitor saturasi oksigen S:-
O: aturasi oksigen
98%, tidak tampak
adanya retraksi
12.00 Memonitor reflek batuk dan S:-
produk dputum O: reflek batuk
adekuat, produk
secret ETT masih
ada

Diagnosa Implementasi 12/09/2023


Keperawatan Jam Implementasi Respon Ttd
Perfusi perifer in 09.30 Memonitor warna kulit S:-
efektif O: pasien tampak
berhubungan pucat, anemis, HB
dengan penurunan 9,4
HB 10.00 Melakukan pemeriksaan S:-
sirkulasi perifer O: akral kaki
dingin nadi kaki
cukup kuat hr
157 134, crt < 2
dtk
13.00 Melakukan usaha PRC 50 S:-
cc golongan O di bank darah O: usaha PRC
rumah sakit sudah, persediaan
habis.

Diagnosa Implementasi 13/09/2023


Keperawatan Jam Implementasi Respon Ttd

35
Bersuhan jalan 08.00 Memonitor pola nafas S:-
nafas in efektif pasien O: pasien tampak
berhubungan gelisah, batuk, RR
dengan spontan 34
hipersekresi jalan meningkat
nafas 08.05 Memberikan S:-
hiperoksigenasi lalu O: Sekret ETT (+)
melakukan suction ETT lebih encer, lendir
dengan Teknik 4 A kurang dari mulut (+)
dari 15 detik baru suction
mulut
09.00 Mendengarkan suara paru S:-
dan memonitor irama nafas O: suara masih
ronchi, pasien
tampak tenang
irama nafas teratur
tidak ada retraksi
12.00 Melakukan alih baring S:-
secara berkala dan memberi O: Pasien tampak
posisi semi fowler tenang dan nyaman

Diagnosa Implementasi 13/09/2023


Keperawatan Jam Implementasi Respon Ttd
Gangguan 08.00 Memonitor pemberian S:-
keseimbangan gas oksigenasi ventilator O: ventilator mode
berhubungan PSIMV dengan
dengan ketidak FIO2 40%, Peep 6,
seimbangan Psv 10, RR 18,
ventilasi dan inspirasi pressur 10
perfusi 09.00 Memonitor saturasi oksigen S:-
pasien O: saturasi 96-97%
11.00 Memonitor reflek batuk dan S:-
nafas spontan O: reflek batuk
pasien adekuat,
nafas spontan (+)

Diagnosa Implementasi 13/09/2023


Keperawatan Jam Implementasi Respon Ttd
Perfusi perifer in 09.00 Melakukan pemeriksaan S:-
efektif perfusi perifer O: pasien tampak
berhubungan pucat, akral kaki

36
dengan penurunan cukup hangat nadi
HB kaki cukup kuat
crt< 2 dtk
13.00 Memberikan tranfusi PRC S:-
golingan darah O 50 cc O: Trnafusi PRC
dalam 4 jam masuk muali jam
13.00
Diagnosa Implementasi 14/09/2023
Keperawatan Jam Implementasi Respon Ttd
Bersuhan jalan 08.30 Memonitor pola nafas S:-
nafas in efektif pasien O: pasien tampak
berhubungan batuk, RR spontan
dengan 31x/menit
hipersekresi jalan
nafas 08.35 Memberikan S:-
hiperoksigenasi lalu O: Sekret ETT
melakukan suction ETT lebih encer dan
dengan Teknik 4 A kurang sedikit, lendir dari
dari 15 detik baru suction mulut sedikit
mulut
11.00 Mendengarkan suara paru S:-
dan memonitor irama nafas O: suara paru
ronchi berkurang
dibandingkan
kemarin, pasien
tampak tenang
irama nafas teratur
tidak ada retraksi
12.00 Melakukan alih baring S:-
secara berkala dan memberi O: Pasien tampak
posisi semi fowler tenang dan nyaman

Diagnosa Implementasi 14/09/2023


Keperawatan Jam Implementasi Respon Ttd
Gangguan 09.30 Memonitor pemberian S:-
keseimbangan gas oksigenasi ventilator O: ventilator mode
berhubungan PSIMV dengan
dengan ketidak FIO2 40%, PEEP
seimbangan 6, PSV 10, RR 18,
ventilasi dan Inspirasi Pressur
perfusi 10

37
09.45 Memonitor saturasi oksigen S:-
pasien O: saturasi 99%
11.00 Memonitor reflek batuk dan S:-
nafas spontan O: reflek batuk
pasien adekuat,
nafas spontan (+)
RR 23 x/menit

