Anda di halaman 1dari 28

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA

ANAK DENGAN ASFIKSIA

OLEH :

KADEK DWI DAMAYANTI (P07120218010)


NI LUH PUTU LINDA GAYATRI (P07120218011)
A.A SAYU RISMA KUSUMA DEWI (P07120218012)

KEMENTRIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES DENPASAR
PRODI SARJANA TERAPAN KEPERAWATAN
JURUSAN KEPERAWATAN
2021

6
LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA
ANAK DENGAN ASFIKSIA

A. KONSEP DASAR PENYAKIT

1. DEFINISI ASFIKSIA

Asfiksia neonatorum adalah kegawatdaruratan bayi baru lahir berupa depresi


pernapasan yang berlanjut sehingga menimbulkan berbagai komplikasi. Asfiksia
neonaturum adalah keadaan bayi yang tidak dapat bernafas spontan dan teratur,
sehingga dapat meurunkan O2 dan makin meningkatkan CO2 yang menimbulkan akibat
buruk dalam kehidupan lebih lanjut. (Manuaba, 1998). Asfiksia neonatorum adalah
kegagalan bernapas secara spontan dan teratur segera setelah lahir (WHO, 1999).
Asfiksia berarti hipoksia yang progresif, penimbunan CO2 dan asidosis, bila proses ini
berlangsung terlalu jauh dapat mengakibatkan kerusakan otak atau kematian. Asfiksia
juga dapat mempengaruhi fungsi organ vital lainnya. (Saiffudin, 2001). Jadi asfiksia
neonatorum adalah suatu keadaan dimana bayi tidak dapat bernapas secara spontan
sehingga menimbulkan terjadinya hipoksia yang progresif dan penimbunan CO2 yang
dapat membahayakan fungsi organ vital bayi.

2. PENYEBAB/ FAKTOR PREDISPOSISI

Pengembangan paru-paru neonatus terjadi pada menit-menit pertama


kelahiran dan kemudian disusul dengan pernapasan teratur, bila terjadi gangguan
pertukaran gas atau pengangkutan oksigen dari ibu ke janin akan terjadi asfiksia
janin atau neonatus. Gangguan ini dapat timbul pada masa kehamilan, persalinan
atau segera setelah kelahiran (Jumiarni et al., 2016). Penyebab kegagalan
pernapasan pada bayi yang terdiri dari: faktor ibu, faktor plasenta, faktor janin
dan faktor persalinan (Jumiarni et al., 2016).
Faktor ibu meliputi hipoksia pada ibu yang terjadi karena hipoventilasi
akibat pemberian obat analgetika atau anastesia dalam, usia ibu kurang dari 20
tahun atau lebih dari 35 tahun, gravida empat atau lebih, sosial ekonomi rendah,
setiap penyakit pembuluh darah ibu yang mengganggu pertukaran gas janin
seperti: kolesterol tinggi, hipertensi, hipotensi, jantung, paru-paru / TBC, ginjal,
gangguan kontraksi uterus dan lain-lain. Faktor plasenta meliputi solusio
plasenta, perdarahan plasenta, plasenta kecil, plasenta tipis, plasenta tidak
menempel pada tempatnya. Faktor janin atau neonatus meliputi tali pusat
menumbung, tali pusat melilit leher, kompresi tali pusat antara janin dan jalan
lahir, gemeli, IUGR, premature, kelainan kongenital pada neonatus dan lain-lain.
Faktor persalinan meliputi partus lama, partus dengan tindakan, dan lain-lain
(Jumiarni et al., 2016).

7
- Faktor Predisposisi
a. Faktor dari ibu
 Gangguan his, misalnya: hipertoni dan tetani
 Hipotensi mandadak pada ibu karena perdarahan, misalnya: plasenta previa
 Hipertensi pada eklampsia
 Gangguan mendadak pada plasenta seperti solusio plasentae
b. Faktor dari janin
 Gangguan aliran darah dalam tali pusat karena tekanan tali pusat
 Depresi pernafasan karena obat – obatan yang diberikan kepada ibu
 Ketuban keruh

8
3. PATOFISIOLOGI

Bayi baru lahir akan melakukan usaha untuk menghirup udara ke dalam paru-
parunya yang mengakibatkan cairan paru keluar dari alveoli ke jaringan insterstitial di
paru sehingga oksigen dapat dihantarkan ke arteriol pulmonal dan menyebabkan
arteriol berelaksasi. Jika keadaan ini terganggu maka arteriol pulmonal akan tetap
kontriksi, alveoli tetap terisi cairan dan pembuluh darah arteri sistemik tidak
mendapat oksigen. Pada saat pasokan oksigen berkurang, akan terjadi konstriksi
arteriol pada organ seperti usus, ginjal, otot dan kulit, namun demikian aliran darah ke
jantung dan otak tetap stabil atau meningkat untuk mempertahankan pasokan oksigen.
Penyesuaian distribusi aliran darah akan menolong kelangsungan fungsi organ-organ
vital. Walaupun demikian jika kekurangan oksigen berlangsung terus maka terjadi
kegagalan fungsi miokardium dan kegagalan peningkatan curah jantung, penurunan
tekanan darah, yang mengkibatkan aliran darah ke seluruh organ akan berkurang.
Sebagai akibat dari kekurangan perfusi oksigen dan oksigenasi jaringan, akan
menimbulkan kerusakan jaringan otak yang irreversible, kerusakan organ tubuh lain,
atau kematian. Keadaan bayi yang membahayakan akan memperlihatkan satu atau
lebih tanda-tanda klinis seperti tonus otot buruk karena kekurangan oksigen pada
otak, otot dan organ lain; depresi pernapasan karena otak kekurangan oksigen;
bradikardia (penurunan frekuensi jantung) karena kekurangan oksigen pada otot
jantung atau sel otak; tekanan darah rendah karena kekurangan oksigen pada otot
jantung, kehilangan darah atau kekurangan aliran darah yang kembali ke plasenta
sebelum dan selama proses persalinan, takipnu (pernapasan cepat) karena kegagalan
absorbsi cairan paru-paru dan sianosis karena kekurangan oksigen di dalam darah.

