Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN PENDAHULUAN

RDS (RESPIRATORY DISTRESS SINDROM)


DI RUANG PERINATAL
RSUD Dr. R. GOETENG TAROENADIBRATA PURBALINGGA

OLEH :

RAHMA NAZLINA

NIM. P1337420219038

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN PURWOKERTO

PROGRAM DIPLOMA III

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES SEMARANG

2022
A. LATAR BELAKANG

Kegawatan pernafasan dapat terjadi pada bayi aterm maupaun pada


bayi preterm, yaitu bayi dengan berat lahir cukup maupun dengan beratbadan
lahir rendah (BBLR). Bayi dengan BBLR yang preterm mempunyai potensi
kegawatan lebih besar karena belum maturnya fungsi organ organ tubuh.
Kegawatan sistem pernafasan dapat terjadi pada bayi yang lahir dengan berat
badan kurang dari 2.500 gram dalam bentuk sindroma gagal nafas dan
asfiksia neonatorum yang terjadi pada bayi cukup bulan paru (Marmi &
Rahardjo, 2018).
Gagal nafas pada neonatus merupakan masalah klinis yang sangat
serius, yang berhubungan dengan tingginya morbiditas, mortalitas, dan biaya
perawatan. Respiratory Distress Sindrom (RDS) adalah istilah yang
digunakan untuk disfungsi pernafasan pada neonatus. Gangguan ini
merupakan penyakit yang berhubungan dengan keterlambatan perkembangan
maturitas paru atau tidak adekuatnya jumlah surfaktan dalam paru (Marmi &
Rahardjo, 2018). Angka kejadian RDS di Eropa sebelum pemberian rutin
antenatal steroid dan postnatal surfaktan sebanyak 2-3 %, di USA 1,72% dari
kelahiran bayi hidup periode 1998 - 1987.
Secara tinjauan kasus, di negara-negara Eropa sebelum pemberian rutin
antenatal steroid dan postnatalsurfaktan, terdapat angka kejadian RDS 2-3%,
di USA 1,72% dari kelahiran bayi hidup periode 1986-1987. Sedangkan
jaman modern sekarang ini dari pelayanan NICU turun menjadi 1% di Asia
Tenggara. Di Asia Tenggara penyebab terbanyak dari angka kesakitan dan
kematian pada bayi prematur adalah RDS. Sekitar 5 -10% didapatkan pada
bayi kurang bulan, 50% pada bayi dengan berat 501-1500 gram. Angka
kejadian berhubungan dengan umur gestasi dan berat badan dan menurun
sejak digunakan surfaktan eksogen. Saat ini RDS didapatkan kurang dari 6%
dari seluruh neonatus (WHO, 2017). Gangguan dan kelainan pernapasan
menjadi penyebab utama kematian neonatal (35,9%), lalu prematuritas
(42,4%) dan sepsis (12%). Data bayi lahir dengan RDS di Provinsi Nusa
Tenggara Timur (NTT) tahun 2015 sebanyak 107 jiwa (Dinkes Provinsi NTT,
2015).
B. KONSEP DASAR

1. DEFINISI
Sindroma gagal nafas (respiratory distress sindrom, RDS) adalah
istilah yang digunakan untuk disfungsi pernafasan pada neonatus.
Gangguan ini merupakan penyakit yang berhubungan dengan
keterlambatan perkembangan maturitas paru atau tidak adekuatnya jumlah
surfaktan dalam paru. (Marmi & Rahardjo,2018). Sindrom gawat napas
RDS (Respiratory Distress Syndrom) adalah istilah yang digunakan untuk
disfungsi pernapasan pada neonatus. Gangguan ini merupakan penyakit
yang berhubungan dengan keterlambatan perkembangan maturitas paru.
RDS disebut juga sebagai penyakit membran hialin (hyalin membrane
disease, (HMD)) atau penyakit paru akibat difisiensi surfaktan (surfactant
deficient lung disease (SDLD)) (Meta Febri Agrina, Afnani Toyibah,
2018).

