Asuhan Keperawatan Pada Tn. N dengan Melena di Ruang 27 Rumah Sakit dr.
Saiful Anwar Malang yang Dilakukan Oleh :
NIM : 15.20.031
Sebagai salah satu syarat dalam pemenuhan tugas praktik Profesi Ners
Departemen Keperawatan Dasar, yang dilaksanakan pada tanggal 20 Agustus
2019 – 31 Agustus 2019, yang telah disetujui dan disahkan pada :
Hari :
Tanggal :
Malang
Mengetahui,
(.............................................) (.............................................)
BAB 1
PENDAHULUAN
Melena (berak darah) adalah keadaan dimana feses hitam akibat diwarnai
oleh darah yang berubah (Dorland, 2011). Kejadian melenaterjadi jika ada
perdarahan di saluran cerna bagian atas(upper gastrointestinal tract) dengan
kehilangan darah lebih dari 60 ml (Lipponcott Williams & Wilkins, 2009).
Kejadian melena adalah keadaan darurat di rumah sakit yang
menimbulkan 8%-14% kejadian meninggal dunia. Faktor terpenting tingginya
angka kematian adalah kegagalan untuk menilai keadaan klinis gawat dan kurang
tepat diagnostik menentukan sumber perdarahan (Almi, 2013).
Perdarahan disaluran cerna atas adalah kehilangan darah dalam lumen
saluran cerna mulai dari esofagus sampai duodenum (dengan batas anatomik di
ligamentum treitz). Perdarahan saluran cerna bagian bawah (SCBB) adalah
kehilangan darah di sebelah bawah ligamentum treitz(Azmi dkk, 2016). Kejadian
perdarahan saluran cerna bagian atas di negara Eropa mencapai 100 jiwa per
100.000 jiwa/tahun, kejadian terhadap pria jauh lebih banyak dari pada wanita.
Insidensi ini meningkat sesuai dengan bertambahnya usia. Di Indonesia kejadian
ini nyatanya di populasi tidak diketahui (Milani, 2015).
BAB 2
LAPORAN PENDAHULUAN
2.1 Definisi
Melena adalah pengeluaran feses atau tinja yang berwarna hitam seperti
ter yang disebabkan oleh adanya perdarahan saluran makan bagian atas. BAB
darah atau biasa disebut hematochezia ditandai dengan keluarnya darah
berwarna merah terang dari anus, dapat berbentuk gumpalan atau telah
bercampur dengan tinja. Sebagian besar BAB darah berasal dari luka di usus
besar, rektum, atau anus. Warna darah pada tinja tergantung dari lokasi
perdarahan. Umumnya, semakin dekat sumber perdarahan dengan anus,
semakin terang darah yang keluar. Oleh karena itu, perdarahan di anus,
rektum dan kolon sigmoid cenderung berwarna merah terang dibandingkan
dengan perdarahan di kolon transversa dan kolon kanan (lebih jauh dari anus)
yang berwarna merah gelap atau merah tua.
2.2 Etiologi
Terdapat beberapa penyebab perdarahan saluran cerna bagian atas adalah :
1. Kelainan esofagus
a. Varises esophagus
Penderita dengan melena yang disebabkan pecahnya varises esophagus,
tidak pernah mengeluh rasa nyeri atau pedih di epigastrium. Pada
umumnya sifat perdarahan timbul spontan dan massif. Darah yang
dikeluarkan melalui feses berwarna kehitam-hitaman dan tidak
membeku karena sudah bercampur dengan asam lambung.
b. Karsinoma esophagus
Karsinoma esophagus sering memberikan keluhan pada penderita
melena. Disamping mengeluh disfagia, badan mengurus dan anemis,
hanya sesekali penderita muntah darah dan itupun tidak massif.
c. Esofagitis dan tukak esophagus
Esophagus bila sampai menimbulkan perdarahan lebih sering
intermitten atau kronis dan biasanya ringan, sehingga lebih timbul
melena. Tukak di esophagus jarang sekali mengakibatkan perdarahan
jika dibandingka dengan tukak lambung dan duodenum.
