DisusunOleh :
Kelompok I
III. Etiologi
1. Prematuritas dengan paru-paru yang imatur (gestasi dibawah 32 minggu) dan
tidak adanya, gangguan atau defisiensi surfactant
2. Bayi prematur yang lahir dengan operasi Caesar
3. Berat badan bayi kurang dari 1500 gr.
4. Karena dadanya tidak mengalami kompresi oleh jalan lahir sehingga
menghambat pengeluaran cairan dari dalam paru.
5. Penurunan suplay oksigen saat janin atau saat kelahiran pada bayi matur atau
premature.
IV. Manifestasi klinis
Manifestasi dari HMD disebabkan adanya atelektasis alveoli, edema, dan
kerusakan seldan selanjutnya menyebabkan bocornya serum protein ke dalam alveoli
sehingga menghambatfungsi surfaktan.
Gejala klinis yang timbul yaitu :
1. Adanya sesak napas pada bayi prematur segera setelah lahir yang ditandai
dengan
2. Takipnea (> 60 x/menit).
3. Pernapasan cuping hidung
4. Grunting (Mendengkur)
5. Retraksi dinding dada
6. Sianosis
7. Gejala menetap dalam 48-96 jam pertama setelah lahir.Berdasarkan foto
thorak, menurut kriteria Bomsel ada 4 stadium RDS yaitu :
Stadium 1. Terdapat sedikit bercak retikulogranular dan sedikit
bronchogram udara,
Stadium 2. Bercak retikulogranular homogen pada kedua lapangan paru
dangambaranairbronchogram udara terlihat lebih jelas dan meluas sampai
ke perifer menutupi bayanganjantung dengan penurunan aerasi paru.
Stadium 3. Kumpulan alveoli yang kolaps bergabung sehingga kedua
lapangan paru terlihatlebih opaque dan bayangan jantung hampir tak
terlihat, bronchogram udara lebih luas.
Stadium 4. Seluruh thorax sangat opaque ( white lung ) sehinggajantung
tak dapat dilihat.
V. Tanda/Gejala
1. Dispnoe Berat
2. Penurunan Compliance Paru
3. Pernapasan yang dangkal dan cepat pada mulanya yang menyebabkan alkalosis
respiratorik karena ( CO2 ) karbondioksida banyak terbang.Peningkatan
kecepatan penapasan
4. Nafasnya pendek dan ketika menghembuskan nafas terdengar suara ngorok
5. Kulit kehitaman akibat hipoksia
6. Retraksi antargia atau dada setiap kali bernapas
7. Napas cuping hidung
8. Takipnea ( > 60x/mnt).
VI. Phatofisiologi
Surfaktan merupakan zat yang berasal dari lipoprotein yang terdapat dalam
alveoli dan bronkiolus, yang berfungsi untuk membantu menurunkan tegangan
permukaan, mempertahankan patensi alveoli, dan mencegah kolaps alveoli,
khususnya pada akhir ekspirasi.Perkembangan akhir jalan nafas neonatus terjadi
pada masa kehamilan 27 minggu, namun otot-otot intercostae masih lemah dan
pasokan udara ke dalam alveoli serta kapiler masih belum matur.Defisiensi surfaktan
menyebabkan tegangan permukaan yang lebih tinggi.Alveoli paru tidak mampu
mempertahankan patensinya dan mulai kolaps.Saat alveoli kolaps, akan terjadi
penurunan ventilasi dan hipoksia.
Cedera paru dan reaksi inflamasi yang diakibatkan menimbulkan edema dan
pembengkakan pada ruang interstitial sehingga pertukaran gas antara kapiler dan
alveoli yang masih berfungsi akan terganggu.Keadaan inflamasi menstimulasi
produksi membrane hialin yang tersusun dari timbunan fibrin berwarna putih di
dalam alveoli. Timbunan atau endapan tersebut, selanjutnya akan menurunkan
pertukaran gas dalam paru-paru dan mengurangi kelenturan paru sehingga kerja
pernafasan semakin bertambah berat.Penurunan ventilasi alveolar mengakibatkan
penurunan ratio ventilasi-perfusi dan menimbulkan vasokonstriksi arteriol paru.
