Anda di halaman 1dari 30

LAPORAN PENDAHULUAN

RDS
(RESPIRATORY DISTRESS SYNDROME)
Disusun Untuk Memenuhi Tugas Minggu Ke-6 Departemen Keperawatan Gawat Darurat dan
Kritis di Ruang PICU

Oleh:
Nama : Renanda Dika Maharani
Nim : 19650096
Kelompok :7

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PONOROGO
2020
LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING

Laporan pendahuluan oleh : Renanda Dika Maharani


Nim : 19650096
Judul : RDS (Respiratory Distress Syndrome)

Telah disetujui dalam rangka mengikuti praktik klinik keperawatan Profesi Ners Stase
Gawat Darurat dan Kritis Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Ponorogo
pada tanggal 20 - 25 April 2020 di Ruang PICU RSUD dr. Saiful Anwar Malang.

Penyusun Mengetahui
Pembimbing Institusi

Renanda Dika Maharani Elmie Muftiana, S.Kep., Ners., M.Kep


NIM. 19650096 NIDN. 0703127602
LAPORAN PENDAHULUAN
RDS (RESPIRATORY DISTRESS SYNDROME)

A. KONSEP DASAR PENYAKIT


1. Definisi
Respiratory distress syndrome (RDS) merupakan kumpulan gejala yang terdiri
atas dispnea, frekuensi pernafasan yang lebih dari 60 kali permenit, adanya sianosis,
adanya rintihan pada saat ekspirasi (ekspiratory grunting), serta adanya retraksi
suprasternal, interkostal, dan epigastrium saat inspirasi. Penyakit ini adalah penyakit
membran hialin, dimana terjadi perubahan atau berkurangnya komponen surfaktan
pulmonal (zat aktif alveoli yang dapat mencegah kolaps paru dan mampu menahan
sisa udara pada akhir ekspirasi) (Hidayat, 2012).
Sindrom gangguan pernafasan (Respiration Distress Syndrome/RDS) adalah
istilah yang digunakan untuk disfungsi pernafasan pada neonatus. Gangguan ini
merupakan penyakit yang berhubungan dengan keterlambatan perkembangan
maturitas paru atau tidak adekuatnya jumlah sulfaktan dalam paru. Gangguan ini
biasanya dikenal dengan nama hyaline membrane desease (HMD) atau penyakit
membran hialin karena pada penyaakit ini selalu ditemukan membran hialin yang
melapisi alveoli (Marmi, 2012).
Respiratory distress syndrome adalah suatu bentuk gagal nafas yang ditandai
dengan hipoksemia, penurunan compliance paru, dispnea, edema pulmonal bilateral
tanpa gagal jantung dan infiltrat yang menyebar (Somantri, 2012).
Sindrom distres pernafasan adalah perkembangan yang imatur pada sistem
pernafasan atau tidak adekuatnya jumlah surfaktan dalam paru. RDS dikatakan
sebagai Hyaline Membrane Disesae (Suriadi dan Yuliani, 2010).
2. Klasifikasi
Dibagi menjadi dua stadium, yaitu :
a. Eksudatif
Ditandai dengan adanya perdarahan pada permukaan parenkim paru, edema
interstisial atau elveolar, penekanan pada bronkiolus terminalis, dan kerusakan
pada sel alveolar tipe I (Somantri, 2012).
b. Fibroproliferatif
Ditandai dengan adanya kerusakan pada sel alveolar tipe II, peningkatan tekanan
puncak inspirasi, penurunan compliance paru, hipoksemia, penurunan fungsi
kapasitas residual, fibrolisis interstisial, dan peningkatan ruang rugi ventilasi
(Somantri, 2012).
Pada foto thorak menurut kriteria Bomsel ada 4 stadium RDS yaitu :
a. Stadium 1
Terdapat sedikit bercak retikulogranular dan sedikit bronchogram udara.
b. Stadium 2
Bercak retikulogranular homogen pada kedua lapangan paru dan gambaran air
broncogram udara terlihat lebih jelas dan meluas sampai ke perifer menutupi
bayangan jantung dengan penurunan aerasi paru.
c. Stadium 3
Kumpulan alveoli yang kolaps bergabung sehingga kedua lapangan paru terlihat
lebih opaque (white lung) dan bayangan jantung hampir tidak terlihat,
bronchogram udara lebih luas.
d. Stadium 4
Seluruh thorak sangat opaque (white lung) sehingga jantung tidak dapat terlihat.
(Warman, Waskito, & Romadhon, 2012).
3. Etiologi
Faktor risiko terjadinya respiratory distress syndrome adalah :
a. Bayi Kurang Bulan atau Bayi Premature
Pada bayi kurang bulan, paru bayi secara biokimiawi masih imatur dengan
kekurangan surfaktan uang melapisi rongga paru.
b. Kegawatan Neonatal
Seperti kehilangan darah dalam periode perinatal, aspirasi mekonium,
pnemotoraks akibat tinadakan resusitasi, dan hipertensi pulmonal.
c. Bayi dari Ibu Diabetes Mellitus
Pada bayi dengan diabetes terjadi keterlambatan pematangan paru sehingga
terjadi distress respirasi. (Warman et al., 2012)
Menurut Suriadi dan Yuliani (2010) etiologi dari RDS yaitu :
a. Ketidakmampuan paru untuk mengembang dan alveoli terbuka.
b. Alveoli masih kecil sehingga mengalami kesulitan berkembang dan
pengembangan kurang sempurna. Fungsi surfaktan untuk menjaga agar kantong
alveoli tetap berkembang dan berisi udara, sehingga pada bayi prematur dimana
surfaktan masih belum berkembang menyebabkan daya berkembang paru
kurang dan bayi akan mengalami sesak nafas.
c. Membran hialin berisi debris dari sel yang nekrosis yang tertangkap dalam
proteinaceous filtrat serum (saringan serum protein), di fagosit oleh makrofag.
d. Berat badan bayi lahir kurang dari 2500 gram.
e. Adanya kelainan di dalam dan di luar paru.
f. Kelainan dalam paru yang menunjukan sindrom ini adalah
pneumothoraks/pneumomediastinum, penyakit membran hialin (PMH).
g. Bayi Prematur atau Kurang Bulan
Diakibatkan oleh kurangnya produksi surfaktan. Produksi surfaktan ini dimulai
sejak kehamilan minggu ke-22, semakin muda usia kehamilan, maka semakin
besar pula kemungkinan terjadi RDS.
4. Manifestasi Klinis
Berat dan ringannya gejala klinis pada penyakit RDS ini sangat dipengaruhi
oleh tingkat maturitas paru. Semakin rendah berat badan dan usia kehamilan,
semakin berat gejala klinis yang ditujukan. Manifestasi dari RDS disebabkan adanya
atelektasis alveoli, edema, dan kerosakan sel dan selanjutnya menyebabkan
kebocoran serum protein ke dalam alveoli sehingga menghambat fungsi surfaktan.
Gejala klinikal yang timbul yaitu : adanya sesak nafas pada bayi prematur segera
setelah lahir, yang ditandai dengan takipnea (> 60 x/minit), pernafasan cuping
hidung, grunting, retraksi dinding dada, dan sianosis, dan gejala menetap dalam 48-
96 jam pertama setelah lahir.
Berdasarkan foto thorak, menurut kriteria Bomsel ada 4 stadium RDS yaitu :
a. Terdapat sedikit bercak retikulogranular dan sedikit bronchogram udara.
b. Bercak retikulogranular homogen pada kedua lapangan paru dan gambaran udara
terlihat lebih jelas dan meluas sampai ke perifer menutupi bayangan jantung
dengan penurunan aerasi paru.
c. Alveoli yang kolaps bergabung sehingga kedua lapangan paru terlihat lebih
opaque dan bayangan jantung hampir tak terlihat, bronchogram udara lebih luas.
keempat, seluruh thorax sangat opaque (white lung) sehingga jantung tak dapat
dilihat.
Tanda dan gejala yang muncul dari RDS adalah :
a. Pernapasan cepat
b. Pernapasan terlihat parodaks
c. Cuping hidung
d. Apnea
e. Murmur
f. Sianosis pusat
Penilaian tingkat kegawatan napas dengan down skor :
Skor
Pemeriksaan
0 1 2

