Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN PENDAHULUAN RESPIRATORY DISTRESS SYNDROM (RDS)

DI RUMAH SAKIT YUKUM MEDICAL CENTRE (YMC)

DOSEN PEMBIMBING :

Gustop Amatiria, S.Kp.,M.kes

Disusun Oleh:

NAMA : YENI NUR JAMIL AZIZAH

NIM : 1914301052

KELAS : TINGKAT 3 REGULER 2

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

POLITEKNIK KESEHATAN TANJUNG KARANG

JURUSAN KEPERAWATAN TANJUNG KARANG

SARJANA TERAPAN KEPERAWATAN

TAHUN AKADEMIK 2021/2022


LAPORAN PENDAHULUAN
RESPIRATORY DISTRESS SYNDROM (RDS)
1. Definisi
Sindroma gagal nafas (respiratory distress sindrom, RDS) adalah istilah yang digunakan
untuk disfungsi pernafasan pada neonatus. Gangguan ini merupakan penyakit yang
berhubungan dengan keterlambatan perkembangan maturitas paru atau tidak adekuatnya
jumlah surfaktan dalam paru. (Marmi & Rahardjo,2012)
Sindrom gawat napas atau RDS adalah istilah yang digunakan untuk disfungsi
pernapasan pada neonatus. Sindrom ini merupakan penyakit yang berhubungan dengan
keterlambatan perkembangan maturitas paru (Asrining Surasmi, Siti Handayani, 2003).
RDS disebut juga sebagai penyakit membran hialin (hyalin membrane disease, (HMD))
atau penyakit paru akibat difisiensi surfaktan (surfactant deficient lung disease (SDLD))
(Meta Febri Agrina, Afnani Toyibah, 2016).

2. Etiologi
Penyebab kegagalan pernafasan pada neonatus yang terdiri dari faktor ibu, faktor
plasenta, faktor janin dan faktor persalinan.Faktor ibu meliputi hipoksia pada ibu, usia
ibu kurang dari 20 tahun atau lebih dari 35 tahun, gravida empat atau lebih, sosial
ekonomi rendah, maupun penyakit pembuluh darah ibu yang mengganggu pertukaran
gas janin seperti hipertensi, penyakit jantung, diabetes melitus, dan lain-lain. Faktor
plasenta meliputi solusio plasenta, perdarahan plasenta, plasenta kecil, plasenta tipis,
plasenta tidak menempel pada tempatnya.
Faktor janin atau neonatus meliputi tali pusat menumbung, tali pusat melilit leher,
kompresi tali pusat antara janin dan jalan lahir,gemeli, prematur, kelainan kongenital
pada neonatus dan lain-lain. Faktor persalinan meliputi partus lama, partus dengan
tindakan dan lain-lain.
Menurut Suriadi dan Yulianni (2006) etiologi dari RDS yaitu:
a. Ketidakmampuan paru untuk mengembang dan alveoli terbuka.
b. Alveoli masih kecil sehingga mengalami kesulitan berkembang dan pengembangan
kurang sempurna. Fungsi surfaktan untuk menjaga agar kantong alveoli tetap
berkembang dan berisi udara, sehingga pada bayi prematur dimana surfaktan masih
belum berkembang menyebabkan daya berkembang paru kurang dan bayi akan
mengalami sesak nafas.
c. Membran hialin berisi debris dari sel yang nekrosis yang tertangkap dalam
proteinaceous filtrat serum (saringan serum protein), di fagosit oleh makrofag. d.
Berat badan bayi lahir kurang dari 2500 gram.
d. Adanya kelainan di dalam dan di luar paru. Kelainan dalam paru yang menunjukan
sindrom ini adalah pneumothoraks/pneumomediastinum, penyakit membran hialin
(PMH).

e. Bayi prematur atau kurang bulan Diakibatkan oleh kurangnya produksi surfaktan.
Produksi surfaktan ini dimulai sejak kehamilan minggu ke-22, semakin muda usia
kehamilan, maka semakin besar pula kemungkinan terjadi RDS.
Suriadi dan Yulianni (2006)
3. Tanda dan gejala
Berat atau ringannya gejala klinis pada penyakit RDS (Respiratory Distress Syndrom)
ini sangat dipengaruhi oleh tingkat maturitas paru. Semakin rendah berat badan dan
usia kehamilan, semakin berat gejala klinis yang ditunjukan. Gejala dapat tampak
beberapa jam setelah kelahiran. Bayi RDS (Respiratory Distress Syndrom)yang mampu
bertahan hidup sampai 96 jam pertama mempunyai prognosis yang lebih baik.
Gejala umum RDS yaitu: takipnea (>60x/menit), pernapasan dangkal, mendengkur,
sianosis, pucat, kelelahan, apnea dan pernapasan tidak teratur, penurunan suhu tubuh,
retraksi suprasternal dan substernal, pernapasan cuping hidung ( Surasmi, dkk 2013)
Menurut ZR and Sari (2009) tanda dan gejala yang timbul pada RDS yaitu :

a. Pernafasan cepat/hiperpnea atau dispnea dengan frekuensi pernafasan lebih dari