2. ETIOLOGI
RDS sering ditemukan pada bayi prematur dan sangat berkaitan erat
dengan usia kehamilan. Dengan ungkapan lain semakin muda usia
kehamilan ibu, semakin tinggi kejadian RDS pada bayi tersebut.
Sebaliknya semakin tua usia 8 kehamilan, semakin rendah kejadian RDS
(Asrining Surasmi, Siti Handayani, 2017). Penyebab SGNN adalah
penyakit membran hialin (PMH) yang terjadi akibat kekurangan surfaktan.
Surfaktan adalah suatu kompleks lipoprotein yang merupakan bagian dari
permukaan mirip film yang ada di alveoli, untuk mencegah kolapsnya
paru. Ketidakadekuatan surfaktan menimbulkan kolaps paru, sehingga
menyebabkan hipoksia, retensi CO2 dan asidosis (Maya, 2019).
Sedangkan penyebab dari gangguan pertukaran gas adalah
ketidakseimbangan ventilasi perfusi dan perubahan membran alveolus
kapiler (Tim Pokja DPP PPNI SDKI, 2017).
3. TANDA DAN GEJALA
Berat atau ringannya gejala klinis pada penyakit RDS (Respiratory
Distress Syndrom) ini sangat dipengaruhi oleh tingkat maturitas paru.
Semakin rendah berat badan dan usia kehamilan, semakin berat gejala
klinis yang ditunjukan. Gejala dapat tampak beberapa jam setelah
kelahiran. Bayi RDS (Respiratory Distress Syndrom)yang mampu
bertahan hidup sampai 96 jam pertama mempunyai prognosis yang lebih
baik. Gejala umum RDS yaitu: takipnea (>60x/menit), pernapasan
dangkal, mendengkur, sianosis, pucat, kelelahan, apnea dan pernapasan
tidak teratur, penurunan suhu tubuh, retraksi suprasternal dan substernal,
pernapasan cuping hidung (Surasmi, dkk, 2018).

4. KLASIFIKASI
Kejadian respiratory distress pada neonatus memiliki beberapa jenis
penyakit, yaitu takipnea transien pada bayi baru lahir, sindrom distress
pernapasan, sindrom aspirasi mekonium, dan pneumonia. Takipnea
transien pada bayi baru lahir merupakan salah satu penyakit yang sering
dialami, persentase kasusnya lebih dari 40%. Faktor risiko yang
berhubungan dengan kejadian takipnea transien pada bayi baru lahir ini
adalah ibu yang mengalami asma, ibu dengan diabetes, makrosomia pada
bayi, dan juga banyak dialami pada bayi dengn jenis kelamin laki-laki
(Sonawane, Patil dan Sonawane, 2018).

