Anda di halaman 1dari 22

LAPORAN PENDAHULUAN

KARSINOMA PARU
oleh

Nurwahidah
NIM 132310101026

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


UNIVERSITAS JEMBER
2015

KARSINOMA PARU
1. Definisi Penyakit
Kanker paru adalah tumor ganas paru primer yang berasal dari saluran napas atau
epitel bronkus. Terjadinya kanker ditandai dengan pertumbuhan sel yang tidak
normal, tidak terbatas, dan merusak sel-sel jaringan yang normal. Proses keganasan
pada epitel bronkus didahului oleh masa pra kanker. Perubahan pertama yang
terjadi pada masa prakanker disebut metaplasia skuamosa yang ditandai dengan
perubahan bentuk epitel dan menghilangnya silia (Robbin & Kumar, 2007).

Kanker paru adalah pertumbuhan sel-sel kanker yang tidak dapat terkendali dalam
jaringan paru yang dapat disebabkan oleh sejumlah karsinogen lingkungan terutama
asap rokok (Ilmu Penyakit Dalam, 2001). Kanker paru merupakan abnormalitas dari
sel – sel yang mengalami proliferasidalam paru (Underwood, Patologi, 2000).

Karsinoma bronkogenik adalah Kanker ganas paru primer yang berasal dari saluran
pernafasan Di dalam kepustakaan selalu dilaporkan adanya peningkatan insiden
kanker paru secara progresif, yang bukan hanya sebagai akibat peningkatan umur
rata-rata manusia serta kemampuan diagnosis yang lebih baik, namun Kanker paru
memang lebih sering terjadi (Alsagaff & Mukty, 2002).

1. Epidemiologi
Menurut Brasher (2007), epidemiologi kanker paru antara lain:

1. Kanker pembunuh nomer satu pada pria dan wanita di Amerika Serikat (>177.000 kasus
dan 159.000 kematian di tahun 1999) dan di dunia.
2. Kematian akibat kanker paru pada penduduk Amerika keturunan afrika dan wanita terus
meningkat; wanita di Amerika serikat memiliki insiden kanker paru tertinggi diantara
semua wainta di dunia.
3. Insiden tertinggi pada pria berusia > 70 tahun dan wanita berusia 50-60 tahun.
4. Beberapa resiko jelas yang dapat diturunkan; saudara derajat pertama yang merokok
memiliki peningkatan risiko 2,5 kali lipat dibanding yang tidak memiliki riwayat
keluarga.
5. 80% sampai 90% kanker paru disebabkan oleh asap rokok.
6. Resiko lain meliputi polusi udara, radiasi, radon dan pajanan industri (misal: asbestos,
arsenik, sulfur dioksida, formaldehid, silika, nikel).
7. Risiko terpajan asap tembakau dan lingkungan (merokok pasif) diperkirakan antara 1,4
dan 3,0 kali dari risiko orang yang tidak terpajan, terutama jika yang terpajan adalah
anak-anak.
8. Obstruksi saluran nafas seperti penyakit paru obstruksi kronis (PPOK) merupakan
indikator penting peningkatan resiko kanker paru.
9. Ketahanan hidup selama 5 tahun adalah 14% pada kulit putih dan 11 % pada warna kulit
hitam di AS.

1. Etiologi
Seperti kanker pada umumnya, etiologi yang pasti dari kanker paru masih belum
diketahui, namun diperkirakan bahwa inhalasi jangka panjang dari bahan – bahan
karsiogenik merupakan faktor utama, tanpa mengesampingkan kemungkinan perana
predisposisi hubungan keluarga ataupun suku bangsa atau ras serta status
imunologis.

Sedangan faktor risiko yang menjadi penyebab terjadinya kanker paru, antara lain :

1. Merokok
Merokok merupakan salah satu yang mempunyai dampak buruk terhadap
kesehtaan. Rokok mengandung lebih dari 4000 bahan kimia, diantaranya telah
diidentifikasi dapat menyebabkan kanker. Kejadian kanker paru pada perokok
dipengaruhi oleh usia mulai merokok, jumlah batang rokok yang diisap setiap hari,
lamanya kebiasaan merokok, dan lamanya berhenti merokok (Stoppler,2010).
Merokok merupakan penyebab utama Ca paru. Suatu hubungan statistik yang
defenitif telah ditegakkan antara perokok berat (lebih dari dua puluh batang sehari)
dari kanker paru (karsinoma bronkogenik). Perokok seperti ini mempunyai
kecenderung sepuluh kali lebih besar dari pada perokok ringan. Selanjutnya orang
perokok berat yang sebelumnya dan telah meninggalkan kebiasaannya akan
kembali ke pola resiko bukan perokok dalam waktu sekitar 10 tahun. Hidrokarbon
karsinogenik telah ditemukan dalam ter dari tembakau rokok yang jika dikenakan
pada kulit hewan, menimbulkan tumor.

