Anda di halaman 1dari 25

LAPORAN PENDAHULUAN

HYALINE MEMBRAN DISEASE (HMD)

Disusun Oleh :

FINA SUSANTRI
NIM. 20300017

PROGRAM STUDI NERS TAHAP PROFESI


STIKES CITRA DELIMA BANGKA BELITUNG
TAHUN AJARAN 2020/2021
LAPORAN PENDAHULUAN
HYALINE MEMBRAN DISEASE (HMD)

A. Konsep Penyakit
1. Definisi
Hyaline Membrane Disease (HMD) atau disebut juga Respiratory
Distress Syndrome (RDS)merupakan hasil dari ketidakmaturan dari paru-
paru dimana terjadi gangguan pertukaran gas. Berdasarkan perkiraan 30%
dari kematian neonatus diakibatkan oleh HMD atau komplikasi yang
dihasilkannya (Behrman, 2017).
Hyaline Membrane Disease merupakan keadaan akut yang
terutama ditemukan pada bayi prematur saat lahir atau segera setelah lahir,
lebih sering pada bayi dengan usia gestasi dibawah 32 minggu yang
mempunyai berat badan dibawah 1500 gram.
Pada HMD dapat menyebabkan hipoksia yang menimbulkan
kerusakan endotel kapiler dan epitel duktus alveolus. Kerusakan ini
menyebabkan terjadinya transudasi ke dalam alveolus dan terbentuk
fibrin. Fibrin bersama-sama dengan jaringan epitel yang nekrotik
membentuk suatu lapisan yang disebut membran hialin (Bobak, 2018).
Hyaline Membrane Disease merupakan hal yang paling sering
terjadi pada bayi premature yang disebabkan karena defisiensi surfaktan
akibat perkembangan imatur pada sistem pernafasan atau tidak
adekuatnya jumlah surfaktan dalam paru.

2. Etiologi
Penyebab dari HMD ini diantaranya adalah sebagai berikut:
a. Prematuritas dengan paru-paru yang imatur (gestasi dibawah 32
minggu).
b. Gangguan atau defisiensi surfactan
c. Bayi prematur yang lahir dengan operasi caesar
d. Penurunan suplai oksigen saat janin atau saat kelahiran pada bayi
matur atau prematur.
3. Anatomi Fisiologi Paru-Paru

Paru-paru berada di dalam rongga dada manusia sebelah kanan


dan kiri yang dilindungi oleh tulang-tulang rusuk. Paru-paru terdiri dari
dua bagian, yaitu paru-paru kanan yang memiliki tiga lobus dan paru-paru
kiri memiliki dua lobus.
Paru-paru sebenarnya merupakan kumpulan gelembung alveolus
yang terbungkus oleh selaput yang disebut selaput pleura.

Fungsi Paru-Paru
Paru-paru merupakan organ yang sangat vital bagi kehidupan
manusia karena tanpa paru-paru manusia tidak dapat hidup. Dalam Sistem
Ekskresi, paru-paru berfungsi untuk mengeluarkan karbondioksida (CO2)
dan uap air (H2O).
Didalam paru-paru terjadi proses pertukaran antara gas oksigen
dan karbondioksida. Setelah membebaskan oksigen, sel-sel darah merah
menangkap karbondioksida sebagai hasil metabolisme tubuh yang akan
dibawa ke paru-paru. Di paru-paru karbondioksida dan uap air dilepaskan
dan dikeluarkan dari paru-paru melalui hidung.

