Anda di halaman 1dari 13

STIKES HUTAMA ABDI HUSADA TULUNGAGUNG

PRODI NERS

PRAKTEK KLINIK KEPERAWATAN

LEMBAR PENGESAHAN
LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASEIEN
DENGAN KASUS KISTA OVARIUM
DI RUANG IGD RUMAH SAKIT PUTRA WASPADA TULUNGAGUNG

Mahasiswa :

PUSPITA WNDY APRIANTI


NIM: A3R21040

PEMBIMBING AKADEMIK PEMBIMBING RUANGAN

(Dwi Retnowati, S.Kep., Ns., M. Kep ) ( )


NIDN. 07-1302-8404
LAPORAN PENDAHULUAN
A. DEFINISI
Menurut Saydam (2012), kista ovarium merupakan penyakit tumor jinak yang
bertumbuh pada indung telur perempuan. Biasanya berupa kantong kecil yang berbeda
dengan penyakit kanker yang berisi cairan atau setengah cairan.
B. ETIOLOGI
Menurut Nugroho (2012), kista ovarium disebabkan oleh gangguan pembentukan
hormone pada hipotalamaus, hipofisis dan ovarium. Penyebab lain timbulnya kista
adalah ovarium adalah adanya penyumbatan pada saluran yang berisi cairan karena
adanya bakteri dan virus, adanya zat dioksin dan asap pabrik dan pembakaran gas
bermotor yang dapat menurunkan daya tahan tubuh manusia yang akan membantu
tumbuhnya kista, faktor makan makanan yang berlemak yang mengakibatkan zat-zat
lemak tidak dapat dipecah dalam proses metabolisme sehingga akan meningkatkan
resiko timbulnya kista (Mumpuni dan Andang, 2013). Arif,dkk (2016) mengatakan
faktor resiko pembentukan kista ovarium terdiri dari:
a. Usia Umumnya, kista ovarium jinak (tidak bersifat kanker) pada wanita
kelompok usia reproduktif. Kista ovarium bersifat ganas sangat jarang, akan
tetapi wanita yang memasuki masa menopause (usia 50-70 tahun) lebih beresiko
memiliki kista ovarium ganas.
b. Status menopause Ketika wanita telah memasuki masa menopause, ovarium
dapat menjadi tidak aktif dan dapat menghasilkan kista akibat tingkat aktifitas
wanita menopause yang rendah.
c. Pengobatan infertilitas Pengobatan infertilitas dengan konsumsi obat kesuburan
dilakukan dengan induksi ovulasi dengan gonadotropin (konsumsi obat
kesuburan). Gonadotropin yang terdiri dari FSH dan LH dapat menyebabkan
kista berkembang. Poltekkes Kemenkes Padang
d. Kehamilan Pada wanita hamil, kista ovarium dapat terbentuk pada trimester
kedua pada puncak kadar hCG (human chorionic gonadotrpin).
e. Hipotiroid Hipotiroid merupakan kondisi menurunnya sekresi hormone tiroid
yang dapat menyebabkan kelenjar pituitary memproduksi TSH (Thyroid
Stimulating Hormone) lebih banyak sehingga kadar TSH meningkat. TSH
merupakan faktor yang memfasilitasi perkembangan kista ovarium folikel.
f. Merokok Kebiasaan merokok juga merupakan faktor resiko untuk pertumbuhan
kista ovarium fungsional. Semakin meningkat resiko kista ovarium dan semakin
menurun indeks massa tubuh (BMI) jika seseorang merokok.
