OLEH :
6
LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA
ANAK DENGAN ASFIKSIA
1. DEFINISI ASFIKSIA
7
- Faktor Predisposisi
a. Faktor dari ibu
Gangguan his, misalnya: hipertoni dan tetani
Hipotensi mandadak pada ibu karena perdarahan, misalnya: plasenta previa
Hipertensi pada eklampsia
Gangguan mendadak pada plasenta seperti solusio plasentae
b. Faktor dari janin
Gangguan aliran darah dalam tali pusat karena tekanan tali pusat
Depresi pernafasan karena obat – obatan yang diberikan kepada ibu
Ketuban keruh
8
3. PATOFISIOLOGI
Bayi baru lahir akan melakukan usaha untuk menghirup udara ke dalam paru-
parunya yang mengakibatkan cairan paru keluar dari alveoli ke jaringan insterstitial di
paru sehingga oksigen dapat dihantarkan ke arteriol pulmonal dan menyebabkan
arteriol berelaksasi. Jika keadaan ini terganggu maka arteriol pulmonal akan tetap
kontriksi, alveoli tetap terisi cairan dan pembuluh darah arteri sistemik tidak
mendapat oksigen. Pada saat pasokan oksigen berkurang, akan terjadi konstriksi
arteriol pada organ seperti usus, ginjal, otot dan kulit, namun demikian aliran darah ke
jantung dan otak tetap stabil atau meningkat untuk mempertahankan pasokan oksigen.
Penyesuaian distribusi aliran darah akan menolong kelangsungan fungsi organ-organ
vital. Walaupun demikian jika kekurangan oksigen berlangsung terus maka terjadi
kegagalan fungsi miokardium dan kegagalan peningkatan curah jantung, penurunan
tekanan darah, yang mengkibatkan aliran darah ke seluruh organ akan berkurang.
Sebagai akibat dari kekurangan perfusi oksigen dan oksigenasi jaringan, akan
menimbulkan kerusakan jaringan otak yang irreversible, kerusakan organ tubuh lain,
atau kematian. Keadaan bayi yang membahayakan akan memperlihatkan satu atau
lebih tanda-tanda klinis seperti tonus otot buruk karena kekurangan oksigen pada
otak, otot dan organ lain; depresi pernapasan karena otak kekurangan oksigen;
bradikardia (penurunan frekuensi jantung) karena kekurangan oksigen pada otot
jantung atau sel otak; tekanan darah rendah karena kekurangan oksigen pada otot
jantung, kehilangan darah atau kekurangan aliran darah yang kembali ke plasenta
sebelum dan selama proses persalinan, takipnu (pernapasan cepat) karena kegagalan
absorbsi cairan paru-paru dan sianosis karena kekurangan oksigen di dalam darah.
9
PATHWAY
ASFIKSIA
Asidosis respiratorik
Suplai O2 dalam darah Suplai O2 ke paru menurun
menurun
Gangguan perfusi ventilasi
Kerusakan otak
Risiko ketidakseimbangan
suhu tubuh Napas cuping hidung,
sianosis, hipoksia
Napas cepat
10
4. KLASIFIKASI
Apperance/Tampilan
Merah muda pada badan dan ekstremitas 2
Merah muda pada badan, biru pada ekstremitas 1
biru seluruhnya 0
Pulse/Nadi
> 100 2
< 100 1
Tidak ada 0
Grimace/Iritabilitas/Refleks
Menangis keras 2
Menangis lemah 1
Tidak ada respon terhadap stimulus 0
Activity/Aktivitas (Tonus Otot)
Aktif bergerak 2
Bergerak terbatas 1
Kaku (fleksi) 0
Respiratory/Pernapasan
Tangisan keras dan kuat 2
Hipoventilasi 1
Tidak 0
11
5. GEJALA KLINIS
6. PEMERIKSAAN FISIK
Kulit Warna kulit tubuh merah, sedangkan ekstremitas berwarna biru, pada
bayi preterm terdapat lanugo dan verniks.
12
Mulut Bibir berwarna pucat atau merah, ada lendir atau tidak.