5. PATOFISIOLOGI
Bayi prematur lahir dengan kondisi paru yang belum siap sepenuhnya
untuk berfungsi sebagai organ pertukaran gas yang efektif. Hal ini
merupakan faktor kritis dalam terjadi RDS, ketidaksiapan paru
menjalankan fungsinya tersebut disebabkan oleh kekurangan atau tidak
adanya surfaktan.
Surfaktan adalah substansi yang merendahkan tegangan permukaan
alveolus sehingga tidak terjadi kolaps pada akhir ekspirasi dan mampu
menahan sisa udara fungsional/kapasitas residu fungsional (Maya, 2019).
Surfaktan juga menyebabkan ekspansi yang merata dan menjaga ekspansi
paru pada tekanan intraalveolar yang rendah. Kekurangan atau
ketidakmatangan fungsi surfaktan menimbulkan ketidakseimbangan inflasi
saat inspirasi dan kolaps alveoli saat ekspirasi.
Bila surfaktan tidak ada, janin tidak dapat menjaga parunya tetap
mengembang. Oleh karena itu, perlu usaha yang keras untuk
mengembangkan parunya pada setiap hembusan napas (ekspirasi)
sehingga untuk pernapasan berikutnya dibutuhkan tekanan negatif
intratoraks yang lebih besar dengan disertai usaha inspirasi yang lebih
kuat. Akibatnya, setiap kali bernapas menjadi sukar seperti saat pertama
kali bernapas (saat kelahiran). Sebagai akibat, janin lebih banyak
menghabiskan oksigen untuk menghasilkan energi ini daripada yang ia
terima dan ini menyebabkan bayi kelelahan. Dengan meningkatnya
kelelahan, bayi akan semakin sedikit membuka alveolinya.
Ketidakmampuan mempertahankan pengembangan paru ini dapat
menyebabkan atelaktasis.
Tidak adanya stabilitas dan atelektasis akan meningkatkan
Pulmomary Vascular Resistance (PVR) yang nilainya menurun pada
ekspansi paaru normal. Akibatnya, terjadi hipoperfusi jaringan paru dan
selanjutnya menurunkan aliran darah pulmonal. Di samping itu,
peningkatan PVR juga menyebabkan pembalikan parsial sirkulasi darah
janin dengan arah aliran dari kanan ke kiri melalui duktus arteriosus dan
foramen ovale.
Kolaps baru (atelektasis) akan menyebabkan gangguan ventilasi pulmonal
yang menimbulkan hipoksia. Akibat dari hipoksia adalah konstriksin
vaskularisasi pulmonal yang menimbulkan penurunan oksigenasi jaringan
dan selanjutnya menybabkan metabolismeanareobik.
RDS atau sindrom gangguan pernapasan adalah penyakit yang dapat
sembuh sendiri dan mengikuti masa deteriorasi (kurang lebih 48 jam) dan
jika tidak ada komplikasi paru akan membaik dalam 72 jam. Proses
perbaikan ini, terutama dikaitkan dengan meningkatkan
produksi dan ketersediaan materi surfaktan.

6. PATHWAY
Bayi lahir prematur

Inadekuat Surfaktan Lapisan lemak belum


Terbentuk pada kulit
Alveolus kolaps
Resiko gangguan
Ventilasi berkurang hipoksia Termoregulasi:
hipotermia
Peningkatan usaha Cedera paru
Nafas Pembentukan membran
Edema hialin
Takipnea
Pertukaran gas Mengendap di alveoli
Pola nafas terganggu
tidak efektif

Refleks hisap Penguapan meningkat


menurun
Resiko kekurangan
Intake tidak volume cairan
adekuat

Kekurangan nutrisi
Sumber : (Maya, 2019)

7. KOMPLIKASI
Menurut Suriadi dan Yuliani (2020) komplikasi yang kemungkinan
terjadi pada RDS yaitu:
a. Kebocoran alveoli
Apabila dicurigai terjadi kebocoran udara (pneumothorak,
pneumomediastinum, pneumopericardium, emfisema interstitial), pada
bayi dengan RDS yang tiba-tiba memburuk dengan gejala klinikal
hipotensi, apnea, atau bradikardi atau adanya asidosis yang menetap.
b. Jangkitan penyakit karena keadaan penderita yang memburuk dan
adanya perubahan jumlah leukosit dan thrombositopeni. Infeksi dapat
timbul kerana tindakan invasif seperti pemasangan jarum vena, kateter,
dan alat-alat respirasi.
c. Perdarahan intrakranial dan leukomalacia periventricular, perdarahan
intraventrikuler terjadi pada 20-40% bayi prematur dengan frekuensi
terbanyak pada bayi RDS dengan ventilasi mekanik.
d. Bronchopulmonary Dysplasia (BPD)
Merupakan penyakit paru kronik yang disebabkan pemakaian oksigen
pada bayi dengan masa gestasi 36 minggu. BPD berhubungan dengan
tingginya volume dan tekanan yang digunakan pada waktu
menggunakan ventilasi mekanik, adanya infeksi, inflamasi, dan
defisiensi vitamin A. Insiden BPD meningkat dengan menurunnya masa
gestasi.
e. Retinopathy premature
Kegagalan fungsi neurologi, terjadi sekitar 10-70% bayi yang
berhubungan dengan masa gestasi, adanya hipoxia, komplikasi
intrakranial, dan adanya infeksi.

8. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Diagnosa RDS dapat ditegakkan melalui pemeriksaan foto thoraks,
AGD, hitung darah lengkap, perubahan elektrolit dan biopsy paru
(Lowdermilk et al., 2017).
a. Foto Thoraks
1) Pemeriksaan radiologis, mula-mula tidak ada kelainan jelas pada
foto dada, setelah 12-24 jam akan tampak infiltrate alveolar tanpa
batas yang tegas diseluruh paru.
2) Pola retikulogranular difus bersama bronkhogram udara yang
saling tumpah tindih.
3) Tanda paru sentral, batas jantung sukar dilihat, inflasi paru buruk.
4) Kemungkinan terdapat kardoimegali bila system lain juga terkena
(bayi dari ibu diabetes, hipoksia, gagal jantung kongestif )
5) Bayangan timus yang besar
6) Bergranul merata pada bronkhogram udara, yang menandakan
penyakit berat jika terdapat pada beberapa jam pertama.
b. AGD menunjukkan asidosis respiratory dan metabolik yaitu adanya
penurunan pH, penurunan PaO2, dan peningkatan paCO2, penurunan
HCO3.
c. Hitung darah lengkap
d. Perubahan elektrolit, cenderung terjadi penurunan kadar: kalsium,
natrium, kalium dan glukosa serum.
e. Biopsi paru, terdapat adanya pengumpulan granulosit secara abnormal
dalam parenkim paru.

9. PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan yang dapat dilakukan pada penderita RDS dengan
gangguan pertukaran gas (Ngastiyah, 2018):
a. Memberikan lingkungan yang optimal
Suhu tubuh bayi harus selalu diusahakan agar tetap dalam batas normal
(36,5 OC – 37OC) dengan cara meletakkan bayi dalam inkubator.
Kelembaban ruangan juga harus adekuat (70-80%)
b. Pemberian oksigen
Pemberian oksigen harus dilakukan dengan hati-hati karena
berpengaruh kompleks terhadap bayi prematur. Pemberian O2 yang
terlalu banyak dapat menimbulkan komplikasi seperti : fibrosis paru,
kerusakan retina (fibroplasias retrolental) dan lain-lain. Untuk
mencegah terjadinya komplikasi, pemberian O2 sebaiknya diikuti
dengan pemeriksaan analisa gas darah arteri. Bila fasilitas untuk
pemeriksaan analisa gas darah arteri tidak ada, maka O2 diberikan
dengan konsentrasi O2 tidak lebih dari 40% sampai gejala sianosis
menghilang.

c. Pemberian cairan dan elektrolit


Pemberian cairan dan elektrolit sangat perlu untuk mempertahankan
homeostasis dan menghindarkan dehidrasi. Pada permulaan diberikan
glukosa 5- 10% dengan jumlah yang disesuaikan dengan umur dan
berat badan ialah 60-125 ml/kg BB/hari. Asidosis metabolik yang selalu
dijumpai harus segera dikoreksi dengan memberikan NaHCO3 secara
intravena. d. Pemberian antibiotik Bayi dengan PMH perlu
mendapatkan antibiotik untuk mencegah infeksi sekunder. Dapat
diberikan penisilin dengan dosis 50.000-100.000 u/kg BB/hari atau
ampisilin 100 mg/kg BB/hari, dengan atau tanpa gentamisin 3-5 mg/kg
BB/hari. e. Pemberian surfaktan eksogen

C. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

1. Pengkajian
Pengkajian adalah proses pengumpulan data untuk mendapatkan
berbagai informasi yang berkaitan dengan masalah yang dialami klien.
Pengkajian dilakukan dengan berbagai cara yaitu anamnesa, observasi,
pemeriksaan fisik, pemeriksaan diagnostik yang dilakukan dilaboratorium.
(Surasmi dkk, 2017). Data yang dicari dalam pengkajian keperawatan
adalah :
a) Identitas : lengkap, termasuk orang tua bayi
b) Kaji riwayat kehamilan sekarang (apakah selama hamil ibu
menderita hipotensi atau perdarahan)
c) Kaji riwayat neonatus (lahir afiksia akibat hipoksia akut, terpajan
pada keadaan hipotermia)
d) Kaji riwayat keluarga (koping keluarga positif )
e) Kaji nilai APGAR rendah (bila rendah di lakukkan tindakan
resusitasi pada bayi).
f) Pemeriksaan fisik
1) Keadaan umum : kesadaran, vital sign
2) Pemeriksaan persistem : terutama pada sistem yang terlibat
langsung
- Sistem pernafasan : akan ditemukan tanda dan gejala
RDS. Seperti: takipnea (>60x/menit), pernapasan
mendengkur, retraksi dinding dada, pernapasan cuping
hidung, pucat, sianosis, apnea
- Sistem kardiovaskulaer : takikardia, nadi lemah/cepat,
akral dingin/hangat, cyanosis perifer
- Sistem gastrointestinal : muntah, kembung, peristaltik
menurun/meningkat
- Sistem perkemihan : keluaran urine, warna

2. Diagnosa keperawatan
Diagnosis keperawatan bertujuan untuk mengidentifikasi respon
individu, keluarga dan komunitas yang dapat berkaitan dengan kondisi
kesehatan (Tim Pokja DPP PPNI SDKI, 2017)
a. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan imaturitas neurologis
(defisiensi surfaktan dan ketidakstabilan alveolar)
b. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan
membran kapiler-alveolar
c. Resiko gangguan termoregulasi : hipotermia berhubungan dengan
berada di lingkungan yang dingin

3. Intervensi
SDKI SLKI SIKI
Pola nafas tidak Setelah dilakukan tindakan Manajemen jalan napas
efektif berhubungan keperawatan diharapkan inspirasi Observasi
dengan imaturitas dan atau ekspirasi yang 1. Monitor pola napas
neurologis (defisiensi memberikan ventilasi adekuat 2. Monitor bunyi napas
surfaktan dan membaik dengan kriteria hasil : 3. Monitor sputum
ketidakstabilan 1. Disspnea menurun
alveolar) 2. Penggunaan otot bantu napas
menurun Terapeutik