g. Ukuran massa Kista ovarium fungsional pada umumnya berukuran kurang dari 5
cm dan akan menghilang dalam waktu 4-6 minggu. Sedangkan pada wanita
pascamenopause, kista ovarium lebih dari 5 cm memiliki kemungkinan besar
bersifat ganas.
h. Kadar serum petanda tumor CA-125 Kadar CA 125 yang meningkat
menunjukkan bahwa kista ovarium tersebut bersifat ganas. Kadar abnormal
CA125 pada wanita pada usia reproduktif dan premenopause adalah lebih dari
200 U/mL, sedangkan pada wanita menopause adalah 35 U/mL atau lebih.
i. Riwayat keluarga Riwayat keluarga menderita kanker ovarium, endometrium,
payudara, dan kolon menjadi perhatian khusus. Semakin banyak jumlah keluarga
yang memiliki riwayat kanker tersebut, dan semakin dekat tingkat hubungan
keluarga, maka semakin besar resiko seorang wanita terkena kista ovarium.
j. Konsumsi alkohol Konsumsi alkohol dapat meningkatkan resiko terbentuknya
kista ovarium, karena alkohol dapat meningkatkan kadar estrogen. Kadar
estrogen yang meningkat ini dapat mempengaruhi pertumbuhan folikel.
k. Obesitas Poltekkes Kemenkes Padang Wanita obesitas (BMI besar sama
30kg/m2) lebih beresiko terkena kista ovarium baik jinak maupun ganas.
Jaringan lemak memproduksi banyak jenis zat kimia, salah satunya adalah
hormone estrogen, yang dapat mempengaruhi tubuh. Hormone estrogen
merupakan faktor utama dalam terbentuknya kista ovarium.
C. MANIFESTASI KLINIS
Menurut Nugroho (2012), tanda dan gejala kista ovarium antara lain:
a. Sering tanpa gejala.
b. Nyeri saat menstruasi.
c. Nyeri pada perut bagian bawah.
d. Nyeri saat berhubungan badan.
e. Nyeri pada punggung terkadang menjalar sampai kaki.
f. Terkadang disertai nyeri saat buang air kecil.
g. Siklus menstruasi tidak teratur, bisa juga jumlah darah yang keluar banyak.
D. KLASIFIKASI
Menurut Wiknjosastro (2008), kista ovarium terbagi dua yaitu:
a. Kista ovarium neoplastik
1) Kistadenoma ovarii serosum Kista ini mencakup sekitar 15-25% dari keseluruhan
tumor jinak ovarium. Usia penderita berkisar antara 20-50 tahun. Pada 12-50%
kasus, kista ini terjadi pada kedua ovarium (bilateral). Ukuran kista berkisar
antara 5-15 cm dan ukuran ini lebih keil dari rata-rata ukuran kistadenoma
musinosum. Kista berisi cairan serosa, jernih kekuningan.
2) Kistadenoma ovarii musinosum Kistadenoma ovarii musinosum mencakup 16-
30% dari total tumor jinak ovarium dan 85% diantaranya adalah jinak. Tumor ini
pada umumnya multilokuler dan lokulus yang berisi cairan musinosum tampak
bewarna kebiruan di dalam kapsul yang dindingnya tegang. Dinding tumor
tersusun dari epitel kolumner yang tinggi dengan inti sel bewarna sel gelap
terletak di bagian basal. Dinding kista denoma musinosum ini, pada 50% kasus
