Anda di halaman 1dari 16

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

I.

KONSEP MEDIS
A. Pengertian
Respiratory Distress Syndrome (RDS) disebut juga Hyaline Membrane
Disease (HMD), merupakan sindrom gawat napas yang disebabkan
defisiensi surfaktan terutama pada bayi yang lahir dengan masa gestasi
yang kurang (Mansjoer, 2002).
Respiratory distress syndrom yang idiopatik dikenal juga sebagai Hyalin
Membrane Disease, merupakan keadaan akut yang terutama ditemukan
pada bayi prematur saat lahir atau segera setelah lahir, lebih sering pada
bayi dengan usia gestasi dibawah 32 minggu yang mempunyai berat
dibawah 1500 gram (Suriadi dan Yulianni, 2006).
Sindrom Distres Pernapasan adalah sekumpulan temuan klinis, radiologis,
dan histologis yang terjadi terutama akibat ketidakmaturan paru dengan
unit pernapasan yang kecil dan sulit mengembang dan tidak menyisakan
udara diantara usaha napas (Bobak, 2005).
Jadi berdasarkan dari beberapa sumber dapat disimpulkan bahwa RDS
adalah

penyakit

yang

disebabkan

oleh

ketidakmaturan

dan

ketidakmampuan sel untuk menghasilkan surfaktan yang memadai


biasanya terjadi pada bayi dengan usia gestasi yang kurang.

B. Anatomi Fisiologi Paru


Paru-paru merupakan alat pernapasan utama. Paru-paru terletak
sedemikian

rupa

sehingga

setiap

paru-paru

berada

di

samping

mediastinum. Oleh karenanya, masing-masing paru-paru dipisahkan satu


sama lain oleh jantung dan pembuluh-pembuluh besar serta strukturstruktur lain dalam mediastinum. Masing-masing paru-paru berbentuk

konus dan diliputi oleh pleura viseralis. Paru-paru terbenam bebas dalam
rongga pleuranya sendiri, dan hanya dilekatkan ke mediastinum oleh
radiks pulmonalis. Masing-masing paru-paru mempunyai apeks yang
tumpul, menjorok ke atas dan masuk ke leher sekitar 2,5 cm di atas
klavikula. Di pertengahan permukaan medial, terdapat hilus pulmonalis,
suatu lekukan tempat masuknya bronkus, pembuluh darah dan saraf ke
paru-paru untuk membentuk radiks pulmonalis. Paru-paru kanan sedikit
lebih besar dari paru-paru kiri dan dibagi oleh fisura oblikua dan fisura
horisontalis menjadi 3 lobus, yaitu lobus superior, medius dan inferior.
Sedangkan paru-paru kiri dibagi oleh fisura oblikua menjadi 2 lobus, yaitu
lobus superior dan inferior.Paru paru berasal dari titik tumbuh yang
muncul dari pharynx, yang bercabang dan kemudian bercabang kembali
membentuk struktur percabangan bronkus. Proses ini terus berlanjut terus
berlanjut setelah kelahiran hingga sekitar usia 8 tahun sampai jumlah
bronkiolus dan alveolus akan sepenuhnya berkembang, walaupun janin
memperlihatkan adanya bukti gerakan nafas sepanjang trimester kedua dan
ketiga. Ketidak matangan paru paru akan mengurangi peluang
kelangsungan hidup bayi baru lahir sebelum usia24 minggu yang
disebabkan oleh keterbatasan permukaan alveolus, ketidakmatangan
sistem kapiler paru paru dan tidak mencukupinya jumlah surfaktan.
Upaya pernapasan pertama seorang bayi berfungsi untuk: Mengeluarkan
cairan dalam paru, Mengembangkan jaringan alveolus paru paru untuk
pertama kali.
Agar alveolus daoat berfungsi, harus terdapat surfaktan yang cukup
dan aliran darah ke paru- paru. Produksi surfaktan dimulai pada 20 minggu
kehamilan dan jumlahnya akan meningkat sampai paru- paru matang
sekitar 30 -34 minggu kehamilan. Surfaktan ini mengurangi tekanan
permukaan paru dan membantu untuk menstabilkan dinding alveolus
sehingga tidak kolaps pada akhir pernapasan. Tanpa surfaktan alveoli akan
kolaps setiap saat setelah akhir setiap pernapasan, yang menyebabkan sulit