Abdomen Bentuk silindris, hepar bayi terletak 1-2 cm dibawah arcus costae
pada garis papilla mamae, lien tidak teraba, perut buncit berarti
adanya asites/tumor, perut cekung adanya hernia diafragma, bising
usus timbul 1-2 jam setelah masa kelahiran bayi, sering terdapat
retensi karena GI Tract belum sempurna.
Umbilikus Tali pusat layu, perhatikan ada perdarahan/tidak, adanya tanda tanda
infeksi pada tali pusat.
Genetalia Pada neonatus aterm testis harus turun, lihat adakah kelainan letak
muara uretra pada neonatus laki-laki, neonatus perempuan lihat labia
mayor dan labia minor, adanya sekresi mucus keputihan, kadang
perdarahan.
Anus Perhatikan adanya darah dalam tinja, frekuensi buang air besar serta
warna dari faeces.
Ekstremitas Warna biru, gerakan lemah, akral dingin, perhatikan adanya patah
tulang atau adanya kelumpuhan saraf atau keadaan jari-jari tangan
serta jumlahnya.
Refleks Pada neonates preterm post asfiksia berat reflek moro dan sucking
lemah. Reflek moro dapat memberi keterangan mengenai keadaan
susunan saraf pusat atau adanya patah tulang
7. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Menurut Nurarif & Kusuma (2015) pemeriksaan diagnostik yang dilakukan pada pasien
asfiksia berupa pemeriksaan :
b. Elektrolit darah
c. Gula darah
13
d. Baby gram (RO dada)
e. USG (kepala)
8. DIAGNOSA
Diagnosa Keperawatan yang sering muncul pada pasien afiksia antara lain:
a. Terapi Suportif
Tindakan untuk mengatasi asfiksia neonatorum disebut resusitasi bayi baru lahir yang
bertujuan untuk rnempertahankan kelangsungan hidup bayi dan membatasi gejala sisa
yang mungkin muncul. Tindakan resusitasi bayi baru tahir mengikuti tahapan-tahapan
yang dikenal dengan ABC resusitasi :
1. Memastikan saluran nafas terbuka :
Meletakkan bayi pada posisi yang benar.
Menghisap mulut kemudian hidung kalau perlu trakea
Bila perlu masukkan ET untuk memastikan pernafasan terbuka
2. Memulai pernapasan :
Lakukan rangsangan taktil
Bila perlu lakukan ventilasi tekanan positif
3. Mempertahankan sirkulasi darah :
Rangsang dan pertahankan sirkulasi darah dengan cara kompresi dada atau bila
perlu menggunakan obat-obatan.
4. Koreksi gangguan metabolik (cairan, glukosa darah, elektrolit )
14
a. Pengawasan suhu
b. Pembersihan jalan nafas
c. Rangsang untuk menimbulkan pernafasan
2. Tindakan khusus
a. Asfiksia berat
Resusitasi aktif harus segera dilaksanakan langkah utama memperbakti
ventilasi paru dengan pemberian 02 dengan tekanan dan intemitery cara terbaik
dengan intubasi endotrakeal lalu diberikan 02 tidak lebih dari 30 mmHg.
Asfikasi berat hampir selalu disertai asidosis, koreksi dengan bikarbonas
natrium 2-4 mEq/kgBB, diberikan pula glukosa 15-20 % dengan dosis 2-4
mEq/kgBB Kedua obat ini disuntikan ke dalam intra vena perlahan melalui
vena umbilikatis, reaksi obat ini akan terlihat jelas jika ventilasi paru sedikit
banyak telah berlangsung. Usaha pernapasan biasanya mulai timbul setelah
tekanan positif diberikan 1-3 kali, bila setelah 3 kali inflasi tidak didapatkan
perbaikan. Pernapasan atau frekuensi jantung, maka masase jantung eksternal
dikerjakan dengan & frekuensi 80-I00/menit. Tindakan ini diselingi ventilasi
tekanan dalam perbandingan 1 : 3 yaitu setiap kali satu ventilasi tekanan diikuti
oleh 3 kali kompresi dinding torak. Jika tindakan ini tidak berhasil bayi harus
dinilai kembali, mungkin hal ini disebabkan oleh ketidakseimbangan asam dan
basa yang belum dikorekrsi atau gangguan organik seperti hernia diaftagmatika
atau stenosis jalan nafas.
b. Asfiksia sedang
Stimulasi agar timbul reflek pernafasan dapat dicoba bila dalam waktu 30-60
detik tidak timbul pernapaan spontary ventilasi aktif harus segera dilakukan.