9
PATHWAY

Persalinan lama, lilitan


Paralisis pusat pernapasan tali pusat, presentasi Factor lain : obat – obatan
janin abnormal

ASFIKSIA

Janin kekurangan O2 dan Paru – paru terisi cairan


kadar CO2 meningkat

Bersihan jalan napas tidak Gangguan metabolism dan


efektif perubahan asam basa

Asidosis respiratorik
Suplai O2 dalam darah Suplai O2 ke paru menurun
menurun
Gangguan perfusi ventilasi
Kerusakan otak
Risiko ketidakseimbangan
suhu tubuh Napas cuping hidung,
sianosis, hipoksia
Napas cepat

Gangguan pertukaran gas


Apneu

DJJ dan TD menurun

Kematian bayi Resiko cedera

Proses keluarga terhenti


Ketidakefektifan pola napas

Janin tidak bereaksi Resiko syndrome kematian


terhadap rangsangan bayi mendadak

10
4. KLASIFIKASI

Ada dua macam jenis asfiksia, yaitu:


a. Asfiksia pallida (putih)
b. Asfiksia livida (biru)

Klasifikasi asfiksia dapat dilihat melalui skor APGAR.


APGAR Skor

Apperance/Tampilan
 Merah muda pada badan dan ekstremitas 2
 Merah muda pada badan, biru pada ekstremitas 1
 biru seluruhnya 0
Pulse/Nadi
 > 100 2
 < 100 1
 Tidak ada 0

Grimace/Iritabilitas/Refleks
 Menangis keras 2
 Menangis lemah 1
 Tidak ada respon terhadap stimulus 0
Activity/Aktivitas (Tonus Otot)
 Aktif bergerak 2
 Bergerak terbatas 1
 Kaku (fleksi) 0
Respiratory/Pernapasan
 Tangisan keras dan kuat 2
 Hipoventilasi 1
 Tidak 0

a. Tanpa asfiksia nilai APGAR skornya 8 -10


b. Asfiksia sedang nilai APGAR skornya 4 – 7
c. Asfiksia berat nilai APGAR skornya 0 – 3

11
5. GEJALA KLINIS

a. Gejala klinis pada asfiksia pallida dan livida:


Asfiksia Pallida Asfiksia Livida

Warna kulit Pucat Kebiru-biruan

Tonus otot Sudah kurang Masih baik

Reaksi rangsangan Negative Positive

Bunyi jantung Tak teratur Masih teratur

Prognosis Jelek Lebih baik

b. Bayi pucat dan kebiru-biruan


c. Bayi tidak bernapas atau napas megap-megap, denyut jantung kurang dari 100
x/menit, kulit sianosis, pucat, tonus otot menurun, tidak ada respon terhadap refleks
rangsangan.
d. Usaha bernafas minimal atau tidak ada.
e. Hipoksia
f. Asidosis metabolik atau respirator
g. Perubahan fungsi jantung
h. Kegagalan sistem multiorgan
i. Kalau sudah mengalami perdarahan di otak maka ada gejala neurologik : kejang,
nistagmus, dan menangis kurang baik/ tidak menangis.

6. PEMERIKSAAN FISIK

Kulit Warna kulit tubuh merah, sedangkan ekstremitas berwarna biru, pada
bayi preterm terdapat lanugo dan verniks.

Kepala Kemungkinan ditemukan caput succedaneum atau cephal haematom,


ubun-ubun besar cekung atau cembung.

Mata Warna konjungtiva anemis/tidak anemis, tidak ada bleeding


konjungtiva, warna sclera tidak kuning, pupil menunjukkan refleksi
terhadap cahaya.

Hidung Terdapat pernafasan cuping hidung dan terdapat penumpukan lendir.

12
Mulut Bibir berwarna pucat atau merah, ada lendir atau tidak.

Telinga Perhatikan kebersihannya dan adanya kelainan.

Leher Perhatikan kebersihannya karena leher neonatus pendek.

Thorax Bentuk simetris, terdapat tarikan intercostal, perhatikan suara


wheezing dan ronchi, frekuensi bunyi jantung lebih dari 100 x/menit.

Abdomen Bentuk silindris, hepar bayi terletak 1-2 cm dibawah arcus costae
pada garis papilla mamae, lien tidak teraba, perut buncit berarti
adanya asites/tumor, perut cekung adanya hernia diafragma, bising
usus timbul 1-2 jam setelah masa kelahiran bayi, sering terdapat
retensi karena GI Tract belum sempurna.