bernapas. Peningkatan kebutuhan energi ini memerlukan penggunaan lebih


banyak oksigen dan glukosa. Berbagai peningkatan ini menyebabkan
steress pada bayi yang sebelumnya sudah terganggu.
Pada bayi cukup bulan, mempunyai cairan di dalam paru parunya.
Pada saat bayi melalui jalan lahir selama persalinan, sekitar sepertiga
cairan ini diperas keluar dari paru paru. Pada bayi yang dilahirkan
melalui seksio sesaria kehilangan keuntungan dari kompresi rongga dada
dapat menderita paru- paru basah dalam jangka waktu lebih lama. Dengan
sisa cairan di dalam paru paru dikeluarkan dari paru dan diserap oleh
pembulu limfe dan darah. Semua alveolus paru paru akan berkembang
terisi udara sesuai dengan perjalanan waktu.

C. Etiolog
Menurut Suriadi dan Yulianni (2006) etiologi dari RDS yaitu:
1. Ketidakmampuan paru untuk mengembang dan alveoli terbuka.
2. Alveoli masih kecil sehingga mengalami kesulitan berkembang dan
pengembangan kurang sempurna. Fungsi surfaktan untuk menjaga agar
kantong alveoli tetap berkembang dan berisi udara, sehingga pada bayi
prematur dimana surfaktan masih belum berkembang menyebabkan
daya berkembang paru kurang dan bayi akan mengalami sesak nafas.
3. Membran hialin berisi debris dari sel yang nekrosis yang tertangkap
dalam proteinaceous filtrat serum (saringan serum protein), di fagosit
oleh makrofag.
4. Berat badan bayi lahir kurang dari 2500 gram.
5. Adanya kelainan di dalam dan di luar paru
Kelainan dalam paru yang menunjukan sindrom ini adalah
pneumothoraks/pneumomediastinum,
(PMH).
6. Bayi prematur atau kurang bulan

penyakit

membran

hialin

Prematuritas dengan paru-paru yang imatur (gestasi dibawah 32


minggu) dan tidak adanya, gangguan atau defisiensi surfactant.
7. Bayi prematur yang lahir dengan operasi Caesar
Karena dadanya tidak mengalami kompresi oleh jalan lahir sehingga
menghambat pengeluaran cairan dari dalam paru.

D. Patofisiologi
1. Proses penyakit
Faktor-faktor yang memudahkan terjadinya HMD pada bayi prematur
disebabkan oleh alveoli masih kecil sehingga kesulitan berkembang,
pengembangan kurang sempurna karena dinding thorax masih lemah,
produksi

surfaktan

kurang

sempurna.

Kekurangan

surfaktan

mengakibatkan kolaps pada alveolus sehingga paru-paru menjadi kaku.


Hal tersebut menyebabkan perubahan fisiologi paru sehingga daya
pengembangan paru (compliance) menurun 25% dari normal,
pernafasan menjadi berat, shunting intrapulmonal meningkat dan
terjadi hipoksemia berat, hipoventilasi yang menyebabkan asidosis
respiratorik. Telah diketahui bahwa surfaktan mengandung 90%
fosfolipid dan 10% protein, lipoprotein ini berfungsi menurunkan
tegangan permukaan dan menjaga agar alveoli tetap mengembang.
Secara makroskopik, paru-paru nampak tidak berisi udara dan
berwarna kemerahan seperti hati. Oleh sebab itu paru-paru
memerlukan tekanan pembukaan yang tinggi untuk mengembang.
Secara histologi, adanya atelektasis yang luas dari rongga udara bagian
distal menyebabkan edema interstisial dan kongesti dinding alveoli
sehingga menyebabkan desquamasi dari epithel sel alveoli type
II. Dilatasi duktus alveoli, tetapi alveoli menjadi tertarik karena adanya
defisiensi surfaktan ini. Dengan adanya atelektasis yang progresif
dengan