Ventilasi sederhana dengan kateter 02 intranasal dengan filtrat 1-2 x/mnt, bayi
diletakkan dalam posisi dorsofleksi kepala. Kemudian dilakukan gerakan
membuka dan menutup nares dan mulut disertai gerakan dagu keatas dan
kebawah dengan frekuensi 20 kali/menit, sambil diperhatikan gerakan dinding
torak dan abdomen. Bila bayi memperlihatkan gerakan pernapasan spontan,
usahakan mengikuti gerakan tersebut, ventilasi dihehtikan jika hasil tidak
dicapai dalam 1-2 menit sehingga ventilasi paru dengan tekanan positif secara
15
tidak langsung segera dilakukan, ventilasi dapat dilakukan dengan dua cara
yaitu dari mulut ke rnulut atau dari ventilasi ke kantong masker. Pada ventitasi
dari mulut ke mulut, sebelumnya mulut penolong diisi dulu dengan 02,
ventilasi dilahirkan dengan frekuensi 20-30 kali permenit dan perhatikan
gerakan nafas spontan yang mungkin timbul. Tindakan dinyatakan tidak berhak
jika setelah dilekuknn berberapa saat teqadi penurunan frekuens jantung atau
perbaikan tonus otot intubasi endotrakheal harus segera dilahirkan, bikarbonas
natrikus dan glukosa dapat segera diberikan, apabila 3 menit setelah lahir tidak
memperlihatkan pernapasan teratur meskipun ventilasi telah dilakukan dengan
adekuat.
b. Terapi Medikamentosa
1. Epinefrin
Indikasi:
Denyut jantung bayi < 60x/menit setelah paling tidak 30 detik dilakukan
ventilasi adekuat dan kompresi dada belun ada respon.
Sistotik
Dosis : 0,1-0,3 ml / kgBB dalam lanrtan I : 10.000 (0,1 mg – 0,03 mg/ kgBB).
Cara : i.v atau endotakheal. Dapat diulang setiap 3-5 menit bila perlu
2. Volume Ekspander
Indikasi:
Bayi baru lahir yang dilahirkan resusitasi rnengalami hipovolernia dan tidak
ada respon dengan resueitasi.
Hipovolemi kemungkinan akibat adanya perdarahan atau syok. Klinis
,diitandai dangan adanya pucat perfusi buruk, nadi kecil / lemah dan pada
resusitasi tidak memberikan respons yang adekuat.
Jenis Cairan :
Larutan laistaloid isotonis (NaCL 0,9, Ringer Laktat). Dosis : dosis awal 10
ml / kgBB i.v pelan selama 5-10 menit. Dapat diulang sampai menunjukkan
respon klinis.
Transfursi darah gol O negatif jika diduga kehilangn darah banyak.
16
3. Bikarbonat
Indikasi:
Asidosis metabolik, bayi-bayi baru lahiryang mendapatkan resusitasi.
Diberikan bila ventilasi dan sirkulasi sudah baik.
Penggunaan bikarbonat pada keadaan asidosis metabolik dan hiperkalemia
Harus disertai dengan pemerIksaan analisa gas darah dan kimia.
Dosis : 1-2 mEq/keBB atau 2 ml/kgBB (4,2%) atau 1 ml/kgBB (7’4%).
Cara : diencerkan dengan aqua bidest dan destrosa 5 % sama banyak diberikan
secara i.v dengan kecepaten min 2 menit.
Efek sarnping : pada keadaan hiperosmolarita, dan kandungan CO2 dari
bikarbonat merusak furgsi miokardium dan otak.
4. Nalokson
Nolokson hidroklorida adalah antagonis narkotik yang tidak menyebabkan depresi
pernapasan
Indikasi:
Depresi psmapasan pada bayi baru lahir yang ibunya menggunakan
narkotik 4 jam sebelurn persalinan.
Sebelum diberikan nalokson, ventilasi harus adekuat dan stabil.
Jangan diberilm pada bayi brug lahir yang ibrmya baru dicurigai sebagai
pemakai obat narkotika sebab akan menyebabkan tanpa with drawl tiba-tiba
pada sebagian bayi.