mirip dengan struktul epitel endoserviks dan 50% lagi mirip dengan struktur
epitel kolon di mana cairan musin di dalam lokulus kista mengandung sel-sel
goblet.
3) Kista dermoid Kista dermoid merupakan tumor terbanyak (10% dari total tumor
ovarium) yang berisi sel germinativum dan paling banyak diderita oleh gadis
yang berusia di bawah 20 tahun.
4) Kista ovarii simpleks Kista ini mempunyai permukaan rata dan halus, biasanya
bertangkai sering kali bilateral dan dapat menjadi besar. Dinding kista tipis dan
cairan di dalam kista jernih, serus dan berwarna kuning. Pada dinding Poltekkes
Kemenkes Padang kista tampak lapisan epitel kubik. Berhubung dengan adanya
tangkai, dapat terjad putaran tungkai dengan gejala-gejala mendadak.
5) Kista endometroid Kista ini biasanya unilateral dengan permukaan licin pada
dinding dalam satu lapisan sel-sel ang menyerupai lapisan epitel endometrium.
b. Kista ovarium non neoplastik
1) Ovarium polisistik (Stein-Leventhal Syndrome) Penyakit ovarium polisistik
ditandai dengan pertumbuhan polisistik kedua ovarium, amnorea sekunder atau
oligomenorea dan infertilitas. Sekitar 50% pasien mengalami hirsutiseme dan
obesitas. Walaupun mengalami pembesaran ovarium, ovarium polisistik juga
mengalami sklerotika yang menyebabkan permukaannya bewarna putih tanpa
identasi seperti mutiara sehingga disebut juga sebagai ovarium kerang.
Ditemukan banyak folikel berisis cairan di bawah fibrosa korteks yang
mengalami penebalan. Teka interna terlihat kekuningan karena mengalami
luteinisasi, sebagian stroma juga mengalami hal yang sama.
2) Kista folikuler Kista folikel merupakan kista yang paling sering ditemukan di
ovarium dan biasanya sedikit lebih besar (3-8 cm) dari folikel pra ovulasi (2,5
cm). Kista ini terjadi karena kegagalan ovulasi (LH surge) dan kemudian cairan
intrafolikel tidak diabsorpsi kembali. Pada beberapa keadaan, kegagalan ovulasi
juga dapat terjadi secara artificial dimana gonatropin diberikan secara berlebihan
untuk menginduksi ovulasi. Kista ini tidak menimbulkan gejala yang spesifik.
Jarang sekali terjadi torsi, ruptur, atau perdarahan.
3) Kista korpus luteum Kista korpus luteum terjadi akibat pertumbuhan lanjut
korpus luteum atau perdarahan yang mengisi rongga yang terjadi setelah ovulasi.
4) Kista inklusi germinal Terjadi karena invagimasi dan isolasi bagian-bagian kecil
dari epitel germinativum pada permukaan ovarium. Tumor ini lebih banyak pada
wanita yang lanjut umurnya dan besarnya jarang melebihi diameter 1 cm. Kista
biasanya ditemukan pada pemeriksaan histologik ovarium yang diangkat waktu
operasi. Kista terletak dibawah permukaan ovarium, dindingnya terdiri atad satu
lapisan epitel kubik dan isinya jernih dan serus.
E. PATHWAY