barotrauma

atau volutrauma

dan keracunan

oksigen,

menyebabkan kerosakan pada endothelial dan epithelial sel jalan

pernafasan bagian distal sehingga menyebabkan eksudasi matriks


fibrin yang berasal dari darah. Membran hyaline yang meliputi alveoli
dibentuk dalam satu setengah jam setelah lahir. Epithelium mulai
membaik dan surfaktan mulai dibentuk pada 36- 72 jam setelah lahir.
Proses penyembuhan ini adalah komplek; pada bayi yang immatur dan
mengalami sakit yang berat dan bayi yang dilahirkan dari ibu dengan
chorioamnionitis sering berlanjut menjadi Bronchopulmonal Displasia
(BPD).

E. Manifestasi klinis
Berat dan ringannya gejala klinis pada penyakit RDS ini sangat
dipengaruhi oleh tingkat maturitas paru. Semakin rendah berat badan dan
usia kehamilan, semakin berat gejala klinis yang ditujukan. Manifestasi
dari HMD disebabkan adanya atelektasis alveoli, edema, dan kerosakan sel
dan selanjutnya menyebabkan kebocoran serum protein ke dalam alveoli
sehingga menghambat fungsi surfaktan. Gejala klinikal yang timbul yaitu :
adanya sesak nafas pada bayi prematur segera setelah lahir, yang ditandai
dengan takipnea (> 60 x/minit), pernafasan cuping hidung, grunting,
retraksi dinding dada, dan sianosis, dan gejala menetap dalam 48-96 jam
pertama setelah lahir. Berdasarkan foto thorak, menurut kriteria Bomsel
ada 4 stadium HMD/RDS yaitu:
a. Terdapat sedikit bercak retikulogranular dan sedikit bronchogram
udara.
b. Bercak retikulogranular homogen pada kedua lapangan paru dan
gambaran airbronchogram udara terlihat lebih jelas dan meluas sampai
ke perifer menutupi bayangan jantung dengan penurunan aerasi paru.
c. Alveoli yang kolaps bergabung sehingga kedua lapangan paru terlihat
lebih opaque dan bayangan jantung hampir tak terlihat, bronchogram
udara lebih luas. keempat, seluruh thorax sangat opaque (white lung)
sehingga jantung tak dapat dilihat.

Tanda dan gejala yang muncul dari HMD adalah:


a. respiratorik karena ( CO2 ) karbondioksida banyak terbang
Penurunan Compliance Paru
b. Dispnoe Berat/tacypnoe
c. Pernapasan yang dangkal

dan cepat

pada

mulanya

yang

menyebabkan alkalosis.
d. Peningkatan kecepatan penapasan
e. Nafasnya pendek dan ketika menghembuskan nafas terdengar suara
ngorok
f. Kulit kehitaman akibat hipoksia/cianosis central
g. Retraksi dada setiap kali bernapas
h. Napas cuping hidung
i. Takipnea ( > 60x/mnt)
j. Murmur

F. Komplikasi
Menurut Suriadi dan Yulianni (2006) komplikasi yang kemungkinan
terjadi pada RDS yaitu:
a. Komplikasi jangka pendek
1. Kebocoran alveoli
Apabila

dicurigai

terjadi

kebocoran

udara

(pneumothorak,

pneumomediastinum, pneumopericardium, emfisema interstitial),


pada bayi dengan HMD yang tiba-tiba memburuk dengan gejala
klinikal hipotensi, apnea, atau bradikardi atau adanya asidosis yang
menetap.
2. Jangkitan penyakit karena keadaan penderita yang memburuk dan
adanya perubahan jumlah leukosit dan thrombositopeni. Infeksi

dapat timbul kerana tindakan invasif seperti pemasangan jarum


vena, kateter, dan alat-alat respirasi.
3. Perdarahan

intrakranial

dan

leukomalacia

periventrikular:

perdarahan intraventrikuler terjadi pada 20-40% bayi prematur


dengan frekuensi terbanyak pada bayi HMD dengan ventilasi
mekanik.