Surfaktan
Surfaktan merupakan suatu bahan senyawa kimia yang memiliki
sifat permukaan aktif. Surfaktan mengandung 90% fosfolipid dan 10%
protein , lipoprotein ini berfungsi menurunkan tegangan permukaan dan
menjaga agar alveoli tetap mengembang.
Surfaktan biasanya didapatkan pada paru yang matur. Surfaktan
dibuat oleh sel alveolus tipe II yang mulai tumbuh pada gestasi 22-24
minggu dan mulai mengeluarkan keaktifan pada gestasi 24-26
minggu,yang mulai berfungsi pada masa gestasi 32-36 minggu. Produksi
surfaktan pada janin dikontrol oleh kortisol melalui reseptor kortisol yang
terdapat pada sel alveolus. Pada bayi premature, produksi surfaktan
seringkali tidak memadai guna mencegah alveolar collapse dan atelektasis
sehingga dapat terjadi Respitarory Distress Syndrome (RDS).

4. Manifestasi Klinis
Bayi penderita HMD biasanya bayi kurang bulan yang lahir
dengan berat badan antara 1200 – 2000 g dengan masa gestasi antara 30 –
36 minggu. Jarang ditemukan pada bayi dengan berat badan lebih dari
2500 g dan masa gestasi lebih dari 38 minggu. Gejala klinis biasanya
mulai terlihat pada beberapa jam pertama setelah lahir terutama pada
umur 6 – 8 jam. Gejala karakteristik mulai timbul pada usia 24 – 72 jam
dan setelah itu keadaan bayi mungkin memburuk atau mengalami
perbaikan. Apabila membaik gejala biasanya menghilang pada akhir
minggu pertama.
Gangguan pernafasan pada bayi terutama disebabkan oleh
atalektasis dan perforasi paru yang menurun. Keadaan ini akan
memperlihatkan keadaan klinis seperti
a. Dispnea atau hiperpnea
b. Sianosis
c. Retraksi suprasternal, epigastrium, intercostals
d. Rintihan saat ekspirasi (grunting)
e. Takipnea (frekuensi pernafasan . 60 x/menit)
f. Melemahnya udara napas yang masuk ke dalam paru
g. Mungkin pula terdengar bising jantung yang menandakan adanya
duktur arteriosus yang paten
h. Kardiomegali
i. Bradikardi (pada HMD berat)
j. Hipotensi
k. Tonus otot menurun
l. Edem.
Gejala HMD biasanya mencapai puncaknya pada hari ke-3.
Sesudahnya terjadi perbaikan perlahan-lahan. Perbaikan sering ditunjukan
dengan diuresis spontan dan kemampuan oksigenasi bayi dengan kadar
oksigenasi bayi yang lebih rendah.
Kelemahan jarang pada hari pertama sakit biasanya terjadi antara
hari ke-2 dan ke-3 dan disertai dengan kebocoran udara alveolar
(emfisema interstisial, pneumotoraks), perdarahan paru atau
interventrikuler.
Pada bayi extremely premature (berat badan lahir sangat rendah)
mungkin dapat berlanjut apnea, dan atau hipotermi. Pada HMD yang
tanpa komplikasi maka surfaktan akan tampak kembali dalam paru pada
umur 36-48 jam. Gejala dapat memburuk secara bertahap pada 24-36 jam
pertama. Selanjutnya bila kondisi stabil dalam 24 jam maka akan
membaik dalam 60-72 jam. Dan sembuh pada akhir minggu pertama.

5. PATOFISIOLOGI DAN PATOFLOW


Berbagai teori telah dikemukakan sebagai penyebab kelainan ini.
Pembentukan substansi surfaktan paru yang tidak sempurna dalam paru,
merupakan salah satu teori yang banyak dianut. Surfaktan ialah zat yang
memegang peranan dalam pengembangan paru dan merupakan suatu
kompleks yang terdiri dari protein, karbohidrat, dan lemak. Senyawa
utama zat tersebut ialah lesitin. Zat ini mulai dibentuk pada kehamilan 22
– 24 minggu dan mencapai maksimum pada minggu ke-35.
Gambar 1. Timeline Pembentukan surfaktan pada fetus
Surfaktan merupakan gabungan kompleks fosfolipid. Surfaktan
membuat stabil alveoli dan mencegahnya dari kolaps pada saat ekspirasi
dengan mengurangi tegangan. Dipalmitoylphophatidyl choline (DPPC)
merupakan komposisi utama dalam surfaktan yang mengurangi surface
tension. Surfaktan memiliki 4 surfactant-associated proteins yaitu SP - A,
SP - B, SP – C, dan SP – D. Surfaktan disintesis oleh sel alveolar tipe II
dengan proses multi-step dan mensekresi lamellar bodies, yang memiliki
kandungan fosfolipid yang tinggi. Lamellar bodies ini berikutnya diubah
menjadi lattice structure yang dinamakan tubular myelin. Penyebaran dan
adsorpi dari surfaktan merupakan karakteristik yang penting dalam
pembentukan monolayer yang stabil dalam alveolus.