Diagnosa Implementasi 14/09/2023


Keperawatan Jam Implementasi Respon Ttd
Perfusi perifer in 09.00 Melakukan pemeriksaan S:-
efektif perfusi perifer O: pasien tampak
berhubungan pucat berkurang,
dengan penurunan konjungtiva
HB anemis berkurang,
akral kaki hangat
nadi kaki kuat crt<
2 dtk

e. Evaluasi
No TGL Evaluasi TTD
Dx
DX 12/09/23 S : -
1 O : KU lemah, kesadaran Tersedasi Midazolam 0,2
mg/kgBB/jam, terpasang ETT nomer 4,5 nin cuff ed
lib 11,5 cm dengan O2 ventilator mode PSIMV, lendir
ETT masih produk kental, suara paru ronchi, dengan
posisi semi fowler lebih nyaman. RR spontan pasien 20
dan RR setting ventilator 20. Retraksi Dada tidak ada
A : Bersihan jalan nafas in efektif b.d Hipersekresi jalan
nafas teratasi Sebagian

P : Pertahankan dan lanjutkan Intervensi

Dx 2 12/09/23 S : -
O : Ku Lemah, o2 terpasang ETT no 4,5 ed lib 11,5 cm
dengan ventilasi mode PSIMV, Fio2 60%, peep 6, RR
20, PSV 10, hasi BGA 12-09-2023 Ph 7.29, Pco2 43.9,

38
Po2 206, HcO3 -5.3, Sao2 99.3, AaDo2 244 ( PF rasio
294.08 ALI). Lendir ETT berkurang
A : Gangguan Pertukaran Gas b.d Ketidakseimbangan
Ventilasi Perfusi teratasi Sebagian

P : pertahankan dan lanjutkan intervensi


Kolaborasi BGA dan Kelola ventilator

DX 12/09/23 S : -
3 O : Ku lemah, pucat, Hb 9,4 akral kaki dingin, nadi kaki
cukup kuat CRT <2 detik, suhu 36.9, TD 98/51 Hr 145
A : Perfusi perifer in efektif b.d penurunan hb belum
teratasi
P : Pertahankan dan lanjutkan intervensi, kolaborasi
pemberian transfuse PRC

No TGL Evaluasi TTD


Dx
DX 13/09/23 S : -
1 O : KU lemah, kesadaran Tersedasi Midazolam 0,2
mg/kgBB/jam, terpasang ETT nomer 4,5 non cuff ed
lib 11,5 cm dengan O2 ventilator mode PSIMV, sekret
ETT produk berkuarang, suara paru ronchi berkurang,
dengan posisi semi fowler lebih nyaman. RR spontan
pasien 30 dan RR setting ventilator 18. Retraksi Dada
tidak ada
A : Bersihan jalan nafas in efektif b.d Hipersekresi
jalan nafas teratasi Sebagian

P : Pertahankan dan lanjutkan Intervensi

Dx 2 13/09/23 S : -
O : Ku Lemah, O2 terpasang ETT no 4,5 non cuff ed
lib 11,5 cm dengan ventilasi mode PSIMV, FiO22 40%,
peep 6, RR 18, PSV 10, AaDo2 244. Lendir ETT
berkurang
A : Gangguan Pertukaran Gas b.d Ketidakseimbangan
Ventilasi Perfusi teratasi Sebagian

P : pertahankan dan lanjutkan intervensi


Kolaborasi BGA dan Kelola ventilator

39
DX 13/09/23 S : -
3 O : Ku lemah, pucat, Hb 9,4 akral kaki dingin, nadi kaki
cukup kuat CRT <2 detik, durante tranfusi PRC 50 cc
dalam 4 jam. Suhu 37, Td 101/62, HR 138
A : Perfusi perifer in efektif b.d penurunan hb belum
teratasi
P : Pertahankan dan lanjutkan intervensi, monitor reaksi
alergi tranfusi

No TGL Evaluasi
Dx
DX 1 14/09/23 S:-
O : KU lemah, kesadaran Tersedasi Midazolam 0,2
mg/kgBB/jam, terpasang ETT nomer 4,5 non cuff ed lib 11,5
cm dengan O2 ventilator mode PSIMV, sekret ETT produk
berkuarang, suara paru ronchi berkurang, dengan posisi semi
fowler lebih nyaman. RR spontan pasien 23x/menit dan RR
setting ventilator 18. Retraksi Dada tidak ada
A : Bersihan jalan nafas in efektif b.d Hipersekresi jalan nafas
teratasi Sebagian