Ketidakseimbangan dan kegagalan salah satu


pembentukan hormon yang mempengaruhi
indung telur

Fungsi ovarium abnormal

Penimbunan folikel yang terbentuk secara


tidak sempurna

Folikel gagal mengalami pematangan, gagal


berinvolusi dan gagal mereabsorbsi cairan

Terbentuk kista ovarium

Adanya cairan dalam Ansietas pembedahan


jaringan di daerah ovarium

Jaringan terputus
Klien mengeluh nyeri di
perut bagian bawah
Kerusakan integritas
kulit
Nyeri akut

Peningkatan beban tubuh

Mengaggu aktivitas

Gangguan mobilitas fisik


F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Berdasarkan (Winkjosastro, 2005) bahwa pemeriksaan penunjang yang dapat
dilakukan pada klien dengan kista ovariumsebagai berikut:
1. Laparaskopi, pemeriksaan ini sangat berguna untuk mengetahuiapakah
sebuah tumor berasal dari ovarium atau tidak, dan untuk menentukan silat-
sifat tumor itu.
2. Ultrasonografi, pemeriksaan ini dapat ditentukan letak dan batastumor
apakah tumor berasal dari uterus, ovarium, atau kandungkencing, apakah
tumor kistik atau solid, dan dapatkah dibedakan pula antara cairan dalam
rongga perut yang bebas dan yang tidak.
3. Foto Rontgen, pemeriksaan ini berguna untuk menentukan adanyahidrotoraks.
Selanjutnya, pada kista dermoid kadang-kadang dapat dilihat gigi dalam tumor.
Penggunaan foto rontgen pada pictogramintravena dan pemasukan bubur
barium dalam colon disebut diatas.
4. Pap smear, untuk mengetahui displosia seluler menunjukankemungkinan
adaya kanker atau kista
G. KOMPLIKASI
Berdasarkan Winkjosastro (2005) bahwa beberapa ahlimencurigai kista
ovarium bertanggung jawab atas terjadinya kanker ovarium pada wanita diatas 40
tahun. Mekanisme terjadinya kanker masih belum jelas namun dianjurkan pada wanita
yang berusia diatas 40 tahun untuk melakukan skrining atau deteksi dini
terhadapkemungkinan terjadinya kanker ovarium. Faktor resiko lain yang dicurigai
adalah penggunaan kontrasepsi oral terutama yang berfungsi menekan terjadinya
ovulasi. Maka dari itu bila seorang wanita usiasubur menggunakan metode
konstrasepsi ini dan kemudian mengalamikeluhan pada siklus menstruasi, lebih
baik segera melakukan pemeriksaan lengkap atas kemungkinan terjadinya kanker
ovarium.
H. PENATALAKSANAAN
Berdasarkan Hamylton (2005); Bobak, Lowdermilk, & Jensen(2004);
Winkjosastro (2005) bahwa penatalaksanaan yang dapat dilakukan pada klien
dengan kista ovarium sebagai berikut:
1. Pengangkatan kista ovarium yang besar biasanya adalah melalui tindakan
bedah misal laparatomi, kistektomi atau laparatomisalpingooforektomi.
Tindakan operasi pada tumor ovarium neoplastik yang tidak ganas ialah
pengangkatan tumor dengan mengadakan reseksi pada bagian ovarium
yang mengandung tumor. Akan tetapi jika tumornya besar atau ada komplikasi,
perludilakukan pengangkatan ovarium, bisanya disertai dengan pengangkatan
tuba (Salpingo-oovorektomi).
2. Kontrasepsi oral dapat digunakan untuk menekan aktivitas ovariumdan
menghilangkan kista.
3. Perawatan pasca operasi setelah pembedahan untuk mengangkatkista ovarium
adalah serupa dengan perawatan setelah pembedahanabdomen dengan satu
pengecualian penurunan tekanan intraabdomen yang diakibatkan oleh
pengangkatan kista yang besar biasanya mengarah pada distensi abdomen yang
berat. Hal inidapat dicegah dengan memberikan gurita abdomen sebagai
penyangga.
4. Tindakan keperawatan berikut pada pendidikan kepada kliententang pilihan
pengobatan dan manajemen nyeri dengan analgetik atau tindakan kenyamanan
seperti kompres hangat pada abdomen atau teknik relaksasi napas dalam,
informasikan tentang perubahanyang akan terjadi seperti tanda-tanda infeksi,
perawatan insisi lukaoperasi.
5. Asuhan post operatif merupakan hal yang berat karena keadaanyang
mencakup keputusan untuk melakukan operasi, sepertihemorargi atau
infeksi. Pengkajian dilakukan untuk mengetahui tanda-tanda vital, asupan dan
keluaran, rasa sakit dan insisi. Terapi intravena, antibiotik dan analgesik biasanya
diresepkan. Intervensi mencakup tindakan pemberiaan rasa aman, perhatian
terhadap eliminasi, penurunan rasa sakit dan pemenuhan kebutuhan emosional
Ibu.
6. Efek anestesi umum.Mempengaruhi keadaan umum penderita, karena
kesadaran menurun. Selain itu juga diperlukan monitor terhadap
keseimbangan cairan dan elektrolit, suara nafas dan usaha pernafasan, tanda-
tanda infeksi saluran kemih, drainese urin dan perdarahan. Perawat juga harus
mengajarkan bagaimana aktifitas pasien di rumah setelah pemulangan,
berkendaraan mobil dianjurkan setelah satu minggu di rumah, tetapi tidak
boleh mengendarai atau menyetir untuk 3-4 minggu, hindarkan
mengangkat benda-benda yang berat karena aktifitas ini dapat menyebabkan
kongesti darah di daerah pelvis, aktifitas seksualsebaiknya dalam 4-6
minggu setelah operasi, kontrol untuk evaluasi medis pasca bedah sesuai
anjuran.
I. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Nyeri akut b.d agen injury biologi
2. Intoleransi aktivitas b.d kelemahan fisik
3. Kerusakan integritas jaringan b.d faktor mekanik
4. Ansietas b.d perubahan status kesehatan
J. INTERVENSI KEPERAWATAN