60x/menit

b. Retraksi interkostal, epigastrium atau suprasternal pada inspirasi

c. Sianosis

d. Grunting (terdengar seperti suara rintihan) saat ekspirasi

e. Takikardia (170x/menit)
( Surasmi, dkk 2013)
4. Patofisiologi
Bayi prematur lahir dengan kondisi paru yang belum siap sepenuhnya untuk berfungsi
sebagai organ pertukaran gas yang efektif. Hal ini merupakan faktor utama terjadinya
RDS. Ketidaksiapan paru menjalankan fungsinya tersebut terutama disebabkan oleh
kekurangan atau tidak adanya surfaktan. Kekurangan atau ketidakmatangan fungsi
sufaktan menimbulkan ketidakseimbangan inflasi saat inspirasi dan kolaps alveoli saat
ekspirasi Hal ini mengakibatkan bayi lebih banyak menghabiskan oksigen untuk
menghasilkan energi daripada menerima sehingga menyebabkan bayi kelelahan. Dengan
meningkatnya kekelahan, bayi akan semakin sedikit membuka alveolinya.
Ketidakmampuan mempertahankan 9 pengembangan paru ini dapat menyebabkan
atelektasis (Asrining Surasmi, Siti Handayani, 2003).
Kolaps paru (atelektasis) akan menyebabkan terganggunya ventilasi pulmonal sehingga
terjadi hipoksia. Akibat dari hipoksia adalah kontraksi vaskularisasi pulmonal yang
menimbulkan penurunan oksigenasi jaringan dan selanjutnya menyebabkan metabolisme
anaerobik. Metabolisme anaerobik menghasilkan timbunan asam laktat sehingga terjadi
asidosis metabolik pada bayi dan penurunan curah jantung yang menurunkan perfusi ke
organ vital. Asidosis dan atelektasis juga menyebabkan aliran darah paru menurun dan
mengakibatkan berkurangnya pembentukan zat surfaktan (Ngastiyah, 2005).
Atelektasis menyebabkan paru tidak mampu mengeluarkan karbon dioksida dari sisa
pernapasan sehingga terjadi asidosis respiratorik. Penurunan pH menyebabkan
vasokonstriksi yang semakin berat. Dengan penurunan sirkulasi paru dan perfusi
alveolar, PaO2 akan menurun tajam, pH juga akan menurun tajam, serta materi yang
diperlukan untuk produksi surfaktan tidak mengalir ke dalam alveoli (Asrining Surasmi,
Siti Handayani, 2003). Sintesis surfaktan dipengaruhi sebagian oleh pH, suhu dan perfusi
normal, asfiksia, hipoksemia dan iskemia paru terutama dalam hubungannya dengan
hipovolemia, hipotensi dan stress dingin dapat menekan sintesis surfaktan. Lapisan epitel
paru dapat juga terkena trauma akibat kadar oksigen yang tinggi dan pengaruh
penatalaksanaan pernapasan yang mengakibatkan penurunan surfaktan lebih lanjut
(Asrining Surasmi, Siti Handayani, 2003).
Akibat lain adalah kerusakan endotel kapiler dan epitel duktus alveolus yang
menyebabkan terjadinya transudasi ke dalam alveoli dan terbentuknya fibrin, selanjutnya
fibrin 10 bersama-sama dengan jaringan epitel yang nekrotik membentuk suatu lapisan
yang disebut membran hialin. Membran hialin ini melapisi alveoli dan menghambat
pertukaran gas sehingga timbul masalah gangguan pertukaran gas (Ngastiyah, 2005).
( Surasmi, dkk 2013)
5. Pemeriksaan penunjang
Menurut Cecily & Sowden (2009) pemeriksaan penunjang pada bayi dengan RDS yaitu:
1. Kajian foto thoraks
a. Pola retikulogranular difus bersama udara yang saling tumpang tindih.
b. Tanda paru sentral dan batas jantung sukar dilihat, hipoinflasi paru
c. Kemungkinan terdapat kardiomegali bila sistem lain juga terkena (bayi dari ibu
diabetes, hipoksia atau gagal jantung kongestif)
d. Bayangan timus yang besar
e. Bergranul merata pada bronkogram udara yang menandakan penyakit berat jika
muncuk pada beberapa jam pertama.
2. Gas darah arteri-hipoksia dengan asidosis respiratorik dan atau metabolik