2. Perokok pasif
Perokok pasif mempunyai efek yang lebih buruk dari pada perokok aktif, karena
perorok pasif menghirup asap dua kali lipat lebih banyak dari perokok aktif. Semakin
banyak orang yang berhubungan dekat antara perokok aktif dan pasif, maka risiko
terjadinya kanker paru akan semakin meningkat. Beberapa penelitian telah
menunjukkan bahwa pada orang-orang yang tidak merokok, tetapi mengisap asap
dari orang lain, risiko mendapat kanker paru meningkat dua kali (Wilson, 2005).
Diduga ada 3.000 kematian akibat kanker paru tiap tahun di Amerika Serikat terjadi
pada perokok pasif (Stoppler,2010).
3. Paparan zat karsinogen .
Terdapat insiden yang tinggi dari pekerja yang terpapar dengan karbonil nikel
(pelebur nikel) dan arsenic (pembasmi rumput). Pekerja pemecah hematite (paru –
paru hematite) dan orang – orang yang bekerja dengan asbestos dan dengan
kromat juga mengalami peningkatan insiden. Contoh : radon, nikel, radiasi dan
arsen.

4. Polusi Udara
Pulosi udara terutama di daerah kota-kota besar akan sangat mempunyai dampak
yang sangat tinggi terhadap kejadian kanker paru, namun polusi udara mempunyai
pengaruh kecil bila dibandingkan dengan merokok. Kematian akibat kanker paru
jumlahnya dua kali lebih banyak di daerah perkotaan dibandingkan dengan daerah
pedesaan. Karena banyak didaerah perkotaan sangat kurang lahan hijau untuk
dapat menyaring polusi-polusi udara akibat banyaknya kendaraan bermotor.
Kurangnya lahan hijau di daerah perkotaan dapat disebabkan karena pembangunan
yang sangat besar dan tidak diimbangi dengan lahan hijau sebagai keseimbangan
lingkungan.

Mereka yang tinggal di kota mempunyai angka kanker paru yang lebih tinggi dari
pada mereka yang tinggal di desa dan walaupun telah diketahui adanya karsinogen
dari industri dan uap diesel dalam atmosfer di kota. Contoh: Polusi udara,
pemaparan gas RT, asap kendaraan/ pembakaran (Thomson, Catatan Kuliah
Patologi,1997).

5. Genetik
Pengaruh dari faktor genetik berisiko lebih besar terkena penyakit ini. Penelitian
sitogenik dan genetik molekuler memperlihatkan bahwa mutasi gen-gen penekan
tumor memiliki arti penting dalam timbul dan berkembangnya kanker paru.

6. Penyakit paru
Penyakit paru seperti tuberkulosis dan penyakit paru obstruktif kronik dapat menjadi
risiko terjadinya kanker paru. Seseorang dengan penyakit paru obstruktif kronik
berisiko empat sampai enam kali lebih besar terkena kanker paru ketika efek dari
merokok dihilangkan (Stoppler, 2010).

1. Klasifikasi dan Stadium


Klasifikasi menurut WHO untuk Neoplasma Pleura dan Paru – paru (1977) :

1. Karsinoma Bronkogenik.
A. Karsinoma epidermoid (skuamosa).
Kanker ini berasal dari permukaan epitel bronkus. Perubahan epitel termasuk
metaplasia, atau displasia akibat merokok jangka panjang, secara khas mendahului
timbulnya Kanker. Terletak sentral sekitar hilus, dan menonjol kedalam bronki besar.
Diameter Kanker jarang melampaui beberapa centimeter dan cenderung menyebar
langsung ke kelenjar getah bening hilus, dinding dada dan mediastinum.

1. Karsinoma sel kecil (termasuk sel oat).


Biasanya terletak ditengah disekitar percabangan utama bronki.Kanker ini timbul dari
sel – sel Kulchitsky, komponen normal dari epitel bronkus. Terbentuk dari sel – sel
kecil dengan inti hiperkromatik pekat dan sitoplasma sedikit. Metastasis dini ke
mediastinum dan kelenjar limfe hilus, demikian pula dengan penyebaran hematogen
ke organ – organ distal.

1. Adenokarsinoma (termasuk karsinoma sel alveolar).


Memperlihatkan susunan selular seperti kelenjar bronkus dan dapat mengandung
mukus. Kebanyakan timbul di bagian perifer segmen bronkus dan kadang – kadang
dapat dikaitkan dengan jaringan parut local pada paru – paru dan fibrosis interstisial
kronik. Lesi seringkali meluas melalui pembuluh darah dan limfe pada stadium dini,
dan secara klinis tetap tidak menunjukkan gejala – gejala sampai terjadinya
metastasis yang jauh.

1. Karsinoma sel besar.


Merupakan sel – sel ganas yang besar dan berdiferensiasi sangat buruk dengan
sitoplasma yang besar dan ukuran inti bermacam-macam. Sel – sel ini cenderung
untuk timbul pada jaringan paru-paru perifer, tumbuh cepat dengan penyebaran
ekstensif dan cepat ke tempat-tempat yang jauh.

1. Gabungan adenokarsinoma dan epidermoid.


2. Lain – lain.

2. Kanker karsinoid (adenoma bronkus).


3. Kanker kelenjar bronchial.
4. Kanker papilaris dari epitel permukaan.
5. Kanker campuran dan Karsinosarkoma
6. Sarkoma
7. Tak terklasifikasi.
8.
9. Melanoma

Tahapan perkembangan kanker paru dibedakan menjadi 2, yaitu :


1. Tahapan kanker paru jenis karsinoma sel kecil (SLCC)
2. Tahap terbatas
Yaitu Kanker yang hanya ditemukan pada satu bagian paru-paru saja dan pada
jaringan disekitanya.