3. Pemanjangan fase ekspirasi 1. Pertahankan kepatenan

menurun jalan napas

4. Ortopnea menurun 2. Posisikan semi-fowler

5. Pernapasan pursed-lip menurun 3. Berikan minum hangat

6. Pernapasan cuping hidung 4. Lakukan fisioterafi dada


menurun 5. Lakukan penghisapan

7. Ventilasi semenit meningkat lendir

8. Kapasitas vital meningka 6. Lakukan hiperoksigenasi


7. Keluarkan sumbatan
benda padat dengan
forsep
8. Berikan oksigen jika perlu
Edukasi
1. Anjurkan asupan cairan
2000 ml/hari
2. Ajarkan Teknik batuk
efektif
Kolaborasi
Kolaborasi pemberian
bronkodilator
Gangguan pertukaran Setelah diberikan Asuhan Pemantauan Respirasi
gas berhubungan keperawatan, diharapkan Observasi
dengan perubahan pertukaran gas meningkat dengan 1. Monitor frekuensi, irama,
membran kapiler- kriteria hasil : kedalaman dan upaya
alveolar 1. Dispnea menurun nafas
2. Bunyi nafas tambahan menurun 2. Monitor pola nafas
3. Nafas cuping hidung menurun (bradipnea, takipnea,
4. PCO2 membaik hiperventilasi, kussmaul,
5. PO2 membaik cheyne-stokes, biot,
6. Takikardia membaik ataksik)
3. Monitor saturasi oksigen
4. Monitor nilai analisa gas
darah (AGD)
Terapeutik
1. Atur interval pemantauan
respirasi sesuai kondisi
pasien
2. Dokumentasikan hasil
pemantauan
Edukasi
1. Jelaskan tujuan dan
prosedur pemantauan
2. Informasikan hasil
pemantauan, jika perlu
Resiko gangguan Setelah dilakukan asuhan Regulasi Temperatur
termoregulasi : keperawatan diharapkan: Observasi:
hipotermia 1. Mengggil menurun a. Monitor suhu bayi sampai
berhubungan dengan 2. Kejang menurun stabil (36,5⁰C – 37,5⁰)
berada di lingkungan b. Monitor suhu tubuh bayi
yang dingin 3. Akrosianosis menurun setiap dua jam, jika perlu
4. Konsumsi oksigen menurun c. Monitor tekanan darah,
5. Pucat menurun frekuensi pernafasan dan
6. Takikardi menurun nadi
7. Takipnea menurun d. Monitor warna dan suhu
8. Bradikardi menurun kulit
9. Dasar kuku sianotik menurun e. Monitor dan catat tanda
10.Hipoksia menurun dan gejala hipotermia atau
11.Suhu tubuh membaik hipertermia
12.suhu kulit membaik Terapeutik :
13.Kadar glokosa darah membaik a. Pasang alat pemantau
suhu kontinu, jika perlu
b. Tingkatkan asupan cairan
dan nutrisi yang adekuat
c. Bedong bayi segera
setelah lahir untuk
mencegah kehilangan
panas
d. Masukkan bayi BBLR ke
dalam plastik segera
setelah lahir Atur suhu
inkubator sesuai
kebutuhan
Edukasi:
a. Jelaskan cara pencegahan
heat exhaustion dan heat
stroke
b. Jelaskan cara pencegahan
hipotermi karena terpapar
udara dingin
c. Demontrasikan teknik
perawatan metode
kanguru (PMK) untuk
bayi BBLR
Kolaborasi:
Kolaborasi pemberian
antipiretik
DAFTAR PUSTAKA

Basri, B., Utami, T., & Mulyadi,E. (2020). Konsep Dasar Dokumentasi
Keperawatan. Bandung: CV. Media Sains Indonesia
Dinkes Provinsi NTT. (2015). Profil Dinas Kesehatan Provinsi Nusa Tenggara
Timur.
Lowdermilk, D. L., Perry, S. E., & Cashion, K. (2014). Keperawatan Maternitas
(8th ed.; K. R. Alden, Ed.). Singapore: Elseiver Mosby.
Maya, F. dan. (2019). Pengantar Ilmu Kesehatan Anak. (V. Hani, Ed.) (1st ed.).
Yogyakarta: D-Medika.
Ngastiyah, (2018). Perawatan Anak Sakit. Jakarta ; EGC
Rahardjo dan Marmi. (2018). Asuhan Neonatus, Bayi, Balita dan Prasekolah.
Jakarta : Pustaka Belajar
Surasmi, Asrining. (2017). Perawatan Bayi Resiko Tinggi. Jakarta: EGC
Suriadi dan Yuliani, R. (2020). Asuhan Keperawatan Pada Anak, edisi 1 Jakarta :
CV Agung Seto
Tim Pokja DPP PPNI SDKI. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia
(1st ed.). Jakarta: PPNI.
Tim Pokja DPP PPNI SIKI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia
(1st ed.). Jakarta: DPP PPNI.
Tim Pokja DPP PPNI SLKI. (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia (1st
ed.). Jakarta: DPP PPNI.
World Health Organization. (2018). Newborns : Reducing Mortality.
https://www.who.int/news-room/fact-sheets/detail/newborns-reducing-
mortality. diakses ada tanggal 25 februari 2022

Anda mungkin juga menyukai