a. Hitung darah lengkap


b. Elektrolit, kalsium, natrium, kalium, glukosa serum
c. Tes cairan amnion (lesitin banding spingomielin) untuk menentukan maturitas
paru

d. Oksimetri nadi untuk menentukan hipoksia.( Cecily & Sowden (2009)

6. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan yang dapat dilakukan pada penderita RDS dengan gangguan pertukaran
gas (Ngastiyah, 2005):
a. Memberikan lingkungan yang optimal Suhu tubuh bayi harus selalu diusahakan agar
tetap dalam batas normal (36,5o - 37o c) dengan cara meletakkan bayi dalam
inkubator. Kelembaban ruangan juga harus adekuat (70-80%).
b. Pemberian oksigen.
Pemberian oksigen harus dilakukan dengan hati-hati karena berpengaruh kompleks
terhadap bayi prematur. Pemberian O2 yang terlalu banyak dapat menimbulkan
komplikasi seperti : fibrosis paru, kerusakan retina (fibroplasias retrolental) dan lain-
lain. Untuk mencegah terjadinya komplikasi, pemberian O2 sebaiknya diikuti
dengan pemeriksaan analisa gas darah arteri. Bila fasilitas untuk pemeriksaan analisa
gas darah arteri tidak ada, maka O2 diberikan dengan konsentrasi O2 tidak lebih dari
40% sampai gejala sianosis menghilang.
c. Pemberian cairan dan elektrolit
Pemberian cairan dan elektrolit sangat perlu untuk mempertahankan homeostasis
dan menghindarkan dehidrasi. Pada permulaan diberikan glukosa 5- 10% dengan
jumlah yang disesuaikan dengan umur dan berat badan ialah 60-125 ml/kg BB/hari.
Asidosis metabolik yang selalu dijumpai harus segera dikoreksi dengan memberikan
NaHCO3 secara intravena.
d. Pemberian antibiotik
Bayi dengan PMH perlu mendapatkan antibiotik untuk mencegah infeksi sekunder.
Dapat diberikan penisilin dengan dosis 50.000-100.000 u/kg BB/hari atau ampisilin
100 mg/kg BB/hari, dengan atau tanpa gentamisin 3-5 mg/kg BB/hari.
e. Pemberian surfaktan eksogen

Menurut Cecily & Sowden (2009) penatalaksanaan medis pada bayi RDS (Respiratory
Distress Syndrom) yaitu:

1) Perbaiki oksigenasi dan pertahankan volume paru optimal


a. Penggantian surfaktan melalui selang endotrakeal
b. Tekanan jalan napas positif secara kontinu melalui kanul nasal untuk mencegah
kehilangan volume selama ekspirasi
c. Pemantauan transkutan dan oksimetri nadi
d. Fisioterapi dadaTindakan kardiorespirasi tambahan

2) Pertahankan kestabilan suhu


3) Berikan asupan cairan, elektrolit, dan nutrisi yang tepat
4) Pantau nilai gas darah arteri, Hb dan Ht serta bilirubin 11
5) Lakukankan transfusi darah seperlunya
6) Hematokrit guna mengoptimalkan oksigenasi
7) Pertahankan jalur arteri untuk memantau PaO₂ dan pengambilan sampel darah
8) Berikan obat yang diperlukan
7. Pengkajian

a. Pemeriksaan fisik
Pada pemeriksaan fisik akan ditemukan takhipneu, pernafasan mendengkur, retraksi
subkostal/interkostal, pernafasan cuping hidung, sianosis dan pucat, hipotonus, apneu,
gerakan tubuh berirama, sulit bernafas dan sentakan dagu. Pada awalnya suara nafas
mungkin normal kemudian dengan menurunnya pertukaran udara, nafas menjadi
parau dan pernapasan dalam. Pengkajian fisik pada bayi dan anak dengan kegawatan
pernafasan dapat dilihat dari penilaian fungsi respirasi dan penilaian fungsi
kardiovaskuler. Penilaian fungsi respirasi meliputi:

1) Frekuensi nafas
Takhipneu adalah manifestasi awal distress pernafasan pada bayi. Takhipneu
tanpa tanda lain berupa distress pernafasan merupakan usaha kompensasi
terhadap terjadinya asidosis metabolik seperti pada syok, diare, dehidrasi,
ketoasidosis, diabetikum, keracunan salisilat, dan insufisiensi ginjal kronik.
Frekuensi nafas yang sangat lambat dan ireguler sering terjadi pada hipotermi,
kelelahan dan depresi SSP yang merupakan tanda memburuknya keadaan klinik.