2. Kelainan di lambung
a. Gastritis erisova hemoragika
Hematemesis bersifat tidak masif dan timbul setelah penderita minum
obat-obatan yang menyebabkan iritasi lambung. Sebelum muntah
penderita mengeluh nyeri ulu hati.
b. Tukak lambung
Penderita mengalami dispepsi berupa mual, muntah , nyeri ulu hati dan
sebelum hematemesis didahului rasa nyeri atau pedih di epigastrium
yang berhubungan dengan makanan.
3. Kelainan darah : polisetimia vera, limfoma, leukemia, anemia, hemofili,
rombositopenia purpura.
4. Pemakaian obat-obatan yang ulserogenik seperti golongan salisilat,
kortikosteroid, alkohol.
2.3 Manifestasi Klinis
Manifestasi Klinis Tanda dan gejala yang dapat di temukan pada pasien
dengan melena adalah
a. Mengeluarkan tinja yang kehitaman (melena)
b. Mengeluarkan darah dari rectum (hematoskezia)
c. Syok (frekuensi denyut jantung meningkat, tekanan darah rendah)
d. Akral teraba dingin dan basah
e. Penyakit hati kronis (sirosis hepatis)
f. Koagulopati purpura serta memar
g. Demam ringan antara 38 -39° C
h. Nyeri pada lambung / perut, nafsu makan menurun
i. Hiperperistaltik
j. Jika terjadi perdarahan yang berkepanjangan dapat menyebabkan
terjadinya penurunan Hb dan Ht (anemia) dengan gejala mudah lelah,
pucat nyeri dada, dan pusing yang tampak setelah beberapa jam
k. Leukositosis dan trombositosis pada 2-5 jam setelah perdarahan,
Peningkatan kadar ureum darah setelah 24-48 jam akibat pemecahan
protein darah oleh bakteri usus.
l. Tekanan darah menurun (90/60 mmHg)
m. Distensi abdomen
n. Berkeringat, membran mukosa pucat
o. Lemah, pusing
p. Wajah pucat
(Purwadianto & Sampurna, 2000)
2.4 Patofisiologi
Pada gagal hepar sirosis kronis, kematian sel dalam hepar mengakibatkan
peningkatan tekanan vena porta. Sebagai akibatnya terbentuk saluran
kolateral dalam submukosa esophagus, lambung dan rectum serta pada
dinding abdomen anterior yang lebih kecil dan lebih mudah pecah untuk
mengalihkan darah dari sirkulasi splenik menjauhi hepar. Dengan
meningkatnya tekanan dalam vena ini, maka vena tersebut menjadi
mengembang dan membesar (dilatasi) oleh darah disebut varises. Varises
dapat pecah, mengakibatkan perdarahan gastrointestinal masif. Selanjutnya
dapat mengakibatkan kehilangan darah tiba-tiba, penurunan arus balik vena
ke jantung, dan penurunan perfusi jaringan. Dalam berespon terhadap
penurunan curah jantung, tubuh melakukan mekanisme kompensasi untuk
mencoba mempertahankan perfusi. Mekanisme ini merangsang tanda-tanda
dan gejala- gejala utama yang terlihat pada saat pengkajian awal. Jika volume
darah tidak digantikan, penurunan perfusi jaringan mengakibatkan disfungsi
selular. Penurunan aliran darah akan memberikan efek pada seluruh system
tubuh, dan tanpa suplai oksigen yang mencukupi system tersebut akan
mengalami kegagalan.
Pada melena dalam perjalanannya melalui usus, darah menjadi berwarna
merah gelap bahkan hitam. Perubahan warna disebabkan oleh HCL lambung,
pepsin, dan warna hitam ini diduga karena adanya pigmen porfirin. Kadang-
kadang pada perdarahan saluran cerna bagian bawah dari usus halus atau
kolon asenden, feses dapat berwarna merah terang / gelap.