Dosis : 0,1 mgikgBB ( 0,4 mg/ml atau lmg/ml)
Cara : i.v endotrakheal atau bila perfusi baik diberikan i.m atau s.c
10. KOMPLIKASI
17
menurun, keadaaan ini akan menyebabkan hipoksia dan iskemik otak yang
berakibat terjadinya edema otak, hal ini juga dapat menimbulkan perdarahan otak.
2. Anuria atau oliguria.
Disfungsi ventrikel jantung dapat pula terjadi pada penderita asfiksia, keadaan ini
dikenal istilah disfungsi miokardium pada saat terjadinya, yang disertai dengan
perubahan sirkulasi. Pada keadaan ini curah jantung akan lebih banyak mengalir
ke organ seperti mesentrium dan ginjal. Hal inilah yang menyebabkan terjadinya
hipoksemia pada pembuluh darah mesentrium dan ginjal yang menyebabkan
pengeluaran urine sedikit.
3. Kejang.
Pada bayi yang mengalami asfiksia akan mengalami gangguan pertukaran gas dan
transport O2 sehingga penderita kekurangan persediaan O2 dan kesulitan
pengeluaran CO2 hal ini dapat menyebabkan kejang pada anak tersebut karena
perfusi jaringan tak efektif.
4. Koma Apabila pada pasien asfiksia berat segera tidak ditangani akan
menyebabkan koma karena beberapa hal diantaranya hipoksemia dan perdarahan
pada otak.
18
B. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN
1. PENGKAJIAN
1. Anamnesis
Identitas klien yang harus diketahui adalah nama, umur, jenis kelamin, alamat
rumah, agama atau kepercayan orang tua, suku bangsa, bahasa yang dipakai, status
pendidikan orang tua, pekerjaan orang tua, sosial ekonomi, asuransi kesehatan,
riwayat penyakit saat ini.
Klien dengan asfiksia neonatorum akan mengalami aspirasi meconium, kesulitan
bernapas, kelemahan kekuatan otot, warna kulit pucat, kemungkinan prematur.
Perlu ditanyakan apakah kelahiran sebelumnya berakhir dengan kematian
neonatal, riwayat ibu mengalami penyakit DM, hipertensi, tetani uteri atau malnutrisi,
riwayat konsumsi alkohol, obat dan rokok.
2. Pengkajian Psikososial
Pengkajian ini meliputi: validasi perasaan orang tua klien terhadap penyakit
bayinya, cara orang tua klien mengatasi penyakit, perilaku orang tua klien/tindakan
yang diambil ketika menghadapi penyakitnya.
3. Pemeriksaan Fisik
a. Breathing/B1
1) Inspeksi
Bentuk dada (barrel atau cembung), kesimetrisan, adanya insisi, selang dada
atau penyimpangan lain. Pada klien dengan asfiksia akan mengalami usaha
bernapas yang lambat sehingga gerakan cuping hidung mudah terlihat.
Terkadang pernapsannya tak teratur bahkan henti napas
2) Palpasi
Palpasi dilakukan untuk mengetahui perkembangan paru yang adekuat. Bayi
dengan penyakit congenital/bawaan perkembangan paru tidak baik atau
hipoplasia. Sering terjadi di paru bagian kiri.
3) Perkusi
Suara perkusi di area dada kiri terdengar lebih redup dan pekak.
4) Auskultasi
19
Suara napas menurun sampai menghilang. Bunyi napas tak teratur bahkan
lambat.
b. Blood/B2
1) Inspeksi
Pada saat dilakukan inspeksi, perlu diperhatikan letak ictus cordis normal
yang berada pada ICS 5 pada linea medio calviculaus kiri selebar 1 cm.
Pemeriksaan ini bertujuan untuk mengetahui ada/tidaknya pergeseran jantung.
2) Palpasi
Palpasi dilakukan dengan menghitung denyut jantung (heart rate) dan harus
memperhatikan kedalaman dan teratur atau tidaknya denyut jantung. Selain
itu, perlu juga memperhatikan adanya thrill (getaran ictus cordis). Memeriksa
nadi lengan dengan meletakkan telunjuk dan jari tengah anda di bagian dalam
siku bayi di sisi yang paling dekat dengan tubuh.