Umbilikus Tali pusat layu, perhatikan ada perdarahan/tidak, adanya tanda tanda
infeksi pada tali pusat.

Genetalia Pada neonatus aterm testis harus turun, lihat adakah kelainan letak
muara uretra pada neonatus laki-laki, neonatus perempuan lihat labia
mayor dan labia minor, adanya sekresi mucus keputihan, kadang
perdarahan.

Anus Perhatikan adanya darah dalam tinja, frekuensi buang air besar serta
warna dari faeces.

Ekstremitas Warna biru, gerakan lemah, akral dingin, perhatikan adanya patah
tulang atau adanya kelumpuhan saraf atau keadaan jari-jari tangan
serta jumlahnya.

Refleks Pada neonates preterm post asfiksia berat reflek moro dan sucking
lemah. Reflek moro dapat memberi keterangan mengenai keadaan
susunan saraf pusat atau adanya patah tulang

7. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK

Menurut Nurarif & Kusuma (2015) pemeriksaan diagnostik yang dilakukan pada pasien
asfiksia berupa pemeriksaan :

a. Analisa gas darah (AGD)

b. Elektrolit darah

c. Gula darah

13
d. Baby gram (RO dada)

e. USG (kepala)

8. DIAGNOSA

Diagnosa Keperawatan yang sering muncul pada pasien afiksia antara lain:

1. Bersihan jalan napas tidak efektif


2. Gangguan pertukaran gas

3. Pola napas tidak efektif

9. TERAPI/ TINDAKAN PENANGANAN

a. Terapi Suportif
Tindakan untuk mengatasi asfiksia neonatorum disebut resusitasi bayi baru lahir yang
bertujuan untuk rnempertahankan kelangsungan hidup bayi dan membatasi gejala sisa
yang mungkin muncul. Tindakan resusitasi bayi baru tahir mengikuti tahapan-tahapan
yang dikenal dengan ABC resusitasi :
1. Memastikan saluran nafas terbuka :
 Meletakkan bayi pada posisi yang benar.
 Menghisap mulut kemudian hidung kalau perlu trakea
 Bila perlu masukkan ET untuk memastikan pernafasan terbuka
2. Memulai pernapasan :
 Lakukan rangsangan taktil
 Bila perlu lakukan ventilasi tekanan positif
3. Mempertahankan sirkulasi darah :
Rangsang dan pertahankan sirkulasi darah dengan cara kompresi dada atau bila
perlu menggunakan obat-obatan.
4. Koreksi gangguan metabolik (cairan, glukosa darah, elektrolit )

Cara resusitasi dibagi dalam tindakan umum dan tindakan khusus :


1. Tindakan Umum

14
a. Pengawasan suhu
b. Pembersihan jalan nafas
c. Rangsang untuk menimbulkan pernafasan
2. Tindakan khusus
a. Asfiksia berat
Resusitasi aktif harus segera dilaksanakan langkah utama  memperbakti
ventilasi paru dengan pemberian 02 dengan tekanan dan intemitery cara terbaik
dengan intubasi endotrakeal lalu diberikan 02 tidak lebih dari 30 mmHg.
Asfikasi berat hampir selalu disertai asidosis, koreksi dengan bikarbonas
natrium 2-4 mEq/kgBB, diberikan pula glukosa 15-20 % dengan dosis 2-4
mEq/kgBB Kedua obat ini disuntikan ke dalam intra vena perlahan melalui
vena umbilikatis, reaksi obat ini akan terlihat jelas jika ventilasi paru sedikit
banyak telah berlangsung. Usaha pernapasan biasanya mulai timbul setelah
tekanan positif diberikan 1-3 kali, bila setelah 3 kali inflasi tidak didapatkan
perbaikan. Pernapasan atau frekuensi jantung, maka masase jantung eksternal
dikerjakan dengan & frekuensi 80-I00/menit. Tindakan ini diselingi ventilasi
tekanan dalam perbandingan 1 : 3 yaitu setiap kali satu ventilasi tekanan diikuti
oleh 3 kali kompresi dinding torak.  Jika tindakan ini tidak berhasil bayi  harus
dinilai kembali, mungkin hal ini disebabkan oleh ketidakseimbangan asam dan
basa yang belum dikorekrsi atau gangguan organik seperti hernia diaftagmatika
atau stenosis jalan nafas.
b. Asfiksia sedang
Stimulasi agar timbul reflek pernafasan dapat dicoba bila dalam waktu 30-60
detik tidak timbul pernapaan spontary ventilasi aktif harus segera dilakukan.
Ventilasi sederhana dengan kateter 02 intranasal dengan filtrat 1-2 x/mnt, bayi
diletakkan dalam posisi dorsofleksi kepala. Kemudian dilakukan gerakan
membuka dan menutup nares dan mulut disertai gerakan dagu keatas dan
kebawah dengan frekuensi 20 kali/menit, sambil diperhatikan gerakan dinding
torak dan abdomen. Bila bayi memperlihatkan gerakan pernapasan spontan,
usahakan mengikuti gerakan tersebut, ventilasi dihehtikan jika hasil tidak
dicapai dalam 1-2  menit sehingga ventilasi paru dengan tekanan positif secara