2. Tahap ekstensif
Yaitu Kanker yang ditemukan pada jaringan dada diluar paru-paru tempat asalnya,
atau Kanker yang ditemukan pada organ-organ tubuh jauh.

1. Tahap Kanker Paru Jenis Karsinoma Bukan Sel Kecil (NSLCC)


2. Tahap tersembunyi
Merupakan tahap ditemukannya sel Kanker pada dahak (sputum) pasien dalam
sampel air saat bronkoskopi, tetapi tidak terlihat adanya tumor diparu-paru.

2. Stadium 0
Merupakan tahap ditemukannya sel-sel Kanker hanya pada lapisan terdalam paru-
paru dan tidak bersifat invasif.

3. Stadium I
Merupakan tahap Kanker yang hanya ditemukan pada paru-paru dan belum
menyebar ke kalenjer getah bening sekitarnya.

4. Stadium II
Merupakan tahap Kanker yang ditemukan pada paru-paru dan kalenjer getah bening
di dekatnya.

5. Stasium III
Merupakan tahap Kanker yang telah menyebar ke daerah disekitarnya,
seperti dinding dada, diafragma, pembuluh besar atau kalenjer getah bening di sisi
yang sama ataupun sisi berlawanan dari tumor tersebut.

6. Stadium IV
Merupakan tahap Kanker yang ditemukan lebih dari satu lobus paru-paru yang
sama, atau di paru-paru yang lain. Sel –sel Kanker telah menyebar juga ke organ
tubuh lainnya, misalnya ke otak, kalenjer adrenalin , hati dan tulang.

1. Patofisiologi
Kanker paru bervariasi sesuai tipe sel, daerah asal, dan kecepatan pertumbuhan.
Empat tipe sel primer pada kanker paru adalah karsinoma epidermoid (sel
skuamosa), karsinoma sel kecil (sel oat), karsinoma sel besar (tak terdeferensiasi)
dan adenokarsinoma. Sel skuamosa dan karsinoma sel kecil umumnya terbentuk di
jalan napas utama bronkial. Karsinoma sel besar dan adenokarsinoma umumnya
tumbuh di cabang bronkus perifer dan alveoli. Karsinoma sel besar dan karsinoma
sel oat tumbuh sangat cepat sehingga mempunyai prognosis buruk. Sedangkan
pada sel skuamosa dan adenokarsinoma prognosis baik karena sel ini pertumbuhan
lambat.

Dari etiologi yang menyerang percabangan segmen/ sub bronkus menyebabkan cilia
hilang dan deskuamasi sehingga terjadi pengendapan karsinogen. Dengan adanya
pengendapan karsinogen maka menyebabkan metaplasia,hyperplasia dan displasia.
Bila lesi perifer yang disebabkan oleh metaplasia, hyperplasia dan displasia
menembus ruang pleura, biasa timbul efusi pleura, dan bisa diikuti invasi langsung
pada kosta dan korpus vertebra.

Lesi yang letaknya sentral berasal dari salah satu cabang bronkus yang terbesar.
Lesi ini menyebabkan obstuksi dan ulserasi bronkus dengan diikuti dengan supurasi
di bagian distal. Gejala – gejala yang timbul dapat berupa batuk, hemoptysis,
dispneu, demam, dan dingin.Wheezing unilateral dapat terdengan pada auskultasi.

1. Tanda dan gejala


2. Gejala Awal
Stridor lokal dan dispnea ringan yang mungkin disebabkan oleh obstruksi bronkus

1. Gejala umum.
 Batuk : Kemungkinan akibat iritasi yang disebabkan oleh massa tumor. Batuk mulai
sebagai batuk kering tanpa membentuk sputum, tetapi berkembang sampai titik dimana
dibentuk sputum yang kental dan purulen dalam berespon terhadap infeksi sekunder.
 Hemoptisis : Sputum bersemu darah karena sputum melalui permukaan tumor yang
mengalami ulserasi.
 Nafas sesak (pendek)
 Sakit kepala , nyeri dada, bahu dan bagian punggung .
 Anoreksia, lelah, berkurangnya berat badan.
Pada waktu masih dini gejala sangat tidak jelas utama seperti batuk lama dan infeksi
saluran pernapasan. Oleh karena itu pada pasien dengan batuk lama 2 minggu
sampai 1 bulan harus dibuatkan foto X dengan gejala lain dyspnea, hemoptoe,
febris, berat badan menurun dan anemia. Pada keadaan yang sudah
berlanjut akan ada gejala ekstrapulmoner seperti nyeri tulang, stagnasi (vena cava
superior syndroma).