2) Mekanika usaha pernafasan


Meningkatnya usaha nafas ditandai dengan respirasi cuping hidung, retraksi
dinding dada, yang sering dijumpai pada obtruksi jalan nafas dan penyakit
alveolar. Anggukan kepala ke atas, merintih, stridor dan ekspansi memanjang
menandakan terjadi gangguan mekanik usaha pernafasan.

3) Warna kulit/ membran mukosa Pada keadaan perfusi dan hipoksemia, warna kulit
tubuh terlihat berbercak (mottled), tangan dan kaki terlihat kelabu, pucat dan
teraba dingin

b. Pemeriksaan penunjang
1) Foto rontgen thorak Untuk mengetahui kemungkinan adanya kardiomegali bila
sistim lain bila terkena.

2) Pemeriksaan hasil analisa gas darah Untuk mengetahui adanya hipoksemia,


hipokapnia, dan alkalosis respiratori ( pH >7,45) pada tahap dini.

3) Tes fungsi paru Untuk mengetahui keadaan paru kanan dan paru kiri.

8. Diagnosa keperawatan
Diagnosa keperawatan dari RDS yang muncul menurut Suriadi dan Yulianni (2006)
yaitu:

1. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan imatur paru dan dinding dada atau
kurangnya jumlah cairan surfaktan.

2. Tidak efektif bersihan jalan nafas berhubungan dengan obstruksi atau pemasangan
intubasi trakea yang kurang tepat dan adanya secret pada jalan napas.

3. Tidak efektif pola napas berhubungan dengan ketidaksamaan nafas bayi dan
ventilator, dan posisi bantuan bentilator yang kurang tepat.

4. Resiko kurangnya volume cairan berhubungan dengan hilangnya cairan yang tanpa
disadari (IWL).

5. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan


ketidakmampuan menelan, motilitas gastrik menurun, dan penyerapan.

9. Tujuan rencana keperawatan dan kriteria hasil.


Diagnosa
Tujuan Kriteria Hasil
Keperawatan
Gangguan Setelah dilakukan tindakan Kriteria hasil:
pertukaran gas keperawatan selama 3x24 a. Jalan nafas bersih
berhubungan jam diharapkan pertukaran b. Frekuensi jantung
dengan imatur paru gas Adekuat. 100-140 x/menit
dan dinding dada
c. Pernapasan 40-60
atau kurangnya
x/menit
jumlah cairan
d. Takipneu atau
surfaktan. apneu tidak ada
e. Sianosis tidak ada

Tidak efektif Setelah dilakukan tindakan Kriteria hasil:


bersihan jalan nafas keperawatan selama 3x24 a. Pasien bebas dari
berhubungan jam diharapkan dapat dispneu
dengan obstruksi mempertahankan jalan b. Mengeluarkan
sekret tanpa
atau pemasangan nafas dengan bunyi nafas
kesulitan
intubasi trakea yang jernih dan ronchi (-).
yang kurang tepat
dan adanya secret
pada jalan napas.

Pola Nafas Tdak Setelah dilakukan tindakan Kriteria Hasil :


efektif keperawatan selama 3x24 a. Mempertahankan
pola pematasan
berhubungan jam diharapkan pola nafas efektif.
dengan efektif. b. Irama nafas,
ketidaksamaan kedalaman nafas
normal.
nafas bayi dan
c. Oksigenasi
ventilator, dan adekuat
posisi bantuan
bentilator yang
kurang tepat.