Vasokonstriksi pulmoner ini menyebabkan peningkatan volume dan tekanan dalam
jantung kanan sehingga aliran darah akan dipintas dari atrium kanan melalui
foramen ovale yang terbuka (paten) ke dalam atrium kiri.Peningkatan resistensi
pulmoner juga mengakibatkan darah kotor mengalir melalui duktus arteriosus
dengan memintas (by pass) daerah paru-paru sepenuhnya dan menyebabkan pintasan
(shunt) dari kiri ke kanan. Pintasan tersebut akan memperberat keadaan hipoksia.
Paru-paru bayi yang belum matur, sedangkan laju metabolik bayi juga mengalami
kenaikan mengakibatkan bayi harus menggunakan lebih banyak energi untuk
melakukan ventilasi alveoli yang kolaps. Kondisi tersebut akan meningkatkan
kebutuhan oksigen dan menimbulkan sianosis pada bayi.Bayi berusaha
mengimbanginya dengan melakukan pernafasan dangkal dan cepat, sehingga
awalnya akan terjadi alkalosis respiratorik karena karbon dioksida dibuang
keluar.Peningkatan upaya untuk mengembangkan paru menyebabkan pelambatan
respirasi dan asidosis respiratorik yang kemudian mengakibatkan gagal nafas.
VII. Pathway
VIII. Komplikasi
Komplikasi jangka pendek ( akut ) dapat terjadi :
1. Ruptur alveoli : Bila dicurigai terjadi kebocoran udara ( pneumothorak,
pneumomediastinum,pneumopericardium, emfisema intersisiel ), pada bayi
dengan RDS yang tiba2 memburukdengan gejala klinis hipotensi, apnea, atau
bradikardi atau adanya asidosis yang menetap.
2. Dapat timbul infeksi yang terjadi karena keadaan penderita yang memburuk dan
adanyaperubahan jumlah leukosit dan thrombositopeni. Infeksi dapat timbul
karena tindakan invasiveseperti pemasangan jarum vena, kateter, dan alat2
respirasi.
3. Cardiovaskular
a) Bradikardi (dibawah 100 x per menit) dengan hipoksemia berat
b) Murmur sistolik
c) Denyut jantung dalam batas normalIntegumen
d) Pallor yang disebabkan oleh vasokontriksi peripheral
e) Pitting edema pada tangan dan kaki
f) Immobilitas dan kelemahan
g) Penurunan suhu tubuhPulmonary
h) Takipnea (pernafasan lebih dari 60 x per menit, mungkin 80 – 100 x )
i) Nafas grunting, Nasal flaring, Retraksi intercostal, suprasternal, atau
substernal, Cyanosis (sentral kemudian diikuti sirkumoral) berhubungan
dengan persentasedesaturasi hemoglobin dan penurunan suara nafas,
crakles, episode apnea.
4. Status Behavioral
a) Lethargy
5. Study Diagnostik
a) Seri rontgen dada, untuk melihat densitas atelektasis dan elevasi diaphragma
dengan overdistensi duktus alveolar,
b) Bronchogram udara, untuk menentukan ventilasi jalan nafas.
6. Data laboratorium
a) Profil paru, untuk menentukan maturitas paru, dengan bahan cairan amnion
(untuk janin yang mempunyai predisposisi RDS)
b) Lecitin/Sphingomielin (L/S) ratio2 : 1 atau lebih mengindikasikan maturitas
paru,
c) Phospatidyglicerol : meningkat saat usia gestasi 35 minggu
d) Tingkat phosphatidylinositol
e) Analisa Gas Darah, PaO2 kurang dari 50 mmHg, PaCO2 kurang dari 60
mmHg, saturasi oksigen 92% - 94%, pH 7,31 – 7,45
f) Level pottasium, meningkat sebagai hasil dari release potassium dari sel
alveolar yang rusak.
IX. Pemeriksaan Penunjang
1. Darah
2. Urine dan glukosa darah ( untuk mengetahui hipoglikemia )
3. Kalsium serum ( untuk meningkatkan hipokalsemia )
4. Analisis gas darah ( menentukan PH serum )
5. Analisa Gas Darah, PaO2 ( tes untuk hipoksia ) kurang dari 50 mmHg, PaCO2
kurang dari 60 mmHg, saturasi oksigen 92% - 94%, pH 7,31 – 7,4
6. Level Potasium
7. Level pottasium, meningkat sebagai hasil dari release potassium dari sel
alveolar yang rusak.