1. Komplikasi
Komplikasi yang mungkin muncul pada pasien dengan penyakit karsinoma paru
antara lain:

1. Hematotorak (darah pada rongga pleura)


2. Empiema (nanah pada rongga pleura )
3. Pneumotorak (udara pada rongga pleura )
4. Abses paru
5. Atelektasis (paru-paru mengerut )

1. Pemeriksaan penunjang
2. Radiologi
 Foto thorax posterior-anterior (PA) dan lateral serta tomografi dada. Foto thorax posterior
– anterior (PA) dan leteral serta Tomografi dada. Merupakan pemeriksaan awal sederhana
yang dapat mendeteksi adanya kanker paru. Menggambarkan bentuk, ukuran dan lokasi
lesi. Dapat menyatakan massa udara pada bagian hilus, effuse pleural, atelektasis erosi
tulang rusuk atau vertebra.
 Untuk melihat tumor di percabangan bronkus.
1. Laboratorium
 Sitologi. Pemeriksaan sitologi sputum rutin dikerjakan terutama bila pasien ada keluhan
batuk. Pemeriksaan sitologi tidak selalu memberikan hasil positif karena tergantung dari
letak tumor terhadap bronkus, jenis tumor, teknik mengeluarkan sputum, jumlah sputum
yang diperiksa, waktu pemeriksaan sputum ( sputum harus segar). Pada kanker paru yang
letaknya sentral, pemeriksaan sputum yang baik dapat memberikan hasil positif sampai
67-85% pada karsinoma sel skuamosa. Pemeriksaan sitologi sputum dianjurkan sebagai
pemeriksaan rutin dan skrining untuk diagnosis dini kanker paru. Pemeriksaan sitologi
lain untuk diagnostik kanker paru dapat dilakukan pada cairan pleura, aspirasi kelenjar
getah bening servikal, bilasan dan sikatan bronkoskopi.
 Pemeriksaan fungsi paru dan GDA. Dapat dilakukan untuk mengkaji kapasitas untuk
memenuhi kebutuhan ventilasi.
 Tes kulit, jumlah absolute limfosit. Dapat dilakukan untuk mengevaluasi kompetensi
imun pada kanker paru.
Adalah pemeriksaan standar emas diagnosis kanker paru untuk mendapatkan
spesimennya dapat dengan cara biopsy melalui :

 Untuk mengetahui besarnya karsinoma bronkogenik. Hasil positif dengan bronkoskopi


ini dapat mencapai 95% untuk tumor yang letaknya sentral dan 70-80% untuk tumor yang
letaknya perifer. Memungkinkan visualisasi, pencucian bagian,dan pembersihan sitologi
lesi (besarnya karsinoma bronkogenik dapat diketahui).
 Biopsy trans torakal (TTB). Biopsy dengan TTB terutama untuk lesi yang letaknya
perifer dengan ukuran > 2cm sensitivitasnya mencapai 90-95%. Biopsi dengan TTB
terutama untuk lesi yang letaknya perifer dengan ukuran < 2 cm, sensitivitasnya
mencapai 90 – 95 %.
 Biopsy tumor didaerah pleura memberikan hasil yang lebih baik dengan cara torakoskopi
dari pada cara membuta (blind). Biopsi tumor didaerah pleura memberikan hasil yang
lebih baik dengan cara torakoskopi.
 Untuk mendapatkan tumor metastasis atau kelenjar getah bening yang terlibat.
 Untuk diagnosis kanker paru dikerjakan jika berbagai prosedur non invasif dan invasive
sebelumnya gagal mendapatkan sel tumor.
1. Terapi yang dilakukan
Tujuan pengobatan kanker dapat berupa :

Memperpanjang masa bebas penyakit dan meningkatkan angka harapan hidup


klien.

Mengurangi dampak kanker, meningkatkan kualitas hidup.

1. Rawat rumah (Hospice care) pada kasus terminal.


Mengurangi dampak fisis maupun psikologis kanker baik pada pasien maupun
keluarga.

Menunjang pengobatan kuratif, paliatif dan terminal sepertia pemberian nutrisi,


tranfusi darah dan komponen darah, obat anti nyeri dan anti infeksi. (Ilmu Penyakit
Dalam, 2001 dan Doenges, Rencana Asuhan Keperawatan, 2000).

Untuk menunjang pengobatan kuratif, paliatif dan terminal pada pasien dengan
kanker paru dapat dilakukan dengan cara seperti pemberian nutrisi, tranfusi darah
dan komponen darah, obat anti nyeri dan anti infeksi..
(Ilmu Penyakit Dalam, 2001 dan Doenges, rencana Asuhan Keperawatan, 2000)

1. Penatalaksanaan Medis
2. Pembedahan.
Tujuan pada pembedahan kanker paru sama seperti penyakit paru lain, untuk
mengangkat semua jaringan yang sakit sementara mempertahankan sebanyak
mungkin fungsi paru – paru yang tidak terkena kanker. Dapat dilakukan dengan cara
:

 Toraktomi eksplorasi.
Untuk mengkonfirmasi diagnosa tersangka penyakit paru atau toraks khususnya
karsinoma, untuk melakukan biopsy.

 Pneumonektomi (pengangkatan paru).


Karsinoma bronkogenik bilamana dengan lobektomi tidak semua lesi bisa diangkat.

 Lobektomi (pengangkatan lobus paru).


Karsinoma bronkogenik yang terbatas pada satu lobus, bronkiaktesis bleb atau bula
emfisematosa; abses paru; infeksi jamur; tumor jinak tuberkulois.
 Resesi segmental.
Merupakan pengangkatan satu atau lebih segmen paru.

 Resesi baji.
Tumor jinak dengan batas tegas, tumor metas metik, atau penyakit peradangan
yang terlokalisir. Merupakan pengangkatan dari permukaan paru – paru berbentuk
baji (potongan es).

