Disusun oleh :
SANTI YULIAN
KHGD22066
2022
LAPORAN PENDAHULUAN
RESPIRATORY DISTRESS SINDROM (RDS)
I. Pengertian
IV. Patofisiologi
Faktor yang memudahkan terjadinya RDS pada bayi prematur disebabkan oleh alveoli
masih kecil sehingga sulit berkembang, pengembangan kurangsempurna karena dinding
thorax masih lemah, produksi surfaktan kurang sempurna. Kekurangan surfaktan
mengakibatkan kolaps pada alveolus sehingga paru-paru menjadi kaku. Hal tersebut
menyebabkan perubahan fisiologi paru sehingga daya pengembangan paru (compliance)
menurun 25 % dari normal, pernafasan menjadi berat, shunting intrapulmonal
meningkat dan terjadi hipoksemia berat, hipoventilasi yang menyebabkan asidosis
respiratorik. Telah diketahui bahwa surfaktan mengandung 90% fosfolipid dan 10%
protein , lipoprotein ini berfungsi menurunkan tegangan permukaan dan menjaga agar
alveoli tetap mengembang. Secara makroskopik, paru-paru tampak tidak berisi udara
dan berwarna kemerahan seperti hati.
Oleh sebab itu paru-paru memerlukan tekanan pembukaan yang tinggi untuk
mengembang. Secara histologi, adanya atelektasis yang luas dari rongga udara bagian
distal menyebabkan edem interstisial dan kongesti dinding alveoli sehingga
menyebabkan desquamasi dari epithel sel alveoli type II. Dilatasi duktus alveoli, tetapi
alveoli menjadi tertarik karena adanya defisiensi surfaktan ini. Dengan adanya
atelektasis yang progresif dengan barotrauma atau volutrauma dan toksisitas oksigen,
menyebabkan kerusakan pada endothelial dan epithelial sel jalan napas bagian distal
sehingga menyebabkan eksudasi matriks fibrin yang berasal dari darah. Membran
hyaline yang meliputi alveoli dibentuk dalam satu setengah jam setelah lahir.
Epithelium mulai membaik dan surfaktan mulai dibentuk pada 36- 72 jam setelah lahir.
Proses penyembuhan ini adalah komplek; pada bayi yang immatur dan mengalami sakit
yang berat dan bayi yang dilahirkan dari ibu dengan chorioamnionitis sering berlanjut
menjadi Bronchopulmonal Displasia (BPD).
Pathway
V. Klasifikasi
Dibagi menjadi dua stadium, yaitu :
1. Eksudatif
Ditandai dengan adanya perdarahan pada permukaan parenkim paru, edema
interstisial atau elveolar, penekanan pada bronkiolus terminalis, dan kerusakan
pada sel alveolar tipe I (Somantri, 2009).
2. Fibroproliferatif
Ditandai dengan adanya kerusakan pada sel alveolar tipe II, peningkatan tekanan
puncak inspirasi, penurunan compliance paru, hipoksemia, penurunan fungsi
kapasitas residual, fibrolisis interstisial, dan peningkatan ruang rugi
ventilasi(Somantri, 2009).
Pada foto thorak menurut kriteria Bomsel ada 4 stadium RDS yaitu :
1) Stadium 1
Terdapat sedikit bercak retikulogranular dan sedikit bronchogram udara
2) Stadium 2
Bercak retikulogranular homogen pada kedua lapangan paru dan gambaran
air broncogram udara terlihat lebih jelas dan meluas sampai ke perifer
menutupi bayangan jantung dengan penurunan aerasi paru.
3) Stadium 3
Kumpulan alveoli yang kolaps bergabung sehingga kedua lapangan paru
terlihat lebih opaque (white lung) dan bayangan jantung hampir tidak
terlihat, bronchogram udara lebih luas.
4) Stadium 4
Seluruh thorak sangat opaque (white lung) sehingga jnatung tidak dapat
terlihat. (Warman, Waskito, & Romadhon, 2012).
VI. Pemeriksaan Penunjang
1) Seri rontqen dada, untuk melihat densitas atelektasis dan elevasi diaphragma
dengan overdistensi duktus alveolar.
2) Bronchogram udara, untuk menentukan ventilasi jalan nafas.