8. Seri Rontgen Dada : untuk melihat densitas atelektasis dan elevasi diaphragma
dengan overdistensi duktus alveolar.
9. Bronchogram udara untuk menentukan ventilasi jalan nafas.
X. PENATALAKSANAAN
A. PENATALAKSANAAN MEDIS
1) Antibiotika untuk mencegah infeksi sekunder
2) Setiap penderita PMH perlu mendapat antibiotika untuk mencegah
terjadinya infeksi sekunder. Antibiotik diberikan adalah yang mempunyai
spektrum luas penisilin (50.000 U-100.000 U/KgBB/hari) atau ampicilin
(100 mg/KgBB/hari) dengan gentamisin (3-5 mg/KgBB/hari). Antibiotik
diberikan selama bayi mendapatkan cairan intravena sampai gejalagangguan
nafas tidak ditemukan lagi.
3) Furosemid untuk memfasilitasi reduksi cairan ginjal dan menurunkan cairan
paru
4) Fenobarbital
5) Vitamin E untuk menurunkan produksi radikal bebas oksigen
6) Metilksantin (teofilin dan kafein) untuk mengobati apnea dan untuk
pemberhentian dari pemakaian ventilasi mekanik
7) Pemberian Surfaktan Buatan
Berdasar atas penelitian Fujiwara (1980) dan Morley (1981). Surfaktan
artifisial yang dibuat dari dipalmitoilfosfatidilkolin dan fosfatidilgliserol
dengan perbandingan 7 : 3.Bayi tersebut diberi surfaktan artifisial sebanyak
25 mg dosis tunggal dengan menyemprotkan ke dalam trakea penderita.
8) surfaktan eksogen adalah derivate dari sumber alami misalnya manusia (di
dapat dari cairan amnion atau paru sapi,tetapi bisa juga berbentuk surfakatan
buatan). Surfaktan ini disemprotkan ke dalam trakea dengan dosis 60
mg/KgBB.
9) Pemberian Oksigen
Oksigen mempunyai pengaruh yang kompleks terhadap bayi baru lahir.
Pemberian O2 yang terlalu banyak dapat menimbulkan komplikasi yang
tidak diinginkan seperti fibrosis paru, kerusakan retina (retrolental
fibroplasta) dan lain-lain. Untuk mencegah timbulnya komplikasi ini,
pemberian O2 sebaiknya diikuti dengan :
Pemeriksaan tekanan O2 arterial (PaO2) secara teratur.
Konsentrasi O2 yang diberikan harus dijaga agar cukup untuk
mempertahankan tekanan PaO2 antara 80 – 100 mmHg.
Bila fasilitas untuk pemeriksaan tekanan gas arterial tidak ada, O2
dapat diberikan sampai gejala cyanosis menghilang.
B. PENATALAKSANAAN KEPERAWATAN
1. Pengobatan RDS diarahkan untuk pencegahan
Pencegahan Penyebab lain dari kematian bayi antara lain adalah
perhatian terhadap di mana dan dalam posisi apa bayi ditempatkan dan
usaha-usaha untuk mencegah penganiyayaan anak.
2. Pemberian minum per oral tidak diperbolehkan selama fase akut
penyakit, karena dapat menyebabkan aspirasi. Pemberian minum dapat
diberikan melalui parenteral.
3. Tindakan Pendukung yang Krusial
a) Mempertahankan ventilasi dan oksigenisasi adekuat
b) Mempertahankan keseimbangan asam-basa
c) Mempertahankan suhu lingkungan netral
d) Mempertahankan perfusi jaringan yang adekuat
e) Mencegah hipotermia
f) Mempertahankan cairan dan elektrolit yang adekuat.
XI. PENGERTIAN
Asfiksia Neonatus adalah suatu keadaan bayi baru lahir yang tidak segera
bernafas secara spontan dan teratur setelah dilahirkan.(Mochtar, 2008).