15
tidak langsung segera dilakukan, ventilasi dapat dilakukan dengan dua cara
yaitu dari mulut ke rnulut atau dari ventilasi ke kantong masker. Pada ventitasi
dari mulut ke mulut, sebelumnya mulut penolong diisi dulu dengan 02,
ventilasi dilahirkan dengan frekuensi 20-30 kali permenit dan perhatikan
gerakan nafas spontan yang mungkin timbul. Tindakan dinyatakan tidak berhak
jika setelah dilekuknn berberapa saat teqadi penurunan frekuens jantung atau
perbaikan tonus otot intubasi endotrakheal harus segera dilahirkan, bikarbonas
natrikus dan glukosa dapat segera diberikan, apabila 3 menit setelah lahir tidak
memperlihatkan pernapasan teratur meskipun ventilasi telah dilakukan dengan
adekuat.

b. Terapi Medikamentosa
1. Epinefrin
Indikasi:
 Denyut jantung bayi < 60x/menit setelah paling tidak 30 detik dilakukan
ventilasi adekuat dan kompresi dada belun ada respon.
 Sistotik
Dosis : 0,1-0,3 ml / kgBB dalam lanrtan I : 10.000 (0,1 mg – 0,03 mg/ kgBB).
Cara : i.v atau endotakheal. Dapat diulang setiap 3-5 menit bila perlu
2. Volume Ekspander
Indikasi:
 Bayi baru lahir yang dilahirkan resusitasi rnengalami hipovolernia dan tidak
ada respon dengan resueitasi.
 Hipovolemi kemungkinan akibat adanya perdarahan atau syok. Klinis
,diitandai dangan adanya pucat perfusi buruk, nadi kecil / lemah dan pada
resusitasi tidak memberikan respons yang adekuat.
Jenis Cairan :
 Larutan laistaloid isotonis (NaCL 0,9, Ringer Laktat). Dosis : dosis awal 10
ml / kgBB i.v pelan selama 5-10 menit. Dapat diulang sampai menunjukkan
respon klinis.
 Transfursi darah gol O negatif jika diduga kehilangn darah banyak.

16
3. Bikarbonat
Indikasi:
 Asidosis metabolik, bayi-bayi baru lahiryang mendapatkan resusitasi.
Diberikan bila ventilasi dan sirkulasi sudah baik.
 Penggunaan bikarbonat pada keadaan asidosis metabolik dan hiperkalemia 
Harus disertai dengan pemerIksaan analisa gas darah dan kimia.
Dosis : 1-2 mEq/keBB atau 2 ml/kgBB (4,2%) atau 1 ml/kgBB (7’4%).
Cara : diencerkan dengan aqua bidest dan destrosa 5 % sama banyak diberikan
secara i.v dengan kecepaten min 2 menit.
Efek sarnping : pada keadaan hiperosmolarita, dan kandungan CO2 dari
bikarbonat merusak furgsi miokardium dan otak.
4. Nalokson
Nolokson hidroklorida adalah antagonis narkotik yang tidak menyebabkan depresi
pernapasan
Indikasi:
 Depresi psmapasan pada bayi baru lahir yang ibunya menggunakan
narkotik 4 jam sebelurn persalinan.
 Sebelum diberikan nalokson, ventilasi harus adekuat dan stabil.
 Jangan diberilm pada bayi brug lahir yang ibrmya baru dicurigai sebagai 
pemakai obat narkotika sebab akan menyebabkan tanpa with drawl tiba-tiba
pada sebagian bayi.
Dosis : 0,1 mgikgBB ( 0,4 mg/ml atau lmg/ml)
Cara : i.v endotrakheal atau bila  perfusi baik diberikan i.m atau s.c

10. KOMPLIKASI

Komplikasi yang muncul pada asfiksia neonatus antara lain :


1. Edema otak & Perdarahan otak.
Pada penderita asfiksia dengan gangguan fungsi jantung yang telah berlarut
sehingga terjadi renjatan neonatus, sehingga aliran darah ke otak pun akan

17
menurun, keadaaan ini akan menyebabkan hipoksia dan iskemik otak yang
berakibat terjadinya edema otak, hal ini juga dapat menimbulkan perdarahan otak.
2. Anuria atau oliguria.
Disfungsi ventrikel jantung dapat pula terjadi pada penderita asfiksia, keadaan ini
dikenal istilah disfungsi miokardium pada saat terjadinya, yang disertai dengan
perubahan sirkulasi. Pada keadaan ini curah jantung akan lebih banyak mengalir
ke organ seperti mesentrium dan ginjal. Hal inilah yang menyebabkan terjadinya
hipoksemia pada pembuluh darah mesentrium dan ginjal yang menyebabkan
pengeluaran urine sedikit.
3. Kejang.
Pada bayi yang mengalami asfiksia akan mengalami gangguan pertukaran gas dan
transport O2 sehingga penderita kekurangan persediaan O2 dan kesulitan
pengeluaran CO2 hal ini dapat menyebabkan kejang pada anak tersebut karena
perfusi jaringan tak efektif.
4. Koma Apabila pada pasien asfiksia berat segera tidak ditangani akan
menyebabkan koma karena beberapa hal diantaranya hipoksemia dan perdarahan
pada otak.