3) Data laboratorium
4) Profil paru
a. Untuk menentukan maturitas paru, dengan bahan cairan amnion (untuk janin
yang mempunyai predisposisi RDS) Lecitin/Sphingomielin (L/S) ratio 2 : 1 atau
lebih mengindikasikan maturitas paru Phospatidyglicerol : meningkat saat usia
gestasi 35 minggu Tingkat phosphatydylinosito
b. Analisa Gas Darah, PaO2 kurang dari 50 mmHg, PaCO2 kurang dari 60
mmHg, saturasi oksigen 92% – 94%, pH 7,31 – 7,45
c. Level pottasium, meningkat sebagai hasil dari release potassium dari sel
alveolar yang rusak
VII. Komplikasi
1) Komplikasi jangka pendek dapat terjadi :
a. kebocoran alveoli : Apabila dicurigai terjadi kebocoran udara ( pneumothorak,
pneumomediastinum, pneumopericardium, emfisema intersisiel ), pada bayi
dengan RDS yang tiba-tiba memburuk dengan gejala klinikal hipotensi, apnea,
atau bradikardi atau adanya asidosis yang menetap.
b. Jangkitan penyakit karena keadaan penderita yang memburuk dan adanya
perubahan jumlah leukosit dan thrombositopeni. Infeksi dapat timbul kerana
tindakan invasiv seperti pemasangan jarum vena, kateter, dan alat-alat
respirasi.
c. Perdarahan intrakranial dan leukomalacia periventrikular : perdarahan
intraventrikuler terjadi pada 20-40% bayi prematur dengan frekuensi
terbanyak pada bayi RDS dengan ventilasi mekanik.
2) Komplikasi jangka panjang
Dapat disebabkan oleh keracunan oksigen, tekanan yang tinggi dalam paru,
memberatkan penyakit dan kekurangan oksigen yang menuju ke otak dan organ
lain. Komplikasi jangka panjang yang sering terjadi :
a. Bronchopulmonary Dysplasia (BPD): merupakan penyakit paru kronik yang
disebabkan pemakaian oksigen pada bayi dengan masa gestasi 36 minggu.
BPD berhubungan dengan tingginya volume dan tekanan yang digunakan pada
waktu menggunakan ventilasi mekanik, adanya infeksi, inflamasi, dan
defisiensi vitamin A. Insiden BPD meningkat dengan menurunnya masa
gestasi.
b. Retinopathy prematur Kegagalan fungsi neurologi, terjadi sekitar 10-70% bayi
yang berhubungan dengan masa gestasi, adanya hipoxia, komplikasi
intrakranial, dan adanya infeksi.
VIII. Penatalaksaan Medis
Menurut Suriadi dan Yuliani (2016) dan Surasmi,dkk (2017) tindakan untuk
mengatasi masalah kegawatan pernafasan meliputi :
1) Mempertahankan ventilasi dan oksigenasi adekuat.
2) Mempertahankan keseimbangan asam basa.
3) Mempertahankan suhu lingkungan netral.
4) Mempertahankan perfusi jaringan adekuat.
5) Mencegah hipotermia.
6) Mempertahankan cairan dan elektrolit adekuat.
Penatalaksanaan secara umum :
1) Pasang jalur infus intravena, sesuai dengan kondisi bayi, yang paling sering dan
bila bayi tidak dalam keadaan dehidrasi berikan infus dektrosa 5 %
a. Pantau selalu tanda vital
b. Jaga kepatenan jalan nafas
c. Berikan Oksigen (2-3 liter/menit dengan kateter nasal)
2) Jika bayi mengalami apneu
a. Lakukan tindakan resusitasi sesuai tahap yang diperlukan
b. Lakukan penilaian lanjut
3) Bila terjadi kejang potong kejang
4) Segera periksa kadar gula darah
Gangguan nafas ringan :
Pemberian nutrisi adekuat Setelah menajemen umum, segera dilakukan
menajemen lanjut sesuai dengan kemungkinan penyebab dan jenis atau derajat
gangguan nafas. Menajemen spesifik atau menajemen lanjut :
Beberapa bayi cukup bulan yang mengalami gangguan napas ringan pada waktu
lahir tanpa gejala-gejala lain disebut “Transient Tacypnea of the Newborn” (TTN).
Terutama terjadi setelah bedah sesar. Biasanya kondisi tersebut akan membaik dan
sembuh sendiri tanpa pengobatan. Meskipun demikian, pada beberapa kasus.
Gangguan napas ringan merupakan tanda awal dari infeksi sistemik.
Gangguan nafas sedang :
1) Lakukan pemberian O2 2-3 liter/ menit dengan kateter nasal, bila masih sesak
dapat diberikan o2 4-5 liter/menit dengan sungkup
2) Bayi jangan diberi minum
3) Jika ada tanda berikut, berikan antibiotika (ampisilin dan gentamisin) untuk terapi
kemungkinan besar sepsis.
4) Suhu aksiler <> 39˚C
5) Air ketuban bercampur mekonium
6) Riwayat infeksi intrauterin, demam curiga infeksi berat atau ketuban pecah dini
(> 18 jam) .
7) Bila suhu aksiler 34- 36,5 ˚C atau 37,5-39˚C tangani untuk masalah suhu
abnormal dan nilai ulang setelah 2 jam:
8) Bila suhu masih belum stabil atau gangguan nafas belum ada perbaikan,
berikan antibiotika untuk terapi kemungkinan besar seposis
9) Jika suhu normal, teruskan amati bayi. Apabila suhu kembali abnormal ulangi
tahapan tersebut diatas.
