RDS
(RESPIRATORY DISTRESS SYNDROME)
Disusun Untuk Memenuhi Tugas Minggu Ke-6 Departemen Keperawatan Gawat Darurat dan
Kritis di Ruang PICU
Oleh:
Nama : Renanda Dika Maharani
Nim : 19650096
Kelompok :7
Telah disetujui dalam rangka mengikuti praktik klinik keperawatan Profesi Ners Stase
Gawat Darurat dan Kritis Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Ponorogo
pada tanggal 20 - 25 April 2020 di Ruang PICU RSUD dr. Saiful Anwar Malang.
Penyusun Mengetahui
Pembimbing Institusi
Frekuensi
< 60 x/menit 60-80x/menit > 80 x/menit
Napas
Retraksi
Tidak ada retraksi Retraksi ringan Retraksi berat
Dada
Sianosis menetap
Sianosis hilang
Sianosis Tidak ada sianosis walaupun
dengan O2
diberikan O2
Penurunan
Udara masuk Tidak ada udara
Air entry ringan udara
bilateral baik masuk
masuk
Dapat didengar
Merintih atau Dapat didengar
Tidak merintih dengan
Grunting tanpa alat bantuan
stetoskop
Keterangan :
1-3 Sesak napas ringan O² Nasal / Head Box
4-6 Sesak napas sedang Perlu Nasal CPAP
≥7 Sesak napas berat Diperlukan analisis gas darah/ Perlu Intubasi
5. Patofisiologi
Bayi prematur lahir dengan kondisi paru yang belum siap sepenuhnya untuk
berfungsi sebagai organ pertukaran gas yang efektif. Hal ini merupakan faktor kritis
dalam terjadinya RDS. Ketidaksiapan paru menjalankan fungsinya tersebut terutama
disebabkan oleh kekurangan atau tidak adanya surfaktan.
Surfaktan adalah substansi yang merendahkan tegangan permukaan alveolus
sehingga tidak terjadi kolaps pada akhir ekspirasi dan mampu memohon sisa udara
fungsional (kapasitas residu fungsional). Surfaktan juga menyebabkan ekspansi yang
merata dan jarang ekspansi paru pada tekanan intraalveolar yang rendah. Kekurangan
atau ketidakmatangan fungsi sufaktan menimbulkan ketidakseimbangan inflasi saat
inspirasi dan kolaps alveoli saat ekspirasi tanpa surfaktan, janin tidak dapat menjaga
parunya tetap mengembang. Oleh karena itu, perlu usaha yang keras untuk
mengembangkan parunya pada setiap hembusan napas (ekspirasi), sehingga untuk
bernapas berikutnya dibutuhkan tekanan negatif intratoraks yang lebih besar dengan
disertai usaha inspirasi yang lebih kuat. Akibatnya, setiap kali perapasan menjadi
sukar seperti saat pertama kali pernapasan (saat kelahiran). Sebagai akibatnya, janin
lebih banyak menghabiskan oksigen untuk menghasilkan energi ini daripada ia
terima dan ini menyebabkan bayi kelelahan. Dengan meningkatnya kekelahan, bayi
akan semakin sedikit membuka alveolinya, ketidakmampuan mempertahankan
pengembangan paru ini dapat menyebabkan atelektasis.
Tidak adanya stabilitas dan atelektasis akan meningkatkan pulmonary vaskular
resistem (PVR) yang nilainya menurun pada ekspansi paru normal. Akibatnya, terjadi
hipoperfusi jaringan paru dan selanjutnya menurunkan aliran darah pulmonal. Di
samping itu, peningkatan PVR juga menyebabkan pembalikan parsial sirkulasi, darah
janin dengan arah aliran dari kanan ke kiri melalui duktus arteriosus dan foramen
ovale.