18
B. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN

1. PENGKAJIAN

1. Anamnesis
Identitas klien yang harus diketahui adalah nama, umur, jenis kelamin, alamat
rumah, agama atau kepercayan orang tua, suku bangsa, bahasa yang dipakai, status
pendidikan orang tua, pekerjaan orang tua, sosial ekonomi, asuransi kesehatan,
riwayat penyakit saat ini.
Klien dengan asfiksia neonatorum akan mengalami aspirasi meconium, kesulitan
bernapas, kelemahan kekuatan otot, warna kulit pucat, kemungkinan prematur.
Perlu ditanyakan apakah kelahiran sebelumnya berakhir dengan kematian
neonatal, riwayat ibu mengalami penyakit DM, hipertensi, tetani uteri atau malnutrisi,
riwayat konsumsi alkohol, obat dan rokok.
2. Pengkajian Psikososial
Pengkajian ini meliputi: validasi perasaan orang tua klien terhadap penyakit
bayinya, cara orang tua klien mengatasi penyakit, perilaku  orang tua klien/tindakan
yang diambil ketika menghadapi penyakitnya.
3. Pemeriksaan Fisik
a. Breathing/B1
1) Inspeksi
Bentuk dada (barrel atau cembung), kesimetrisan, adanya insisi, selang dada
atau penyimpangan lain. Pada klien dengan asfiksia akan mengalami usaha
bernapas yang lambat sehingga gerakan cuping hidung mudah terlihat.
Terkadang pernapsannya tak teratur bahkan henti napas
2) Palpasi
Palpasi dilakukan untuk mengetahui perkembangan paru yang adekuat. Bayi
dengan penyakit congenital/bawaan perkembangan paru tidak baik atau
hipoplasia. Sering terjadi di paru bagian kiri.
3) Perkusi
Suara perkusi di area dada kiri terdengar lebih redup dan pekak.
4) Auskultasi

19
Suara napas menurun sampai menghilang. Bunyi napas tak teratur bahkan
lambat.
b. Blood/B2
1) Inspeksi
Pada saat dilakukan inspeksi, perlu diperhatikan letak ictus cordis normal
yang berada pada ICS 5 pada linea medio calviculaus kiri selebar 1 cm.
Pemeriksaan ini bertujuan untuk mengetahui ada/tidaknya pergeseran jantung.
2) Palpasi
Palpasi dilakukan dengan menghitung denyut jantung (heart rate) dan harus
memperhatikan kedalaman dan teratur atau tidaknya denyut jantung. Selain
itu, perlu juga memperhatikan adanya thrill (getaran ictus cordis). Memeriksa
nadi lengan dengan meletakkan telunjuk dan jari tengah anda di bagian dalam
siku bayi di sisi yang paling dekat dengan tubuh.
3) Perkusi
Tindakan perkusi dilakukan untuk menentukan batas jantung (area yang
bersuara pekak). Hal ini untuk menentukan adanya pergeseran jantung karena
desakan diafragma bila terjadi kasus hernia diafragmatika.
4) Auskultasi
Auskultasi dilakukan dengan menentukan bunyi jantung I dan II tunggal atau
gallop, bunyi jantung III merupakan gejala payah jantung, murmur yang
menunjukkan adanya peningkatan arus turbulensi darah. Penderita asfiksia
neonatal denyut jantung kurang dari 100/menit atau tidak terdengar sama
sekali.
c. Brain/B3
Ketika melakukan inspeksi, tingkat kesadaran perlu dikaji dengan skala GCS.
Fungsi sensorik seperti pendengaran, penglihatan, penciuman, perabaan dan
pengecapan. Penderita asfiksia berat tidak akan menunjukkan respon GCS
d. Bladder/B4
Pengukuran volume input/output urine dilakukan dalam hubungannya dengan
intake cairan. Oleh karena itu perlu ditinjau adanya oliguria atau tidak karena
dapat menjadi pertanda awal adanya syok.

20
e. Bowel /B5
Ketika inspeksi dilihat bentuk abdomen yang membuncit/datar, tepi perut
menonjol/tidak, umbilicus menonjol/tidak, ada benjolan massa/tidak. Pada klien
biasanya didapatkan indikasi mual, muntah, penurunan nafsu makan, penurunan
berat badan.
f. Bone/ B6
Hal yang perlu diperhatikan adalah adanya edema peritibial, pemeriksaan
capillary refill time, feel pada kedua ekstremitas untuk mengetahui tingkat perfusi
perifer. Selanjutnya dilakukan pemeriksaan kekuatan otot untuk dibandingkan
antara bagian kiri dan kanan.
4. Antropometri
Pengukuran dengan antropometri untuk mengetahui tanda kegawatan/abnormalitas
utama. Berat bayi yang kurang dari normal dapat menjadi faktor resiko pada
penderita asfiksia.