NO DIAGNOSA SLKI SIKI


1 Nyeri akut b.d agen injury Setelah dilakukan tindakan MANAJEMEN NYERI (I. 08238)
biologi keperawatan diharapkan 3x 24
1. Observasi
jam diharapkan keluhan nyeri
menurun dengan kriteria hasil :
 lokasi, karakteristik, durasi,
1. Keluhan nyeri menurun
frekuensi, kualitas, intensitas
2. Meringisi menurun
nyeri
3. Sulit tidur menurun  Identifikasi skala nyeri
4. Pola nafas memnaik  Identifikasi respon nyeri non
5. Tekanan darah membaik verbal
 Identifikasi faktor yang
memperberat dan
memperingan nyeri
 Identifikasi pengetahuan dan
keyakinan tentang nyeri
 Identifikasi pengaruh budaya
terhadap respon nyeri
 Identifikasi pengaruh nyeri
pada kualitas hidup
 Monitor keberhasilan terapi
komplementer yang sudah
diberikan
 Monitor efek samping
penggunaan analgetik

2. Terapeutik

 Berikan teknik
nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri (mis.
TENS, hypnosis, akupresur,
terapi musik, biofeedback,
terapi pijat, aroma terapi,
teknik imajinasi terbimbing,
kompres hangat/dingin, terapi
bermain)
 Control lingkungan yang
memperberat rasa nyeri (mis.
Suhu ruangan, pencahayaan,
kebisingan)
 Fasilitasi istirahat dan tidur
 Pertimbangkan jenis dan
sumber nyeri dalam pemilihan
strategi meredakan nyeri

3. Edukasi

 Jelaskan penyebab, periode,


dan pemicu nyeri
 Jelaskan strategi meredakan
nyeri
 Anjurkan memonitor nyri
secara mandiri
 Anjurkan menggunakan
analgetik secara tepat
 Ajarkan teknik
nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri

4. Kolaborasi
 Kolaborasi pemberian
analgetik,  jika
2 Gangguan mobilitas fisik Setelah dilakukan tindakan DUKUNGAN AMBULASI (1.06171)
b.d nyeri keperawatan diharapkan 3x 24
1. Observasi
jam diharapkan :
 Identifikasi adanya
1. Nyeri menurun
nyeri atau keluhan fisik
2. Kecemasan menurun
lainnya
3. Kelemahan fisik menurun
 Identifikasi toleransi
4. Gerakan terbatas menurun
fisik melakukan ambulasi
 Monitor frekuensi
jantung dan tekanan darah
sebelum memulai ambulasi
 Monitor kondisi umum
selama melakukan ambulasi
2. Terapeutik
 Fasilitasi aktivitas
ambulasi dengan alat bantu
(mis. tongkat, kruk)
 Fasilitasi melakukan
mobilisasi fisik, jika perlu
 Libatkan keluarga
untuk membantu pasien
dalam meningkatkan
ambulasi
3. Edukasi
 Jelaskan tujuan dan
prosedur ambulasi
 Anjurkan melakukan
ambulasi dini
 Ajarkan ambulasi
sederhana yang harus
dilakukan (mis. berjalan dari
tempat tidur ke kursi roda,
berjalan dari tempat tidur ke
kamar mandi, berjalan sesuai
toleransi)