Diperkirakan darah yang muncul dari duodenum dan jejunum akan
tertahan pada saluran cerna sekitar 6 -8 jam untuk merubah warna feses
menjadi hitam. Paling sedikit perdarahan sebanyak 50 -100cc baru dijumpai
keadaan melena. Feses tetap berwarna hitam seperti ter selama 48 – 72 jam
setelah perdarahan berhenti. Ini bukan berarti keluarnya feses yang berwarna
hitam tersebut menandakan perdarahan masih berlangsung. Darah yang
tersembunyi terdapat pada feses selama 7 – 10 hari setelah episode
perdarahan tunggal
2.5 Pathway
Pembuluh luptur
NYERI AKUT
Perdarahan dilambung
DEFISIT VOLUME CAIRAN
Hb menurun anemis Mual, muntah dan nafsu makan Kurangnya informasi yang didapat
menurun
GANGGUAN ANSIETAS
Plasma darah menurun PEMENUHAN
KEBUTUHAN
NUTRISI KURANG DEFISIENSI / KURANG
DARI KEBUTUHAN PENGETAHUAN
RISIKO SYOK
TUBUH
(HIPOVOLEMIK)
2.6 Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan laboratorium
b. Pemeriksaan laboratorium yang dianjurkan yaitu pemeriksaan darah rutin berupa
hemoglobin, hematokrit, leukosit, trombosit, pemeriksaan hemostasis lengkap
untuk mengetahui adanya kelainan hemostasis, pemeriksaan fungsi hati untuk
menunjang adanya sirosis hati, pemeriksaan fungsi ginjal untuk menyingkirkan
adanya penyakit gagal ginjal kronis, pemeriksaan adanya infeksi Helicobacter
pylori.
c. Pemeriksaan esofagogastroduodenoskopi
d. Merupakan pemeriksaan penunjang yang paling penting karena dapat
memastikan diagnosis pecahnya varises esofagus atau penyebab perdarahan
lainnya dari esofagus, lambung dan duodenum.
e. Kontras Barium (radiografi)
1. Barrium Foloow through.
2. Barrium enema
g. Ongiografi
h. Bermanfaat untuk pasien-pasien dengan perdarahan saluran cerna yang
tersembunyi dari visual endoskopik.
i. Colonoscopy
j. Pemeriksaan ini dianjurkan pada pasien yang menderita peradangan kolon.
2.7 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan perdarahan pada melena yaitu:
1. Penatalaksanaan umum/suportif
Penatalaksanaan ini memperbaiki keadaan umum dan tanda vital. Harus
secepatnya memasang infus untuk pemberian cairan kristaloid (seperti NaCL
0.9% dan lainnya) ataupun koloid (plasma expander) sambil menunggu darah
dengan/tanpa komponen darah lainnya bila diperlukan. Pasien harus diperiksa
darah perifer (hemoglobin, hematokrit, leukosit dan trombosit) tiap 6 jam untuk
memonitor aktifitas perdarahan. Sebaiknya bila dicurigai adanya kelainan
pembekuan darah seperti Disseminated Intravascular Coagullation (DIC) dan
lainnya, harus dilakukan pemeriksaan pembekuan darah seperti masa
perdarahan, masa pembekuan, masa protrombin, APTT, masa trombin, Burr
Cell, D dimmer dan lainnya. Bila terdapat kelainan pembekuan darah harus
diobati sesuai kelainannya. Pada penderita dengan hipertensi portal dimana
perdarahan disebabkan pecahnya varises esofagus dapat diberikan obat
somatostatin atau oktreotide. Selain pengobatan pada pasien perdarahan perlu
diperhatikan pemberian nutrisi yang optimal sesegera mungkin bila pasien sudah
tidak perlu dipuasakan lagi , dan mengobati kelainan kejiwaan/psikis bila ada,
dan memberikan edukasi mengenai penyakit pada pasien dan keluarga misal
memberi tahu mengenai penyebab perdarahan dan bagaimana cara-cara
pencegahaan agar tidak mengalami perdarahan lagi.