Kolaps paru (atelektasis) akan menyebabkan gangguan vektilisasi pulmonal
yang menimbulkan hipoksia. Akibat dari hipoksia adalah kontraksi vaskularisasi
pulmonal yang menimbulkan penurunan oksigenasi jaringan dan selanjutnya
menyebabkan metabolisme anaerobik. Metabolisme anaerobik menghasilkan
timbunan asam laktat sehingga terjadi asidosis metabolik pada bayi dan penurunan
curah jantung yang menurunkan perfusi ke organ vital. Akibat lain adalah kerusakan
endotel kapiler dan epitel duktus alveolus yang menyebabkan terjadinya transudasi
ke dalam alveoli dan terbentuknya fibrin. Fibrin bersama-sama dengan jaringan epitel
yang nekrotik membentuk suatu lapisan yang disebut membran hialin. Membran
hialin ini melapisi alveoli dan menghambat pertukaran gas.
Atelektasis menyebabkan paru tidak mampu mengeluarkan karbon dioksida dari
sisa pernapasan sehingga terjadi asidosis respiratorik. Penurunan pH menyebabkan
vasokonstriksi yang semakin berat. Dengan penurunan sirkulasi paru dan perfusi
alveolar, PaO2 akan menurun tajam, pH juga akan menurun tajam, serta materi yang
diperlukan untuk produksi surfaktan tidak mengalir ke dalam alveoli.
Sintesis surfaktan dipengaruhi sebagian oleh pH, suhu dan perfusi normal,
asfiksia, hipoksemia dan iskemia paru terutama dalam hubungannya dengan
hipovolemia, hipotensi dan stress dingin dapat menekan sintesis surfaktan. Lapisan
epitel paru dapat juga terkena trauma akibat kadar oksigen yang tinggi dan pengaruh
penatalaksanaan pernapasan yang mengakibatkan penurunan surfaktan lebih lanjut.
6. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang pada RDS, meliputi :
a. Bronchogram udara, untuk menentukan ventilasi jalan nafas.
b. Tes Kematangan Paru
1) Tes Biokimia
Paru janin berhubungan dengan cairan amnion, maka jumlah fosfolipid
dalam cairan amnion dapat untuk menilai produksi surfaktan, sebagai tolok
ukur kematangan paru.
2) Test Biofisika
Tes biokimia dilakukan dengan shake test dengan cara mengocok cairan
amnion yang dicampur ethanol akan terjadi hambatan pembentukan
gelembung oleh unsur yang lain dari cairan amnion seperti protein, garam
empedu dan asam lemak bebas. Bila didapatkan ring yang utuh dengan
pengenceran lebih dari 2 kali (cairan amnion: ethanol) merupakan indikasi
maturitas paru janin. Pada kehamilan normal, mempunyai nilai prediksi
positip yang tepat dengan resiko yang kecil untuk terjadinya neonatal RDS.
c. Analisis Gas Darah
Gas darah menunjukkan asidosis metabolik dan respiratorik bersamaan dengan
hipoksia. Asidosis muncul karena atelektasis alveolus atau over distensi jalan
napas terminal.
d. Radiografi Thoraks
Pada bayi dengan RDS menunjukkan retikular granular atau gambaran ground-
glass bilateral, difus, air bronchograms, dan ekspansi paru yang jelek. Gambaran
air bronchograms yang mencolok menunjukkan bronkiolus yang terisi udara
didepan alveoli yang kolap. Bayangan jantung bisa normal atau membesar.
Kardiomegali mungkin dihasilkan oleh asfiksi prenatal, diabetes maternal , patent
ductus arteriosus (PDA), kemungkinan kelainan jantung bawaan. Temuan ini
mungkin berubah dengan terapi surfaktan dini dan ventilasi mekanik yang
adekuat (Warman et al., 2012).
7. Penatalaksanaan
Menurut Suriadi dan Yuliani (2010) tindakan untuk mengatasi masalah kegawatan
pernafasan meliputi :
a. Mempertahankan ventilasi dan oksigenasi adekuat.
b. Mempertahankan keseimbangan asam basa.
c. Mempertahankan suhu lingkungan netral.
d. Mempertahankan perfusi jaringan adekuat.
e. Mencegah hipotermia.
f. Mempertahankan cairan dan elektrolit adekuat.