Frekuensi
< 60 x/menit 60-80x/menit > 80 x/menit
Napas

Retraksi
Tidak ada retraksi Retraksi ringan Retraksi berat
Dada

Sianosis menetap
Sianosis hilang
Sianosis Tidak ada sianosis walaupun
dengan O2
diberikan O2

Penurunan
Udara masuk Tidak ada udara
Air entry ringan udara
bilateral baik masuk
masuk

Dapat didengar
Merintih atau Dapat didengar
Tidak merintih dengan
Grunting tanpa alat bantuan
stetoskop

Keterangan :
1-3 Sesak napas ringan O² Nasal / Head Box
4-6 Sesak napas sedang Perlu Nasal CPAP
≥7 Sesak napas berat Diperlukan analisis gas darah/ Perlu Intubasi
5. Patofisiologi
Bayi prematur lahir dengan kondisi paru yang belum siap sepenuhnya untuk
berfungsi sebagai organ pertukaran gas yang efektif. Hal ini merupakan faktor kritis
dalam terjadinya RDS. Ketidaksiapan paru menjalankan fungsinya tersebut terutama
disebabkan oleh kekurangan atau tidak adanya surfaktan.
Surfaktan adalah substansi yang merendahkan tegangan permukaan alveolus
sehingga tidak terjadi kolaps pada akhir ekspirasi dan mampu memohon sisa udara
fungsional (kapasitas residu fungsional). Surfaktan juga menyebabkan ekspansi yang
merata dan jarang ekspansi paru pada tekanan intraalveolar yang rendah. Kekurangan
atau ketidakmatangan fungsi sufaktan menimbulkan ketidakseimbangan inflasi saat
inspirasi dan kolaps alveoli saat ekspirasi tanpa surfaktan, janin tidak dapat menjaga
parunya tetap mengembang. Oleh karena itu, perlu usaha yang keras untuk
mengembangkan parunya pada setiap hembusan napas (ekspirasi), sehingga untuk
bernapas berikutnya dibutuhkan tekanan negatif intratoraks yang lebih besar dengan
disertai usaha inspirasi yang lebih kuat. Akibatnya, setiap kali perapasan menjadi
sukar seperti saat pertama kali pernapasan (saat kelahiran). Sebagai akibatnya, janin
lebih banyak menghabiskan oksigen untuk menghasilkan energi ini daripada ia
terima dan ini menyebabkan bayi kelelahan. Dengan meningkatnya kekelahan, bayi
akan semakin sedikit membuka alveolinya, ketidakmampuan mempertahankan
pengembangan paru ini dapat menyebabkan atelektasis.
Tidak adanya stabilitas dan atelektasis akan meningkatkan pulmonary vaskular
resistem (PVR) yang nilainya menurun pada ekspansi paru normal. Akibatnya, terjadi
hipoperfusi jaringan paru dan selanjutnya menurunkan aliran darah pulmonal. Di
samping itu, peningkatan PVR juga menyebabkan pembalikan parsial sirkulasi, darah
janin dengan arah aliran dari kanan ke kiri melalui duktus arteriosus dan foramen
ovale.
Kolaps paru (atelektasis) akan menyebabkan gangguan vektilisasi pulmonal
yang menimbulkan hipoksia. Akibat dari hipoksia adalah kontraksi vaskularisasi
pulmonal yang menimbulkan penurunan oksigenasi jaringan dan selanjutnya
menyebabkan metabolisme anaerobik. Metabolisme anaerobik menghasilkan
timbunan asam laktat sehingga terjadi asidosis metabolik pada bayi dan penurunan
curah jantung yang menurunkan perfusi ke organ vital. Akibat lain adalah kerusakan
endotel kapiler dan epitel duktus alveolus yang menyebabkan terjadinya transudasi
ke dalam alveoli dan terbentuknya fibrin. Fibrin bersama-sama dengan jaringan epitel
yang nekrotik membentuk suatu lapisan yang disebut membran hialin. Membran
hialin ini melapisi alveoli dan menghambat pertukaran gas.
Atelektasis menyebabkan paru tidak mampu mengeluarkan karbon dioksida dari
sisa pernapasan sehingga terjadi asidosis respiratorik. Penurunan pH menyebabkan
vasokonstriksi yang semakin berat. Dengan penurunan sirkulasi paru dan perfusi
alveolar, PaO2 akan menurun tajam, pH juga akan menurun tajam, serta materi yang
diperlukan untuk produksi surfaktan tidak mengalir ke dalam alveoli.
Sintesis surfaktan dipengaruhi sebagian oleh pH, suhu dan perfusi normal,
asfiksia, hipoksemia dan iskemia paru terutama dalam hubungannya dengan
hipovolemia, hipotensi dan stress dingin dapat menekan sintesis surfaktan. Lapisan
epitel paru dapat juga terkena trauma akibat kadar oksigen yang tinggi dan pengaruh
penatalaksanaan pernapasan yang mengakibatkan penurunan surfaktan lebih lanjut.
6. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang pada RDS, meliputi :
a. Bronchogram udara, untuk menentukan ventilasi jalan nafas.
b. Tes Kematangan Paru
1) Tes Biokimia
Paru janin berhubungan dengan cairan amnion, maka jumlah fosfolipid
dalam cairan amnion dapat untuk menilai produksi surfaktan, sebagai tolok
ukur kematangan paru.
2) Test Biofisika
Tes biokimia dilakukan dengan shake test dengan cara mengocok cairan
amnion yang dicampur ethanol akan terjadi hambatan pembentukan
gelembung oleh unsur yang lain dari cairan amnion seperti protein, garam
empedu dan asam lemak bebas. Bila didapatkan ring yang utuh dengan
pengenceran lebih dari 2 kali (cairan amnion: ethanol) merupakan indikasi
maturitas paru janin. Pada kehamilan normal, mempunyai nilai prediksi
positip yang tepat dengan resiko yang kecil untuk terjadinya neonatal RDS.
c. Analisis Gas Darah
Gas darah menunjukkan asidosis metabolik dan respiratorik bersamaan dengan
hipoksia. Asidosis muncul karena atelektasis alveolus atau over distensi jalan
napas terminal.
d. Radiografi Thoraks
Pada bayi dengan RDS menunjukkan retikular granular atau gambaran ground-
glass bilateral, difus, air bronchograms, dan ekspansi paru yang jelek. Gambaran
air bronchograms yang mencolok menunjukkan bronkiolus yang terisi udara
didepan alveoli yang kolap. Bayangan jantung bisa normal atau membesar.
Kardiomegali mungkin dihasilkan oleh asfiksi prenatal, diabetes maternal , patent
ductus arteriosus (PDA), kemungkinan kelainan jantung bawaan. Temuan ini
mungkin berubah dengan terapi surfaktan dini dan ventilasi mekanik yang
adekuat (Warman et al., 2012).
7. Penatalaksanaan
Menurut Suriadi dan Yuliani (2010) tindakan untuk mengatasi masalah kegawatan
pernafasan meliputi :
a. Mempertahankan ventilasi dan oksigenasi adekuat.
b. Mempertahankan keseimbangan asam basa.
c. Mempertahankan suhu lingkungan netral.
d. Mempertahankan perfusi jaringan adekuat.
e. Mencegah hipotermia.
f. Mempertahankan cairan dan elektrolit adekuat.
Penatalaksaan dari RDS antara lain, yaitu :
a. Ventilasi Mekanis
Ventilasi mekanis merupakan prosedur bantuan hidup yang invasif dengan
berbagai efek pada sistem kardiopulmonal.
Tujuan :
Ventilasi mekanis adalah membaiknya kondisi klinis pasien dan optimalisasi
pertukaran gas dan pada FiO₂ (fractional concentration of inspired oxygen) yang
minimal, serta tekanan ventilator atau volume tidal yang minimal.
Indikasi :
1) Indikasi Absolut
a) Prolonged apnea.
b) PaO₂ kurang dari 50 mmHg atau FiO₂ diatas 0,8 yang bukan disebabkan
oleh penyakit jantung bawaan tipe sianotik.
c) PaCO₂ lebih dari 60 mmHg dengan asidemia persisten.
d) Bayi yang menggunakan anestesi umum.
2) Indikasi Relatif
a) Frequent intermittent apnea.
b) Bayi yang menunjukkan tanda-tanda kesulitan nafas.
c) Pada pemberian surfaktan. (Effendi & Firdaus, 2010)
b. Terapi surfaktan
Saat ini preparat surfaktan yang tersedia antara lain adalah surfaktan sintetis
dan surfaktan natural yang berasal dari ekstrak paru-paru sapi atau dari bilas paru-
paru domba atau babi. Surfaktan dapat diberikan pada 6 sampai 24 jam setelah
bayi lahir apabila bayi mengalami respiratory distress syndrome yang berat.
Selanjutnya surfaktan dapat diberikan 2 jam (umumnya 4-6 jam) setelah dosis
awal apabila sesak menetap dan bayi memerlukan tambahan oksigen 30% atau
lebih. Surfaktan dapat diberikan langsung melalui selang ETT atau dengan
menggunakan nebulizer. Pemberian langsung kedalam selang ETT
memungkinkan distribusi surfaktan yang lebih cepat sampai ke bagian perifer
paru-paru, efektivitas nya lebih baik dan efek samping yang dapat ditimbulkan
lebih sedikit. Pemberian surfaktan juga dapat dilakukan dengan menggunakan
nebulizer disertai dengan ventilasi mekanis (2-3 menit), dilanjutkan dengan
postural drainage (Effendi & Firdaus, 2010).
Nama Produk Surfaktan Dosis Dosis Tambahan
Galfactant 3 ml/KgBB Dapat diulang sampai 3
kali pemberian dengan
interval tiap 12 jam
Beractant 4 ml/KgBB Dapat diulang setelah 6
jam, sampai total 4 dosis
dalam 48 jam
Colfosceril 5 ml/KgBB Diberikan dalam 4 menit
Dapat diulang setelah 12
dan 24 jam
Porcine 2,5 ml/KgBB Dosis 1,25 ml/KgBB
dapat diberikan tiap 12
jam