Gambar 2. Fisiologi pembentukan surfaktan


Peranan surfaktan ialah untuk merendahkan tegangan permukaan
alveolus sehingga tidak terjadi kolaps dan mampu untuk menahan sisa
udara fungsionil pada akhir ekspirasi. Defisiensi substansi surfaktan yang
ditemukan pada penyakit membrane hialin menyebabkan kemampuan
paru untuk mempertahankan stabilitasnya terganggu. Alveolus akan
kembali kolaps setiap akhir ekspirasi, sehingga untuk pernafasan
berikutnya dibutuhkan tekanan negatif intratoraks yang lebih besar yang
disertai usaha inspirasi yang lebih kuat. Kolaps paru ini akan
menyebabkan terganggunya ventilasi sehingga terjadi hipoksia, retensi
CO2 dan asidosis. Hipoksia akan menimbulkan: (1) oksigenasi jaringan
menurun, sehingga akan terjadi metabolism anaerobic dengan
penimbunan asam laktat dan asan organic lainnya yang menyebabkan
terjadinya asidosis metabolik pada bayi, (2) kerusakan endotel kapiler dan
epitel duktus alveolaris yang akan menyebabkan terjadinya transudasi ke
dalam alveoli dan terbentuknya fibrin dan selanjutnya fibrin bersama-
sama dengan jaringan epitel yang nekrotik membentuk suatu lapisan yang
disebut membran hialin. Asidosis dan atelektasis juga menyebabkan
terganggunya sirkulasi darah dari dan ke jantung. Demikian pula aliran
darah paru akan menurun dan hal ini akan mengakibatkan berkurangnya
pembentukan substansi surfaktan.

Bayi Prematur

Alveoli masih kecil, dinding thorak masih lemah

Pengembangan paru kurang sempurna

Produksi surfaktan kurang sempurna


(penurunan produksi surfaktan)

Ketidakseimbangan inflasi saat inspirasi, dan


Kolaps alveoli saat ekspirasi
Paru-paru kaku

Perubahan fisiologis paru

Daya pengembangan paru (compliance) menurun

Ventilasi pulmonal terganggu

Metabolisme anaerob dengan penimbunan


Asam Laktat dan Asam Organik

Lebih banyak oksigen Asidosis Metabolik Pernafasan


berat
digunakan untuk
menghasilkan energi Kurang cadangan
Shunting intrapulmonal
glikogen dan lemak
meningkat
Bayi kelelahan
Respon menggigil bayi Gangguan
Pertukaran
Atelektasis berkurang Gas