Resiko kurangnya Setelah dilakukan tindakan Kriteria Hasil:


volume cairan keperawatan a. Keseimbangan
berhubungan dengan selama 3x24 jam cairan dan elektrolit
hilangnya cairan yang diharapkanmempertahankan dapat
tanpa disadari (IWL). cairan dan elektrolit. dipertahankan

Perubahan nutrisi Setelah dilakukan tindakan Kriteria hasil:


a. Mencapai status
kurang dari kebutuhan keperawatan
nutrisi normal
tubuh berhubungan selama 3x24 jam dengan berat
hadan yang
dengan diharapkankebutuhan nutrisi sesuai.
ketidakmampuan adekuat. b. Mencapai kadar
menelan, motilitas gula darah normal.
gastrik menurun, dan c. Mencapai
keseimbangan
penyerapan. intake dan output.
d. Bebas dari adanya
komplikasi Gl.
e. Lingkar perut
stabil.
f. Pola eliminasi
nonnal

10. Intervensi dan rasional


Diagnosa Keperawatan Intervensi Rasional
Gangguan pertukaran gas 1. Posisikan untuk 1. Untuk mencegah
berhubungan dengan pertukaran udara adanya
imatur paru dan dinding yang optimal; penyempitan jalan
dada atau kurangnya tempatkan pada nafas.
jumlah cairan surfaktan. posisi telentang 2. Karena akan
dengan leher mengurangi
sedikit ekstensi diameter trakea
dan hidung 3. Memastikan posisi
menghadap keatap sesuai dengan
dalam posisi yang diinginkan
’mengendus’. dan mencegah

2. Hindari terjadinya distres

hiperekstensi leher pernafasan.


4. Menghilangkan
3. Observasi adanya
mukus yang
penyimpangan dari
terakumulasi dari
fungsi yang
nasofaring, trakea,
diinginkan, kenali
dan selang
tanda-tanda distres
endotrakeal.
misalnya:
5. Memastikan
mengorok,
bahwa jalan napas
pernafasan cuping
bersih.
hidung, apnea.
4. Lakukan
6. Meningkatkan
penghisapan
absorpsi ke dalam
mukus.
alvelolar
5. Penghisapan
7. Menilai fungsi
selang endotrakeal
pemberian
sebelum
surfaktan
pemberian
8. Mencegah
surfaktan.
hipoksemia dan
6. Hindari
distensi paru yang
penghisapan
berlebihan.
sedikitnya 1 jam
setelah pemberian
surfaktan.
7. Observasi
peningkatan
pengembangan
dada setelah
pemberian
surfaktan.
8. Turunkan
pengaturan,
ventilator,
khususnya tekanan
inspirasi puncak
dan oksigen.

Tidak efektif 1. Catat perubahan 1. Penggunaan otot-otot


bersihan jalan nafas dalam bernafas dan interkostal/abdominal
berhubungan dengan pola nafasnya. /leher dapat
obstruksi atau 2. Observasi dari meningkatkan usaha
pemasangan intubasi penurunan dalam bernafas.
trakea yang kurang pengembangan 2. Pengembangan dada
tepat dan adanya dada dan dapat menjadi batas
secret pada jalan peningkatan dari akumulasi cairan
napas. fremitu. dan adanya cairan
3. Catat karakteristik dapat meningkatkan
dari suara nafas. fremitus.

4. Catat karakteristik 3. Suara nafas terjadi

dari batuk karena adanya aliran


udara melewati
5. Pertahankan posisi
batang tracheo
tubuh/posisi kepala
branchial dan juga
dan gunakan jalan
karena adanya cairan,
nafas tambahan bila
mukus atau sumbatan
perlu.
lain dari saluran
6. Kaji kemampuan
nafas.
batuk, latihan nafas
4. Karakteristik batuk
dalam, perubahan
dapat merubah
posisi dan lakukan
ketergantungan pada
suction bila ada
penyebab dan etiologi
indikasi.
dari jalan nafas.
7. Peningkatan oral
Adanya sputum dapat
intake jika
dalam jumlah yang
memungkinkan
banyak, tebal dan
8. Berikan oksigen,
purulent.
cairan IV;
5. Pemeliharaan jalan
tempatkan di kamar
nafas bagian nafas
humidifier sesuai
dengan paten.
indikasi.
6. Penimbunan sekret
9. Berikan therapi
mengganggu ventilasi
aerosol, ultrasonik
dan predisposisi
nabulasasi.
perkembangan
10. Berikan fisiotherapi atelektasis dan infeksi
dada misalnya: paru.
postural drainase, 7. Peningkatan cairan
perkusi dada/ per oral dapat
vibrasi jika ada
indikasi. mengencerkan
11. Berikan sputum Kolaboratif.
bronchodilator 8. Mengeluarkan sekret
misalnya: dan meningkatkan
aminofilin, albuteal transport oksigen.
dan mukolitik. 9. Dapat berfungsi
sebagai
bronchodilatasi dan
mengeluarkan sekret.
10. Meningkatkan
drainase sekret paru,
peningkatan efisiensi
penggunaan otot-otot
pernafasan.
11. Diberikan untuk
mengurangi
bronchospasme,
menurunkan
viskositas sekret dan
meningkatkan
ventilasi.