Asfiksia neonatus adalah keadaan bayi yang tidak dapat bernafas spontan dan
teratur, sehingga dapat meurunkan O2 dan makin meningkatkan CO2 yang
menimbulkan akibat buruk dalam kehidupan lebih lanjut. (Manuaba, 2008)
Asfiksia neonatus adalah keadaan bayi baru lahir yang tidak dapat bernafas secara
spontan dan teratur dalam satu menit setelah lahir atau Asfiksia berarti hipoksia yang
progresif, penimbunan CO2 dan asidosis, bila proses ini berlangsung terlalu jauh
dapat mengakibatkan kerusakan otak atau kematian. (Mansjoer, 2011)
XII. ETIOLOGI
1. Faktor ibu
a. Hipoksia ibu
b. Keracunan CO2
c. Hipotensi akibat perdarahan
d. Gangguan kontraksi uterus
e. Usia ibu kurang dari 20 tahun atau lebih dari 35 tahun
f. Hipertensi pada penyakit eklampsia
2. Faktor plasenta
a. Plasenta tipis
b. Plasenta kecil
c. Plasenta tidak menempel
d. Solusio plasenta
e. Perdarahan plasenta
3. Faktor fetus
a. Kompresi umbilikus
b. Tali pusat menumbung
c. Tali pusat melilit leher
d. Kompresi tali pusat antara janin dan jalan lahir
4. Faktor neonatus
a. Prematur
b. Kelainan kongential
c. Pemakaian obat anestesi
d. Trauma yang terjadi akibat persalinan
XIII. FAKTOR PREDISPOSISI
1) Faktor dari ibu
a. Gangguan his, misalnya: hipertoni dan tetani
b. Hipotensi mandadak pada ibu karena perdarahan, misalnya: plasenta previa
c. Hipertensi pada eklampsia
d. Gangguan mendadak pada plasenta seperti solusio plasentae
2) Faktor dari janin
a. Gangguan aliran darah dalam tali pusat karena tekanan tali pusat
b. Depresi pernafasan karena obat – obatan yang diberikan kepada ibu
c. Ketuban keruh
XIV. MANIFESTASI KLINIS
1. Pada Kehamilan
Denyut jantung janin lebih cepat dari 160 x/mnt atau kurang dari 100
x/mnt, halus dan ireguler serta adanya pengeluaran mekonium.
a. Jika DJJ normal dan ada mekonium : janin mulai asfiksia
b. Jika DJJ 160 x/mnt ke atas dan ada mekonium : janin sedang asfiksia
c. Jika DJJ 100 x/mnt ke bawah dan ada mekonium : janin dalam gawat
2. Pada bayi setelah lahir
a. Bayi pucat dan kebiru-biruan
b. Usaha bernafas minimal atau tidak ada
c. Hipoksia
XV. PATOFISIOLOGI
Bila janin kekurangan O2 dan kadar CO2 bertambah, timbulah rangsangan
terhadap nervus vagus sehingga DJJ (denyut jantung janin) menjadi lambat. Jika
kekurangan O2 terus berlangsung maka nervus vagus tidak dapat dipengaruhi
lagi.Timbulah kini rangsangan dari nervus simpatikus sehingga DJJ menjadi lebih
cepat akhirnya ireguler dan menghilang. Janin akan mengadakan pernafasan
intrauterin dan bila kita periksa kemudian terdapat banyak air ketuban dan
mekonium dalam paru, bronkus tersumbat dan terjadi atelektasis. Bila janin lahir,
alveoli tidak berkembang.
Apabila asfiksia berlanjut, gerakan pernafasan akan ganti, denyut jantung mulai
menurun sedangkan tonus neuromuskuler berkurang secara berangsur-angsur dan
bayi memasuki periode apneu primer.
3 Ketidakseimbangan Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x 24 1. Berikan cairan melalui IVFD, glukosa 10%.
nutrisi: kurang dari jam diharapkan Ketidakseimbangan nutrisi dapat Rasional: untuk menggantikan kalori yang tidak
kebutuhan tubuh teratasi dengan kriteria hasil: didapat oleh oral.
b.d reflek ( 1008) Status Nutrisi Bayi Asupan Makanan & 2. Kaji kesiapan bayi untuk minum. Rasional:
menghisap lemah Cairan mengtahui reflek hisap.
Indikator Awal Akhir 3. Berikan minum sesuai jadwal. Rasional:
(100801) Asupan makanan 2 4 memberikan nutrisi tambahan tambahan melalui
dan cairan secara oral/ oral
tube feeding/selang 4. Kolaborasi dengan ahli gizi dalam pemberian
(100010) penambahan 3 5 nutrisi. Rasional: pemberian nutrisi dilakukan
berat badan sesuai usia dengan perhitungan yang tepat.