Penatalaksaan dari RDS antara lain, yaitu :
a. Ventilasi Mekanis
Ventilasi mekanis merupakan prosedur bantuan hidup yang invasif dengan
berbagai efek pada sistem kardiopulmonal.
Tujuan :
Ventilasi mekanis adalah membaiknya kondisi klinis pasien dan optimalisasi
pertukaran gas dan pada FiO₂ (fractional concentration of inspired oxygen) yang
minimal, serta tekanan ventilator atau volume tidal yang minimal.
Indikasi :
1) Indikasi Absolut
a) Prolonged apnea.
b) PaO₂ kurang dari 50 mmHg atau FiO₂ diatas 0,8 yang bukan disebabkan
oleh penyakit jantung bawaan tipe sianotik.
c) PaCO₂ lebih dari 60 mmHg dengan asidemia persisten.
d) Bayi yang menggunakan anestesi umum.
2) Indikasi Relatif
a) Frequent intermittent apnea.
b) Bayi yang menunjukkan tanda-tanda kesulitan nafas.
c) Pada pemberian surfaktan. (Effendi & Firdaus, 2010)
b. Terapi surfaktan
Saat ini preparat surfaktan yang tersedia antara lain adalah surfaktan sintetis
dan surfaktan natural yang berasal dari ekstrak paru-paru sapi atau dari bilas paru-
paru domba atau babi. Surfaktan dapat diberikan pada 6 sampai 24 jam setelah
bayi lahir apabila bayi mengalami respiratory distress syndrome yang berat.
Selanjutnya surfaktan dapat diberikan 2 jam (umumnya 4-6 jam) setelah dosis
awal apabila sesak menetap dan bayi memerlukan tambahan oksigen 30% atau
lebih. Surfaktan dapat diberikan langsung melalui selang ETT atau dengan
menggunakan nebulizer. Pemberian langsung kedalam selang ETT
memungkinkan distribusi surfaktan yang lebih cepat sampai ke bagian perifer
paru-paru, efektivitas nya lebih baik dan efek samping yang dapat ditimbulkan
lebih sedikit. Pemberian surfaktan juga dapat dilakukan dengan menggunakan
nebulizer disertai dengan ventilasi mekanis (2-3 menit), dilanjutkan dengan
postural drainage (Effendi & Firdaus, 2010).
Nama Produk Surfaktan Dosis Dosis Tambahan
Galfactant 3 ml/KgBB Dapat diulang sampai 3
kali pemberian dengan
interval tiap 12 jam
Beractant 4 ml/KgBB Dapat diulang setelah 6
jam, sampai total 4 dosis
dalam 48 jam
Colfosceril 5 ml/KgBB Diberikan dalam 4 menit
Dapat diulang setelah 12
dan 24 jam
Porcine 2,5 ml/KgBB Dosis 1,25 ml/KgBB
dapat diberikan tiap 12
jam
Kondisi Terkait :
- Perubahan afterload
- Perubahan kontraktilitas
- Perubahan frekuensi
jantung
- Perubahan irama jantung
- Perubahan preload
- Perubahan volume
sekuncup
6. Risiko Cidera NOC : NIC :
- Risk Kontrol Environment Management
Definisi : (Manajemen lingkungan)
Rentan mengalami cedera Kriteria Hasil : 1. Sediakan lingkungan yang
fisik akibat kondisi - Klien terbebas dari aman untuk pasien
lingkungan yang berinteraksi cedera 2. Identifikasi kebutuhan
dengan sumber adaptif dan - Klien mampu keamanan pasien, sesuai
sumber defensif individu, menjelaskan dengan kondisi fisik dan
yang dapat menganggu cara/metode fungsi kognitif pasien dan
kesehatan untukmencegah riwayat penyakit terdahulu
injury/cedera pasien
Faktor Risiko : - Klien mampu 3. Menghindarkan lingkungan
- Kurang sumber nutrisi menjelaskan faktor yang berbahaya (misalnya
- Pajanan pada patogen resiko dari memindahkan perabotan)
- Pemajanan zat kimia lingkungan/perilaku 4. Memasang side rail tempat
toksik personal tidur
- Tingkat imunisasi di - Mampu memodifikasi 5. Menyediakan tempat tidur
komunitas gaya hidup untuk yang nyaman dan bersih
- Kurang pengetahuan mencegah injury 6. Menempatkan saklar lampu
tentang faktor yang - Menggunakan fasilitas ditempat yang mudah
dapat diubah kesehatan yang ada dijangkau pasien.