b. Komplikasi jangka panjang


Komplikasi jangka panjang dapat disebabkan oleh keracunan oksigen,
tekanan yang tinggi dalam paru, memberatkan penyakit dan
kekurangan oksigen yang menuju ke otak dan organ lain. Komplikasi
jangka panjang yang sering terjadi yaitu:
1. Bronchopulmonary Dysplasia (BPD)
Merupakan penyakit paru kronik yang disebabkan pemakaian
oksigen pada bayi dengan masa gestasi 36 minggu. BPD
berhubungan dengan tingginya volume dan tekanan yang
digunakan pada waktu menggunakan ventilasi mekanik, adanya
infeksi, inflamasi, dan defisiensi vitamin A. Insiden BPD
meningkat dengan menurunnya masa gestasi.
2. Retinopathy prematur

Kegagalan fungsi neurologi, terjadi sekitar 10-70% bayi yang


berhubungan dengan masa gestasi, adanya hipoxia, komplikasi
intrakranial, dan adanya infeksi

G. Pemeriksaan Penunjang
1.
2.
3.
4.

Darah
Urine dan glukosa darah ( untuk mengetahui hipoglikemia )
Kalsium serum ( untuk meningkatkan hipokalsemia )
Analisis gas darah ( menentukan PH serum )
Analisa Gas Darah, PaO2 ( tes untuk hipoksia ) kurang dari 50
mmHg, PaCO2 kurang dari 60 mmHg, saturasi oksigen 92% -

94%, pH 7,31 7,4


5. Level Potasium
Level pottasium, meningkat sebagai hasil dari release potassium
dari sel alveolar yang rusak.
6. Seri Rontgen Dada : untuk melihat densitas atelektasis dan elevasi
diaphragma dengan overdistensi duktus alveolar.
7. Bronchogram udara untuk menentukan ventilasi jalan nafas
H. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan Medis
1.

Antibiotika untuk mencegah infeksi sekunder


Setiap penderita HMD perlu mendapat antibiotika untuk mencegah
terjadinya infeksi sekunder. Antibiotik diberikan adalah yang
mempunyai
U/KgBB/hari)

spektrum
atau

luas

ampicilin

gentamisin (3-5 mg/KgBB/hari).

penisilin
(100

(50.000

U-100.000

mg/KgBB/hari)

dengan

Antibiotik diberikan selama bayi mendapatkan cairan intravena


sampai gejala gangguan nafas tidak ditemukan lagi.
2.

Furosemid untuk memfasilitasi reduksi cairan ginjal dan menurunkan


cairan paru

3.

Fenobarbital

4.

Vitamin E untuk menurunkan produksi radikal bebas oksigen

5.

Metilksantin ( teofilin dan kafein ) untuk mengobati apnea dan untuk


pemberhentian dari pemakaian ventilasi mekanik

6.

Pemberian Surfaktan Buatan


Berdasar atas penelitian Fujiwara (1980) dan Morley (1981).
Surfaktan artifisial yang dibuat dari dipalmitoilfosfatidilkolin dan
fosfatidilgliserol dengan perbandingan 7 : 3.Bayi tersebut diberi
surfaktan artifisial sebanyak 25 mg dosis tunggal dengan
menyemprotkan ke dalam trakea penderita.
surfaktan eksogen adalah derivate dari sumber alami misalnya
manusia ( di dapat dari cairan amnion atau paru sapi,tetapi bisa juga
berbentuk surfakatan buatan ).Surfaktan ini disemprotkan ke dalam
trakea dengan dosis 60 mg/KgBB.

7.

Pemberian Oksigen
Oksigen mempunyai pengaruh yang kompleks terhadap bayi baru
lahir. Pemberian O2 yang terlalu banyak dapat menimbulkan

komplikasi yang tidak diinginkan seperti fibrosis paru, kerusakan


retina (retrolental fibroplasta) dan lain-lain.
8.

Untuk mencegah timbulnya komplikasi ini, pemberian O2 sebaiknya


diikuti dengan :
a.

Pemeriksaan tekanan O2 arterial (PaO2) secara teratur.

b.