3 Kerusakan integritas Setelah dilakukan tindakan PERAWATAN INTEGRITAS


jaringan b.d faktor mekanik keperawatan diharapkan 3x 24 KULIT (I.11353)
jam diharapkan :
1. Observasi
1. Perfusi jaringan meningkat
 Identifikasi penyebab
2. Nyeri menurun
gangguan integritas kulit
3. Kerusakan jaringan
(mis. Perubahan sirkulasi,
menurun
perubahan status nutrisi,
4. Perdarahan menurun
peneurunan kelembaban,
suhu lingkungan ekstrem,
penurunan mobilitas)
2. Terapeutik
 Ubah posisi setiap 2
jam jika tirah baring
 Lakukan pemijatan
pada area penonjolan tulang,
jika perlu
 Bersihkan perineal
dengan air hangat, terutama
selama periode diare
 Gunakan produk
berbahan petrolium  atau
minyak pada kulit kering
 Gunakan produk
berbahan ringan/alami dan
hipoalergik pada kulit
sensitif
 Hindari produk
berbahan dasar alkohol pada
kulit kering
3. Edukasi
 Anjurkan menggunakan
pelembab (mis. Lotin,
serum)
 Anjurkan minum air
yang cukup
 Anjurkan
meningkatkan asupan nutrisi
 Anjurkan meningkat
asupan buah dan saur
 Anjurkan menghindari
terpapar suhu ektrime
 Anjurkan menggunakan
tabir surya SPF minimal 30
saat berada diluar rumah

4 Ansietas b.d perubahan Setelah dilakukan tindakan Reduksi Ansietas


status kesehatan keperawatan 3x 24 jam
1. Observasi
diharapkan tingkat ansietas
menurun :
 Identifikasi saat tingkat
1. Perilaku gelisah menurun
anxietas berubah (mis.
2. Tegang menurun
Kondisi, waktu, stressor)
3. Pola tidur membaik
 Identifikasi kemampuan
4. Palpitai menurun
mengambil keputusan
5. Pucat menurun
 Monitor tanda anxietas (verbal
6. Verbalisasi akibat kondisi
dan non verbal)
yang dihadapi menurun
7. Frekuensi pernafasan 2. Terapeutik
menurun
 Ciptakan suasana terapeutik
untuk menumbuhkan
kepercayaan
 Temani pasien untuk
mengurangi kecemasan , jika
memungkinkan
 Pahami situasi yang membuat
anxietas
 Dengarkan dengan penuh
perhatian
 Gunakan pedekatan yang
tenang dan meyakinkan
 Motivasi mengidentifikasi
situasi yang memicu
kecemasan
 Diskusikan perencanaan
realistis tentang peristiwa yang
akan datang

3. Edukasi

 Jelaskan prosedur, termasuk


sensasi yang mungkin dialami
 Informasikan secara factual
mengenai diagnosis,
pengobatan, dan prognosis
 Anjurkan keluarga untuk tetap
bersama pasien, jika perlu
 Anjurkan melakukan kegiatan
yang tidak kompetitif, sesuai
kebutuhan
 Anjurkan mengungkapkan
perasaan dan persepsi
 Latih kegiatan pengalihan,
untuk mengurangi ketegangan
 Latih penggunaan mekanisme
pertahanan diri yang tepat
 Latih teknik relaksasi

4. Kolaborasi
 Kolaborasi pemberian obat anti
ansietas, jika perlu
DAFTAR PUSTAKA

Herdman, T.H. & Kamitsuru, S. (Eds). (2014). NANDA international Nursing Diagnoses:


Definitions & classification, 2015-2017. Oxford : Wiley Blackwell.

Lewis, SL., Dirksen, SR., Heitkemper, MM, and Bucher, L.(2014).Medical surgical Nursing.
Mosby: ELSIVER

Tim Pokja SDKI DPP PPNI, (2016), Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI),  Edisi
1, Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia

Tim Pokja SLKI DPP PPNI, (2018), Standar Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI),  Edisi 1,
Jakarta, Persatuan Perawat Indone sia

Tim Pokja SIKI DPP PPNI, (2018), Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI),  Edisi 1,
Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia

Anda mungkin juga menyukai