Paru tidak mampu Bayi kehilangan


Mengeluarkan CO2 panas tubuh

Ventilasi menurun Thermoregulasi tidak efektif

Pola Nafas
Tidak Efek

6. Komplikasi
Komplikasi jangka pendek (akut ) dapat terjadi :
a. Ruptur alveoli : Bila dicurigai terjadi kebocoran udara
( pneumothorak, pneumomediastinum, pneumopericardium, emfisema
intersisiel ), pada bayi dengan RDS yang tiba2 memburuk dengan
gejala klinis hipotensi, apnea, atau bradikardi atau adanya asidosis
yang menetap.
b. Dapat timbul infeksi yang terjadi karena keadaan penderita yang
memburuk dan adanya perubahan jumlah leukosit dan
thrombositopeni. Infeksi dapat timbul karena tindakan invasiv seperti
pemasangan jarum vena, kateter, dan alat2 respirasi.
c. Perdarahan intrakranial dan leukomalacia periventrikular : perdarahan
intraventrikuler terjadi pada 20-40% bayi prematur dengan frekuensi
terbanyak pada bayi RDS dengan ventilasi mekanik.
d. PDA dengan peningkatan shunting dari kiri ke kanan merupakan
komplikasi bayi dengan RDS terutama pada bayi yang dihentikan
terapi surfaktannya.
Komplikasi jangka panjang dapat disebabkan oleh toksisitas
oksigen, tekanan yang tinggi dalam paru, memberatnya penyakit dan
kurangnya oksigen yang menuju ke otak dan organ lain. Komplikasi
jangka panjang yang sering terjadi :
a. Bronchopulmonary Dysplasia (BPD): merupakan penyakit paru
kronik yang disebabkan pemakaian oksigen pada bayi dengan masa
gestasi 36 minggu. BPD berhubungan dengan tingginya volume dan
tekanan yang digunakan pada waktu menggunakan ventilasi mekanik,
adanya infeksi, inflamasi, dan defisiensi vitamin A. Insiden BPD
meningkat dengan menurunnya masa gestasi.
b. Retinopathy premature
Kegagalan fungsi neurologi, terjadi sekitar 10-70% bayi yang
berhubungan dengan masa gestasi, adanya hipoxia, komplikasi
intrakranial, dan adanya infeksi.

7. Pemeriksaan Penunjang
a. Gambaran Rontgen
Berdasarkan foto thorak, menurut kriteria Bomsel ada 4
stadium HMD yaitu :
1) Stadium 1: Terdapat sedikit bercak retikulogranular dan sedikit
bronchogram udara
2) Stadium 2: Bercak retikulogranular homogen pada kedua lapangan
paru dan gambaran airbronchogram udara terlihat lebih jelas dan
meluas sampai ke perifer menutupi bayangan jantung dengan
penurunan aerasi paru
3) Stadium 3: Kumpulan alveoli yang kolaps bergabung sehingga
kedua lapangan paru terlihat lebih opaque dan bayangan jantung
hampir tak terlihat, bronchogram udara lebih luas
4) Stadium 4: Seluruh thorax sangat opaque ( white lung ) sehingga
jantung tak dapat dilihat

b. Laboratorium
Kimia darah :
1) Meningkatnya asam laktat dan asam organik lain > 45 mg/dl
2) Merendahnya bikarbonat standar
3) pH darah dibawah 7,2
4) PaO2 menurun
5) PaCO2 meninggi.
c. Echocardiografi
Echocardiografi dilakukan untuk mendiagnosa PDA dan
menentukan arah dan derajat pirau. Juga berguna untuk mendiagnosa
hipertensi pulmonal dan menyingkirkan kemungkinan adanya
kelainan struktural jantung.
d. Tes kocok (Shake test)
Dari aspirat lambung dapat dilakukan tes kocok. Aspirat
lambung diambil melalui nasogastrik tube pada neonatus sebanyak 0,5
ml. Lalu tambahkan 0,5 ml alkohol 96 %, dicampur di dalam tabung 4
ml, kemudian dikocok selama 15 detik dan didiamkan selama 15
menit.
Pembacaan :
1) Neonatus imatur : tidak ada gelembung 60 % resiko terjadi HMD
2) +1 : gelembung sangat kecil pada meniskus (< 1/3) 20 % resiko
terjadi HMD
3) +2 : gelembung satu derat, > 1/3 permukaan tabung
4) +3 : gelembung satu deret pada seluruh permukaan dan beberapa
gelembung pada dua deret
5) +4 : gelembung pada dua deret atau lebih pada seluruh
permukaan neonatus matur
e. Amniosentesis
Berbagai macam tes dapat dilakukan untuk memprediksi
kemungkinan terjadinya HMD, antara lain mengukur konsentrasi
lesitin dari cairan amnion dengan melakukan amniosentesis
(pemeriksaan antenatal). Rasio lesitin-spingomielin