c. Continuos Positive Airway Pressure (CPAP)


Continuos Positive Airway Pressure (CPAP) adalah merupakan suatu alat
untuk mempertahankan tekanan positif pada saluran napas neonatus selama
pernafasan spontan. CPAP merupakan suatu alat yang sederhana dan efektif
untuk tatalaksana respiratory distress pada neonatus. Penggunaan CPAP yang
benar terbukti dapat menurunkan kesulitan bernafas, mengurangi ketergantungan
terhadap oksigen, membantu memperbaiki dan mempertahankan kapasitas
residual paru, mencegah obstruksi saluran nafas bagian atas, dan mecegah kollaps
paru, mengurangi apneu, bradikardia, dan episode sianotik.
Kontra indikasi :
1) Bayi dengan gagal nafas, dan memenuhi kriteria untuk mendapatkan support
ventilator.
2) Respirasi yang irreguler.
3) Adanya anomali kongenital.
4) Hernia diafragmatika.
5) Fistula tracheo-oeshophageal.
6) Trauma pada nasal, yang kemungkinan dapat memburuk dengan
pemasangan nasal prong.
7) Instabilitas cardiovaskuler, yang akan lebih baik apabila mendapatkan
support ventilator. (Effendi & Ambarwati, 2014)
d. Extracorporeal Membrane Oxygenation
Extracorporeal membrane oxygenation (ECMO) merupakan alat yang
menghubungkan langsung darah vena pada alat paru-paru buatan (membrane
oxygenator), dimana oksigen ditambahkan dan CO₂ dikeluarkan, kemudian darah
dipompa balik pada atrium kanan pasien (Venovenosis ECMO) atau aorta
(venoarterial). Prosedur ini membuat paru-paru dapat beristirahat dan
menghindari tekanan tinggi ventilator. (Effendi & Firdaus, 2010)
Secara umum penatalaksanaan pada pasien dengan respiratory distress syndrome
adalah :
a. Memperthankan stabilitas jantung paru yang dapat dilakukan dengan mengadakan
pantauan mulai dari kedalaman, kesimetrisan dan irama pernafasan, kecpatan,
kualitas dan suara jantung, mempertahankan kepatenan jalan nafas, memmantau
reaksi terhadap pemberian atau terapi medis, serta pantau PaO₂. Selanjutnya
melakukan kolaborasi dalam pemberian surfaktan eksogen sesuai indikasi.
b. Memantau urine, memantau serum elketrolit, mengkaji status hidrasi seperti
turgor, membran mukosa, dan status fontanel anterior. Apabila bayi mengalami
kepanasan berikan selimut kemudian berikan cairan melalui intravena sesuai
indikasi.
c. Mempertahankan intake kalori secara intravena, total parenteral nurition dengan
memberikan 80-120 Kkal/Kg BB setian 24 jam, mempertahankan gula darah
dengan memantau gejala komplikasi adanya hipoglikemia, mempertahankan
intake dan output, memantau gejala komplikasi gastrointestinal, seperti adanya
diare, mual, dan lain-lain.
d. Mengoptimalkan oksigen, oksigenasi yang optimal dilakukan dengan
mempertahankan kepatenan pemberian oksigen, melakukan penghisapan lendir
sesuai kebutuhan, dan mempertahankan stabilitas suhu.
e. Pemberian Antibiotik
Bayi dengan respiratory distress syndrome perlu mendapat antibiotik untuk
mencegah infeksi sekunder. Dapat diberikan penisilin dengan dosis 50.000-
100.000 U/kgBB/hari atau ampisilin 100 mg/kgBB/hari, dengan atau tanpa
gentamisin 3-5 mg/kgBB/hari. (Hidayat, 2012)

Penatalaksana secara umum (Sudarti dan Endang Khoirunnisa, 2010):


a. Pasang jalur infus intravena, sesuai dengan kondisi bayi, yang paling sering dan
bila bayi tidak dalam keadaan dehidrasi berikan infus dektrosa 5 %.
b. Pantau selalu tanda vital.
c. Jaga kepatenan jalan nafas.
d. Berikan Oksigen (2-3 liter/menit dengan kateter nasal).
e. Jika bayi mengalami apneu.
f. Lakukan tindakan resusitasi sesuai tahap yang diperlukan.
g. Lakukan penilaian lanjut.
h. Bila terjadi kejang potong kejang.
i. Segera periksa kadar gula darah.
j. Pemberian nutrisi adekuat.
Setelah menajemen umum, segera dilakukan menajemen lanjut sesuai dengan
kemungkinan penyebab dan jenis atau derajat gangguan nafas. Menajemen spesifik
atau manajemen lanjut:
a. Gangguan Nafas Ringan
Beberapa bayi cukup bulan yang mengalami gangguan napas ringan pada waktu
lahir tanpa gejala-gejala lain disebut “Transient Tacypnea of the Newborn”
(TTN). Terutama terjadi setelah bedah sesar. Biasanya kondisi tersebut akan
membaik dan sembuh sendiri tanpa pengobatan. Meskipun demikian, pada
beberapa kasus. Gangguan napas ringan merupakan tanda awal dari infeksi
sistemik.
1) Amati pernafasan bayi setiap 2 jam selama 6 jam berikutnya.
2) Bila dalam pengamatan gangguan pernafasan memburuk atau timbul gejala
sepsis lainnya, terapi untuk kemungkinan besar sepsis dan tangani gangguan
sedang atau berat seperti tersebut diatas
3) Berikan ASI bila mampu mengisap. Bila tidak, berikan ASI peras dengan
menggunakan salah satu cara alternatif pemberian minuman
4) Kurangi pemberian O₂ secara bertahap bila ada perbaikan gangguan nafas,
hentikan pemberian O₂ jika frekuensi nafas antara 30-60 kali/menit.
5) Amati bayi selama 24 jam berikutnya, jika frekuensi nafas menetap antaran
30-60 kali/menit, tidak ada tanda sepsis, dan tidak ada masalah lain yang
memerlukan perawatan, bayi dapat dipulangkan. (Sudarti dan Endang
Khoirunnisa, 2010)

b. Gangguan Nafas Sedang


1) Lanjutkan pemberian O₂ dengan kecepatan aliran sedang.
2) Bayi jangan diberi minum.
3) Jika ada tanda berikut,ambil sempel darah untuk kultur dan berikan antibiotik
(ampisilin dan gentamisin) untuk terapi kemungkinan besar sepsis.
a) Suhu aksiler <35C atau >39C.
b) Air ketuban bercampur mekonium.
c) Riwayat infeksi intrauterine, demam curiga infeksi berat atau ketuban
pecah dini (>18 jam).
4) Bila suhu aksiler 34-36,5C atau 37,5-39C tangani untuk masalah suhu
abnormal,dan nilai ulang setelah 2 jam.
a) Bila suhu masih belum stabil atau gangguan nafas belum ada perbaikan,
ambil sempel darah,dan berikan antibiotic untuk terapi kemungkinan
besar sepsis.
b) Jika suhu abnormal, teruskan amati bayi. Apabila suhu kembali abnormal
ulangi tahapan diatas.
5) Bila tidak ada tanda-tanda kearah sepsis,nilai kembali bayi setelah 2jam.
Apabila bayi tidak menunjukkan perbaikan atau tanda-tanda prburukan
setelah 2 jam,terapi untuk kemungkinan besar sepsis.
6) Bila bayi mulai menunjukkan tanda-tanda perbaikan (frekuensi nafas
menurun, tarikan dinding dada berkurang atau suara merintih berkurang).
a) Kurangi terapi O₂ secaraa bertahap.
Jangan memberikan terapi O₂ yang tidak perlu secara terus menerus.
Hentikan pemberian O₂ bilamana bayi tidak ada gangguan nafas dan
diudara ruangan tanpa pemberian O₂ bayi tampak kemerahan.
b) Pasang pipa lambung, berikan ASI peras setiap 2 jam.
c) Bila pemberian O₂ tak diperlukan lagi, bayi mulai dilatih menyusui. Bila
bayi tak bisa menyusui, berikan ASI peras dengan menggunakan salah
satu alternatif cara pemberian minum
7) Amati bayi selama 24 jam setelah pemberian antibiotic dihentikan.jika bayi
kembali tampak kemerahan tanpa pemberian O₂ selam 3 hari, minum baik
dan tidak ada alasan bayi tetap tinggal dirumah sakit dirumah sakit,bayi dapat
dipulangkan. (Sudarti dan Endang Khoirunnisa, 2010)
c. Gangguan Nafas Berat
Semakin kecil bayi kemungkinan terjadi gangguan nafas semakin sering dan
semakin berat. Pada bayi kecil ( berat lahir <2500 gram atau umur kehamilan <37
minggu) gangguan nafas kering memburuk dala waktu 36-48 jam pertama dan
tidak banyak terjadi perubahan dalam satu dua hari berikutnya dan kemudian
akan membaik pada hari ke 4-7.
1) Tentukan pemberian O₂ dengan kecepatan aliran sedang (antara rendah dan
tinggi,lihat terapi oksigen).
2) Tangani sebagai kemungkinan besar sepsis.
3) Bila bayi menunjukkan tanda pemburukan atau terhadap terhadap sianosis
sentral,naikan pemberian O₂ pada kecepatan aliran tinggi. Jika gangguan
nafas bayi semakin berat dan sianosis sentral menetap walaupun diberikan O₂
100% bila kemungkinan segera rujuk bayi kerumah sakit rujukan atau ada
fasilitas dan mampu memakai ventilator mekanik.
4) Jika gangguan nafas masih menetap selama 2 jam, pasanng pipa lambung
untuk mengosongkan cairan lambung dan udara.
5) Nilai kondisi bayi 4 kali sehari apa bila ada tanda perbaikan.
6) Jika bayi mulai menunjukkan tanda perbaikan (frekuensi nafas menurun,
tarikan dinding dada berkurang, warna kulit membaik).
a) Kurangi pemberian O₂.
b) Jangan meneruskan pemberian O₂ bila tidak perlu hentikan pemberian O₂
bila bayi diletakkan pada udara ruangan tanpa pemberian O₂ tidak
mengalami gangguan nafas dan tampak kemerahan.
c) Mulailah pemberian ASI peras melalui pipa lambung.
d) Bila pemberian O₂ tidak diperlukan lagi, bayi mulai dilatih dengan
menggunakan salah satu alternafif cara pemberian minum.
Pantau dan catat setiap 3 jam mengenai:
a. Frekuensi nafas.
b. Adanya terikan dinding dada atau suara merintih saat ekspirasi.
c. Episode apnea.
d. Periksa kadar glucose darah sekali sehari setengah kebutukan minum dapat
dipenuhi secara oral.
e. Alati bayi selama 24 jam setelah pemberian antibiotic dihentikan. Jika bayi
tampak kemerahan tanpa terapi O₂ selama 3 hari, minum baik dan tidak ada
masalah lain yang memerlukan perawatan dirumah sakit, bayi dapat
dipulangkan. (Sudarti dan Endang Khoirunnisa, 2010)
8. Komplikasi
a. Komplikasi jangka pendek (akut) dapat terjadi :
1) Ruptur Alveoli
Bila dicurigai terjadi kebocoran udara (pneumothorak, pneumomediastinum,
pneumopericardium, emfisema intersisiel), pada bayi dengan RDS yang
tiba-tiba memburuk dengan gejala klinis hipotensi, apnea, atau bradikardi
atau adanya asidosis yang menetap.
2) Dapat timbul infeksi yang terjadi karena keadaan penderita yang memburuk
dan adanya perubahan jumlah leukosit dan thrombositopeni. Infeksi dapat
timbul karena tindakan invasiv seperti pemasangan jarum vena, kateter, dan
alat-alat respirasi.
3) Perdarahan Intrakranial dan Leukomalacia Periventrikular
Perdarahan intraventrikuler terjadi pada 20-40% bayi prematur dengan
frekuensi terbanyak pada bayi RDS dengan ventilasi mekanik.
4) PDA dengan peningkatan shunting dari kiri ke kanan merupakan komplikasi
bayi dengan RDS terutama pada bayi yang dihentikan terapi surfaktannya.
b. Komplikasi Jangka Panjang
Komplikasi jangka panjang dapat disebabkan oleh toksisitas oksigen, tekanan
yang tinggi dalam paru, memberatnya penyakit dan kurangnya oksigen yang
menuju ke otak dan organ lain. Komplikasi jangka panjang yang sering terjadi :
1) Bronchopulmonary Dysplasia (BPD)
Merupakan penyakit paru kronik yang disebabkan pemakaian oksigen pada
bayi dengan masa gestasi 36 minggu. BPD berhubungan dengan tingginya
volume dan tekanan yang digunakan pada waktu menggunakan ventilasi
mekanik, adanya infeksi, inflamasi, dan defisiensi vitamin A. Insiden BPD
meningkat dengan menurunnya masa gestasi.
2) Retinopathy Prematur
Kegagalan fungsi neurologi, terjadi sekitar 10-70% bayi yang berhubungan
dengan masa gestasi, adanya hipoxia, komplikasi intrakranial, dan adanya
infeksi. (Somantri, 2012)
Primer Sekunder
WOC
Bayi prematur Perdarahan Ibu diabetes Seksio sesaria Aspirasi mekonium Asfiksia Resusitasi Pneumotorak,
antepartum, hipertensi (pneumonia aspirasi) neonatorum neonatus sindrom wilson,
hipotensi (pada ibu) mikity
Pembentukan Hiperinsulinemia Pengeluaran
membran hialin janin hormon stress Pernapasan intra Janin kekurangan Pemberian kadar
surfaktan paru Gangguan perfusi oleh ibu uterin O2 dan kadar CO2 O2 yang tinggi Insufisiensi pada
belum sempurna darah uterus Sumbatan jalan napas meningkat bayi prematur
Imaturitas paru
parsial oleh air ketuban Trauma akibat
Sirkulasi utero Mengalir ke janin Gangguan
dan mekonium kadar O2 yang
plasenter kurang baik pematangan paru perfusi tinggi
bayi yang berisi
Kerusakan surfaktan
Bayi prematur; dismaturitas air
Menekan sintesis
surfaktan
Pertumbuhan surfaktan paru belum matang

Penurunan produksi surfaktan

Meningkatnya tegangan permukaan alveoli

Ketidakseimbangan inflasi saat inspirasi

Surfaktan menurun Kolaps paru (atelektasis) saat ekspirasi

RESPIRATORY DISTRESS SYNDROME / RDS


Janin tidak dapat
menjaga rongga paru
Kolaps paru
tetap mengembang
Hipoksia Gangguan ventilasi pulmonal
Retensi CO2 Peningkatan pulmonary
Tekanan negatif intra Kerusakan endotel kapiler dan vaskular resistence (PVR)
toraks yang besar Kontriksi vaskularisasi epitel duktus arteriousus Asidosis respiratorik
Masukan oral pulmonal Hipoperfusi Pembalikan parsial
tidak adekuat/ Transudasi alveoli Pe↓ pH dan PaO2 jaringan paru sirkulasi darah janin
Usaha inspirasi yang P↓ oksigenasi jaringan
lebih kuat menyusu Pembentukan fibrin Membran hialin
buruk melapisi alveoli Vasokontriksi berat Me↓nya aliran Aliran darah dari
- Dispena Metabolisme anaerob darah pulonal kanan ke kiri melalui
Fibrin & jaringan yang arteriosus dan
- Takipnea nekrotik membentuk Menghambat Pe↓ sirkulasi paru
Timbunan asam laktat pertukaran gas foramen ovale
- Apnea lapisan membran hialin dan pulmonal
- Retraksi dinding Ketidakseimb Peningkatan Hambatan
dada angan Nutrisi metabolisme Asidosis metabolik Penurunan curah Penurunan Curah Pertukaran Gas
Kurang Dari (membutuhkan jantung Jantung
- Pernapasan glikogen lebih Kurangnya cadangan
cuping hidung Kebutuhan glikogen dan lemak coklat Me↓nya aliran darah - Pe↓ kesadaran
banyak Me↓nya perfusi Paru
Tubuh pulmonal - Kelemahan
- Mengorok ke organ vital Ganggu
Respon menggigil pada Otak Iskemia otot
- Kelemahan an Risiko
Ketidakefektifan Pola bayi kurang/tidak ada - Dilatasi pupil
Bayi kehilangan panas Hipotermia fungsi
Hipoglikemia - Kejang cidera
Nafas tubuh/tdk dapat me↑kan panas serebral
- Letargi
tubuh
B. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN
1. Biodata
c. Nama
d. Usia : bayi yang lahir sebelum gestasi 29 minggu.
e. Jenis Kelamin
f. Suku / Bangsa
g. Alamat
2. Keluhan Utama
Pasien dengan RDS didapatkan keluhan seperti sesak, mengorok ekspiratori,
pernapasan cuping hidung, lemah, lesu, apneu, tidak responsive, penurunan bunyi
napas.
3. RPS/RPD/RKK
a. Riwayat Penyakit Sekarang
Pada pasien RDS, biasanya akan diawali dengan tanda-tanda mudah letih,
dispnea, sianosis, bradikardi, hipotensi, hipotermi, tonus otot menurun, edema
terutama di daerah dorsal tangan atau kaki, retraksi supersternal/ epigastrik/
intercosta, grunting expirasi. Perlu juga ditanyakan mulai kapan keluhan itu
muncul. Apa tindakan yang telah dilakukan untuk menurunkan atau
menghilangkan keluhan-keluhan tersebut.
b. Riwayat Penyakit Dahulu
Perlu ditanyakan apakah pasien mengalami prematuritas dengan paru-paru yang
imatur (gestasi dibawah 32 minggu), gangguan surfactan, lahir premature dengan
operasi Caesar serta penurunan suplay oksigen saat janin saat kelahiran pada bayi
matur atau premature, atelektasis, diabetes mellitus, hipoksia, asidosis
c. Riwayat Maternal
Meliputi riwayat menderita penyakit seperti diabetes mellitus, kondisi seperti
perdarahan placenta, placenta previa, tipe dan lama persalinan, stress fetal atau
intrapartus, dan makrosomnia (bayi dengan ukuran besar akibat ibu yang
memiliki riwayat sebagai perokok, dan pengkonsumsi minuman keras serta tidak
memperhatikan gizi yang baik bagi janin).
d. Riwayat Penyakit Keluarga
Perlu ditanyakan apakah ada anggota keluarga yang terkena penyakit -penyakit
yang disinyalir sebagai penyebab kelahiran premature/Caesar sehinnga
menimbulakan membrane hyialin disease.
e. Riwayat Psikososial
Meliputi perasaan keluarga pasien terhadap penyakitnya, bagaimana cara
mengatasinya serta bagaimana perilaku keluarga pasien terhadap tindakan yang
dilakukan terhadap bayinya.
f. Status Infant saat Lahir
1) Prematur, umur kehamilan.
2) Apgar score, apakah terjadi aspiksia.
3) Apgar score adalah : Suatu ukuran yang dipakai untuk mengevaluasi keadaan
umum bayi baru lahir.
4) Bayi premature yang lahir melalui operasi Caesar.
4. ADL
a. Nutrisi
Bayi dapat kekeurangan cairan sebagai akibat bayi belum minum atau
menghisap.
b. Istirahat tidur
Kebutuhan istirahat terganggu karena adanya sesak nafas ataupun kebutulan
nyaman tergangu akibat tindakan medis.
c. Eliminasi
Penurunan pengeluaran urine.
5. Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik akan ditemukan takhipneu (> 60 kali/menit), pernafasan
mendengkur, retraksi subkostal/interkostal, pernafasan cuping hidung, sianosis dan
pucat, hipotonus, apneu, gerakan tubuh berirama, sulit bernafas dan sentakan dagu.
Pada awalnya suara nafas mungkin normal kemudian dengan menurunnya pertukaran
udara, nafas menjadi parau dan pernapasan dalam.
Pengkajian fisik pada bayi dan anak dengan kegawatan pernafasan dapat dilihat
dari penilaian fungsi respirasi dan penilaian fungsi kardiovaskuler. Penilaian fungsi
respirasi meliputi :
a. Frekuensi Nafas
Takhipneu adalah manifestasi awal distress pernafasan pada bayi. Takhipneu
tanpa tanda lain berupa distress pernafasan merupakan usaha kompensasi
terhadap terjadinya asidosis metabolik seperti pada syok, diare, dehidrasi,
ketoasidosis, diabetikum, keracunan salisilat, dan insufisiensi ginjal kronik.
Frekuensi nafas yang sangat lambat dan ireguler sering terjadi pada hipotermi,
kelelahan dan depresi SSP yang merupakan tanda memburuknya keadaan klinik.
b. Mekanika Usaha Pernafasan
Meningkatnya usaha nafas ditandai dengan respirasi cuping hidung, retraksi
dinding dada, yang sering dijumpai pada obtruksi jalan nafas dan penyakit
alveolar. Anggukan kepala ke atas, merintih, stridor dan ekspansi memanjang
menandakan terjadi gangguan mekanik usaha pernafasan.
c. Warna Kulit/Membran Mukosa
Pada keadaan perfusi dan hipoksemia, warna kulit tubuh terlihat berbercak
(mottled), tangan dan kaki terlihat kelabu, pucat dan teraba dingin.
d. Sistem Kardiovaskuler
1) Bradikardi (dibawah 100 x per menit) dengan hipoksemia berat.
2) Murmur sistolik.
3) Denyut jantung dalam batas normal.
4) Frekuensi jantung dan tekanan darah
Adanya sinus tachikardi merupakan respon umum adanya stress, ansietas,
nyeri, demam, hiperkapnia, dan atau kelainan fungsi jantung.
5) Kualitas nadi
Pemeriksaan kualitas nadi sangat penting untuk mengetahui volume dan
aliran sirkulasi perifer nadi yang tidak adekuat dan tidak teraba pada satu sisi
menandakan berkurangnya aliran darah atau tersumbatnya aliran darah pada
daerah tersebut. Perfusi kulit kulit yang memburuk dapat dilihat dengan
adanya bercak, pucat dan sianosis.
e. Sistem Integumen
1) Pallor yang disebabkan oleh vasokontriksi periferal.
2) Pitting edema pada tangan dan kaki.
3) Mottling
f. Sistem Neurologis
1) Immobilitas, kelemahan, flaciditas
2) Penurunan suhu tubuh
g. Sistem Pernapasan
1) Takipnea (pernafasan lebih dari 60 x per menit, mungkin 80 - 100 x/menit).
2) Nafas grunting.
3) Nasal flaring.
4) Retraksi intercostal, suprasternal, atau substernal.
5) Sianosis (sentral kemudian diikuti sirkumoral) berhubungan dengan
persentase desaturasi hemoglobin.
6) Penurunan suara nafas, crakles, episode apnea.
h. Status Behavioral
Letargi
i. Sistem Gastrointestinal
Muntah, kembung, peristaltik menurun/meningkat.
j. Pemeriksaan pada pengisian kapiler dapat dilakukan dengan cara :
1) Nail Bed Pressure (tekan pada kuku).
Blancing Skin Test, caranya yaitu dengan meninggikan sedikit ekstremitas
dibandingkan jantung kemudian tekan telapak tangan atau kaki tersebut
selama 5 detik, biasanya tampak kepucatan. Selanjutnya tekanan dilepaskan
pucat akan menghilang 2-3 detik.
2) Perfusi pada otak dan respirasi
Gangguan fungsi serebral awalnya adalah gaduh gelisah diselingi agitasi dan
letargi. Pada iskemia otak mendadak selain terjadi penurunan kesadaran juga
terjadi kelemahan otot, kejang dan dilatasi pupil.
6. Diagnosa Keperawatan
1. Hambatan Pertukaran Gas
2. Ketidakefektifan Pola Nafas
3. Ketidakseimbangan Nutrisi Kurang Dari Kebutuhan Tubuh
4. Hipotermia
5. Penurunan Curah Jantung
6. Risiko Cidera
7. Rencana Asuhan Keperawatan
No. Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
1. Hambatan Pertukaran Gas NOC : NIC :
- Respiratory Status : Airway Management
Definisi : Gas exchange 1. Buka jalan nafas, guanakan
Kelebihan atau defisit - Respiratory Status : teknik chin lift atau jaw thrust
oksigenasi dan/atau eliminasi ventilation bila perlu
karbon dioksida pada - Vital Sign Status 2. Posisikan pasien untuk
membran alveolar-kapiler memaksimalkan ventilasi
Kriteria Hasil : 3. Identifikasi pasien perlunya
Batasan Karakteristik : - Mendemonstrasikan pemasangan alat jalan nafas
- Gas darah arteri peningkatan ventilasi buatan
abnormal dan oksigenasi yang 4. Pasang mayo bila perlu
- pH arteri abnormal adekuat 5. Lakukan fisioterapi dada jika
- Pola pernapasan - Memelihara kebersihan perlu
abnormal paru paru dan bebas 6. Keluarkan sekret dengan batuk
- Warna kulit abnormal dari tanda tanda atau suction
- Konfusi distress pernafasan 7. Auskultasi suara nafas, catat
- Penurunan karbon - Mendemonstrasikan adanya suara tambahan
dioksida (CO₂) batuk efektif dan suara 8. Lakukan suction pada mayo
- Diaforesis nafas yang bersih, tidak 9. Berika bronkodilator bial perlu
- Dispnea ada sianosis dan 10. Barikan pelembab udara
- Sakit kepala saat bangun dyspneu (mampu 11. Atur intake untuk cairan
- Hiperkapnia mengeluarkan sputum, mengoptimalkan
- Hipoksemia mampu bernafas keseimbangan
- Hipoksia dengan mudah, tidak 12. Monitor respirasi dan status O₂
- Iritabilitas ada pursed lips) Respiratory Monitoring
- Napas cuping hidung - Tanda tanda vital 1. Monitor rata - rata, kedalaman,
- Gelisah dalam rentang normal irama dan usaha respirasi
- Somnolen 2. Catat pergerakan dada,amati
- Takikardia kesimetrisan, penggunaan otot
- Gangguan penglihatan tambahan, retraksi otot
supraclavicular dan intercostal
Faktor yang Berhubungan : 3. Monitor suara nafas, seperti
- Akan dikembangkan dengkur
4. Monitor pola nafas :
Kondisi Terkait : bradipena, takipenia,
- Perubahan membran kussmaul, hiperventilasi,
alveolar-kapiler cheyne stokes, biot
- Ketidakseimbangan 5. Catat lokasi trakea
ventilasi-perfusi 6. Monitor kelelahan otot
diagfragma (gerakan
paradoksis)
7. Auskultasi suara nafas, catat
area penurunan / tidak adanya
ventilasi dan suara tambahan
8. Tentukan kebutuhan suction
dengan mengauskultasi crakles
dan ronkhi pada jalan napas
utama
9. Auskultasi suara paru setelah
tindakan untuk mengetahui
hasilnya
2. Ketidakefektifan Pola Nafas NOC : NIC :
- Respiratory status : Airway Management
Definisi : Ventilation 1. Buka jalan nafas, guanakan
Inspirasi dan/atau ekspirasi - Respiratory status : teknik chin lift atau jaw thrust
yang tidak memberi ventilasi Airway patency bila perlu
adekuat - Vital sign Status 2. Posisikan pasien untuk
Batasan karakteristik : memaksimalkan ventilasi
- Pola nafas abnormal 3. Identifikasi pasien perlunya
Kriteria Hasil : pemasangan alat jalan nafas
- Perubahan ekskursi dada - Mendemonstrasikan buatan
- Bradipnea batuk efektif dan suara 4. Pasang mayo bila perlu
- Perubahan tekanan nafas yang bersih, tidak 5. Lakukan fisioterapi dada jika
ekspirasi ada sianosis dan perlu
- Perubahan tekanan dyspneu (mampu 6. Keluarkan sekret dengan batuk
inspirasi mengeluarkan sputum, atau suction
- Perubahan ventilasi mampu bernafas dengan 7. Auskultasi suara nafas, catat
semenit mudah, tidak ada pursed adanya suara tambahan
- Penurunan kapasitas lips) 8. Lakukan suction pada mayo
vital - Menunjukkan jalan 9. Berikan bronkodilator bila
- Dispnea nafas yang paten (klien perlu
- Peningkatan diameter tidak merasa tercekik, 10. Berikan pelembab udara Kassa
anterior-posterior irama nafas, frekuensi basah NaCl Lembab
- Pernafasan cuping pernafasan dalam 11. Atur intake untuk cairan
hidung rentang normal, tidak mengoptimalkan
- Ortopnea ada suara nafas keseimbangan.
- Fase ekspiras abnormal) 12. Monitor respirasi dan status O2
memanjang - Tanda Tanda vital Oxygen Therapy
- Pernapasan bibir dalam rentang normal 1. Bersihkan mulut, hidung dan
- Takipnea (tekanan darah, nadi, secret trakea
- Penggunaan otot bantu pernafasan) 2. Pertahankan jalan nafas yang
pernapasan paten
- Penggunaan posisi tiga- 3. Atur peralatan oksigenasi
titik 4. Monitor aliran oksigen
5. Pertahankan posisi pasien
6. Onservasi adanya tanda tanda
Faktor yang berhubungan : hipoventilasi
- Hiperventilasi 7. Monitor adanya kecemasan
- Obesitas pasien terhadap oksigenasi
- Posisi tubuh yang Vital sign Monitoring
menghambat ekspansi 1. Monitor TD, nadi, suhu, dan
paru RR
- Keletihan otot 2. Catat adanya fluktuasi tekanan
pernapasan darah
- Nyeri 3. Monitor VS saat pasien
- Ansietas berbaring, duduk, atau berdiri
- Keletihan 4. Auskultasi TD pada kedua
lengan dan bandingkan
Kondisi Terkait : 5. Monitor TD, nadi, RR,
- Deformitas tulang sebelum, selama, dan setelah
- Deformitas dinding dada aktivitas
- Sindrom hipoventilasi 6. Monitor kualitas dari nadi
- Gangguan 7. Monitor frekuensi dan irama
muskuloskeletal pernapasan
- Imaturitas neurologis 8. Monitor suara paru
- Gangguan neurologis 9. Monitor pola pernapasan
- Disfungsi neuromuskular abnormal
- Cedera medula spinalis 10. Monitor suhu, warna, dan
kelembaban kulit
11. Monitor sianosis perifer
12. Monitor adanya cushing triad
(tekanan nadi yang melebar,
bradikardi, peningkatan
sistolik)
13. Identifikasi penyebab dari
perubahan vital sign
3. Ketidakseimbangan Nutrisi NOC : NIC :
Kurang Dari Kebutuhan - Nutritional Status : Nutrition Management
Tubuh food and Fluid Intake 1. Kaji adanya alergi makanan
2. Kolaborasi dengan ahli gizi
Definisi : Kriteria Hasil : untuk menentukan jumlah
Asupan nutrisi tidak cukup - Adanya peningkatan kalori dan nutrisi yang
untuk memenuhi kebutuhan berat badan sesuai dibutuhkan pasien.
metabolik dengan tujuan 3. Anjurkan pasien untuk
- Berat badan ideal meningkatkan intake Fe
Batasan Karakteristik : sesuai dengan tinggi 4. Anjurkan pasien untuk
- Kram abdomen badan meningkatkan protein dan
- Nyeri abdomen - Mampu vitamin C
- Gangguan sensasi rasa mengidentifikasi 5. Berikan substansi gula
- Berat badan 20% atau kebutuhan nutrisi 6. Yakinkan diet yang dimakan
lebih di bawah rentang - Tidak ada tanda tanda mengandung tinggi serat untuk
berat badan ideal malnutrisi mencegah konstipasi
- Kerapuhan kapiler - Tidak terjadi penurunan 7. Berikan makanan yang terpilih
- Diare berat badan yang (sudah dikonsultasikan dengan
- Kehilangan rambut berarti ahli gizi
berlebihan 8. Ajarkan pasien bagaimana
- Enggan makan membuat catatan makanan
- Asupan makan kurang harian.
dari recommended daily 9. Monitor jumlah nutrisi dan
allowance (RDA) kandungan kalori
- Bising usus hiperaktif 10. Berikan informasi tentang
- Kurang informasi kebutuhan nutrisi
- Kurang minat pada 11. Kaji kemampuan pasien untuk
makan mendapatkan nutrisi yang
- Tonus otot menurun dibutuhkan
- Kesalahan informasi Nutrition Monitoring
- Kesalahan persepsi 1. BB pasien dalam batas normal
- Membran mukosa pucat 2. Monitor adanya penurunan
- Ketidakmampuan berat badan
memakan makanan 3. Monitor tipe dan jumlah
- Cepat kenyang setelah aktivitas yang biasa dilakukan
makan 4. Monitor interaksi anak atau
- Sariawan rongga mulut orangtua selama makan
- Kelemahan otot 5. Monitor lingkungan selama
pengunyah makan
- Kelemahan otot untuk 6. Jadwalkan pengobatan dan
menelan tindakan tidak selama jam
- Penurunan berat badan makan
dengan asupan makan 7. Monitor kulit kering dan
adekuat perubahan pigmentasi
8. Monitor turgor kulit
Faktor yang Berhubungan : 9. Monitor kekeringan, rambut
- Asupan diet kurang kusam, dan mudah patah
10. Monitor mual dan muntah
Kondisi Terkait : 11. Monitor kadar albumin, total
- Ketidakmampuan protein, Hb, dan kadar Ht
mengabsorpsi nutrien 12. Monitor makanan kesukaan
- Ketidakmampuan 13. Monitor pertumbuhan dan
mencerna makanan perkembangan
- Ketidakmampuan makan 14. Monitor pucat, kemerahan, dan
- Gangguan psikososial kekeringan jaringan
konjungtiva
15. Monitor kalori dan intake
nuntrisi
16. Catat adanya edema,
hiperemik, hipertonik papila
lidah dan cavitas oral
17. Catat jika lidah berwarna
magenta, scarlet
4. Hipotermia NOC : NIC :
- Thermoregulation Temperature Regulation
Definisi : - Thermoregulation : 1. Monitor suhu minimal tiap 2
Suhu inti tubuh di bawah neonate jam
kisaran normal diurnal karena 2. Rencanakan monitoring suhu
kegagalan termoregulasi Kriteria Hasil : secara kontinyu
- Suhu tubuh dalam 3. Monitor TD, nadi, dan RR
Batasan Karakteristik : rentang normal 4. Monitor warna dan suhu kulit
- Akrosianosis - Nadi dan RR dalam 5. Monitor tanda-tanda
- Bradikardia rentang normal hipertermi dan hipotermi
- Dasar kuku sianotik 6. Tingkatkan intake cairan dan
- Penurunan kadar glukosa nutrisi
darah 7. Selimuti pasien untuk
- Penurunan ventilasi mencegah hilangnya
- Hipertensi kehangatan tubuh
- Hipoglikemia 8. Ajarkan pada pasien cara
- Hipoksia mencegah keletihan akibat
- Peningkatan laju panas
metabolisme 9. Diskusikan tentang pentingnya
- Peningkatan konsumsi pengaturan suhu dan
oksigen kemungkinan efek negatif dari
- Vasokontriksi perifer kedinginan
- Piloereksi 10. Beritahukan tentang indikasi
- Menggigil terjadinya keletihan dan
- Kulit dingin penanganan emergency yang
- Pengisian ulang kapiler diperlukan
lambat 11. Ajarkan indikasi dari
- Takikardia hipotermi dan penanganan
Neonatus yang diperlukan
- Bayi dengan kekurangan 12. Berikan anti piretik jika perlu
energi untuk Vital sign Monitoring
mempertahankan 1. Monitor TD, nadi, suhu, dan
menyusu RR
- Bayi dengan 2. Catat adanya fluktuasi tekanan
penambahan berat badan darah
kurang (<30 g/hari) 3. Monitor VS saat pasien
- Gelisah berbaring, duduk, atau berdiri
- Ikterik 4. Auskultasi TD pada kedua
- Asidosis metabolik lengan dan bandingkan
- Pucat 5. Monitor TD, nadi, RR,
- Distress pernapasan sebelum, selama, dan setelah
aktivitas
Faktor yang Berhubungan : 6. Monitor kualitas dari nadi
- Konsumsi alkohol 7. Monitor frekuensi dan irama
- Transfer panas konduktif pernapasan
berlebihan 8. Monitor suara paru
- Transfer panas konveksi 9. Monitor pola pernapasan
berlebihan abnormal
- Transfer panas 10. Monitor suhu, warna, dan
evaporatif berlebihan kelembaban kulit
- Transfer panas radiatif 11. Monitor sianosis perifer
berlebihan 12. Monitor adanya cushing triad
- Tidak beraktivitas (tekanan nadi yang melebar,
- Kurang pengetahuan bradikardi, peningkatan
pemberi asupan tentang sistolik)
pencegahan hipotermia 13. Identifikasi penyebab dari
- Pemakaian pakaian yang perubahan vital sign
tidak adekuat
- Suhu lingkungan rendah
- Malnutrisi
5. Penurunan Curah Jantung NOC : NIC :
- Cardiac Pump Cardiac Care
Definisi : effectiveness 1. Evaluasi adanya nyeri dada
Ketidakadekuatan volume - Circulation Status (intensitas,lokasi, durasi)
darah yang dipompa oleh - Vital Sign Status 2. Catat adanya disritmia jantung
jantung untuk memenuhi 3. Catat adanya tanda dan gejala
kebutuhan metabolik tubuh Kriteria Hasil : penurunan cardiac putput
- Tanda Vital dalam 4. Monitor status kardiovaskuler
Batasan Karakteristik : rentang normal 5. Monitor status pernafasan
Perubahan Frekuensi/Irama (Tekanan darah, Nadi, yang menandakan gagal
Jantung respirasi) jantung
- Bradikardia - Dapat mentoleransi 6. Monitor abdomen sebagai
- Perubahan aktivitas, tidak ada indicator penurunan perfusi
elektrokardiogram kelelahan 7. Monitor balance cairan
(EKG) - Tidak ada edema paru, 8. Monitor adanya perubahan
- Palpitasi jantung perifer, dan tidak ada tekanan darah
- Takikardia asites 9. Monitor respon pasien
Perubahan Preload - Tidak ada penurunan terhadap efek pengobatan
- Penurunan tekanan vena kesadaran antiaritmia
sentral (central venous 10. Atur periode latihan dan
pressure, CVP) istirahat untuk menghindari
- Penurunan pulmonary kelelahan
artery wedge pressure 11. Monitor toleransi aktivitas
(PAWP) pasien
- Edema 12. Monitor adanya dyspneu,
- Keletihan fatigue, tekipneu dan ortopneu
- Murmur jantung 13. Anjurkan untuk menurunkan
- Peningkatan CVP stress
- Peningkatan PAWP Vital Sign Monitoring
- Distensi vena jugular 1. Monitor TD, nadi, suhu, dan
- Peningkatan berat badan RR
Perubahan Afterload 2. Catat adanya fluktuasi tekanan
- Perubahan warna kulit darah
abnormal 3. Monitor VS saat pasien
- Perubahan tekanan darah berbaring, duduk, atau berdiri
- Kulit lembab 4. Auskultasi TD pada kedua
- Penurunan nadi perifer lengan dan bandingkan
- Penurunan resistansi 5. Monitor TD, nadi, RR,
vaskular paru sebelum, selama, dan setelah
(pulmonary vascular aktivitas
resistance, PVR) 6. Monitor kualitas dari nadi
- Penurunan resistansi 7. Monitor adanya pulsus
vaskular sistemik paradoksus
(systemic vascular 8. Monitor adanya pulsus alterans
resistance, SVR) 9. Monitor jumlah dan irama
- Dispnea jantung
- Peningkatan PVR 10. Monitor bunyi jantung
- Peningkatan SVR 11. Monitor frekuensi dan irama
- Oliguria pernapasan
- Pengisian kapiler 12. Monitor suara paru
memanjang 13. Monitor pola pernapasan
Perubahan Kontraktilitas abnormal
- Bunyi napas tambahan 14. Monitor suhu, warna, dan
- Batuk kelembaban kulit
- Penurunan indeks 15. Monitor sianosis perifer
jantung 16. Monitor adanya cushing triad
- Penurunan fraksi ejeksi (tekanan nadi yang melebar,
- Penurunan left bradikardi, peningkatan
ventricular stroke work sistolik)
index (LVSWI) 17. Identifikasi penyebab dari
- Penurunan stroke perubahan vital sign
volume index (SVI)
- Ortopnea
- Dispnea proksimal
nokturnal
- Ada bunyi S3
- Ada bunyi S4
Perilaku/Emosi
- Ansietas
- Gelisah

Faktor yang Berhubungan :


- Akan dikembangkan

Kondisi Terkait :
- Perubahan afterload
- Perubahan kontraktilitas
- Perubahan frekuensi
jantung
- Perubahan irama jantung
- Perubahan preload
- Perubahan volume
sekuncup
6. Risiko Cidera NOC : NIC :
- Risk Kontrol Environment Management
Definisi : (Manajemen lingkungan)
Rentan mengalami cedera Kriteria Hasil : 1. Sediakan lingkungan yang
fisik akibat kondisi - Klien terbebas dari aman untuk pasien
lingkungan yang berinteraksi cedera 2. Identifikasi kebutuhan
dengan sumber adaptif dan - Klien mampu keamanan pasien, sesuai
sumber defensif individu, menjelaskan dengan kondisi fisik dan
yang dapat menganggu cara/metode fungsi kognitif pasien dan
kesehatan untukmencegah riwayat penyakit terdahulu
injury/cedera pasien
Faktor Risiko : - Klien mampu 3. Menghindarkan lingkungan
- Kurang sumber nutrisi menjelaskan faktor yang berbahaya (misalnya
- Pajanan pada patogen resiko dari memindahkan perabotan)
- Pemajanan zat kimia lingkungan/perilaku 4. Memasang side rail tempat
toksik personal tidur
- Tingkat imunisasi di - Mampu memodifikasi 5. Menyediakan tempat tidur
komunitas gaya hidup untuk yang nyaman dan bersih
- Kurang pengetahuan mencegah injury 6. Menempatkan saklar lampu
tentang faktor yang - Menggunakan fasilitas ditempat yang mudah
dapat diubah kesehatan yang ada dijangkau pasien.
- Malnutrisi - Mampu mengenali 7. Membatasi pengunjung
- Agen nosokomial perubahan status 8. Memberikan penerangan yang
- Hambatan fisik kesehatan cukup
- Moda transportasi tidak 9. Menganjurkan keluarga untuk
aman menemani pasien.
10. Mengontrol lingkungan dari
Kondisi Terkait : kebisingan
- Profil darah abnormal 11. Memindahkan barang-barang
- Gangguan fungsi yang dapat membahayakan
kognitif 12. Berikan penjelasan pada
- Gangguan psikomotor pasien dan keluarga atau
- Gangguan sensasi pengunjung adanya perubahan
- Disfungsi autoimun status kesehatan dan penyebab
- Disfungsi biokimia penyakit
- Disfungsi efektor
- Disfungsi imun
- Disfungsi integrasi
sensori
- Hipoksia jaringan
DAFTAR PUSTAKA

Butcher, Howard K., et al., 2018. Nursing Intervention Classification (NIC), Edisi 7. Edisi
Bahasa Indonesia, Editor Bahasa Indonesia Intansari Nurjannah. Yogyakarta:
Mocomedia.
Effendi, S. H., & Ambarwati, L. 2014. Continuous Positive Airway Pressure (CPAP).
Bandung: Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran. Diakses pada tanggal 20
April 2020. http://pustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2014/07/CPAP.pdf
Effendi, S. H., & Firdaus, A. 2010. Diagnosis dan Penatalaksanaan Respiratory Distress
Sindrome pada Neonatus. Bandung: Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran.
Diakses pada tanggal 20 April 2020. http://pustaka.unpad.ac.id/wp-
content/uploads/2014/07/GAGAL-NAFAS.pdf
Hidayat, A. aziz A. 2012. Pengantar Ilmu Kesehatan Anak untuk Pendidikan Kebidanan.
Jakarta: Salemba Medika.
Herdman, T. Heater & Shigemi Kamitsuru. 2018. NANDA International Diagnosis
Keperawatan: Definisi dan Klasifikasi 2018-2020, Edisi 11. Jakarta: EGC.
Marmi dan Kukuh Rahardjo. 2012. Asuhan Neonatus Bayi Balita dan Anak Prasekolah.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Nurarif, Amin Huda & Hardhi Kusuma. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan
Diagnosa Medis & NANDA NIC-NOC, Edisi Revisi Jilid 2. Yogyakarta: MediAction.
Somantri, I. 2012. Asuhan Keperawatan Gangguan Klien dengan Gangguan Sistem
Pernafasan, Edisi 2. Jakarta: Salemba Medika.
Sudarti dan Endang Khoirunnisa. 2010. Asuhan Kebidanan Neonatus Bayi dan Anak Balita.
Yogyakarta: Nuha Medika.
Suriadi dan Yuliani, R. 2010. Asuhan Keperawatan Pada Anak, Edisi 2. Jakarta: CV Sagung
Seto.
Warman, F. I., Waskito, S., & Romadhon, M. 2012. Respiratory Distress Sindrome.
Yogyakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Islam Indonesia. Diakses pada tanggal
20 April 2020. https://www.scribd.com/document/136002749/Respiratory-Distress-
Syndrome

Anda mungkin juga menyukai