Merupakan pengangkatan bahan – bahan fibrin dari pleura viscelaris.

1. Kemoterapi
Kemoterapi digunakan untuk mengganggu pola pertumbuhan tumor, untuk
menangani pasien dengan tumor paru sel kecil atau dengan metastasi luas serta
untuk melengkapi bedah atau terapi radiasi. Kemoterapi merupakan pilihan
pengobatan pada klien dengan kanker paru, terutama pada SCLC karena
metastasis. Kemoterapi dapat juga diberikan bersamaan dengan terapi bedah.

Obat-obat kemoterapi yang biasanya diberikan untuk menangani kanker, termasuk


kombinasi dari obat-obat berikut : Cyclophosphamide, Dexorubicin, Methrotexate,
dan Procarbazine. Etoposide dan Cisplatin. Mitomycin, Vinblastine, dan Cisplatin.

Merokok Genetik Polusi Gas Radon Zat


Karsinogenik Rendah Betakarotin

 Clinical Pathway

1. Penatalaksanaan Keperawatan
A. Pengkajian keperawatan
 Identitas
Nama klien, umur, pekerjaan, pendidikan, agama, suku bangsa, dan alamat klien.
 Riwayat kesehatan
1. Riwayat kesehatan sekarang
 Batuk produktif, dahak bersifat mukoid atau purulen, atau batuh darah
 Malaise
 Anorexia
 Badan makin kurus
 Sesak nafas pada penyakit yang lanjut dengn kerusakan paru yang makin luas
 Nyeri dada dapat bersifat okal atau pleuritik
1. Riwayat kesehatan dahulu
 Terpapar asap rokok
 Industri asbes, uranium, kromat, arsen (insektisda), besi dan oksida besi
 Konsumsi bahan pengawet
1. Riwayat kesehatan keluarga
 Riwayat keluarga penderita kanker
 Data dasar pengkajian pasien
Pemeriksaan bermacam-macam, tergantung pada jumlah akumulasi cairan,
kecepatan akumulasi dan fungsi paru sebelumnya.

1. Aktifitas / istirahat
Gejala : kelemahan, ketidakmampuan mempertahankan kebiasaan rutin, dispnea
akibat aktivitas

Tanda : kelesuan (biasanya tahap lanjut)

1. Sirkulasi
Gejala : JVD ( obstruksi vena kava)

Bunyi jantung : gesekan pericardial (menunjukkan efusi). Takikardi / disritmia

1. Integritas ego
Gejala : perasaan takut. Takut hasil pembedahan, menolak kondisi yang berat /
potensi keganasan.

Tanda : kegelisahan, insomnia, pertanyaan yang diulang-ulang

1. Eliminasi
Gejala : diare yang hilang timbul (karsinoma sel kecil), peningkatan frekuensi /
jumlah urine (ketidakseimbangan hormonal, tumor epidermoid.

1. Makanan / cairan
Gejala : penurunan berat badan, nafsu makan buruk, penurunan masukan makanan.
Kesulitan menelan, haus / peningkatan masukan cairan.
Tanda : kurus, atau penampilan kurang bobot (tahap lanjut) edema wajah/leher,
dada punggung (obstruksi vena cava), edema wajah / periorbital (keidakseimbangan
hormonal, karsinoma sel kecil) glukosa urine (ketidakseimbangan hormonal, tumor
epidermoid)

1. Nyeri / kenyamanan
Gejala : nyeri dada (biasaya tidak ada pada tahap dini dan tidak selalu pada tahap
lanjut) dimana dapat / tidak dapat dipengaruhi oleh perubahan posisi.

Nyeri bahu/ tangan (khususnya pada sel besar atau adenokarsinoma)

Nyeri abdomen hilang timbul.

Gejala : Batuk ringan atau perubahan pola batuk dari biasanya dan atau produksi
sputum. Nafas pendek, Pekerja yang terpajan polutan, debu industry. Serak,
paralysis pita suara. Riwayat merokok

Tanda : Dispnea, meningkat dengan kerja, Peningkatan fremitus taktil


(menunjukkan konsolidasi), Krekels/ mengi pada inspirasi atau ekspirasi (gangguan
aliran udara), krekels/ mengi menetap; pentimpangan trakea ( area yang mengalami
lesi). Hemoptisis.

Tanda : Demam mungkin ada (sel besar atau karsinoma), Kemerahan, kulit pucat
(ketidakseimbangan hormonal, karsinoma sel kecil)

Tanda : Ginekomastia (perubahan hormone neoplastik, karsinoma sel besar),


Amenorea/ impotent (ketidakseimbangan hormonal, karsinoma sel kecil)

Gejala : Faktor resiko keluarga, kanker (khususnya paru), tuberculosis, Kegagalan


untuk membaik.

 Pengkajian fisik
1. Integument
Pucat atau sianosis sentral atau perifer, yang dapat dilihat pada bibir atau ujung
jari/dasar kuku mnandakan penurunan perfusi perifer.

1. Kepala dan leher


Peningkatan tekanan vena jugularis, deviasi trakea.