8. Penatalaksanaan
Dasar tindakan ialah mempertahankan bayi dalam suasana
fisiologis sebaik-baiknya,agar bayi mampu melanjutkan perkembangan
paru dan organ lain sehingga dapat mengadakan adaptasi sendiri terhadap
sekitarnya
Tindakan yang perlu dikerjakan ialah:
a. Memberikan lingkungan yang optimal. Suhu tubuh bayi harus selalu
diusahakan agar tetap dalam batas normal (36,5 – 37C) dengan
meletakkan bayi di dalam inkubator. Humiditas ruangan juga harus
adekuat (70 – 80%).
b. Pemberian oksigen harus berhati-hati.
Prinsip: Oksigen mempunyai pengaruh yang kompleks terhadap bayi
yang baru lahir. Pemberian O2 yang terlalu banyak dapat menimbulkan
komplikasi yang tidak diinginkan seperti fibrosis paru
(bronchopulmonary dysplasia (BPD)), kerusakan retina (fibroplasi
retrolental / retinopathy of prematurity (ROP)) dan lain-lain.1Untuk
mencegah timbulnya komplikasi ini, pemberian O2 sebaiknya diikuti
dengan pemeriksaan saturasi oksigen, sebaiknya diantara 85 – 93% dan
tidak melebihi 95% untuk mengurangi terjadinya ROP dan BPD.
Terapi Oksigen sesuai dengan kondisi:

1) Nasal kanul atau head box dengan kelembaban dan konsentrasi


yang cukup untuk mempertahankan tekanan oksigen arteri antara
50 – 70 mmHg untuk distres pernafasan ringan.
2) Jika PaO2 tidak dapat dipertahankan diatas 50 mmHg pada
konsentrasi oksigen inspirasi 60% atau lebih, penggunaan NCPAP
(Nasal Continuous Positive Airway Pressure) terindikasi. NCPAP
merupakan metode ventilasi yang non-invasif. Penggunaan
NCPAP sedini mungkin (early NCPAP) untuk stabilisasi bayi
dengan berat lahir sangat rendah (1000 – 1500gram) di ruang
persalinan juga direkomendasikan untuk mencegah kolaps
alveoli.Penggunaan humidified high flow nasal cannula therapy
(HHFNC) sebagai pengganti NCPAP sedang digalakkan di
beberapa negara karena memiliki keefektivitasan yang sama
dengan NCPAP serta dapat digunakan untuk bayi dengan semua
usia gestasi.
3) Ventilator mekanik digunakan pada bayi dengan HMD berat atau
komplikasi yang menimbulkan apneu persisten. Ventilator
mekanik dihubungkan erat dengan terjadinya bronchopulmonary
dysplasia (BPD) dan juga meningkatkan risiko terjadinya trauma
dan infeksi. Indikasi rasional untuk penggunaan ventilator adalah
a) pH darah arteri <7,2
b) pCO2 darah arteri 60mmHg atau lebih
c) pO2 darah arteri 50mmHg atau kurang pada konsentrasi
oksigen 70 – 100% dan tekanan CPAP 6 – 10 cm H2O
d) Apneu persisten
e) Pemberian cairan, glukosa dan elektrolit sangan berguna pada
bayi yang menderita penyakit membrane hialin.
4) Pemberian antibiotika.
Setiap penderita penyakit membran hialin perlu mendapat
antibiotika untuk mencegah terjadinya infeksi sekunder.
Pemberian antibiotik dimulai dengan spektrum luas, biasanya
dimulai dengan ampisilin 50mg/kgBB intravena setiap 12 jam dan
gentamisin 3mg/kgBB untuk bayi dengan berat lahir kurang dari 2
kilogram. Jika tak terbukti ada infeksi, pemberian antibiotika
dihentikan.
5) Surfaktan
Surfaktan diberikan dalam 24 jam pertama jika bayi
terbukti mengalami penyakit membran hialin, diberikan dalam
bentuk dosis berulang melalui pipa endotrakea setiap 6 – 12 jam
untuk total 2 - 4 dosis, tergantung jenis preparat yang
dipergunakan