(100009) Fekal Feses cair, 2 4 5. Timbang berat badan. Rasional: mengetahui
kuning, dan bererat/hari status nutrisi.
sesuai usia 6. Berikan penjelasan kepada keluarga mengenai
status gizi dan pentingnya untuk memenuhi
Keterangan : kebutuhan gizi. Rasional: menambah
1 (tidak adekuat) pengetahauan keluarga.
2 (sedikit adekuat)
3 (cukup adekuat)
4 (sebagian besar adekuat)
5 (sepenuhnya adekuat)
4 Resiko kekurangan Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x 24 1. Kaji turgor kulit. Rasional: mengetahui tanda
volume cairan b.d jam diharapkan kekurangan volume cairan dapat teratasi dehidrasi
kehilangan cairan dengan kriteria hasil: 2. Pertahankan pemberian cairan IVFD. Rasional:
sensible dan ( 0601) keseimbangan Cairan mempertahankan kebutuhan cairan tubuh
insensible Indikator Awal Akhir 3. Pertahankan tetesan infus secara stabil. Rasional:
(060107) kesimbangan 3 4 untuk mencegah kelebihan atau kekurangan
intake dan output dalam 24 cairan.
jam 4. Monitor intake dan output cairan. Rasional:
(060116) turgor kulit 3 5 Catatan intake dan output cairan penting untuk
(060109) berat badan 2 4 menentukan ketidakseimbangan cairan sebagai
stabil 4 5 dasar untuk penggantian cairan.
(060119) serum elektrolit 5. Beri minum sesuai jadwal. Rasional: mencegah
terjadinya kekurangan cairan.
6. Lakukan pemeriksaan sodium dan potassium
Keterangan : setiap 12 atau 24 jam. Rasional: Peningkatan
1 (sangat terganggu) tingkat sodium dan potassium mengindikasikan
2 (banyak terganggu) terjadinya dehidrasi dan potensial
3 (cukup terganggu) ketidakseimbangan elektrolit.
4 (sedikit terganggu) 7. Berikan penjelasan kepada keluarga tentang
5 (tidak terganggu) pentingnya memenuhi kebutuhan cairan bayi.
Rasional: menambah pengetahuan keluarga.
5 Resiko gangguan Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x 24 1) Tempatkan bayi pada tempat yang hangat.
termoregulasi: jam diharapkan gangguan termoregulasi dapat teratasi Rasional: mencegah terjadinya hipotermi.
hipotermi b.d dengan kriteria hasil: 2) Atur suhu incubator. Rasional: menjaga
belum ( 1923) Kontrol Resiko: ;hipotermi kestabilan suhu tubuh.
terbentuknya Indikator Awal Akhir 3) Berikan pakaian yang hangat dan kering.
lapisan lemak pada (192307) mengetahui 4 5 Rasional: menjaga bayi tetap hangat.
kulit hubungan usia dengan 4) Pantau selalu suhu tubuh. Rasional:
memonitor perkembangan suhu tubuh bayi.
suhu tubuh
(192308) memodifikasi 3 5
lingkungan sekitar untuk
meningkatkan
penyimpanan panas
(192315) memakai 4 5
pakaian yang sesuai untuk
melindungi kulit.
(0407) perfusi jaringan : 4 5
Perifer
(0802) tanda-tanda vital 4 5
dalam kisaran normal
Keterangan :
1 (tidak pernah menunjukan)
2 (jarang menunjukan)
3 (kadang-kadang menunjukan)
4 (sering menunjukan )
5 (secara konsisten menunjukan)
DAFTAR PUSTAKA
1. Mansjoer. (2002). Kapita selekta kedokteran. Edisi III. Jakarta: FKUI.: EGC.
2. Suriadi dan Yuliani, R. 2001. Asuhan Keperawatan Pada Anak, edisi 1 Jakarta : CV
Sagung Seto.
3. Christian.2013. Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Idiopatic Respiratory Distress
Syindrom (IRDS), diakses pada tanggal 09 maret 2014.
<christianjake.blogspot.com/09/Asuhan-Keperawatan-pada-Klien-dengan.html>.
4. Melson, A. Kathryn & Marie S. Jaffe, Maternal Infant Health Care Planning, Second
Edition,
5. Springhouse Corporation, Pennsylvania, 1994
6. http://askep-askeb-kita.blogspot.com/
7. http://cup35.blogspot.com/2010/10/asuhan-keperawatan-anak-dengan_18.html.