PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Berat badan merupakan salah satu indikator kesehatan pada bayi
yang baru lahir. Rerata berat badan bayi yang normal adalah sekitar 3.200
gram. Secara dasar, bayi dengan berat lahir yang rendah dan bayi dengan
berat badan yang berlebihan yaitu lebih dari 3.800 gram mempunyai risiko
yang lebih besar untuk mengalami masalah kesehatan.
Menurut World Health Organization (WHO) tahun 2013, sekitar
15 juta bayi dilahirkan di dunia setiap tahun. Lebih satu juta dari bayi
tersebut meninggal segera setelah dilahirkan dan banyak yang tidak
terhitung jumlahnya menderita kecacatan sepanjang hayat secara fisik atau
neurologis. Angka Kematian Bayi (AKB) di Indonesia masih cukup
tinggi. Berdasarkan SDKI 2007, pada tahun 1990 angka kematian bayi
adalah sebesar 68 per 1.000 kelahiran hidup. Pada tahun 2007, Angka
Kematian Bayi (AKB) menjadi 34 per 1.000 kelahiran hidup. Walaupun
angka ini lebih rendah dari tahun 1990, penurunan ini masih jauh dari
target Millenium Development Goals (MDG) tahun 2015 dimana AKB
diharapkan turun menjadi 23 per 1.000 kelahiran hidup (Depkes RI, 2012).
BBLR termasuk salah satu faktor utama dalam peningkatan
mortalitas dan morbiditas bayi dan anak serta memberikan dampak jangka
panjang dalam kehidupannya. Analisa statistik menunjukkan bahwa 90%
kejadian BBLR terjadi di negara berkembang dan angka kematiannya
adalah 35 kali lipat dibandingkan dengan bayi yang lahir dengan berat
badan lahir yang lebih dari 2,500 gram (Muyawan, 2009 dalam Cendekia,
2012).
Angka kejadian BBLR di Indonesia sangat bervariasi antara satu
daerah dengan daerah yang lain, yaitu sekitar 9-30 % hasil studi dari 7
tempat multicenter didapatkan angka BBLR dengan rentang 2,1-17,2%.
Secara nasional berdasarkan analisa lanjut yang dilakukan Survei
1
2
4
5
BBLR
4. Komplikasi
a. Sindrom aspirasi mekonium, asfiksia neonatorum, sindrom distres
respirasi, penyakit membran hialin
b. Dismatur preterm terutama bila masa gestasinya kurang dari 35 minggu
c. Hiperbilirubinemia, patent ductus arteriosus, perdarahan ventrikel otak
d. Hipotermia, Hipoglikemia, Hipokalsemia, Anemi, gangguan pembekuan
darah
e. Infeksi, retrolental fibroplasia, necrotizing enterocolitis (NEC)
f. Bronchopulmonary dysplasia, malformasi konginetal
B. HIPERTERMI
1. Pengertian
Hipertermi adalah suatu keadaan dimana seseorang mengalami atau
berisiko untuk mengalami kenaikan suhu tubuh secara terus-menerus lebih
tinggi dari 370C (peroral) atau 38.80C (perrektal) karena peningkatan
kerentanan terhadap faktor-faktor eksternal.
2. Etiologi
a. Dehidrasi
b. Perubahan mekanisme pengaturan panas sentral yang berhubungan
dengan trauma lahir dan obat-obatan
c. Infeksi oleh bacteria, virus atau protozoa.
d. Peradangan
e. Ketidak efektifan suhu sekunder pada usia lanjut
f. Kerusakan jaringan misalnya demam rematik pada pireksia, terdapat
peningkatan produksi panas dan penurunan kehilangan panas pada
suhu febris.
3. Manifestasi Klinis
a. Suhu tinggi 37.80C (1000F) peroral atau 38.80C (1010F)
b. Taki kardia
c. Kulit kemerahan
d. Hangat pada sentuhan
7
e. Menggigil
f. Dehidrasi
g. Kehilangan nafsu makan
4. Proses Terjadi Hipertermi
Fase I: awal (awitan dingin atau menggigil) peningkatan denyut jantung,
peningkatan laju dan kedalaman pernafasan, menggigil akibat tegangan
dan kontraksi otot, kulit pucat dan dingin karena vasokontriksi, merasakan
sensasi dingin, dasar kuku mengalami sianosis karena vasokontriksi,
rambut kulit berdiri, pengeluaran keringat berlebihan, peningkatan suhu
tubuh
Fase II: proses demam, proses menggigil lenyap, kulit terasa hangat /
panas, merasa tidak panas atau dingin, peningkatan nadi dan laju
pernafasan, peningkatan rasa haus, dehidrasi ringan hingga berat,
mengantuk, delirium, atau kejang akibat iritasi sel saraf, lesi mulut
herpetic, kehilangan nafsu makan ( jika demam memanjang ), kelemahan,
keletihan, dan nyeri ringan pada otot akibat katabolisme protein
Fase III: pemulihan, kulit tampak merah dan hangat, berkeringat,
menggigil ringan, kemungkinan mengalami dehidrasi