2. DIAGNOSA KEPERAWATAN

1.Bersihan jalan napas tidak efektif


2.Gangguan pertukaran gas

3.Pola napas tidak efektif

21
3. RENCANA KEPERAWATAN

STANDAR DIAGNOSA STANDAR LUARAN STANDAR INTERVENSI


NO KEPERAWATAN KEPERAWATAN INDONESIA KEPERAWATAN INDONESIA RASIONAL
INDONESIA (SDKI) (SLKI) (SIKI)
1 Bersihan Jalan Napas Setelah dilakukan asuhan Latihan Batuk efektif (I.01006)
Tidak Efektif (D.0001) keperawatan selama .... x .....jam, Observasi
Definisi : maka Bersihan Jalan Napas 1. Identifikasi kemampuan batuk 1. Mengetahui kemampuan
Ketidakmampuan (L.01001) meningkat dengan 2. Monitor adanya retensi sputum batuk pasien
membersihkan sekret atau kriteria hasil : 3. Monitor tanda dan gejala infeksi 2. Mengetahui adanya sputum
obstruksi jalan napas untuk  Batuk efektif meningkat (5) saluran nafas yang tertahan
mempertahankan jalan  Produksi sputum menurun (5) 4. Monitor input dan output cairan 3. Mengetahui adanya insfeksi
napas tetap paten  Mengi menurun (5) (mis. jumlah dan karakteristik) sal. Napas

 Wheezing menurun (5) Terapeutik 4. Mengetahui balance cairan


Penyebab : 5. Atur posisi semi-fowler atau pasien
 Dispnea menurun (5)
Fisiologis fowler 5. Agar pasien dengan mudah
 Ortopnea menurun (5)
 Spasme jalan napas 6. Pasang perlak dan bengkok mengeluarkan dahak
 Sulit bicara menurun (5)
 Hipersekresi jalan letakan di pangkuan pasien 6. Agar pasien mudah
 Sianosis menurun (5)
napas 7. Buang secret pada tempat sputum membuang dahak dan tidak
 Gelisah menurun (5)
 Disfungsi Edukasi sembarangan
 Frekuensi napas membaik (5)
neuromuskular 8. Jelaskan tujuan dan prosedur 7. Agar secret tidak dibuang
 Pola nafas membaik (5)
 Benda asing dalam batuk efektif disembarang tempat

jalan napas 9. Anjurkan tarik nafas dalam 8. Agar pasien mengetahui

 Adanya jalan nafas melalui hidung selama 4 detik, prosedur nya

22
buatan ditahan selam 2 detik, kemudian 9. Agar pasien dapat melakukan
 Sekresi yang tertahan keluarkan dari mulut dengan bibir teknik tersebut
 Hyperplasia dinding mencucu (dibulatkan) selam 5 10. Agar pasien merasa rileks
jalan napas detik 11. Agar pasien dapat melakukan
 Proses infeksi 10. Anjurkan mengulangi tarik nafas batuk efektif dengan benar

 Respon alergi dalam hingga 3 kali 12. Agar secret dapat dikeluarkan

 Efek agen 11. Anjurkan batuk dengan kuat

farmakologis langsung setelah tarik nafas

(mis. Anastesi) dalam yang ke-3

Situasional Kolaborasi
12. Kolaborasi pemberian mukolitik
 Merokok aktif
atau ekspektoran, jika perlu.
 Merokok pasif
 Terpajan polutan

Gejala dan Tanda Minor


Subjektif : -
Objektif :
 Batuk tidak efektif
 Tidak mampu batuk
 Sputum berlebih
 Mengi, wheezing
dan/atau ronkhi

23
kering
Gejala dan Tanda Mayor
Subjektif :
 Dispnea
 Sulit bicara
 Ortopnea
Objektif :
 Gelisah
 Sianosis
 Bunyi nafas menurun
 Frekuensi nafas
berubah
 Pola nafas berubah

Kondisi Klinis Terkait :


 Gullian Barre
Syndrome
 Skelrosis multipel
 Myasthenia gravis
 Prosedur diagnostik
(mis. Bonkoskopi,
transesophageal,

24
echocardiography
(TEE)
 Depresi system saraf
pusat
 Cedera kepala
 Stroke
 Kuadriplegia
 Sindrom aspirasi
mekonium
 Infeksi saluran nafas
2 Gangguan Pertukaran Gas Setelah dilakukan asuhan Pemantaun Respirasi
(D.0003) keperawatan selama ....... x ….. jam, Observasi
Definisi : maka Pertukaran Gas (L.01003) 1. Monitor frekuensi, irama, 1. Untuk mengetahui upaya
Kelebihan atau kekurangan meningkat dengan kriteria hasil : kedalaman dan upaya nafas napas pasien
oksigenasi dan/atau eleminasi 2. Monitor pola nafas (seperti 2. Mengetahui pola napas pasien
 PCO2 membaik (5)
karbondioksida pada bradipnea. Takipnea, 3. Mengetahui kemampuan batuk
 PO2 membaik (5)
membran alveolus-kapiler hiperventilasi, Kussmaul, Cheyne- pasien
 Takikardia membaik (5)
Stoke ,Blot, atasik) 4. Mengetahui apakah ada secret
Penyebab :  pH arteri membaik (5) 3. Monitor kemampuan batuk efektif 5. Mengetahui adakah sumbatan
 Ketidakseimbangan  Dispnea menurun (5) 4. Monitor adanya produksi sputum jalan napas
ventilasi -perfusi  Bunyi napas tambahan 5. Monitor adanya sumbatan jalan 6. Mengetahui kesimetrisan
 Perubahan membrane menurun (5) nafas ekspansi paru