2. Penatalaksanaan khusus
Pada perdarahan karena kelainan non varises, dilakukan suntikan adrenalin di
sekitar tukak atau lesi dan dapat dilanjutkan dengan suntikan etoksi-sklerol atau
obat fibrinogen-trombin atau dilakukan terapi koagulasi listrik atau koagulasi
dengan heat probe atau terapi laser, atau koagulasi dengan bipolar probe atau
yang paling baik yaitu hemostatik dengan terapi metal clip. Bila pengobatan
konservatif, hemostatik endoskopik gagal atau kelainan berasal dari usus halus
dimana skop tak dapat masuk dapat dilakukan terapi embolisasi arteri yang
memperdarahi daerah ulkus. Terapi ini dilakukan oleh dokter spesialis radiologi
intervensional.
3. Usaha menghilangkan faktor agresif
a. Memperbaiki/menghindari faktor predisposisi atau risiko seperti gizi, stres,
lingkungan, sosioekonomi.
b. Menghindari/menghentikan paparan bahan atau zat yang agresif seperti asam,
cuka, OAINS, rokok, kortikosteroid dan lainnya.
c. Memberikan obat yang dapat mengurangi asam lambung seperti antasida,
antimuskarinik, penghambat reseptor H2 (H2RA), penghambat pompa proton
(PPI). PPI diberikan per injeksi bolus intra vena 2-3 kali 40 mg/hari atau
bolus intra vena 80 mg dilanjutkan kontinu infus drip 8 mg/jam selama 12
jam kemudian intra vena 4 mg/jam sampai 5 hari atau sampai perdarahan
berhenti lalu diganti oral 1-2 bulan. Alasan mengapa PPI diindikasikan pada
perdarahan non varises, karena PPI dapat menaikkan pH diatas 6 sehingga
menyebabkan bekuan darah yang terbentuk tetap stabil, tidak lisis.
d. Memberikan obat eradikasi kuman Helicobacter pylori dapat berupa terapi
tripel dan terapi kuadrupel selama 1- 2 minggu :
Terapi tripel :
1. PPI + amoksisilin + klaritromisin
2. PPI + metronidazol + klaritromisin
3. PPI + metronidazol + tetrasiklin
Terapi kuadrupel, bila tripel gagal :
1. Bismuth + PPI + amoksisilin + klaritromisin
2. Bismuth + PPI + metronidazol + klaritromisin
3. Bismuth + PPI + tetrasiklin + metronidazole (untuk daerah resistensi tinggi
klaritromisin).
4. Usaha meningkatkan faktor defensive
Usaha ini dilakukan dengan memberikan obat-obat yang meningkatkan faktor
defensif selama 4 – 8 minggu antara lain :
a. Sukralfat 3 kali 500-1000 mg per hari
b. Cetraxate 4 kali 200 mg per hari
c. Bismuth subsitrat 2 kali 2 tablet per hari
d. Prostaglandin eksogen 2-3 kali 1 tablet per hari
e. Tephrenone 3 kali 50 mg per hari
f. Rebamipide 3 kali 100 mg per hari
5. Penatalaksanaan bedah/operatif
Penatalaksanaan bedah/operatif merupakan penatalaksanaan yang cukup penting
bila penatalaksanaan konservatif dan khusus gagal atau memang sudah ada
komplikasi yang merupakan indikasi pembedahan. Biasanya pembedahan
dilakukan bila pasien masuk dalam :
a. Keadaan gawat I sampai II
b. Komplikasi stenosis pilorus-duodenum, perforasi, tukak duodenum refrakter.
Yang dimaksud dengan gawat I adalah bila perdarahan SCBA dalam 8 jam
pertama membutuhkan darah untuk transfusi sebanyak 2 liter, sedangkan
gawat II adalah bila dalam 24 jam pertama setelah gawat I pasien masih
membutuhkan darah untuk transfusi sebanyak 2 liter.