P : Pertahankan dan lanjutkan Intervensi

Dx 2 14/09/23 S:-
O : Ku Lemah, O2 terpasang ETT no 4,5 non cuff ed lib 11,5
cm dengan ventilasi mode PSIMV, FIO22 40%, PEEP 6, RR
18, PSV 10, AaDO2 244. Lendir ETT berkurang
A : Gangguan Pertukaran Gas b.d Ketidakseimbangan Ventilasi
Perfusi teratasi Sebagian

P : pertahankan dan lanjutkan intervensi


Kolaborasi BGA dan Kelola ventilator

DX 3 14/09/23 S:-
O : Ku lemah, pucat, HB pre transfuse 9,4 akral kaki hangat,
nadi kaki kuat CRT <2 detik, Post tranfusi PRC 50 cc tanggal
13/09/2023, suhu 37.1, TD 87/59, HR 143,
A : Perfusi perifer in efektif b.d penurunan hb teratasi sebagian

40
P : Pertahankan dan lanjutkan intervensi, cek HB post tranfusi

41
BAB IV

PEMBAHASAN

Penyebab gagal nafas pada pasien An.A adalah adanya infeksi bronkopneumonia.

Masalah yang ditemukan selama pengkajian:

1. Bersihan jalan nafas in efektif ini dibuktikan dengan pasien mendapatkan terapi

midazolam 0,2 mg/kgbb/jam, terpasang ETT nomer 4,5 non cuff ed lib 11,5 cm

, terdapat secret yang kental di ETT dan lender saliva dari mulut, ada reflek

batuk, hasil dari Xray thorax kesan bronkopneumonia relative bertambah.

Tindakan yang dilakukan alih baring secara berkala posisi semi fowler, suction

rutin sesuai kebutuhan dengan Teknik 4A dan sebelumnya sudah diberi

hiperoksigenasi. Dan hasilnya sekeret di ETT pasien berkurang, suara paru

ronchi berkurang tidak ada retraksi. ( masalah teratasi Sebagian).

2. Gangguan keseimbangan gas hal ini dibuktikan dengan hasil BGA tanggl

11/09/2023 kadar PCO2 44,5 menjadi 43,9 walaupun masih dalam rentang

normal tapi hasil PCO2 di batas normal atas. Hasil AaDO2 tanggal 11/09/2023

179,2 menjadi 244 tanggal 12/09/2023 normalnya 25 artinya komplaian paru

rendah alveoli tidak elastis sehingga butuh usaha yang besar agar alveoli bisa

berkembang dan melakukan transfer oksigen ke kapiler. Hasil PF ratio dari 318.5

menjadi 294 artinya mengalami perburukan awalnya masuk dalam katagori

ARDS ringan menjadi acute lung injury. Tidakan yang sudah dilakukan adalah

pemantauan respirasi, evaluasi produk sputum, pemantauan hasil BGA,

pemantauan reflek batuk dan kolaborasi pengelolaan setting ventilator. Hasilnya

42
setting ventilator mode PSIMV FIO2 60% menjadi 40 %, RR 20 menjadi 18

karena nafas spontan sudah adekuat, peep 6 tetap, PSV 10 tetap, dan Inspirasi

Pressure 10 tetap (masalah teratasi Sebagian)

3. Perfusi perifer in efektif di buktikan dengan ku lemah, pucat, akral kaki dingin,

nadi kaki teraba cukup kuat, Hb 9.4, tampak pucat konjungtiva anemis. Tindakan

yang dilakukan adalah pemeriksaan sirkulasi perifer, pemberian transfusi PRC

50 cc dalam 4 jam. Hasilnya perfusi perifer meningkat akral kaki hangat nadi

kaki kuat, konjungtiva tidak anemis untuk hasil Hb belum dilakukan evaluasi,

direncanakan tanggal 15/09/2023.

Di dalam teori muncul diagnosa keperawatan :

1. Penurunan curah jantung sedangkan di lapangan saat pengkajian tidak

dimunculkan karena data tidak mendukung. Data yang ada pada pasien hanya

peningkatan nadi yaitu 157x/menit sedangkan nadi normal pada pasien adalah

80-140x/menit, kenaikan nadi tidak signifikan. Sehingga data yang ada kurang

dari 80% dari data yang ada pada SDKI, yang harusnya ada lebih dari 3 data

yang ada pada pasien. Dan walaupun pasien mempunyai penyakit jantung

bawaan yaitu VSD untuk saat ini keluhan utamanya masalah pernafasan dan

menurut teori bronkopneumonia adalah salah satu penyebab gagal nafas.

