DINAS KESEHATAN
UPTD PUSKESMAS PANGKALBALAM
Jl. RE.Martadinata No.21 Kel. Ketapang,
Kec. Pangkalbalam, kota Pangkalpinang, Prov. Kep. Bangka Belitung
Telp. (0717) 9117871 ; Website: puskes-pangkalbalam.pangkalpinangkota.go.id
A. Pendahuluan
Cacingan umumnya terdapat di daerah tropis dan sub tropis di negara
berkembang termasuk Indonesia. Akibat yang ditimbulkan cacingan antara lain
gangguan perkembangan fisik, intelektual, perkembangan kognitif dan malnutrisi.
WHO memperkirakan 42 % sasaran beresiko cacingan di dunia berada di regional
Asia Tenggara (Data 2009). Gangguan Epidemiologi cacingan di Indonesia
menunjukkan penularan masih terjadi di pedesaan maupun perkotaan.
Untuk mengakselerasi pengendalian kecacingan WHO dalam roadmapnya
menetapkan target cakupan pemberian obat cacing minimal 75 % pada populasi
beresiko. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia telah menetapkan tujuan
program pengendalian kecacingan pada anak usia sekolah dan balita sehingga
menurunkan angka kecacingan dan tidak menjadi masalah kesehatan di
masyarakat. Sampai saat ini pemberian obat cacing di Indonesia belum mencapai
target yang ditetapkan WHO yaitu 75 % dari sasaran.
Oleh karena itu perlu adanya program kecacingan yang berintegrasi dengan
kegiatan pemberian vitamin A dan UKS dalam penjaringan anak SD/MI. Saat ini
kementrian Kesehatan Republik Indonesia menggunakan Albendazole 400 mg
sebagai obat program pengendalian kecacingan, karena obat ini relatif aman,
pemberian dosis tunggal, tidak mahal, dan mudah dalam pendistribusian.
B. Latar belakang
Penyakit kecacingan merupakan salah satu diantara banyak penyakit yang
menjadi masalah kesehatan masyarakat di Indonesia. Cacingan ini dapat
mengakibatkan menurunnyakondisi kesehatan, gizi, kecerdasan, kehilangan darah
serta kehilangan karbohidrat dan protein, sehingga menurunkan kualitas sumber
daya manusia. Berdasarkan data dari WHO tahun 2006 mengatakan bahwa
kejadian penyakit kecacingan di dunia masih tinggi yaitu 1 miliar orang terinfeksi
cacing Ascaris lumbricoides, 795 juta orang terinfeksi cacing trichuris trichiura dan
740 juta orang terinfeksi cacing tambang (hookworm). Prevalensi kecacingan di
Indonesia pada umumnya masih sangat tinggi, terumtama pada golongan penduduk
yang kurang mampu mempunyai resiko tinggi terjangkit penyakit ini. Manusia
merupakan hospes defenitif beberapa nematode usus (cacing perut), yang dapat
mengakibatkan masalah bagi kesehatan masyarakat.
C. Tujuan
1. Tujuan Umum
Setiap anak usia balita pra sekolah dan usia sekolah terbebas dari infeksi
kecacingan
2. Tujuan Khusus
Meningkatkan cakupan pemberian obat cacing pada usia 12 bulan – 12
tahun.
F. Sasaran
Sasaran kegiatan pemberian obat pencegah masal kecacingan (POPM)
adalah usia pra sekolah.
A. Pendahuluan
Cacingan umumnya terdapat di daerah tropis dan sub tropis di negara
berkembang termasuk Indonesia. Akibat yang ditimbulkan cacingan antara lain
gangguan perkembangan fisik, intelektual, perkembangan kognitif dan malnutrisi.
WHO memperkirakan 42 % sasaran beresiko cacingan di dunia berada di regional
Asia Tenggara (Data 2009). Gangguan Epidemiologi cacingan di Indonesia
menunjukkan penularan masih terjadi di pedesaan maupun perkotaan.
Untuk mengakselerasi pengendalian kecacingan WHO dalam roadmapnya
menetapkan target cakupan pemberian obat cacing minimal 75 % pada populasi
beresiko. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia telah menetapkan tujuan
program pengendalian kecacingan pada anak usia sekolah dan balita sehingga
menurunkan angka kecacingan dan tidak menjadi masalah kesehatan di
masyarakat. Sampai saat ini pemberian obat cacing di Indonesia belum mencapai
target yang ditetapkan WHO yaitu 75 % dari sasaran.
Oleh karena itu perlu adanya program kecacingan yang berintegrasi dengan
kegiatan pemberian vitamin A dan UKS dalam penjaringan anak SD/MI. Saat ini
kementrian Kesehatan Republik Indonesia menggunakan Albendazole 400 mg
sebagai obat program pengendalian kecacingan, karena obat ini relatif aman,
pemberian dosis tunggal, tidak mahal, dan mudah dalam pendistribusian.