B. ASUHAN KEPERAWATAN TEORITIS


1. PENGKAJIAN KEPERAWATAN
a. Pengkajian
1) Identitas Klien
Meliputi nama, jenis kelamin, suku bangsa, tanggal lahir,
alamat, agama, tanggal pengkajian.
2) Riwayat Kesehatan
a) Riwayat Maternal
Menderita penyakit seperti diabetes mellitus, kondisi
seperti perdarahan plasenta, tipe dan lamanya persalinan, stress
fetal atau intrapartus.
b) Status Infant Saat Lahir
Prematur, umur kehamilan, apgar score (apakah terjadi
asfiksia), bayi lahir melalui operasi caesar.
3) Data dasar pengkajian
a) Cardiovaskuler
- Bradikardia (<100 kali/menit) dengan hipoksemia berat
- Murmur sistolik
- Denyut jantung normal
b) Integumen
- Pallor yang disebabkan oleh vasokontriksi peripheral
- Pitting edema pada tangan dan kaki
- Mottling (bintik-bintik seperti cat yang ada pada kulit bayi)
c) Neurologis
- Immobilitas, kelemahan
- Penurunan suhu tubuh
d) Pulmonary
- Takipnea ( >60 kali/menit)
- Nafas grunting
- Pernapasan cuping hidung
- Pernapasan dangkal
- Retraksi suprasternal dan substernal
- Sianosis
- Penurunan suara napas, crakles, episode apnea
e) Status Behavioral
- Letargi
4) Pemeriksaan Diagnostik
a) Set rontgen dada : untuk melihat densitas atelektasi dan elevasi
diafragma dengan over distensi duktus alveolar
b) Bronchogram udara : untuk menentukan ventilasi jalan napas
c) Data laboratorium :
- Profil paru, untuk menentukan maturitas paru, dengan bahan
cairan amnion (untuk janin yang mempunyai predisposisi
RDS)
- Lesitin/Spingomielin (L/S) ratio 2 : 1 atau lebih
mengindikasikan maturitas paru
- Phospatidyglicerol : meningkat saat usia gestasi 35 minggu
- GDA : PaO2 80-100 mmHg, PaCO2>50 mmHg, saturasi
oksigen 92%-94%, pH 7,3-7,45.
- Level potassium : meningkat sebagai hasil dari release
potassium dari sel alveolar yang rusak.