3) Perkusi
Tindakan perkusi dilakukan untuk menentukan batas jantung (area yang
bersuara pekak). Hal ini untuk menentukan adanya pergeseran jantung karena
desakan diafragma bila terjadi kasus hernia diafragmatika.
4) Auskultasi
Auskultasi dilakukan dengan menentukan bunyi jantung I dan II tunggal atau
gallop, bunyi jantung III merupakan gejala payah jantung, murmur yang
menunjukkan adanya peningkatan arus turbulensi darah. Penderita asfiksia
neonatal denyut jantung kurang dari 100/menit atau tidak terdengar sama
sekali.
c. Brain/B3
Ketika melakukan inspeksi, tingkat kesadaran perlu dikaji dengan skala GCS.
Fungsi sensorik seperti pendengaran, penglihatan, penciuman, perabaan dan
pengecapan. Penderita asfiksia berat tidak akan menunjukkan respon GCS
d. Bladder/B4
Pengukuran volume input/output urine dilakukan dalam hubungannya dengan
intake cairan. Oleh karena itu perlu ditinjau adanya oliguria atau tidak karena
dapat menjadi pertanda awal adanya syok.
20
e. Bowel /B5
Ketika inspeksi dilihat bentuk abdomen yang membuncit/datar, tepi perut
menonjol/tidak, umbilicus menonjol/tidak, ada benjolan massa/tidak. Pada klien
biasanya didapatkan indikasi mual, muntah, penurunan nafsu makan, penurunan
berat badan.
f. Bone/ B6
Hal yang perlu diperhatikan adalah adanya edema peritibial, pemeriksaan
capillary refill time, feel pada kedua ekstremitas untuk mengetahui tingkat perfusi
perifer. Selanjutnya dilakukan pemeriksaan kekuatan otot untuk dibandingkan
antara bagian kiri dan kanan.
4. Antropometri
Pengukuran dengan antropometri untuk mengetahui tanda kegawatan/abnormalitas
utama. Berat bayi yang kurang dari normal dapat menjadi faktor resiko pada
penderita asfiksia.
2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
21
3. RENCANA KEPERAWATAN
22
buatan ditahan selam 2 detik, kemudian 9. Agar pasien dapat melakukan
Sekresi yang tertahan keluarkan dari mulut dengan bibir teknik tersebut
Hyperplasia dinding mencucu (dibulatkan) selam 5 10. Agar pasien merasa rileks
jalan napas detik 11. Agar pasien dapat melakukan
Proses infeksi 10. Anjurkan mengulangi tarik nafas batuk efektif dengan benar
Respon alergi dalam hingga 3 kali 12. Agar secret dapat dikeluarkan
Situasional Kolaborasi
12. Kolaborasi pemberian mukolitik
Merokok aktif
atau ekspektoran, jika perlu.
Merokok pasif
Terpajan polutan
23
kering
Gejala dan Tanda Mayor
Subjektif :
Dispnea
Sulit bicara
Ortopnea
Objektif :
Gelisah
Sianosis
Bunyi nafas menurun
Frekuensi nafas
berubah
Pola nafas berubah
24
echocardiography
(TEE)
Depresi system saraf
pusat
Cedera kepala
Stroke
Kuadriplegia
Sindrom aspirasi
mekonium
Infeksi saluran nafas
2 Gangguan Pertukaran Gas Setelah dilakukan asuhan Pemantaun Respirasi
(D.0003) keperawatan selama ....... x ….. jam, Observasi
Definisi : maka Pertukaran Gas (L.01003) 1. Monitor frekuensi, irama, 1. Untuk mengetahui upaya
Kelebihan atau kekurangan meningkat dengan kriteria hasil : kedalaman dan upaya nafas napas pasien
oksigenasi dan/atau eleminasi 2. Monitor pola nafas (seperti 2. Mengetahui pola napas pasien
PCO2 membaik (5)
karbondioksida pada bradipnea. Takipnea, 3. Mengetahui kemampuan batuk
PO2 membaik (5)