25
alveolus-kaplier  Napas cuping hidung 6. Palpasi kesimetrisan ekspansi paru 7. Mengetahui apakah terdapat
menurun (5) 7. Auskultasi bunyi nafas bunyi napas tambahan
 Tingkat kesadaran 8. Monitor saturasi oksigen 8. Mengetahui apakah saturasi
Gejala dan Tanda Mayor meningkat (5) 9. Monitor nilai AGD oksigen pasien dalam batas
Subjektif  Pusing menurun (5) 10. Monitor hasil x-ray toraks normal
 Dispnea  Diaforesis menurun (5) Terapeutik 9. Menegtahui apakah ada
Objektif  Gelisah menurun (5) 11. Atur interval pemantauan respirasi kelainan
 PCO2 sesuai kondisi pasien 10. Menegtahui apakah terdapat
 Sianosis menurun (5)
meningkat/menurun 12. Dokumentasikan hasil pemantauan kelainan pada toraks pasien
 Pola napas membaik (5)
 PO2 menurun Kolaborasi 11. Agar tidak menganggu pasien
 Warna kulit membaik (5)
 Takikardia 13. Jelaskan tujuan dan prosedur 12. Sebagai dokumentasi

 pH arteri pemantauan 13. Agar pasien dan keluarga

meningkat/menurun 14. Informaskan hasil pemantauan, mengetahui tujuannya


jika perlu 14. Agar pasien dan keluarga
 Bunyi napas tambahan
mengetahui hasil dari
Terapi Oksigen pemantauan
Gejala dan Tanda Minor
Observasi
Subjektif :
1. Monitor kecepatan aliran oksigen
 Pusing 1. Agar pasien merasa nyaman
2. Monitor posisi alat terapi oksigen
 Penglihatan kabur 2. Agar alat dapat berfungsi
3. Monitor aliran oksigen secara
Objektif : sebagaimana mestinya
periodik dan pastikan fraksi yang
 Sianosis 3. Agar tidak terjadi keracunan
diberikan cukup
 Diaforesis

26
 Gelisah 4. Monitor efektifitas terapi oksigen oksigen
 Napas cuping hidung (mis. oksimetri, analisa gas darah), 4. Agar mengetahui

 Pola napas abnormal jika perlu keefektifitasan dari terapi

(cepat/ lambat, 5. Monitor kemampuan melepaskan 5. Agar pasien dapat makan

regular/ireguler, oksigen saat makan tanpa menggunakan oksigen

dalam /dangkal) 6. Monitor tanda-tanda hipoventilasi 6. Agar tidak terjadi hipoksemi

 Warna kulit abnormal 7. Monitor tanda dan gejala toksikasi 7. Agar tidak terjadi keracunan

(mis. Pucat, kebiruan) oksigen dan atelektasis 8. Mengetahui kecemasan pasien

 Kesadaran menurun 8. Monitor tingkat kecemasan akibat 9. Untuk mengetahui integritas


terapi oksigen mukosa hidup pasien tersebut

Kondisi Klinis Terkait : 9. Monitor integritas mukosa hidung kering atau sampai lecet
akibat pemasangan oksigen 10. Agar terapi dapat berjalan
 Penyakit paru obstruktif
Terapeutik seoptimalnya
kronis (PPOK)
11. Agar jalan napas pasien tetap
 Gagal jantung kongestif 10. Bersihkan sekret pada mulut,
paten
 Asma hidung, dan trakea, jika perlu
12. Untuk memberikan terapi
 Pneumonia 11. Pertahankan kepatenan jalan napas
oksigen
 Tuberkulosis paru 12. Siapkan dan atur peralatan
13. Untuk memberikan tambahan
 Penyakit membrane pemberian oksigen
suplay oksigen
hialin 13. Berikan oksigen tambahan, jika
14. Agar pasien merasa nyaman
 Asfiksia perlu
15. Untuk memudahkan pasien
 Persistent pulmonary 14. Tetap berikan oksigen saat pasien
mobilisasi
hypertension of newborn ditransportasi

27
(PPHN) 15. Gunakan perangkat oksigen yang 16. Agar pasien dan keluarga
 Prematuritas sesuai dengan tingkat mobilitas dapat menggunakan oksigen di
 Infeksi saluran napas pasien rumah
Edukasi 17. Agar tidak terjadi toksisitas
16. Ajarkan pasien dan keluarga cara 18. Agar pasien merasa nyaman
menggunakan oksigen di rumah
Kolaborasi
17. Kolaborasi penentuan dosis
oksigen
18. Kolaborasi penggunaan oksigen
saat aktivitas dan/atau tidur
3 Pola Napas Tidak Efektif Setelah dilakukan intervensi Manajemen Jalan Napas (I.01011)
(D.0005) selama ... x... jam, maka diharapkan Observasi :
pola napas Pola Napas (L.01004) 1. Monitor pola napas (frekuensi, 1. Mengetahui pola napas
Definisi :
membaik dengan kriteria hasil : kedalaman, usaha napas) pasien
Inspirasi dan/atau ekspirasi 2. Monitor bunyi napas tambahan 2. Mengetahui apakah
1. Ventilasi semenit meningkat
yang tidak memberikan (mis. gurgling, mengi, wheezing, terdapat bunyi napas
(5)
ventilasi adekuat. ronkhi kering) tambahan
2. Kapasitas vital meningkat (5)
3. Monitor sputum (jumlah, warna, 3. Mengetahui karakteristik
3. Diameter thoraks anterior-
aroma) sputum pasien
posterior meningkat (5)
Penyebab : Terapeutik : 4. Agar jalan napas pasien
4. Tekanan ekspirasi (5)
4. Pertahankan kepatenan jalan napas bersih
 Depresi pusat pernapasan 5. Tekanan inspirasi (5)
dengan head-tilt dan chin-lift (jaw- 5. Agar pasien dapat