- Malnutrisi - Mampu mengenali 7. Membatasi pengunjung
- Agen nosokomial perubahan status 8. Memberikan penerangan yang
- Hambatan fisik kesehatan cukup
- Moda transportasi tidak 9. Menganjurkan keluarga untuk
aman menemani pasien.
10. Mengontrol lingkungan dari
Kondisi Terkait : kebisingan
- Profil darah abnormal 11. Memindahkan barang-barang
- Gangguan fungsi yang dapat membahayakan
kognitif 12. Berikan penjelasan pada
- Gangguan psikomotor pasien dan keluarga atau
- Gangguan sensasi pengunjung adanya perubahan
- Disfungsi autoimun status kesehatan dan penyebab
- Disfungsi biokimia penyakit
- Disfungsi efektor
- Disfungsi imun
- Disfungsi integrasi
sensori
- Hipoksia jaringan
DAFTAR PUSTAKA
Butcher, Howard K., et al., 2018. Nursing Intervention Classification (NIC), Edisi 7. Edisi
Bahasa Indonesia, Editor Bahasa Indonesia Intansari Nurjannah. Yogyakarta:
Mocomedia.
Effendi, S. H., & Ambarwati, L. 2014. Continuous Positive Airway Pressure (CPAP).
Bandung: Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran. Diakses pada tanggal 20
April 2020. http://pustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2014/07/CPAP.pdf
Effendi, S. H., & Firdaus, A. 2010. Diagnosis dan Penatalaksanaan Respiratory Distress
Sindrome pada Neonatus. Bandung: Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran.
Diakses pada tanggal 20 April 2020. http://pustaka.unpad.ac.id/wp-
content/uploads/2014/07/GAGAL-NAFAS.pdf
Hidayat, A. aziz A. 2012. Pengantar Ilmu Kesehatan Anak untuk Pendidikan Kebidanan.
Jakarta: Salemba Medika.
Herdman, T. Heater & Shigemi Kamitsuru. 2018. NANDA International Diagnosis
Keperawatan: Definisi dan Klasifikasi 2018-2020, Edisi 11. Jakarta: EGC.
Marmi dan Kukuh Rahardjo. 2012. Asuhan Neonatus Bayi Balita dan Anak Prasekolah.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Nurarif, Amin Huda & Hardhi Kusuma. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan
Diagnosa Medis & NANDA NIC-NOC, Edisi Revisi Jilid 2. Yogyakarta: MediAction.
Somantri, I. 2012. Asuhan Keperawatan Gangguan Klien dengan Gangguan Sistem
Pernafasan, Edisi 2. Jakarta: Salemba Medika.
Sudarti dan Endang Khoirunnisa. 2010. Asuhan Kebidanan Neonatus Bayi dan Anak Balita.
Yogyakarta: Nuha Medika.
Suriadi dan Yuliani, R. 2010. Asuhan Keperawatan Pada Anak, Edisi 2. Jakarta: CV Sagung
Seto.
Warman, F. I., Waskito, S., & Romadhon, M. 2012. Respiratory Distress Sindrome.
Yogyakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Islam Indonesia. Diakses pada tanggal
20 April 2020. https://www.scribd.com/document/136002749/Respiratory-Distress-
Syndrome