6. Tirah baring
7. Diit makanan lunak
8. Pemeriksaan Hn, Ht setiap 6 jam pemberian transfusi darah
9. Pemberian transfusi darah apabila terjadi perdarahan yang luas
10. Pemberian infus untuk mencegah terjadinya kekurangan cairan
11. Pengawasan terhadap tanda – tanda vital pasien
12. Dilakukan klisma dengan air biasa disertai pemberian antibiotika yang tidak
diserap oleh usus, sebagai tindakan sterilisasi usus. Tindakan ini dilakukan
untuk mencegah terjadinya peningkatan produksi amoniak oleh bakteri usus,
dan ini dapat menimbulkan ensefalopati hepatik.
2.8 Pengkajian Keperawatan
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
1. Identitas pasien, meliputi :
Nama, Umur (biasanya bisa usia muda maupun tua), Jenis kelamin (bisa laki-
laki maupun perempuan), Suku bangsa, Pekerjaan, Pendidikan, Alamat,
Tanggal MRS, dan Diagnosa medis.
2. Keluhan utama
Biasanya keluhan utama kx adalah muntah darah atau berak darah yang
datang secara tiba-tiba.
3. Riwayat kesehatan
a. Riwayat kesehatan sekarang
keluhan utama kx adalah muntah darah atau berak darah yang datang
secara tiba-tiba .
B. Intervensi Keperawatan
Diagnosa Keperawatan Rencana keperawatan
1. Tentukan lokasi,
karakteristik,
kualitas dan
derajat nyeri
sebelum
pemberian obat
2. Cek instruksi
dokter tentang
jenis obat, dosis
dan frekuensi
3. Cek riwayat alergi
4. Pilih analgesic
yang diperlukan
atau kombinasi
dari analgesic
ketika pemberian
lebih dari satu
5. Tentukan pilihan
analgesic
tergantung tipe
dan beratnya nyeri
6. Tentukan
analgesic pilihan,
rute pemberian
dan dosis optimal
7. Pilih rute
pemberian secara
IM, IV, untuk
pengobatan nyeri
secara teratur
8. Monitor vital sign
sebelum dan
sesudah
pemberian
analgesic pertama
kali
9. Berikan analgesic
tepat waktu
terutama saat
nyeri hebat
10. Evaluasi
efektivitasanalgesi
k, tanda dan
gejala.
Peningkatan keringat
Peningkatan ketegangan
Gemetar, tremor
Suara bergetar
Simpatik
Anoreksia
Eksitasi kardiovaskular
Diare, mulut kering
Wajah merah
Peningkatan tekanan
darah
Peningkatan refleks
Peningkatan frekuensi
pernapasan
Pupil melebar
Kesulitan bernapas
Vasokontriksi superfisial
Parasimpatik
Nyeri abdomen
Kesemutan pada
ekstrimitas
Sering berkemih, anyang –
anyangan
Dorongansegera berkemih
Kognitif
Menyadari gejala
fisiologis
Penurunan lapang
persepsi
Kesulitan berkonsentrasi
Penurunan kemampuan
untuk belajar
Penurunan kemampuan
untuk memecahkan
masalah
Ketakutan terhadap
konsekuensi yang tidak
spesifik
Khawatir, melamun
Cenderung menyalahkan
orang lain
Faktor yang berhubungan
1. Monitor fungsi
neurologis
2. Monitor fungsi
renal
3. Monitor ttv
4. Monitor status
cairan input dan
output
5. Catat gas darah
arteri dan oksigen
jaringan
6. Monitor ekg
7. Monitor gejala
gagal pernapasan
8. Monitor cairan iv
BAB 4
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
4.2 Saran
DAFTAR PUSTAKA
Agus Purwadianto, Budi Sampurna. 2000. Kedaruratan Medik. Edisi Revisi. Jakarta