Konsentrasi O2 yang diberikan harus dijaga agar cukup untuk


mempertahankan tekanan PaO2 antara 80 100 mmHg.

c.

Bila fasilitas untuk pemeriksaan tekanan gas arterial tidak ada,


O2 dapat diberikan sampai gejala cyanosis menghilang.

Penatalaksanaan Keperawatan
a. Pengobatan RDS diarahkan untuk pencegahan
b. Pencegahan Penyebab lain dari kematian bayi antara lain adalah
perhatian terhadap di mana dan dalam posisi apa bayi ditempatkan
dan usaha-usaha untuk mencegah penganiyayaan anak.
c. Pemberian minum per oral tidak diperbolehkan selama fase akut
penyakit, karena dapat menyebabkan aspirasi. Pemberian minum
dapat diberikan melalui parenteral.
d. Tindakan Pendukung yang Krusial
1) Mempertahankan ventilasi dan oksigenisasi adekuat
2) Mempertahankan keseimbangan asam-basa
3) Mempertahankan suhu lingkungan netral
4) Mempertahankan perfusi jaringan yang adekuat

5) Mencegah hipotermia
6) Mempertahankan cairan dan elektrolit yang adekuat

II.

KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN


A. Pengkajian
1. Pemeriksaan fisik
Pada pemeriksaan fisik akan ditemukan takhipneu, pernafasan
mendengkur, retraksi subkostal/interkostal, pernafasan cuping hidung,
sianosis dan pucat, hipotonus, apneu, gerakan tubuh berirama, sulit
bernafas dan sentakan dagu. Pada awalnya suara nafas mungkin
normal kemudian dengan menurunnya pertukaran udara, nafas menjadi
parau dan pernapasan dalam. Pengkajian fisik pada bayi dan anak
dengan kegawatan pernafasan dapat dilihat dari penilaian fungsi
respirasi dan penilaian fungsi kardiovaskuler. Penilaian fungsi respirasi
meliputi:
a. Frekuensi nafas
Takhipneu adalah manifestasi awal distress pernafasan pada bayi.
Takhipneu tanpa tanda lain berupa distress pernafasan merupakan
usaha kompensasi terhadap terjadinya asidosis metabolik seperti
pada syok, diare, dehidrasi, ketoasidosis, diabetikum, keracunan
salisilat, dan insufisiensi ginjal kronik. Frekuensi nafas yang sangat

lambat dan ireguler sering terjadi pada hipotermi, kelelahan dan


depresi SSP yang merupakan tanda memburuknya keadaan klinik

b. Mekanika usaha pernafasan


Meningkatnya usaha nafas ditandai dengan respirasi cuping
hidung, retraksi dinding dada, yang sering dijumpai pada obtruksi
jalan nafas dan penyakit alveolar. Anggukan kepala ke atas,
merintih, stridor dan ekspansi memanjang menandakan terjadi
gangguan mekanik usaha pernafasan.
c. Warna kulit/ membran mukosa
Pada keadaan perfusi dan hipoksemia, warna kulit tubuh terlihat
berbercak (mottled), tangan dan kaki terlihat kelabu, pucat dan
teraba dingin.
B. Diagnosa keperawatan
Diagnosa keperawatan dari HMD/RDS yang muncul menurut Suriadi dan
Yulianni (2006) yaitu:
1. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan imatur paru dan
dinding dada atau kurangnya jumlah cairan surfaktan.
2. Tidak efektif bersihan jalan nafas berhubungan dengan obstruksi atau
pemasangan intubasi trakea yang kurang tepat dan adanya secret pada
jalan napas.

3. Tidak efektif pola napas berhubungan dengan ketidaksamaan nafas


bayi dan ventilator, dan posisi bantuan bentilator yang kurang tepat.
4. Resiko kurangnya volume cairan berhubungan dengan hilangnya
cairan yang tanpa disadari (IWL).
5. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
ketidakmampuan menelan, motilitas gastrik menurun, dan penyerapan.
C. Perencanaan
1. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan imatur paru dan
dinding dada atau kurangnya jumlah cairan surfaktan.
Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam
diharapkan pola nafas efektif.
Kriteria hasil:
a)

Jalan nafas bersih

b)

Frekuensi jantung 100-140 x/menit

c)

Pernapasan 40-60 x/menit

d)

Takipneu atau apneu tidak ada

e)

Sianosis tidak

Intervensi:
a.