B. Latar belakang
Penyakit kecacingan merupakan salah satu diantara banyak penyakit yang
menjadi masalah kesehatan masyarakat di Indonesia. Cacingan ini dapat
mengakibatkan menurunnyakondisi kesehatan, gizi, kecerdasan, kehilangan darah
serta kehilangan karbohidrat dan protein, sehingga menurunkan kualitas sumber
daya manusia. Berdasarkan data dari WHO tahun 2006 mengatakan bahwa
kejadian penyakit kecacingan di dunia masih tinggi yaitu 1 miliar orang terinfeksi
cacing Ascaris lumbricoides, 795 juta orang terinfeksi cacing trichuris trichiura dan
740 juta orang terinfeksi cacing tambang (hookworm). Prevalensi kecacingan di
Indonesia pada umumnya masih sangat tinggi, terumtama pada golongan penduduk
yang kurang mampu mempunyai resiko tinggi terjangkit penyakit ini. Manusia
merupakan hospes defenitif beberapa nematode usus (cacing perut), yang dapat
mengakibatkan masalah bagi kesehatan masyarakat.
C. Tujuan
1. Tujuan Umum
Setiap anak usia balita pra sekolah dan usia sekolah terbebas dari infeksi
kecacingan
2. Tujuan Khusus
Meningkatkan cakupan pemberian obat cacing pada anak usia sekolah.
F. Sasaran
Sasaran kegiatan pemberian obat pencegah masal kecacingan (POPM)
adalah Anak Usia Sekolah.
H. Sumber Dana
Biaya kegiatan dibebankan pada Dana Alokasi Khusus (DAK) Tahun 2023
I. Monitoring evaluasi pelaksanaan kegiatan dan pelaporan
Evaluasi dilakukan oleh Pengelola Program Kecacingan terhadap ketepatan
pelaksanaan kegiatan apakah sesuai jadwal pada saat persiapan dan pelaksanaan
kegiatan.
A. Pendahuluan
Cacingan umumnya terdapat di daerah tropis dan sub tropis di negara
berkembang termasuk Indonesia. Akibat yang ditimbulkan cacingan antara lain
gangguan perkembangan fisik, intelektual, perkembangan kognitif dan malnutrisi.
WHO memperkirakan 42 % sasaran beresiko cacingan di dunia berada di regional
Asia Tenggara (Data 2009). Gangguan Epidemiologi cacingan di Indonesia
menunjukkan penularan masih terjadi di pedesaan maupun perkotaan.
Untuk mengakselerasi pengendalian kecacingan WHO dalam roadmapnya
menetapkan target cakupan pemberian obat cacing minimal 75 % pada populasi
beresiko. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia telah menetapkan tujuan
program pengendalian kecacingan pada anak usia sekolah dan balita sehingga
menurunkan angka kecacingan dan tidak menjadi masalah kesehatan di
masyarakat. Sampai saat ini pemberian obat cacing di Indonesia belum mencapai
target yang ditetapkan WHO yaitu 75 % dari sasaran.
Oleh karena itu perlu adanya program kecacingan yang berintegrasi dengan
kegiatan pemberian vitamin A dan UKS dalam penjaringan anak SD/MI. Saat ini
kementrian Kesehatan Republik Indonesia menggunakan Albendazole 400 mg
sebagai obat program pengendalian kecacingan, karena obat ini relatif aman,
pemberian dosis tunggal, tidak mahal, dan mudah dalam pendistribusian.
B. Latar belakang
Penyakit kecacingan merupakan salah satu diantara banyak penyakit yang
menjadi masalah kesehatan masyarakat di Indonesia. Cacingan ini dapat
mengakibatkan menurunnyakondisi kesehatan, gizi, kecerdasan, kehilangan darah
serta kehilangan karbohidrat dan protein, sehingga menurunkan kualitas sumber
daya manusia. Berdasarkan data dari WHO tahun 2006 mengatakan bahwa
kejadian penyakit kecacingan di dunia masih tinggi yaitu 1 miliar orang terinfeksi
cacing Ascaris lumbricoides, 795 juta orang terinfeksi cacing trichuris trichiura dan
740 juta orang terinfeksi cacing tambang (hookworm). Prevalensi kecacingan di
Indonesia pada umumnya masih sangat tinggi, terumtama pada golongan penduduk
yang kurang mampu mempunyai resiko tinggi terjangkit penyakit ini. Manusia
merupakan hospes defenitif beberapa nematode usus (cacing perut), yang dapat
mengakibatkan masalah bagi kesehatan masyarakat.
C. Tujuan
1. Tujuan Umum
Setiap anak usia 12 bulan sampai dengan 12 tahun terbebas dari infeksi
kecacingan
2. Tujuan Khusus
Meningkatkan cakupan pemberian obat cacing pada usia 12 bulan – 12
tahun.
F. Sasaran
Sasaran kegiatan pemberian obat pencegah masal kecacingan (POPM)
adalah usia 12 bulan – 12 tahun.