1. Telinga
Biasanya tak ada kelainan

1. Mata
Pucat pada konjungtiva sebagai akibat anemia atau gangguan nutrisi

1. Muka, hidung, dan rongga mulut


Pucat atau sianosis bibir / mukosa menandakan penurunan perfusi

Ketidakmampuan menelan

Suara serak

1. Thoraks dan paru-paru


Pernafasan takipnea (50/menit atau lebih pada saat istirahat)

Nafas dangkal

Penurunan otot aksesoris pernafasan

Batuk kering / nyaring / non produktif atau mungkin batuk terus menerus dengan
atau tanpa sputum

Peningkatan fremitus, kreleks inspirasi atau ekspirasi

1. System Kardiovakuler
Frekuensi jantung mungkin meningkat / takikardi (150/menit atau lebih pada sat
istirahat

Bunyi gerakan pericardial (pericardial effusion)

1. Abdomen
Bising usus meningkat / menurun

1. System urogenital
Peningkatan frekuensi atau jumlah urine

1. System reproduksi
Ginekomastia, amenorrhea, impotensi

1. System limfatik
Pembesaran kelenjar limfe regional : leher, ketiak (metastase)

1. System muskuluskeletal
Penurunan kekuatan otot
Jari-jari tubuh (clubbing fingers)

1. System persarafan
Perubahan status mental / kesadaran : apatis, letargi, bingung, disorientasi, cemas
dan depresi, kesulitan berkonsentrasi

 Data psikologis
Kegelisahan, pertanyaan yang diulang-ulang, perasaan tidak berdaya, putus asa,
emosi yang labil, marah, sedih.

1. Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul


1. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan peningkatan jumlah / viskositas
sekret/ sputum ditandai dengan sesak napas, batuk, ronkhi.
2. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan hipoventilasi ditandai dengan sesak napas,
sianosis, frekuensi pernapasan meningkat, saturasi oksigen menurun..
3. Gangguan rasa nyaman nyeri akut berhubungan dengan lesi dan melebarnya pembuluh
darah, penekanan syaraf oleh kanker ditandai dengan frekuensi jantung atau pernapasan
meningkat dan klien mengeluhkan rasa sakit.
4. Pola napas tidak efektif berhubungan dengn penyempitan saluran napas ditandai dengan
frekuensi pernapasan meningkat, wheezing.
5. Kurang pengetahuan mengenai kondisi, tindakan, prognosis berhubungan dengan kurang
informasi ditandai dengan pasien selalu bertanya mengenai kondisinya dan tindakan apa
yang akan dilakukan.
6. Ansietas berhubungan dengan krisis situasi, ancaman untuk melakukan perubahan status
kesehatan, takut mati ditandai dengan pasien selalu menanyakan pertanyaan yang sama
kepada perawat, pasien terlihat gelisah.
1. Perencanaan keperawatan
DIAGNOSA TUJUAN DAN
NO. KEPERAWATAN KRITERIA HASIL INTERVENSI RASIONAL

1) Berikan 1) Mencegah
pasien O2 terjadinya hipoksia
2) Berikan 2) Memaksimalkan
pasien posisi ventilasi
semifowler (jika
tidak hemaptoe)
atau supinasi
(jika hemaptoe)

3) Auskultasi
dada untuk
karakteristik 3) Pernapasan
bunyi napas dan bising, ronki dan
adanya secret mengi menunjukkan
tertahannya sekret
atau obstruksi jalan
4) Observasi napas
karakteristik
batuk, (misalnya,
Setelah dilakukan menetap, efektif, 4) Karakteristik
intervensi keperawatan tak efektif), juga batuk dapat berubah
selama 3 x 24 jam, klien jumlah dan tergantung pada
menunjukkan kepatenan karakter sputum penyebab/ etiologi
jalan napas. Dengan gagal perbafasan.
kriteria hasil : Sputum bila ada
1) Klien akan mungkin banyak,
menunjukkan bunyi kental, berdarah, dan/
napas bersih, bebas atau purulen yang
5) Lakukan memerlukan
kering / bunyi tambahan
penghisapan bila pengobatan lebih
batuk lemah atau lanjut
2) Klien ronki tidak hilang
mengeluarkan secret dengan upaya
tanpa kesulitan batuk. Hindari 5) Penghisapan
penghisapan ETT meningkatkan resiko
dan OTT yang hipoksia dan
3) Klien menunjukkan dalam pada klien kerusakan mukosa.
hilangnya dipsnea pneunomektomi Penghisapan trakeal
bila mungkin secara umum
Bersihan jalan kontraindikasi pada
nafas tidak efektif 4) Tanda-tanda vital
dalam rentang normal klien pneunomektomi
berhubungan 6) Dorong untuk menurunkan
dengan masukan cairan resiko rupture jahitan
peningkatan peroral bronchial
jumlah / viskositas (sedikitnya
1. sekret/sputum 2500ml/hari)
dalam toleransi 6) hidrasi adekuat
jantung untuk meningkatkan
pengeluaran secret
7) Kaji nyeri /
ketidaknyamanan
dan lakukan
latihan
pernapasan 7) mendorong klien
untuk bergerak, batuk
lebih efektif, dan
napas dalam untuk
mencegah kegagalan
pernafasan
8) Bantu klien
dan intruksikan
untuk napas 8) Posisi duduk
dalam dan batuk memkungkinkan
efektif dengan eksansi paru
posisi duduk maksimal dan
tinggi dan penekanan upaya
menekan daerah batuk membantu
insisi. untuk memobilisasi /
membuang sekret
9) Observasi
tanda-tanda vital 9) Mengetahui
kondisi terkini pasien
10) Kolaborasi
penggunakan 10) memberikan
oksigen hidrasi maksimal
humidifikasi / membantu
nebulixer pengenceran sekret.
ultrasonic.
Berikan cairan
tambahan secara
IV sesuai indikasi