membran alveolus-kapiler hiperventilasi, Kussmaul, Cheyne- pasien
Takikardia membaik (5)
Stoke ,Blot, atasik) 4. Mengetahui apakah ada secret
Penyebab : pH arteri membaik (5) 3. Monitor kemampuan batuk efektif 5. Mengetahui adakah sumbatan
Ketidakseimbangan Dispnea menurun (5) 4. Monitor adanya produksi sputum jalan napas
ventilasi -perfusi Bunyi napas tambahan 5. Monitor adanya sumbatan jalan 6. Mengetahui kesimetrisan
Perubahan membrane menurun (5) nafas ekspansi paru
25
alveolus-kaplier Napas cuping hidung 6. Palpasi kesimetrisan ekspansi paru 7. Mengetahui apakah terdapat
menurun (5) 7. Auskultasi bunyi nafas bunyi napas tambahan
Tingkat kesadaran 8. Monitor saturasi oksigen 8. Mengetahui apakah saturasi
Gejala dan Tanda Mayor meningkat (5) 9. Monitor nilai AGD oksigen pasien dalam batas
Subjektif Pusing menurun (5) 10. Monitor hasil x-ray toraks normal
Dispnea Diaforesis menurun (5) Terapeutik 9. Menegtahui apakah ada
Objektif Gelisah menurun (5) 11. Atur interval pemantauan respirasi kelainan
PCO2 sesuai kondisi pasien 10. Menegtahui apakah terdapat
Sianosis menurun (5)
meningkat/menurun 12. Dokumentasikan hasil pemantauan kelainan pada toraks pasien
Pola napas membaik (5)
PO2 menurun Kolaborasi 11. Agar tidak menganggu pasien
Warna kulit membaik (5)
Takikardia 13. Jelaskan tujuan dan prosedur 12. Sebagai dokumentasi
26
Gelisah 4. Monitor efektifitas terapi oksigen oksigen
Napas cuping hidung (mis. oksimetri, analisa gas darah), 4. Agar mengetahui
Warna kulit abnormal 7. Monitor tanda dan gejala toksikasi 7. Agar tidak terjadi keracunan
Kondisi Klinis Terkait : 9. Monitor integritas mukosa hidung kering atau sampai lecet
akibat pemasangan oksigen 10. Agar terapi dapat berjalan
Penyakit paru obstruktif
Terapeutik seoptimalnya
kronis (PPOK)
11. Agar jalan napas pasien tetap
Gagal jantung kongestif 10. Bersihkan sekret pada mulut,
paten
Asma hidung, dan trakea, jika perlu
12. Untuk memberikan terapi
Pneumonia 11. Pertahankan kepatenan jalan napas
oksigen
Tuberkulosis paru 12. Siapkan dan atur peralatan
13. Untuk memberikan tambahan
Penyakit membrane pemberian oksigen
suplay oksigen
hialin 13. Berikan oksigen tambahan, jika
14. Agar pasien merasa nyaman
Asfiksia perlu
15. Untuk memudahkan pasien
Persistent pulmonary 14. Tetap berikan oksigen saat pasien
mobilisasi
hypertension of newborn ditransportasi
27
(PPHN) 15. Gunakan perangkat oksigen yang 16. Agar pasien dan keluarga
Prematuritas sesuai dengan tingkat mobilitas dapat menggunakan oksigen di
Infeksi saluran napas pasien rumah
Edukasi 17. Agar tidak terjadi toksisitas
16. Ajarkan pasien dan keluarga cara 18. Agar pasien merasa nyaman
menggunakan oksigen di rumah
Kolaborasi
17. Kolaborasi penentuan dosis
oksigen
18. Kolaborasi penggunaan oksigen
saat aktivitas dan/atau tidur
3 Pola Napas Tidak Efektif Setelah dilakukan intervensi Manajemen Jalan Napas (I.01011)
(D.0005) selama ... x... jam, maka diharapkan Observasi :
pola napas Pola Napas (L.01004) 1. Monitor pola napas (frekuensi, 1. Mengetahui pola napas
Definisi :
membaik dengan kriteria hasil : kedalaman, usaha napas) pasien
Inspirasi dan/atau ekspirasi 2. Monitor bunyi napas tambahan 2. Mengetahui apakah
1. Ventilasi semenit meningkat