2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
a. gangguan pertukaran gas berhubungan dengan ketidakseimbangan
ventilasi perfusi dibuktikan dengan hiperkapnia,warna kulit
abnormal.
b. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan sindrom
hipoventilasi,kelemahan otot pernafasan dibuktikan dengan
penggunaan otot bantu pernafasan,tekanan ekspirasi dan inspirasi
menurun
c. Termoregulasi tidak efektif berhubungan dengan kebutuhan
oksigen meningkat dibuktikan dengan frekuensi nafas
meningkat,suhu tubuh meningkat/menurun rentan normal
NO DIAGNOSA SLKI SIKI
1 Gangguan pertukaran gas (D. Setelah dilakukan tindakan keperawatan 3 PEMANTAUAN RESPIRASI (I.01014)
0003) berhubungan dengan x 24 jam diharapkan PERTUKARAN Observasi
ketidakseimbangan ventilasi- GAS (L.01003) meningkat, dengan  Monitor frekuensi, irama, kedalaman dan upaya
perfusi, perubahan membran kriteria hasil : nafas
alveolus-kapiler.  Tingkat kesadaran meningkat  Monitor pola nafas (seperti bradipnea, takipnea,
Gejala dan tanda mayor  Dipsnea menurun hiperventilasi, kussmaul, cheyne-stokes, bot,
Subjektif :  Bunyi nafas tambahan menurun ataksik)
 Dipsnea  Pusing menurun  Monitor kemampuan batuk efektif
Objektif :  Penglihatan kabur menurun  Monitor adanya produksi sputum
 PCO2 meningkat/menurun  Diaforesis menurun  Monitor adanya sumbatan jalan nafas
 PO2 menurun  Gelisah menurun  Palpasi kesimetrian ekspansi paru
 Takikardia  Nafas cuping hidung menurun  Auskultasi bunyi nafas
 pH arteri  PCO2 membaik  Monitor saturasi oksigen
meningkat/menurun  Monitor nilai AGD
 PO2 membaik
 Bunyi nafas tambahan  Monitor hasil x-ray toraks
 Takikardia membaik
 pH arteri membaik Terapeutik

 sianosis membaik  Atur interval pemantauan respirasi sesuai kondisi


 pola nafas membaik pasien
Gejala dan tanda minor  warna kulit membaik.  Dokumentasikan hasil pemantauan
Subjektif : Edukasi
 Pusing  Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan
 Penglihatan kabur  Informasikan hasil pemantauan, jika perlu
Objektif :
 Sianosis TERAPI OKSIGEN (I.01026)
 Diaforesis Observasi
 Gelisah  Monitor kecepatan aliran oksigen
 Nafas cuping hidung  Monitor posisi alat terapi oksigen
 Pola nafas abnormal  Monitor aliran oksigen secara periodik dan pastikan
(cepat/lambat, fraksi yang diberikan cukup
regular/ireguler,  Monitor efektifitas terapi oksigen (mis. Oksimetri,
dalam/dangkal) analisa gas darah), jika perlu
 Warna kulit abnormal (mis.  Monitor kemampuan melepaskan oksigen saat
Pucat, kebiruan) makan
 Kesadaran menurun.  Monitor tanda-tanda hipoventilasi
 Monitor tanda dan gejala toksikasi oksigen dan
atelektasis
 Monitor tingkat kecemasan akibat terapi oksigen
 Monitor integritas mukosa hidung akibat
pemasangan oksigen
Terapeutik
 Bersihkan sekret pada mulut, hidung dan trakea, jika
perlu
 Pertahankan kepatenan jalan nafas
 Siapkan dan atur peralatan pemberian oksigen
 Berikan oksigen tambahan, jika perlu
 Tetap berikan oksigen saat pasien ditransportasi
 Gunakan perangkat oksigen yang sesuai dengan
tingkat mobilitas pasien
Edukasi
 Ajarkan pasien dan keluarga cara menggunakan
oksigen dirumah
Kolaborasi
 Kolaborasi pemantauan dosis oksigen
 Kolaborasi penggunaan oksigen saat aktivitas
dan/atau tidur.
2 Pola nafas tidak efektif Setelah dilakukan askep selama 3x24 jam MANEJEMEN JALAN NAPAS (I. 01011)
berhubungan dengan hambatan diharapkan pola nafas membaik dengan 1. Observasi
upaya nafas kriteria hasil:  Monitor pola napas (frekuensi, kedalaman, usaha
1. Frekuensi nafas membaik napas)
Tanda mayor 2. Penggunaan otot bantu nafas  Monitor bunyi napas tambahan (mis. Gurgling,
Subjektif menurun mengi, weezing, ronkhi kering)
 dispnea 3. PLB menurun  Monitor sputum (jumlah, warna, aroma)
Objektif 4. Tekanan ekspirasi dan inspirasi 2. Terapeutik
 Penggunaan otot bantu meningkat  Pertahankan kepatenan jalan napas dengan head-
pernafasan 5. Kedalaman nafas membaik tilt dan chin-lift (jaw-thrust jika curiga trauma
 fase ekspirasi memanjang cervical)