Tidak efektif pola napas 1. Analisa Monitor 1. Mempertahankan


berhubungan dengan serial gas darah gas darah optimal
ketidaksamaan nafas bayi sesuai program. dan mengetahui
dan ventilator, dan posisi 2. Gunakan alat bantu perjalanan penyakit.
bantuan bentilator yang nafas sesuai 2. Memudahkan
kurang tepat. intruksi. memelihara jalan
nafas atas.
3. Pantau ventilator
3. Mencegah turunnya
setiap jam
konsentrasi mekanik
4. Berikan lingkungan dan kemungkinan
yang kondusif terjadinya
5. Auskultasi irama komplikasi.
jantung, suara nafas 4. Supaya bayi dapat
dan lapor adanya tidur dan
penyimpangan memberikan rasa
nyaman.
5. Mendeteksi dan
mencegah adanya
komplikasi.
Resiko kurangnya volume 1. Pertahankan cairan 1. Penggantian cairan
cairan berhubungan infus 60- 10 ml secara adekuat
dengan hilangnya cairan /kg/hari atau sesuai untuk mencegah
yang tanpa disadari (IWL). protokol yang ada. ketidakseimbangan
2. Tingkatkan 2. Imempertahankan
cairan infus 10 ml/ asupan cairan sesuai
kg, tergantung dari kebutuhan pasien,
urin output, penggunaan
penggunaan pemanas tubuh akan
pemanas dan jumlah meningkatkan
fendings. kebutuhan cairan.

Perubahan nutrisi kurang 1. Timbang berat 1. Mendeteksi adanya


dari kebutuhan tubuh badan tiap hari. penurunan atau
berhubungan dengan 2. Berikan glukosa 5- peningkatan berat
ketidakmampuan menelan, 10% banyaknya badan
motilitas gastrik menurun, sesuai umur dan 2. Diperlukan
dan penyerapan. berat badan. keseimbangan
cairan dan
3. Monitor adanya
kehutuhan kalori
hipoglikemi.
secara parsiasif.
4. Monitor adanya 3. Masukkan nutrisi
komplikasi GI. inadekuat
menyebabkan
penurunan glukosa
dalam darah.
4. Mempertahankan
nutrisi cukup energi
dan keseimbangan
intake dan output

Daftar Pustaka

Cecily & Sowden (2009). Buku Saku Keperawatan Pedriatik. Edisi 5. Jakarta:EGC

Dinkes Provinsi NTT. (2015). Profil Dinas Kesehatan Provinsi Nusa Tenggara Timur.

Laili,Norsida.2018.Laporan Pendahuluan Pada Bayi Dengan Respiratory Distress


Syndrome (Rds) Di Ruang Bayi Rsud Ratu Zalecha
Martapura.Martapura.https://pdfcoffee.com/qdownload/lp-rds-fix-ruang-bayi-pdf-
free.html. (Diakses pada 11 Oktober 21)

MY.Moi.2019.Asuhan Keperawatan Pada Bayi Ny. T Dengan Rds(Respiratory Distress


Syndrom) Di Ruangan Nhcu Rsud Prof. Dr. W.Z.Johanes Kupang.
Kupang.”http://repository.poltekeskupang.ac.id/564/1/KTI_MARIA%20YOSEFA
%20MOI.pdf (Diakses pada 11 Oktober 21)

Surasmi, A, dkk. 2003. Perawatan Bayi Risiko Tinggi. Jakarta : EGC

Suriadi & Yuliani. 2006. Buku Pegangan Praktik Klinik. Asuhan keperawatan pada
Anak Edisi 2. Jakarta : Sagung Seto.

Tim Pokja SDKI DPP PPNI.2016.Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia. Jakarta


selatan: DPP PPNI

Tim Pokja DPP PPNI.2016.Standar Luaran Keperawatan Indonesia. Jakarta selatan:


DPP PPNI

Tim Pokja DPP PPNI.2016.Standarintervensi Keperawatan Indonesia. Jakarta selatan:


DPP PPNI

Wijanarti.2020. Tinjauan Pustaka. http://repository.poltekkes-


denpasar.ac.id/4652/3/BAB%20II%20Tinjauan%20Pustaka.pdf(Diakses pada 11
Oktober 21)

Anda mungkin juga menyukai