11) Kolaborasi
pemberian
bronkodilator,
ekspektoran, atau
analgesic sesuai 11) menghilangkan
indikas spasme bronkus
untuk memperbaiki
aliran udara,
meningkatkan upaya
pengeluarn secret
melalui pengenceran
dan penurunan
viskositas serta
penghilangan
ketidaknyamanan

1) Catat 1) pernapasan
frekuensi, meningkat sebagai
kedalaman akibat nyeri atau
pernapasan, sebagai mekanisme
kesukaran kompensi awal
bernapas. terhadap kerusakan
Observasi jaringan paru.
penggunaan otot
bantu pernapasan,
napas bibir,
perubahan kulit /
membrane
mukosa,
misalnya pucat,
setelah dilakukan sianosis.
intervensi keperawatan 2) Catat ada
selama 3×24 jam, klien atau tidak adanya
menunjukkan perbaikan bunyi tambahan
pertukaran gas. Dengan dan adanya bunyi 2) Bunyi nafas
kriteria hasil : tambahan, dapat menurun, tidak
1) Menunjukkan misalnya krekels, sama atau tak ada
perbaikan ventilasi dan mengi pada area yang
oksigenisi adekuat sakit.Krekels adalah
dengan GDA dalam bukti peningkatan
rentang normal dan cairan dalam area
bebas gejala distress jaringan sebagai
pernafasan. akibat peningkatan
permeabilitas
membrane alveolar-
2) Mendemonstrasikan kapiler. Mengi adalah
batuk efektif dan suara bukti adanya tahanan
nafas yang bersih, tidak atau penyempitan
ada sianosis, dan jalan nafas
dispneu, mampu sehubungan dengan
bernafas dengan mudah. mukus/ edema serta
3) Selidiki
perubahan status tumor.
3) Tanda-tanda vital mental / tingkat
Gangguan dalam rentang normal kesadaran 3) Menunjukkan
pertukaran gas peningkatan hipoksia
berhubungan . atau komplikasi
dengan seperti pergeseran
2 hipoventilasi mediastinal bila
disertai dengan
takipnea, takikardia,
deviasi trakea
4) Pertahankan
kepatenan jalan
napas dengan 4) obstruksi jalan
posisi, napas mempengaruhi
penghisapan, dan ventilasi dan
pemberian mengganggu
oksigen sesuai pertukaran gas,
indikasi memaksimalkan
sediaan oksigen
untuk pertukaran
5) Dorong /
bantu latihan
napas dalam 5) meningkatkan
ventilasi dan
oksigenasi maksimal
6) Pantau dan mencegah
AGD, oksimetri atelektasis
nadi. Catat kadar
Hb
6) penurunan PO2
tau peningkatan
PCO2 dapat
menunjukkan
kebutuhan untuk
dukungan ventilasi.
Kehilangan darah
bermakna dapat
mengakibatkan
penurunan kapasitas
7) Observasi
pembawa oksigen
tanda-tanda vital

7) Mengetahui
8) Kolaborasi
konsisi terkini pasien.
pemberian obat-
obatan sesuai
indikasi 8) Membantu
mengatasi masalah
pasien sesia tanda
dan gejala yang
muncul

Gangguan rasa Setelah dilakukan 1) Berikan 1) Mengurangi


3 nyaman nyeri intervensi keperawatan pasien kebisingan dan
berhubungan selama 3×24 jam, lingkungan yang meningkatkan
dengan lesi dan diharapkan skala nyeri terang dan batasi istirahat.
melebarnya klien berkurang. Dengan pengunjung saat
pembuluh darah kriteria hasil : fase akut.
1) Melaporkan nyeri 2) Bantu
hilang/ terkontrol. pasien untuk 2) Pasien mungkin
memilih posisi merasa nyaman
yang nyaman dengan miring kea
2) Tampak rileks dan untuk istirahat. rah posisi yang sakit.
tidur/ istirahat dengan
baik.
3) Tanyakan
pasien tentang
3) Berpartisipasi dalam nyeri. Tentukan
aktivitas yang 3) Membantu
karakteristik dalam evaluasi gejala
diinginkan/ dibutuhkan. nyeri. Buat nyeri karena kanker.
rentang intensitas Penggunaan skala
4) Tanda-tanda vital pada skala 0 – 10. rentang membantu
dalam rentang normal pasien dalam
mengkaji tingkat
nyeri dan
5) Rentang nyeri dalam memberikan alat
skala normal (0-10) untuk evaluasi
keefktifan analgesic,
meningkatkan
4) Kaji kontrol nyeri.
pernyataan verbal
dan non-verbal
nyeri pasien. 4) Ketidaksesuaian
antar petunjuk
verbal/ non verbal
dapat memberikan
petunjuk derajat
nyeri, kebutuhan/
keefketifan intervensi

5) Catat
kemungkinan 5) Insisi
penyebab nyeri posterolateral lebih
patofisologi dan tidak nyaman untuk
psikologi. pasien dari pada
insisi anterolateral.
Selain itu takut,
distress, ansietas dan
kehilangan sesuai
diagnosa kanker
dapat mengganggu
kemampuan
mengatasinya.