2. Pola nafas in efektif berhubungan dengan peningkatan otot bantu pernafasan, di

dalam pengkajian pasien tidak di dapatkan masalah tersebut karena pasien sudah

terpasang ventilator sehingga fungsi pernafasan diambil alih atau dipenuhi oleh

ventilator.

43
44
BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Gagal nafas merupakan kegagalan sistem respirasi dalam memenuhi


kebutuhan pertukaran gas oksigen dan karbondioksida antara udara dan darah,
sehingga terjadi gangguan dalam asupan oksigen dan ekskresi karbondioksida,
keadaan ini ditandai dengan abnormalitas nilai PO2 dan PCO2. Gagal nafas
dapat disebabkan oleh penyakit paru yang melibatkan jalan nafas, alveolus,
sirkulasi paru atau kombinasi ketiganya. Gagal nafas juga dapat disebabkan
oleh gangguan fungsi otot pernafasan, gangguan neuromuskular dan gangguan
sistem saraf pusat.

Diagnosis berdasarkan riwayat penyakit, pemeriksaan fisik dan


penunjang, termasuk pulse oksimetry dan analisa gas darah arteri.
Penatalaksanaan gagal napas secara khusus bervariasi, tergantung pada
penyebab dari gagal nafas meliputi pembebasan jalan nafas, pemberian
oksigen, fisioterapi dada, pemberian mukolitik, pemberian cairan yang cukup,
pengisapan lendir, pengaturan posisi kepala, pengobatan terhadap penyebab
gagal nafas, bantuan pernafasan (ventilator mekanik).

B. Saran
Dalam melakukan penatalaksanaan pada anak yang mengalami gagal
nafas memerlukan suatu keterampilan dan pengetahuan khusus serta
perencanaan maupun melakukan tindakan harus cepat dan sistematis.
Peningkatan keterampilan dan pengetahuan perawat terkait permasalahan
gagal nafas pada anak sangat diperlukan sekali agar dapat mencegah terjadinya
kematian mendadak akibat keterlambatan penanganan yang dilakukan.
Kita sebagai mitra tim medis lainnya agar saling mengingatkan tentang
kondisi pasien termasuk dengan hasil hasil pemeriksaan penujang pasien,hal
ini di lakukan juga untuk keselamatan pasien.

45
DAFTAR PUSTAKA

Azis, A. L. (2020). Gagal Nafas Akut pada Anak. Simposium Nasional


Perinatologi danPediatri Gawat Darurat 2005 di Banjarmasin. 1-17.
Bahtiar. (2018). Aspek Klinis dan Tatalaksana Gagal Nafas Akut Pada Anak. .
JurnalKedokteran Syiah Kuala, 1, 173-178.
Bulechek, G. M., et al. (2013). Nursing Interventions Classification (NIC) Mosby
Elsevier.

Carlo, W. (2017). Assisted Ventilation of the high-risk neonate. Journal


Philadelpia, 1,134-139.

Dewi, D. A. (2021). Diagnosis Dan Tatalaksana Pasien Gagal Nafas Akut. 1, 132.

Herdman, T. H. K., S. (2017). Nursing Diagnoses: Definitions & Classification:


Oxford : Wiley Blackwell.

Kumar, A. B., V. (2019). Respiratory Distress in Neonates. Indian J Pediatric, 3,


423-429.

Levy, M. (2015). Pathophysiology of Oxygen Delivery in Respiratory Failure.


JournalPhiladelpia, 2, 547-553.

Moorhead, S., dkk. (2014). Nursing Outcomes Classification (NOC) Fifth


Edition:Mosby Elsevier,USA.

PNI (2017) Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia: Definisi dan Indikator


Diagnostik. Jakarta: DPP PPNI.

PPNI (2018) Standar Intervensi Keperawatan Indonesia: Definisi dan Tindakan


Keperawatan. Jakarta: DPP PPNI.

PPNI (2019) Standar Luaran Keperawatan Indonesia: Definisi dan Kriteria


HasilKeperawatan. Jakarta: DPP PPNI.

46
Ranjit, S. (2020). Acute Respiratory Failure and Oxygen Therapy. Indian J
Pediatric, 1, 249-255.

Somasetia, D. H. (2017). Tatalaksana Gagal Nafas Akut pada Anak. Dalam:


Garna H, Penatalaksanaan Terkini dalam Bidang Perinatologi,
Hematologi-onkologi, danPediatrik Gawat Darurat. 1, 56-65.

Stenklyft, P. H., Cataletto, M. E. (2019). The Pediatric Airway in Health and


Disease. pediatric emergency medicine, 3, 235-239

47
48

Anda mungkin juga menyukai