yang tidak memberikan (mis. gurgling, mengi, wheezing, terdapat bunyi napas
(5)
ventilasi adekuat. ronkhi kering) tambahan
2. Kapasitas vital meningkat (5)
3. Monitor sputum (jumlah, warna, 3. Mengetahui karakteristik
3. Diameter thoraks anterior-
aroma) sputum pasien
posterior meningkat (5)
Penyebab : Terapeutik : 4. Agar jalan napas pasien
4. Tekanan ekspirasi (5)
4. Pertahankan kepatenan jalan napas bersih
Depresi pusat pernapasan 5. Tekanan inspirasi (5)
dengan head-tilt dan chin-lift (jaw- 5. Agar pasien dapat
28
Hambatan upaya napas 6. Dispnea menurun (5) thrust jika curiga trauma cervical) bernapas dengan baik
(mis. nyeri saat bernapas, 7. Penggunaan otot bantu napas 5. Posisikan semi-Fowler atau Fowler 6. Memudahkan
kelemahan otot menurun (5) 6. Berikan minum hangat mengeluarkan secret jika
pernapasan) 8. Pemanjangan fase ekspirasi 7. Lakukan fisioterapi dada, jika perlu ada
Deformitas dinding dada menurun (5) 8. Lakukan penghisapan lendir kurang 7. Membantu mengeluarkan
Deformitas tulang dada 9. Ortopnea menurun (5) dari 15 detik secret
Gangguan neuromuscular 10. Pernapasan pursed-tip menurun 9. Lakukan hiperoksigenasi sebelum 8. Membantu mengeluarkan
(mis. elektroensefalogram 11. Pernapasan cuping hidung 10.Keluarkan sumbatan benda padat 9. Untuk mencegah
[EEG] positif, cedera menurun (5) dengan forsep McGill terjadinya hipoksemia
kepala, gangguan kejang) 12. Frekuensi napas membaik (5) 11.Berikan oksigen, jika perlu 10. Memudahkan
13. Kedalaman napas membaik (5) Edukasi : mengeluarkan sumbatan
Imaturitas neurologis
14. Ekskursi dada membaik (5) 12.Anjurkan asupan cairan benda padat
Penurunan energi
2000ml/hari, jika tidak 11. Untuk memenuhi
Obesitas
kontraindikasi kecukupan oksigen dalam
Posisi tubuh yang
13.Ajarkan teknik batuk efektif tubuh
menghambat ekspansi
Kolaborasi : 12. Untuk mengencerkan
paru
14.Kolaborasi pemberian sekret yang tersumbat
Sindrom hipoventilasi
bronkodilator, ekspektoran, 13. Agar melakukan batuk
Kerusakan inervasi
mukolitik, jika perlu secara efektif
diafragma (kerusakan
14. Untuk mengencerkan
saraf C5 ke atas)
secret
Cedera pada medula
29
spinalis
Efek agen farmakologis
Kecemasan
Subjektif :
Dispnea
Objektif :
Dispnea
Penggunaan otot bantu
pernapasan
Fase ekspirasi
memanjang
Pola napas abnormal
(mis. takipnea, bradipnea,
hiperventilasi, kussmaul,
cheyne-stokes)
Gejala dan Tanda Minor
Subjektif :
Ortopnea
30
Objektif :
Pernapasan pursed-lip
Pernapasan cuping
hidung
Diameter thoraks
anterior-posterior
meningkat
Ventilasi semenit
menurun
Kapasitas vital menurun
Tekanan ekspirasi
menurun
Tekanan inspirasi
menurun
Ekskursi dada berubah
31
Gullian barre syndrome
Multiple sclerosis
Myastenial gravis
Stroke
Kuadriplegia
Intoksikasi alkohol
32
Daftar Pustaka
Amir, Idam dan Vera Muna Manoe. 2003. Gangguan Fungsi Multi Organ Pada Bayi Asfiksia
Berat. Available: http://saripediatri.idai.or.id/pdfile/5-2-6.pdf (10 November 2014)
Daslidel, Hj. 2012. Buku Ajar Asuhan Neonatus, Bayi, & Balita. Jakarta: EGC
Depkes RI. 2008. Pencegahan dan Penatalaksanan Asfiksia Neonatorum. Available:
http://buk.depkes.go.id/index.php?
option=com_docman&task=doc_download&gid=276&Itemid=142 (10 November 2014)
33