6) Dorong 6) Takut/ masalah


menyatakan dapat meningkatkan
perasaan tentang tegangan otot dan
nyeri. menurunkan ambang
persepsi nyeri.

7) Meningkatkan
relaksasi dan
7) Berikan pengalihan perhatian.
tindakan
kenyamanan.
Dorong dan
ajarkan
penggunaan
teknik relaksasi 8) Mengetahui
kondisi terkini
pasien.
8) Observasi
tanda-tanda vital.
9) Membantu
mengatasi pasien
9) Kolaborasi sesuai tanda dan
pemberian obat gejala yang muncul.
sesuai indikasi

Setelah dilakukan 1) Berikan 1) Sembuh dari


intervensi keperawatan informasi dalam gangguan gagal paru
selama 1×24 jam, cara yang jelas/ dapat sangat
diharapkan Klien dan ringkas. menghambat lingkup
keluarga mengetahui perhatian pasien,
tentang kanker paru. konsentrasi dan
Kriteria hasil : energi untuk
1) Klien dapat penerimaan
menjelaskan hubungan informasi/ tugas baru.
Kurang 2) Pemberian
pengetahuan antara penyakit dan 2) Berikan
terapi. informasi verbal instruksi penggunaan
mengenai kondisi, obat yang aman dapat
tindakan, dan tertulis
tentang obat membuat pasien
prognosis 2) Klien dapat mengikuti program
berhubungan menggambarkan/ pengobatan dengan
dengan kurang menyatakan diet, obat, tepat
informasi, dan program aktivitas.
kesalahan
interpretasi 3) Kaji 3) Pasien dengan
informasi, kurang 3) Klien/keluarga dapat konseling nutrisi masalah pernafasan
4 mengingat. mengidentifikasi dengan tentang rencana berat biasanya
benar tanda dan gejala makan; mengalami
yang memerlukan kebutuhan penurunan berat
perhatian medik. makanan kalori badan dan anoreksia
tinggi. sehingga
memerlukan
4) Tanda-tanda vital peningkatan nutrisi
dalam rentang normal untuk menyembuhan.

4) Berikan 4) Pasien harus


pedoman untuk menghindari untuk
aktivitas. terlalu lelah dan
mengimbangi periode
istirahatdan aktivitas
untuk meningkatkan
regangan/ stamina
dan mencegah
konsumsi/ kebutuhan
oksigen berlebihan.

5) Mengetahui
kondisi terkini pasien

5) Tanda-tanda
vital normal

1. Perencanaan Evaluasi
No Dx Evaluasi

1. Klien menunjukkan bunyi napas bersih, bebas kering / bunyi


tambahan
2. Klien dapat mengeluarkan secret tanpa kesulitan

3. Klien menunjukkan hilangnya dipsnea

4. Tanda-tanda vital normal


I

1. Klien tampak menunjukkan perbaikan ventilasi


2. oksigenisi adekuat dengan GDA dalam rentang normal
II
3. Klien dapat mendemonstrasikan batuk efektif dan suara
nafas yang bersih,

4. Klien tidak ada sianosis dan dispneu, serta mampu bernafas


dengan mudah.

5. Tanda-tanda vital normal

1. Klien melaporkan nyeri hilang/ terkontrol.


2. Klien tampak rileks dan tidur/ istirahat dengan baik.

3. Klien dapat berpartisipasi atau dengan mandiri dalam


aktivitas yang diinginkan/ dibutuhkan.

4. Tanda-tanda vital normal

5. Rentang nyeri dalam skala normal (1-10)


III

1. Klien dapat menjelaskan hubungan antara penyakit dan


terapi.
2. Klien dapat menggambarkan/ menyatakan diet, obat, dan
program aktivitas.

3. Klien/keluarga dapat mengidentifikasi dengan benar tanda


dan gejala yang memerlukan perhatian medik

4. Tanda-tanda vital normal


IV

DAFTAR PUSTAKA
Carpenito, 1998 Buku saku: Diagnosa Keperawatan Aplikasi Pada Praktek Klinis, Edisi
6. Jakarta: EGC.
Doenges. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman untuk perencanaan
dan Pendokumentasian perawatan pasien, Edisi 3. Jakarta: EGC.
Elizabeth, J. Corwin.2008. Buku Saku Patofisiologis. Jakarta: ECG.
Amin, Z., 2006. Kanker Paru. Dalam: Sudoyo, A.W., Setryohadi, B., Alwi, I.,
Simadibrata, M.K., Setiati, S. Ilmu Penyakit Dalam Edisi ke 4. Jakarta: Pusat
Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia: 1015-21.
Suryo, Joko. 2010. Herbal Penyembuhan Gangguan Sistem Pernapasan. Yogyakarta: B
First.
Anonim. 2013. Ca Paru. (dalam http://www.slideshare.net/septianraha/ca-paru?related=1)
diakses pada tanggal 30 Mei 2015 pukul 20.00 WIB

Anda mungkin juga menyukai