28
 Hambatan upaya napas 6. Dispnea menurun (5) thrust jika curiga trauma cervical) bernapas dengan baik
(mis. nyeri saat bernapas, 7. Penggunaan otot bantu napas 5. Posisikan semi-Fowler atau Fowler 6. Memudahkan
kelemahan otot menurun (5) 6. Berikan minum hangat mengeluarkan secret jika
pernapasan) 8. Pemanjangan fase ekspirasi 7. Lakukan fisioterapi dada, jika perlu ada
 Deformitas dinding dada menurun (5) 8. Lakukan penghisapan lendir kurang 7. Membantu mengeluarkan
 Deformitas tulang dada 9. Ortopnea menurun (5) dari 15 detik secret

 Gangguan neuromuscular 10. Pernapasan pursed-tip menurun 9. Lakukan hiperoksigenasi sebelum 8. Membantu mengeluarkan

 Gangguan neurologis (5) penghisapan endotrakeal secret

(mis. elektroensefalogram 11. Pernapasan cuping hidung 10.Keluarkan sumbatan benda padat 9. Untuk mencegah

[EEG] positif, cedera menurun (5) dengan forsep McGill terjadinya hipoksemia

kepala, gangguan kejang) 12. Frekuensi napas membaik (5) 11.Berikan oksigen, jika perlu 10. Memudahkan
13. Kedalaman napas membaik (5) Edukasi : mengeluarkan sumbatan
 Imaturitas neurologis
14. Ekskursi dada membaik (5) 12.Anjurkan asupan cairan benda padat
 Penurunan energi
2000ml/hari, jika tidak 11. Untuk memenuhi
 Obesitas
kontraindikasi kecukupan oksigen dalam
 Posisi tubuh yang
13.Ajarkan teknik batuk efektif tubuh
menghambat ekspansi
Kolaborasi : 12. Untuk mengencerkan
paru
14.Kolaborasi pemberian sekret yang tersumbat
 Sindrom hipoventilasi
bronkodilator, ekspektoran, 13. Agar melakukan batuk
 Kerusakan inervasi
mukolitik, jika perlu secara efektif
diafragma (kerusakan
14. Untuk mengencerkan
saraf C5 ke atas)
secret
 Cedera pada medula

29
spinalis
 Efek agen farmakologis
 Kecemasan

Gejala dan Tanda Mayor

Subjektif :

 Dispnea
Objektif :

 Dispnea
 Penggunaan otot bantu
pernapasan
 Fase ekspirasi
memanjang
 Pola napas abnormal
(mis. takipnea, bradipnea,
hiperventilasi, kussmaul,
cheyne-stokes)
Gejala dan Tanda Minor

Subjektif :

 Ortopnea

30
Objektif :

 Pernapasan pursed-lip
 Pernapasan cuping
hidung
 Diameter thoraks
anterior-posterior
meningkat
 Ventilasi semenit
menurun
 Kapasitas vital menurun
 Tekanan ekspirasi
menurun
 Tekanan inspirasi
menurun
 Ekskursi dada berubah

Kondisi Klinis Terkait :

 Depresi sistem saraf pusat


 Cedera kepala
 Trauma thoraks

31
 Gullian barre syndrome
 Multiple sclerosis
 Myastenial gravis
 Stroke
 Kuadriplegia
 Intoksikasi alkohol

32
Daftar Pustaka

Amir, Idam dan Vera Muna Manoe. 2003. Gangguan Fungsi Multi Organ Pada Bayi Asfiksia
Berat. Available: http://saripediatri.idai.or.id/pdfile/5-2-6.pdf (10 November 2014)

Daslidel, Hj. 2012. Buku Ajar Asuhan Neonatus, Bayi, & Balita. Jakarta: EGC
Depkes RI. 2008. Pencegahan dan Penatalaksanan Asfiksia Neonatorum. Available:
http://buk.depkes.go.id/index.php?
option=com_docman&task=doc_download&gid=276&Itemid=142 (10 November 2014)

Herdman, T. Heather. 2011. Diagnosa Keperawatan Nanda. Jakarta: EGC


Myers, Ehren. 2012. Keterampilan Klinis Untuk Perawat. Jakarta: Erlangga
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2016. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia Edisi 1. Jakarta
Selatan: DPP PPNI
Tim Pokja SLKI DPP PPNI. 2019. Standar Luaran Keperawatan Indonesia Edisi 1 Cetakan II.
Jakarta Selatan: DPP PPNI
Tim Pokja SIKI DPP PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia Edisi 1 Cetakan
II. Jakarta Selatan: DPP PPNI

33

Anda mungkin juga menyukai