Posisikan untuk pertukaran udara yang optimal; tempatkan pada


posisi telentang dengan leher sedikit ekstensi dan hidung
menghadap keatap dalam posisi mengendus.
Rasional: untuk mencegah adanya penyempitan jalan nafas.

b.

Hindari hiperekstensi leher.


Rasional: karena akan mengurangi diameter trakea.

c. Observasi adanya penyimpangan dari fungsi yang diinginkan,


kenali tanda-tanda distres misalnya: mengorok, pernafasan cuping
hidung, apnea.
Rasional: memastikan posisi sesuai dengan yang diinginkan dan
mencegah terjadinya distres pernafasan
d. Lakukan penghisapan mukus.
Rasional: menghilangkan

mukus

yang

terakumulasi

dari

nasofaring, trakea, dan selang endotrakeal.


e. Penghisapan selang endotrakeal sebelum pemberian surfaktan
Rasional: memastikan bahwa jalan napas bersih.
2. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan hilangnya
fungsi jalan nafas, peningkatan sekret pulmonal, peningkatan resistensi
jalan nafas ditandai dengan: dispneu, perubahan pola nafas,
penggunaan otot pernafasan, batuk dengan atau tanpa sputum,
cyanosis.
Tujuan: Pasien dapat mempertahankan jalan nafas dengan bunyi nafas
yang jernih dan ronchi (-).
Kriteria hasil:
a. Pasien bebas dari dispneu
b. Mengeluarkan sekret tanpa kesulitan

c. Memperlihatkan tingkah laku dan mempertahankan jalan nafas.


Intervensi
a. Catat perubahan dalam bernafas dan pola nafasnya.
Rasional: Penggunaan otot-otot interkostal/abdominal/leher
dapat meningkatkan usaha dalam bernafas.
b. Observasi dari penurunan pengembangan dada dan peningkatan
fremitu.
Rasional: Pengembangan dada dapat menjadi batas dari
akumulasi cairan dan adanya cairan dapat meningkatkan
fremitus.
c. Catat karakteristik dari suara nafas.
Rasional: Suara nafas terjadi karena adanya aliran udara
melewati batang tracheo branchial dan juga karena adanya
cairan, mukus atau sumbatan lain dari saluran nafas.
d. Catat karakteristik dari batuk
Rasional: Karakteristik batuk dapat merubah ketergantungan
pada penyebab dan etiologi dari jalan nafas. Adanya sputum
dapat dalam jumlah yang banyak, tebal dan purulent.
e. Pertahankan posisi tubuh/posisi kepala dan gunakan jalan nafas
tambahan bila perlu.
Rasional: Pemeliharaan jalan nafas bagian nafas dengan paten.

DAFTAR PUSTAKA

Betz, Cecily lyn, dan linda A. sowden 2009. Keperawatan pediatric, edisi 5.
Jakarta: EGC
Bobak, Lowdermik. 2005.Buku Ajar Keperawatan Maternitas Edisi 4.Jakarta :
EGC
Christian.2013. Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Idiopatic Respiratory
Doenges, Marilynn, dkk. 2010. Rencana Asuhan Keperawatan, edisi 8 .Jakarta :
EGC
Leifer, Gloria. 2007.Introduction to maternity & pediatricnursing . Saunders
Elsevier : St.Louis Missouri
Mansjoer. (2002). Kapita selekta kedokteran. Edisi III. Jakarta: FKUI.: EGC.
Ngastiyah, 2005, Perawatan Anak Sakit, EGC, Jakarta.
Prawawirohardjo, Sarwano. 2005.Ilmu Kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka
Suriadi dan Yuliani, R. 2006. Asuhan Keperawatan Pada Anak, edisi 1 Jakarta :
CV Sagung Seto.

Anda mungkin juga menyukai