 Pola nafas abnormal  Posisikan semi-Fowler atau Fowler

(missal takipnea, bradipnea,  Berikan minum hangat

hiperventilasi)  Lakukan fisioterapi dada, jika perlu

Tanda minor  Lakukan penghisapan lendir kurang dari 15 detik

Subjektif  Lakukan hiperoksigenasi sebelum

 ortopnea  Penghisapan endotrakeal

Objektif  Keluarkan sumbatan benda padat dengan


forsepMcGill
 Pernafasan pursed-lip
 Pernafasaan cuping hidung  Berikan oksigen, jika perlu
 Diameter thoraks anterior– 3. Edukasi
posterior meningkat  Anjurkan asupan cairan 2000 ml/hari, jika tidak
 Kapasitas vital menurun kontraindikasi.

 Tekanan ekspirasi menurun  Ajarkan teknik batuk efektif

 Tekanan inspirasi menurun 4. Kolaborasi


 Kolaborasi pemberian bronkodilator, ekspektoran,
 Ekskursi dada berubah
mukolitik, jika perlu.
Kondisi klinis terkait
 Depresi system saraf pusat
 Cedera kepala
 Trauma thoraks
 Gullian barre syndrome
 Sklerosis multipel
 Stroke
 Intoksidasi alcohol
3 Termogulasi tidak efektif Setelah dilakukan askep selama 3x24 jam Edukasi Pengukuran Suhu Tubuh (I.12414)
berhubungan dengan proses diharapkan termogulasi membaik dengan Observasi
penyakit kriteria hasil:  Identifikasi kesiapan dan kemampuan menerima
Tanda mayor 1. suhu tubuh membaik informasi
Subjektif 2. suhu kulit membaik Terapeutik
- 3. kulit merah menurun  Sediakan materi dan media pendidikan kesehatan
Objektif 4. Menggigil menurun  Jadwalkan pendidikan kesehatan sesuai kesepakatan
 Kulit dingin/hangat  Berikan kesempatan untuk bertanya
 Menggigil  Dokumentasikan hasil pengukuran suhu

 Suhu tubuh fluktuatif Edukasi


 Jelaskan penyebab, periode, dan pemicu nyerijelaskan

Tanda minor prosedur pengukuran suhu tubuh

Subjektif  Anjurkan terus memegang bahu dan menahan dada

- saat pengukuran aksila

Objektif  Ajarkan memilih lokasi pengukuran suhu oral / axilla

 Piloereksi  Ajarkan cara meletakkan ujung thermometer dibawah


lidah atau bagian tengah aksilla
 Pengisian kapiler lebih dari
 Ajarkan cara membaca hasil thermometer raksa dan/
3 detik
atau elektronik
 Tekanan darah meningkat
 Pucat
 Frekeunsi nafas meningkat
 Takikardi
DAFTAR PUSTAKA

Behrman, R. and Butler, A. 2017. Preterm birth. Washington, D.C.: National


Academies Press.
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2018. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia
Definisi dan Indikator Diagnostik Edisi 1. Jakarta: Dewan Pengurus Pusat
Persatuan Perawat Nasional Indonesia.
Tim Pokja SLKI DPP PPNI. 2018. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia
Definisi dan Indikator Diagnostik Edisi 1. Jakarta: Dewan Pengurus Pusat
Persatuan Perawat Nasional Indonesia.
Tim Pokja SIKI DPP PPNI. 2018. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia
Definisi dan Indikator Diagnostik Edisi 1. Jakarta: Dewan Pengurus Pusat
Persatuan Perawat Nasional Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai