Anda di halaman 1dari 20

LAPORAN PENDAHULUAN

RESPIRATORY DISTRESS SINDROM (RDS)

Disusun oleh :

SANTI YULIAN
KHGD22066

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KARSA HUSADA GARUT

2022
LAPORAN PENDAHULUAN
RESPIRATORY DISTRESS SINDROM (RDS)
I. Pengertian

Sindrom gangguan pernapasan / Respiratory Distress syndrome (RDS) adalah


gangguan pada sistem pernapasan neonatus, khususnya karena kurangnya surfaktan
yang efektif dan kurangnya tekanan permukaan alveoli untuk mencegah kolaps pada
alveoli. (S. Suminto, 2017).
Sindroma gagal nafas (respiratory distress sindrom, RDS) adalah
istilah yang digunakan untuk disfungsi pernafasan pada neonatus. Gangguan
ini merupakan penyakit yang berhubungan dengan keterlambatan
perkembangan maturitas paru atau tidak adekuatnya jumlah surfaktan dalam
paru. (Marmi & Rahardjo,2012).
Sindrom gawat napas RDS (Respiratory Distress Syndrom) adalah
istilah yang digunakan untuk disfungsi pernapasan pada neonatus. Gangguan
ini merupakan penyakit yang berhubungan dengan keterlambatan
perkembangan maturitas paru. (Surasmi, dkk, 2013).
II. Etiologi
Penyebab penyakit pernafasan yang paling umum ialah Respiratory Distress
syndrome (RDS). RDS sendiri ialah kurangnya surfaktan di paruparu. Surfaktan
adalah cairan yang menutupi bagian dalam paru-paru. Paru-paru janin mulai
memproduksi surfaktan pada pertengahan ketiga kehamilan (hingga minggu ke-26
persalinan).Surfaktan adalah zat di dalam kantung udara pada paru-paru. Hal tersebut
membantu menjaga paru-paru tetap mengembang sehingga bayi bisa bernafas setelah
dilahirkan (NHLBI, 2012).
Menurut (Marmi & Rahardjo, 2012) penyebab RDS (Respiratory
Distress Syndrome) pada neonatus yaitu terdiri dari:
1. Faktor ibu
Faktor ibu meliputi hipoksia pada ibu, usia ibu kurang dari 20 tahun atau lebih
dari 35 tahun, gravida empat atau lebih, sosial ekonomi rendah, maupun
penyakit pembuluh darah ibu yang mengganggu pertukaran gas janin seperti
hipertensi, penyakit jantung, diabetes melitus, dan lain-lain.
2. Faktor plasenta
Faktor plasenta meliputi solusio plasenta, perdarahan plasenta, plasenta kecil,
plasenta tipis, plasenta tidak menempel pada tempatnya.
3. Faktor janin
Faktor janin atau neonatus meliputi tali pusat menumbung, tali pusat melilit
leher, kompresi tali pusat antara janin dan jalan lahir,gemeli, prematur,
kelainan kongenital pada neonatus dan lain-lain.
4. Faktor persalinan
Faktor persalinan meliputi partus lama, partus dengan tindakan dan lain- lain.
III. Manifestasi Klinis
Berat atau ringannya gejala klinis pada penyakit RDS ini sangat dipengaruhi
oleh tingkat maturitas paru. Semakin rendah berat badan dan usia kehamilan,
semakin berat gejala klinis yang ditunjukan. Gejala dapat tampak beberapa jam
setelah kelahiran. Kasus RDS kemungkinan besar terjadi pada bayi yang lahir
prematur.
Menurut (Surasmi, dkk 2013) Gejala utama Gawat napas / distress respirasi
pada neonatus yaitu :
1. Takipnea : laju napas > 60 kali per menit (normal laju napas 40 kali
permenit)
2. Sianosis sentral pada suhu kamaryang menetap atau memburuk pada 48-96
jam kehidupan dengan x-ray thorak yang spesifik
3. Retraksi : cekungan pada sternum dan kosta pada saat inspirasi
4. Grunting : suara merintih saat ekspirasi
5. Terdapat cuping hidung
Kematangan paru sangat berpengaruh dengan tingkat keparahan RDS atau
beratnya gejala klinis. Gejala klinis akan semakin parah jika berat badan dan usia
kehamilan juga semakin rendah. Gejala akan muncul setelah beberapa jam bayi
dilahirkan. Bayi dengan RDS yang dapat mempertahankan hidupnya pada 96 jam
pertama memiliki prognosis yang lebih baik. Gejala umum yang terjadi pada RDS
adalah: sesak nafas (> 60x / menit), nafas pendek, ngorok, bibir keunguan, kulit pucat,
kelelahan, apnea dan pernafasan yang tidak teratur, suhu tubuh mengalami penurunan,
retraksi supra dan tulang dada bagian bawah, pernafasan lobus hidung (Surasmi dkk,
2013)
Penilaian tingkat kegawatan napas dengan downe skor
Skor
Pemeriksaan
0 1 2
Frekuensi
,60x/menit 60-80x/menit >80x/menit
napas
Retraksi Tidak ada retraksi Retraksi ringan Retraksi berat
Sianosis menetap
Sianosis hilang
Sianosis Tidak ada sianosis walaupun
dengan O2
diberikan O2
Penurunan
Tidak ada udara
Air entry Udara masuk ringan udara
masuk
masuk
Dapat didengar
Dapat didengar
Merintih Tidak merintih dengan
tanpa bantuan
stetoskop
Evaluasi :
1-3 Sesak napas ringan O² Nasal / Head Box
4-6 Sesak napas sedang Perlu Nasal CPAP
≥7 Sesak napas berat Diperlukan analisis gas darah/ Perlu Intubasi

IV. Patofisiologi
Faktor yang memudahkan terjadinya RDS pada bayi prematur disebabkan oleh alveoli
masih kecil sehingga sulit berkembang, pengembangan kurangsempurna karena dinding
thorax masih lemah, produksi surfaktan kurang sempurna. Kekurangan surfaktan
mengakibatkan kolaps pada alveolus sehingga paru-paru menjadi kaku. Hal tersebut
menyebabkan perubahan fisiologi paru sehingga daya pengembangan paru (compliance)
menurun 25 % dari normal, pernafasan menjadi berat, shunting intrapulmonal
meningkat dan terjadi hipoksemia berat, hipoventilasi yang menyebabkan asidosis
respiratorik. Telah diketahui bahwa surfaktan mengandung 90% fosfolipid dan 10%
protein , lipoprotein ini berfungsi menurunkan tegangan permukaan dan menjaga agar
alveoli tetap mengembang. Secara makroskopik, paru-paru tampak tidak berisi udara
dan berwarna kemerahan seperti hati.
Oleh sebab itu paru-paru memerlukan tekanan pembukaan yang tinggi untuk
mengembang. Secara histologi, adanya atelektasis yang luas dari rongga udara bagian
distal menyebabkan edem interstisial dan kongesti dinding alveoli sehingga
menyebabkan desquamasi dari epithel sel alveoli type II. Dilatasi duktus alveoli, tetapi
alveoli menjadi tertarik karena adanya defisiensi surfaktan ini. Dengan adanya
atelektasis yang progresif dengan barotrauma atau volutrauma dan toksisitas oksigen,
menyebabkan kerusakan pada endothelial dan epithelial sel jalan napas bagian distal
sehingga menyebabkan eksudasi matriks fibrin yang berasal dari darah. Membran
hyaline yang meliputi alveoli dibentuk dalam satu setengah jam setelah lahir.
Epithelium mulai membaik dan surfaktan mulai dibentuk pada 36- 72 jam setelah lahir.
Proses penyembuhan ini adalah komplek; pada bayi yang immatur dan mengalami sakit
yang berat dan bayi yang dilahirkan dari ibu dengan chorioamnionitis sering berlanjut
menjadi Bronchopulmonal Displasia (BPD).
Pathway
V. Klasifikasi
Dibagi menjadi dua stadium, yaitu :
1. Eksudatif
Ditandai dengan adanya perdarahan pada permukaan parenkim paru, edema
interstisial atau elveolar, penekanan pada bronkiolus terminalis, dan kerusakan
pada sel alveolar tipe I (Somantri, 2009).
2. Fibroproliferatif
Ditandai dengan adanya kerusakan pada sel alveolar tipe II, peningkatan tekanan
puncak inspirasi, penurunan compliance paru, hipoksemia, penurunan fungsi
kapasitas residual, fibrolisis interstisial, dan peningkatan ruang rugi
ventilasi(Somantri, 2009).
Pada foto thorak menurut kriteria Bomsel ada 4 stadium RDS yaitu :
1) Stadium 1
Terdapat sedikit bercak retikulogranular dan sedikit bronchogram udara
2) Stadium 2
Bercak retikulogranular homogen pada kedua lapangan paru dan gambaran
air broncogram udara terlihat lebih jelas dan meluas sampai ke perifer
menutupi bayangan jantung dengan penurunan aerasi paru.
3) Stadium 3
Kumpulan alveoli yang kolaps bergabung sehingga kedua lapangan paru
terlihat lebih opaque (white lung) dan bayangan jantung hampir tidak
terlihat, bronchogram udara lebih luas.
4) Stadium 4
Seluruh thorak sangat opaque (white lung) sehingga jnatung tidak dapat
terlihat. (Warman, Waskito, & Romadhon, 2012).
VI. Pemeriksaan Penunjang
1) Seri rontqen dada, untuk melihat densitas atelektasis dan elevasi diaphragma
dengan overdistensi duktus alveolar.
2) Bronchogram udara, untuk menentukan ventilasi jalan nafas.
3) Data laboratorium
4) Profil paru
a. Untuk menentukan maturitas paru, dengan bahan cairan amnion (untuk janin
yang mempunyai predisposisi RDS) Lecitin/Sphingomielin (L/S) ratio 2 : 1 atau
lebih mengindikasikan maturitas paru Phospatidyglicerol : meningkat saat usia
gestasi 35 minggu Tingkat phosphatydylinosito
b. Analisa Gas Darah, PaO2 kurang dari 50 mmHg, PaCO2 kurang dari 60
mmHg, saturasi oksigen 92% – 94%, pH 7,31 – 7,45
c. Level pottasium, meningkat sebagai hasil dari release potassium dari sel
alveolar yang rusak
VII. Komplikasi
1) Komplikasi jangka pendek dapat terjadi :
a. kebocoran alveoli : Apabila dicurigai terjadi kebocoran udara ( pneumothorak,
pneumomediastinum, pneumopericardium, emfisema intersisiel ), pada bayi
dengan RDS yang tiba-tiba memburuk dengan gejala klinikal hipotensi, apnea,
atau bradikardi atau adanya asidosis yang menetap.
b. Jangkitan penyakit karena keadaan penderita yang memburuk dan adanya
perubahan jumlah leukosit dan thrombositopeni. Infeksi dapat timbul kerana
tindakan invasiv seperti pemasangan jarum vena, kateter, dan alat-alat
respirasi.
c. Perdarahan intrakranial dan leukomalacia periventrikular : perdarahan
intraventrikuler terjadi pada 20-40% bayi prematur dengan frekuensi
terbanyak pada bayi RDS dengan ventilasi mekanik.
2) Komplikasi jangka panjang
Dapat disebabkan oleh keracunan oksigen, tekanan yang tinggi dalam paru,
memberatkan penyakit dan kekurangan oksigen yang menuju ke otak dan organ
lain. Komplikasi jangka panjang yang sering terjadi :
a. Bronchopulmonary Dysplasia (BPD): merupakan penyakit paru kronik yang
disebabkan pemakaian oksigen pada bayi dengan masa gestasi 36 minggu.
BPD berhubungan dengan tingginya volume dan tekanan yang digunakan pada
waktu menggunakan ventilasi mekanik, adanya infeksi, inflamasi, dan
defisiensi vitamin A. Insiden BPD meningkat dengan menurunnya masa
gestasi.
b. Retinopathy prematur Kegagalan fungsi neurologi, terjadi sekitar 10-70% bayi
yang berhubungan dengan masa gestasi, adanya hipoxia, komplikasi
intrakranial, dan adanya infeksi.
VIII. Penatalaksaan Medis
Menurut Suriadi dan Yuliani (2016) dan Surasmi,dkk (2017) tindakan untuk
mengatasi masalah kegawatan pernafasan meliputi :
1) Mempertahankan ventilasi dan oksigenasi adekuat.
2) Mempertahankan keseimbangan asam basa.
3) Mempertahankan suhu lingkungan netral.
4) Mempertahankan perfusi jaringan adekuat.
5) Mencegah hipotermia.
6) Mempertahankan cairan dan elektrolit adekuat.
Penatalaksanaan secara umum :
1) Pasang jalur infus intravena, sesuai dengan kondisi bayi, yang paling sering dan
bila bayi tidak dalam keadaan dehidrasi berikan infus dektrosa 5 %
a. Pantau selalu tanda vital
b. Jaga kepatenan jalan nafas
c. Berikan Oksigen (2-3 liter/menit dengan kateter nasal)
2) Jika bayi mengalami apneu
a. Lakukan tindakan resusitasi sesuai tahap yang diperlukan
b. Lakukan penilaian lanjut
3) Bila terjadi kejang potong kejang
4) Segera periksa kadar gula darah
Gangguan nafas ringan :
Pemberian nutrisi adekuat Setelah menajemen umum, segera dilakukan
menajemen lanjut sesuai dengan kemungkinan penyebab dan jenis atau derajat
gangguan nafas. Menajemen spesifik atau menajemen lanjut :
Beberapa bayi cukup bulan yang mengalami gangguan napas ringan pada waktu
lahir tanpa gejala-gejala lain disebut “Transient Tacypnea of the Newborn” (TTN).
Terutama terjadi setelah bedah sesar. Biasanya kondisi tersebut akan membaik dan
sembuh sendiri tanpa pengobatan. Meskipun demikian, pada beberapa kasus.
Gangguan napas ringan merupakan tanda awal dari infeksi sistemik.
Gangguan nafas sedang :
1) Lakukan pemberian O2 2-3 liter/ menit dengan kateter nasal, bila masih sesak
dapat diberikan o2 4-5 liter/menit dengan sungkup
2) Bayi jangan diberi minum
3) Jika ada tanda berikut, berikan antibiotika (ampisilin dan gentamisin) untuk terapi
kemungkinan besar sepsis.
4) Suhu aksiler <> 39˚C
5) Air ketuban bercampur mekonium
6) Riwayat infeksi intrauterin, demam curiga infeksi berat atau ketuban pecah dini
(> 18 jam) .
7) Bila suhu aksiler 34- 36,5 ˚C atau 37,5-39˚C tangani untuk masalah suhu
abnormal dan nilai ulang setelah 2 jam:
8) Bila suhu masih belum stabil atau gangguan nafas belum ada perbaikan,
berikan antibiotika untuk terapi kemungkinan besar seposis
9) Jika suhu normal, teruskan amati bayi. Apabila suhu kembali abnormal ulangi
tahapan tersebut diatas.
10) Bila tidak ada tanda-tanda kearah sepsis, nilai kembali bayi setelah 2 jam
11) Apabila bayi tidak menunjukan perbaikan atau tanda-tanda perburukan setelah 2
jam, terapi untuk kemungkinan besar sepsis
12) Bila bayi mulai menunjukan tanda-tanda perbaikan kurangai terapi o2 secara
bertahap . Pasang pipa lambung, berikan ASI peras setiap 2 jam. Jika tidak dapat
menyusu, berikan ASI peras dengan memakai salah satu cara pemberian minum
13) Amati bayi selama 24 jam setelah pemberian antibiotik dihentikan. Bila bayi
kembali tampak kemerahan tanpa pemberian O2 selama 3 hari, minumbaik dan
tak ada alasan bayi tatap tinggal di Rumah Sakit bayi dapat dipulangkan .
Gangguan nafas berat :
1) Amati pernafasan bayi setiap 2 jam selama 6 jam berikutnya.
2) Bila dalam pengamatan ganguan nafas memburuk atau timbul gejala sepsis
lainnya. Terapi untuk kemungkinan kesar sepsis dan tangani gangguan nafas
sedang dan dan segera dirujuk di rumah sakit rujukan.
3) Berikan ASI bila bayi mampu mengisap. Bila tidak berikan ASI peras dengan
menggunakan salah satu cara alternatif pemberian minuman.
4) Kurangi pemberian O2 secara bertahap bila ada perbaikan gangguan napas.
Hentikan pemberian O2 jika frekuensi napas antara 40-60 kali/menit.
Penatalaksanaan medis :
1) Pengobatan yang biasa diberikan selama fase akut penyakit RDS adalah:
2) Antibiotika untuk mencegah infeksi sekunder
3) Furosemid untuk memfasilitasi reduksi cairan ginjal dan menurunkan caiaran
paru
4) Fenobarbital
5) Vitamin E menurunkan produksi radikalbebas oksigen
6) Metilksantin (teofilin dan kafein ) untuk mengobati apnea dan untuk
pemberhentian dari pemakaian ventilasi mekanik.
7) Salah satu pengobatan terbaru dan telah diterima penggunaan dalam pengobatan
RDS adalah pemberian surfaktan eksogen ( derifat dari sumber alami misalnya
manusia, didapat dari cairan amnion atau paru sapi, tetapi bisa juga berbentuk
surfaktan buatan.
IX. Konsep Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
1) Anamnesa :
a. Data Demografi
a) Nama
b) Usia : bayi yang lahir sebelum gestasi 29 minggu.
c) Jenis Kelamin
d) Suku / Bangsa
e) Alamat
b. Keluhan Utama :
Pasien dengan RDS didapatkan keluhan seperti sesak, mengorok ekspiratori,
pernapasan cuping hidung, lemah, lesu, apneu, tidak responsive, penurunan
bunyi napas.
c. Riwayat Penyakit Sekarang :
Pada pasien RDS, biasanya akan diawali dengan tanda-tanda mudah letih,
dispnea, sianosis, bradikardi, hipotensi, hipotermi, tonus otot menurun, edema
terutama di daerah dorsal tangan atau kaki, retraksi supersternal/ epigastrik/
intercosta, grunting expirasi. Perlu juga ditanyakan mulai kapan keluhan itu
muncul. Apa tindakan yang telah dilakukan untuk menurunkan atau
menghilangkan keluhan-keluhan tersebut.
d. Riwayat Penyakit Dahulu :
Perlu ditanyakan apakah pasien mengalami prematuritas dengan paru-paru yang
imatur (gestasi dibawah 32 minggu), gangguan surfactan, lahir premature
dengan operasi Caesar serta penurunan suplay oksigen saat janin saat kelahiran
pada bayi matur atau premature, atelektasis, diabetes mellitus, hipoksia, asidosis
e. Riwayat Maternal
Meliputi riwayat menderita penyakit seperti diabetes mellitus, kondisi seperti
perdarahan placenta, placenta previa, tipe dan lama persalinan, stress fetal
atau intrapartus, dan makrosomnia (bayi dengan ukuran besar akibat ibu yang
memiliki riwayat sebagai perokok, dan pengkonsumsi minuman keras serta
tidak memperhatikan gizi yang baik bagi janin).
f. Riwayat penyakit keluarga
Perlu ditanyakan apakah ada anggota keluarga yang terkena penyakit -penyakit
yang disinyalir sebagai penyebab kelahiran premature / Caesar sehinnga
menimbulakan membrane hyialin disease.
g. Riwayat psikososial
Meliputi perasaan keluarga pasien terhadap penyakitnya, bagaimana cara
mengatasinya serta bagaimana perilaku keluarga pasien terhadap tindakan yang
dilakukan terhadap bayinya.
h. Status Infant saat Lahir
a) Prematur, umur kehamilan.
b) Apgar score, apakah terjadi aspiksia.
c) Apgar score adalah : Suatu ukuran yang dipakai untuk mengevaluasi keadaan
umum bayi baru lahir.
d) Bayi premature yang lahir melalui operasi Caesar
2) Pemeriksaan fisik
Pada pemeriksaan fisik akan ditemukan takhipneu (> 60 kali/menit), pernafasan
mendengkur, retraksi subkostal/interkostal, pernafasan cuping hidung, sianosis dan
pucat, hipotonus, apneu, gerakan tubuh berirama, sulit bernafas dan sentakan dagu.
Pada awalnya suara nafas mungkin normal kemudian dengan menurunnya
pertukaran udara, nafas menjadi parau dan pernapasan dalam.
Pengkajian fisik pada bayi dan anak dengan kegawatan pernafasan dapat dilihat
dari penilaian fungsi respirasi dan penilaian fungsi kardiovaskuler. Penilaian fungsi
respirasi meliputi :
a. Frekuensi nafas
Takhipneu adalah manifestasi awal distress pernafasan pada bayi. Takhipneu
tanpa tanda lain berupa distress pernafasan merupakan usaha kompensasi
terhadap terjadinya asidosis metabolik seperti pada syok, diare, dehidrasi,
ketoasidosis, diabetikum, keracunan salisilat, dan insufisiensi ginjal kronik.
Frekuensi nafas yang sangat lambat dan ireguler sering terjadi pada hipotermi,
kelelahan dan depresi SSP yang merupakan tanda memburuknya keadaan klinik.
b. Mekanika usaha pernafasan
Meningkatnya usaha nafas ditandai dengan respirasi cuping hidung, retraksi
dinding dada, yang sering dijumpai pada obtruksi jalan nafas dan penyakit
alveolar. Anggukan kepala ke atas, merintih, stridor dan ekspansi memanjang
menandakan terjadi gangguan mekanik usaha pernafasan.
c. Warna kulit/membran mukosa
Pada keadaan perfusi dan hipoksemia, warna kulit tubuh terlihat
berbercak (mottled), tangan dan kaki terlihat kelabu, pucat dan teraba dingin.
d. Kardiovaskuler
a) Frekuensi jantung dan tekanan darah
Adanya sinus tachikardi merupakan respon umum adanya stress, ansietas,
nyeri, demam, hiperkapnia, dan atau kelainan fungsi jantung.
b) Kualitas nadi
Pemeriksaan kualitas nadi sangat penting untuk mengetahui volume dan
aliran sirkulasi perifer nadi yang tidak adekwat dan tidak teraba pada satu sisi
menandakan berkurangnya aliran darah atau tersumbatnya aliran darah pada
daerah tersebut. Perfusi kulit kulit yang memburuk dapat dilihat dengan
adanya bercak, pucat dan sianosis.
e. Pemeriksaan pada pengisian kapiler dapat dilakukan dengan cara :
a) Nail Bed Pressure ( tekan pada kuku)
b) Blancing Skin Test, caranya yaitu dengan meninggikan sedikit ekstremitas
dibandingkan jantung kemudian tekan telapak tangan atau kaki tersebut
selama 5 detik, biasanya tampak kepucatan. Selanjutnya tekanan dilepaskan
pucat akan menghilang 2-3 detik.
c) Perfusi pada otak dan respirasi
Gangguan fungsi serebral awalnya adalah gaduh gelisah diselingi agitasi dan
letargi. Pada iskemia otak mendadak selain terjadi penurunan kesadaran juga
terjadi kelemahan otot, kejang dan dilatasi pupil.
3) ADL (Activity daily life)
a. Nutrisi :
Bayi dapat kekeurangan cairan sebagai akibat bayi belum minum atau
menghisap
b. Istirahat tidur
Kebutuhan istirahat terganggu karena adanya sesak nafas ataupun kebutulan
nyaman tergangu akibat tindakan medis
c. Eliminasi
Penurunan pengeluaran urine
2. Analisa Data
No Data Etiologi Masalah
DS:
1 - Dispnea Produksi Surfakat Menurun Gangguan Pertukaran Gas
DO:
- PCO2 meningkat/menurun
- PO2 menurun Atelectasis
- Takikardi
- Ph arteri
meningkat/menurun Kolabs
- Bunyi nafas tambahan

Hypoxia

Gangguan Pertukaran Gas


2 DS: Produksi Surfakat Menurun Pola nafas tidak efrektif
- Dispnea
DO: Atelectasis
- Penggunaan otot bantu
pernafasan
Kolaps dan tidak mampu
- Fase ekspirasi menahan sisa udara fungsional
memanjang pada akhir espirasi
- Pola nafas abnormal
(mis. Takupnea,
Difusi terganggu
bradypnea,
hiperventilasi, kussmaul,
Cheyne-stokes)
Ventilasi paru-paru terganggu

Nafas periodik

Pola nafas tidak efektif


3 DS: Lemak subkutan tipis Hipotermi
(tidak tersedia)
DO: Suhu tubuh dan udara berbeda
- Kulit teraba dingin
- Menggigil Kulit teraba dingin
- Suhu tubuh dibawah
nilai normal
Hiportermi
4 DS: Ventilasi paru-paru terganggu Defisit Nutrisi
(tidak tersedia)
DO: Penggunaan energi yang
maksimal untuk bernafas
- Berat badan menurun
minimal 10% dibawah
rentang ideal
Refleks menghisap lemah
Intake nutrisi tidak adekuat

Defisit Nutrisi
5 Faktor Resiko Penurunan perfusi ke organ Resiko Cedera
vital paru-paru
Eksternal:
- Terpapar patogen
Otak menurun
- Terpapar zat kimia
toksik
- Terpapar agen Inskemia
nasokomial
- Ketidakamanan
Gangguan fungsi serebral
transportasi
Internal:
Penurunan kesadaran,
- Ketidaknormalan profil
kelemahan otot, dilatasi pupil,
darah
kejang, letargi
- Perubahan orientasi
afektif
Resiko Cedera
- Perubahan sensasi
- Disfungsi autoimun
- Disfungsi biokimia
- Hipoksia jaringan
- Kegagalan mekanisme
pertahanan tubuh
- Malnutrisi
- Perubahan fungsi
psikomotor
- Perubahan fungsi
kognitif
6 Faktor Resiko Lemak subkutan tipis Resiko Infeksi
- Penyakit kronis
- Efek prosedur infasi Defesiensi pertahanan diri
lemah
- Maalnutrisi
- Peningkatan paparan
organisme patogen Resiko Infeksi
lingkungan
- Ketidak adekuatan
pertahanan tubuh

3. Diagnosa Keperawatan
1) Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membrane alveolus-
kapiler
2) Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan imaturitas neurologis (defisiensi
surfaktan dan ketidakstabilan alveolar)
3) Hipotermia berhubungan dengan kekurangan lemak subkutan
4) Deficit nutrisi berhubungan dengan ketidakmanpuan menghisap dan penurunan
mobilitas usus
5) Resiko cedera berhubungan dengan hipoksia jaringan
6) Resiko infeksi berhubungan dengan defisiensi pertahanan tubuh
4. Intervensi Keperawatan
SDKI (STANDAR SLKI (STANDAR SIKI (STANDAR INTERVENSI KEPERAWATAN
DIAGNOSA LUARAN INDONESIA)
KEPERAWATAN KEPERAWATAN
INDONESIA ) INDONESIA)
Gangguan Pertukaran setelah dilakukan Pemantauan Respirasi
Gas b.d Perubahan tindakan keperawatan 1. Observasi
membran alveolus- maka pertukaran gas - Monitor frekuensi, irama, kedalaman, dan upaya
kapiler meningkat dengan napas
Definisi: kriteria hasil : - Monitor pola napas (seperti bradipnea, takipnea,
Kelebihan atau a. Tingkat kesadaran hiperventilasi, Kussmaul, Cheyne-Stokes,
kekurangan meningkat Biot, ataksik0
oksigenasi dan atau b. Dyspnea menurun - Monitor kemampuan batuk efektif
eliminasi c. Bunyi napas - Monitor adanya produksi sputum
karbondioksida pada tambahan menurun - Monitor adanya sumbatan jalan napas
membran alveolus – d. Pusing menurun - Palpasi kesimetrisan ekspansi paru
kapiler e. Napas cuping hidung - Auskultasi bunyi napas
Gejala & Tanda menurun - Monitor saturasi oksigen
Mayor: f. Gelisah menurun - Monitor nilai AGD
Subjektif g. Pc02 membaik - Monitor hasil x-ray toraks
- Dispnea h. Po2 membaik 2. Terapeutik
Objektif i. Takikardia membaik - Atur interval waktu pemantauan respirasi sesuai
- PCO2 meningka j. pH arteri membaik kondisi pasien
/menuru k. sianosis membaik - Dokumentasikan hasil pemantauan
- PO2 menurun l. pola napas membaik 3. Edukasi
- Takikardia m. warna kulit membaik - Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan
- pH arteri Informasikan hasil pemantauan, jika perlu
meningkat/menur
un
- Bunyi napas
tambahan
Gejala & Tanda
Minor:
Subjektif
- Pusing
Objektif
- Penglihatan kabur
- Sianosis
- Diaforesis
- Gelisah
- Napas cuping
hidung
- Pola napas
abnormal
(cepat/lambat,
regular/ierguler,
dalam/dangkal)
- Warna kulit
abnormal (mis.
pucat, kebiruan)
- Kesadaran
menurun

Pola Napas Tidak Setelah dilakukan Pemantauan Respirasi


Efektif b.d imaturitas tindakan keperawatan 1. Observasi
neurologis (defisiensi diharapkan pola napas - Monitor frekuensi, irama, kedalaman, dan upaya
surfaktan dan dapat meningkat dengan napas
ketidakstabilan kriteria hasil : - Monitor pola napas (seperti bradipnea, takipnea,
alveolar) a. Ventilasi semenit hiperventilasi, Kussmaul, Cheyne-Stokes,
Definisi: meningkat Biot, ataksik0
Inspirasi dan atau b. Kapasitas vital - Monitor kemampuan batuk efektif
ekspirasi yang tidak meningkat - Monitor adanya produksi sputum
memberikan ventilasi c. Diameter thoraks - Monitor adanya sumbatan jalan napas
adekuat. anterior-posterior - Palpasi kesimetrisan ekspansi paru
Gejala & Tanda meningkat - Auskultasi bunyi napas
Mayor: d. Tekanan ekspirasi - Monitor saturasi oksigen
Subjektif meningkat - Monitor nilai AGD
- Dispnea e. Tekanan inspirasi - Monitor hasil x-ray toraks
Objektif meningkat 2.Terapeutik
- Penggunaan otot f. Dipsnea menurun - Atur interval waktu pemantauan respirasi sesuai
bantu pernapasan g. Penggunaan otot kondisi pasien
- Fase ekspirasi bantu nafas - Dokumentasikan hasil pemantauan
memanjang menurun 3. Edukasi
- Pola napas h. Ortopnea menurun - Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan
abnormal (mis. i. Pernapasan pursed - Informasikan hasil pemantauan, jika perlu
takipnea, lip menurun
bradipnea, j. Pernapasan cuping
hiperventilasi, hidung menurun
kussmaul, k. Frekuensi napas
cheyne-stokes) membaik
Gejala & Tanda l. Kedalaman napas
Minor: membaik
Subjektif m. Ekskursi dada
- Ortopnea membaik
Objektif
- Pernapasan
pursed-lip
- Pernapasan
cuping hidung
- Diameter thoraks
anterior-posterior
meningkat
- Ventilasi semenit
menurun
- Kapasitas vital
menurun
- Tekanan ekspirasi
menurun
- Tekanan inspirasi
menurun
- Ekskursi dada
berubah

Hipotermia bd Setelah dilakukan induksi hipotermia


kekurangan lemak tindakan keperawatan 1. Observasi
subkutan maka hipotermi - Monitor suhu inti tubuh
Definisi: membaik dengan kriteria - Monitor warna dan suhu kulit
Suhu tubuh berada hasil : - Monitor adanya menggigil
dibawah rentang a. Menggigil - Monitor kadar elektrolit dan asam basa
normal tubuh menurun - Monitor status pernapasan
Gejala & Tanda b. Kulit merah - Monitor hasil pemeriksaan koagulasi(mis. Waktu
Mayor: menurun ptrombin, waktu tromboplastin, parsial teraktivasi, dan
Subjektif c. Kejang menurun jumlah trombosit)
(tidak tersedia) d. Akrosianosis - Monitor status hemodinamik invasive (mis. PCWP,
Objektif menurun CO, SVR)jika perlu
- Kulit teraba dingin e. Konsumsi 2. Edukasi
- Menggigil oksigen - Anjurkan asupan cairan yang adekuat
- Suhu tubuh di menurun - Anjurkan asupan nutrisi yang adekuat
bawah nilai normal f. Pucat menurun 3. Kolaborasi
Gejala & Tanda g. Takikardi - Kolaborasi pemberian obat untuk mencegah atau
Minor: menurun mengendalikan menggigil
Subjektif h. Takipnea
(tidak tersedia) menurun
Objektif i. Bradikardia
- Akrosianosis menurun
- Bradikardi j. Hipoksia
- Dasar kuku menurun
sianotik k. Suhu tubuh
- Hipoglikemia membaik
- Hipoksia l. Suhu kulit
- Pengisiaan kapiler membaik
>3 detik m. Pengisian
- Konsumsi oksigen kapiler membaik
meningkat
- Ventilasi menurun
- Piloereksi
- Takikardia
- Vasokonstriksi
perifer
- Kutis memorata
(pada neonatus)

Defisit Nutrisi Setelah dilakukan Manajemen Nutrisi


Definisi tindakan keperawatan 1. Observasi
Asupan nutrisi tidak diharapkan status nutrisi - Identifikasi status nutrisi
cukup untuk dapat membaik dengan - Identifikasi alergi dan intoleransi makanan
memenuhi kebutuhan kriteria hasil: - Identifikasi makanan yang disukai
metabolisme a. Porsi makan yang - Identifikasi kebutuhan kalori dan jenis nutrient
Gejala & Tanda dihabiskan - Identifikasi perlunya penggunaan selang nasogastrik
Mayor: meningkat - Monitor asupan makanan
Subjektif b. Kekuatan otot - Monitor berat badan
(tidak tersedia) pengunyah - Monitor hasil pemeriksaan laboratorium
Objektif meningkat 2. Terapeutik
- Berat badan c. Kekuatan otot - Lakukan oral hygiene sebelum makan, jika perlu
menurun minimal menelan meningkat - Fasilitasi menentukan pedoman diet (mis. Piramida
10% dibawah d. Serum albumin makanan)
rentang ideal meningkat - Sajikan makanan secara menarik dan suhu yang
Gejala & Tanda sesuai
e. Verbalisasi
Minor: - Berikan makan tinggi serat untuk mencegah
keinginan untuk
Subjektif konstipasi
meningkatkan
- Cepat kenyang - Berikan makanan tinggi kalori dan tinggi protein
nutrisi meningkat
setelah makan - Berikan suplemen makanan, jika perlu
Objektif
f. Pengetahuan - Hentikan pemberian makan melalui selang
tentang pilihan nasigastrik jika asupan oral dapat ditoleransi
- Kram/nyeri
makanan yang 3. Edukasi
abdomen
sehat meningkat - Anjurkan posisi duduk, jika mampu
- Nafsu makan
menurun g. Pengetahuan - Ajarkan diet yang diprogramkan
- Bising usus tentang minuman 4. Kolaborasi
hiperaktif yang sehat - Kolaborasi pemberian medikasi sebelum makan
- Otot pengunyah meningkat (mis. Pereda nyeri, antiemetik), jika perlu
lemah h. Perasaan cepat - Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan
- Otot menelan kenyang menurun jumlah kalori dan jenis nutrient yang dibutuhkan,
lemah i. Nyeri abdomen jika perlu.
- Membran mukosa menurun
pucat j. Sariawan menurun
- Sariawan k. Rambut rontok
- Serum albumin menurun
turun l. Diare menurun
- Rambut rontok m. Berat badan
berlebihan membaik
- Diare n. IMT membaik
o. Frekuensi makan
membaik
p. Nafsu makan
membaik
q. Bising usus
membaik
r. Membrane mukosa
membaik
Risiko Cedera b.d Setelah dilakukan Edukasi Keselamatan Lingkungan
hipoksia jaringan tindakan keperawatan 1. Observasi
Definisi: maka tingkat cedera - Identifikasi kesiapan dan kemampuan
Berisiko mengalami menurun dengan kriteria menerima informasi
bahaya atau hasil: - Identifikasi kebutuhan keselamatan berdasarkan
kerusakan fisik yang a. Toleransi tingkat fungsi fisik, kognitif dan kebiasaan
menyebabkan aktifitas - Identifikasi bahaya keamanan di
seseorang tidak lagi meningkat lingkungan (mis. fisik. biologis. dan kimia)
sepenuhnya sehat b. Nafsu makan 2. Terapeutik
atau dalam kondisi meningkat - Sediakan materi dan media pendidikan kesehatan
baik c. Toleransi - Jadwalkan pendidikan kesehatan sesuai
makanan kesepakatan
meningkat - Berikan kesempatan untuk bertanya
d. Kejadian cedera 3. Edukasi
menurun - Anjurkan menghilangkan bahaya lingkungan
e. Ketegangan otot - Anjurkan menyediakan alat bantu (mis. pegangan
menurun tangan, keset anti slip)
f. Gangguan - Anjurkan menggunakan alat pelindung (mis.
mobilitas restrain, rel samping, penutup pintu, pagar, pintu
menurun gerbang)
g. Frekuensi nafas - Informasikan nomor telepon darurat
membaik - Anjurkan melakukan program skrining
h. Pola lingkungan (mis. timah, radon)
istirahat/tidur - Ajarkan individu dan kelompok berisiko
membaik tinggi tentang bahaya lingkungan

Risiko Infeksi b.d Setelah dilakukan Pencegahan Infeksi


defisiensi pertahanan tindakan keperawatan 1. Observasi
tubuh maka tingkat infeksi - Monitor tanda dan gejala infeksi lokal dan
Definisi: menurun dengan kriteria sistematik
Berisiko mengalami hasil : 2. Terapeutik
peningkatan a. Kebersihan - Batasi jumlah pengunjung
terserang organisme badan meningkat - Berikan perawatan kulit pada area edema
patogenik b. Nafsu makan - Cuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan
meningkat pasien dan lingkungan pasien
c. Demam - Pertahankan teknik aseptik pada pasien beresiko
menurun tinggi
d. Kemerahan 3. Edukasi
menurun - Jelaskan tanda dan gejala infeksi
e. Nyeri tangan - Ajarkan cara mencuci tangan dengan benar
menurun - Ajarkan etika batuk
f. Bengkak - Ajarkan cara memeriksa kondisi luka dan luka
menurun operasi
- Anjurkan meningkatkan asupan nutrisi
- Anjurkan meningkatkan asupan cairan
4. Kolaborasi
- Pemberian imunisasi, jika perlu
Daftar Pustaka
Dinkes, Kota Palembang. 2013. Profil Kesehatan Palembang
Herawati, Y, & Indriati,M. (2017), Pengaruh Pemberian Asi Awal terhadap Kejadian Ikterus
Pada Bayi Baru Lahir 0-7 Hari. Jurnal Kebidanan, 3(01),67-72.
Hidayat. 2006. Pengantar Ilmu Keperawatan Anak. Jakarta : Salemba Medika
Ida Wardani 1 , Yuyun Setyorini 2 , Akhmad Rifai 3. (November), 98–114. Ii, B. A. B.
(2017). Ikterik Fisiologis Dan Ikterik Patologis: 8. (2014), 8–20.
Medical Record Rumah Sakit Muhammadiyah. 2014. Profil Kesehatan Rumah Sakit
Muhammadiyah Palembang 2011-2013
Nughoro. 2011. Asuhan Keperawatan Maternitas, Anak, Bedah dan Dalam. Yogyakarta :
Nuha Medika
Wilkinsom dkk. 2013. Buku Saku Diagnosis Keperawata. Jakarta : EGC
Wijayakusuma. 2009. Terapi Juz Untuk Cegah danAtasi Asma. Jakarta : INDOCAMP
Padila. 2013. Asuhan Keperawatan Penyakit Dalam. Yogyakarta : Nuha Medika
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2016. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI), Edisi
1. Jakarta: PersatuanPerawat Indonesia

Tim Pokja SIKI DPP PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI), Edisi 1.
Jakarta: Persatuan Perawat Indonesia

Tim Pokja SLKI DPP PPNI. 2018. Standar Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI), Edisi 1.
Jakarta: Persatuan Perawat Indonesia

Anda mungkin juga menyukai