10) Bila tidak ada tanda-tanda kearah sepsis, nilai kembali bayi setelah 2 jam
11) Apabila bayi tidak menunjukan perbaikan atau tanda-tanda perburukan setelah 2
jam, terapi untuk kemungkinan besar sepsis
12) Bila bayi mulai menunjukan tanda-tanda perbaikan kurangai terapi o2 secara
bertahap . Pasang pipa lambung, berikan ASI peras setiap 2 jam. Jika tidak dapat
menyusu, berikan ASI peras dengan memakai salah satu cara pemberian minum
13) Amati bayi selama 24 jam setelah pemberian antibiotik dihentikan. Bila bayi
kembali tampak kemerahan tanpa pemberian O2 selama 3 hari, minumbaik dan
tak ada alasan bayi tatap tinggal di Rumah Sakit bayi dapat dipulangkan .
Gangguan nafas berat :
1) Amati pernafasan bayi setiap 2 jam selama 6 jam berikutnya.
2) Bila dalam pengamatan ganguan nafas memburuk atau timbul gejala sepsis
lainnya. Terapi untuk kemungkinan kesar sepsis dan tangani gangguan nafas
sedang dan dan segera dirujuk di rumah sakit rujukan.
3) Berikan ASI bila bayi mampu mengisap. Bila tidak berikan ASI peras dengan
menggunakan salah satu cara alternatif pemberian minuman.
4) Kurangi pemberian O2 secara bertahap bila ada perbaikan gangguan napas.
Hentikan pemberian O2 jika frekuensi napas antara 40-60 kali/menit.
Penatalaksanaan medis :
1) Pengobatan yang biasa diberikan selama fase akut penyakit RDS adalah:
2) Antibiotika untuk mencegah infeksi sekunder
3) Furosemid untuk memfasilitasi reduksi cairan ginjal dan menurunkan caiaran
paru
4) Fenobarbital
5) Vitamin E menurunkan produksi radikalbebas oksigen
6) Metilksantin (teofilin dan kafein ) untuk mengobati apnea dan untuk
pemberhentian dari pemakaian ventilasi mekanik.
7) Salah satu pengobatan terbaru dan telah diterima penggunaan dalam pengobatan
RDS adalah pemberian surfaktan eksogen ( derifat dari sumber alami misalnya
manusia, didapat dari cairan amnion atau paru sapi, tetapi bisa juga berbentuk
surfaktan buatan.
IX. Konsep Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
1) Anamnesa :
a. Data Demografi
a) Nama
b) Usia : bayi yang lahir sebelum gestasi 29 minggu.
c) Jenis Kelamin
d) Suku / Bangsa
e) Alamat
b. Keluhan Utama :
Pasien dengan RDS didapatkan keluhan seperti sesak, mengorok ekspiratori,
pernapasan cuping hidung, lemah, lesu, apneu, tidak responsive, penurunan
bunyi napas.
c. Riwayat Penyakit Sekarang :
Pada pasien RDS, biasanya akan diawali dengan tanda-tanda mudah letih,
dispnea, sianosis, bradikardi, hipotensi, hipotermi, tonus otot menurun, edema
terutama di daerah dorsal tangan atau kaki, retraksi supersternal/ epigastrik/
intercosta, grunting expirasi. Perlu juga ditanyakan mulai kapan keluhan itu
muncul. Apa tindakan yang telah dilakukan untuk menurunkan atau
menghilangkan keluhan-keluhan tersebut.
d. Riwayat Penyakit Dahulu :
Perlu ditanyakan apakah pasien mengalami prematuritas dengan paru-paru yang
imatur (gestasi dibawah 32 minggu), gangguan surfactan, lahir premature
dengan operasi Caesar serta penurunan suplay oksigen saat janin saat kelahiran
pada bayi matur atau premature, atelektasis, diabetes mellitus, hipoksia, asidosis
e. Riwayat Maternal
Meliputi riwayat menderita penyakit seperti diabetes mellitus, kondisi seperti
perdarahan placenta, placenta previa, tipe dan lama persalinan, stress fetal
atau intrapartus, dan makrosomnia (bayi dengan ukuran besar akibat ibu yang
memiliki riwayat sebagai perokok, dan pengkonsumsi minuman keras serta
tidak memperhatikan gizi yang baik bagi janin).
f. Riwayat penyakit keluarga
Perlu ditanyakan apakah ada anggota keluarga yang terkena penyakit -penyakit
yang disinyalir sebagai penyebab kelahiran premature / Caesar sehinnga
menimbulakan membrane hyialin disease.
g. Riwayat psikososial
Meliputi perasaan keluarga pasien terhadap penyakitnya, bagaimana cara
mengatasinya serta bagaimana perilaku keluarga pasien terhadap tindakan yang
dilakukan terhadap bayinya.
h. Status Infant saat Lahir
a) Prematur, umur kehamilan.
b) Apgar score, apakah terjadi aspiksia.
c) Apgar score adalah : Suatu ukuran yang dipakai untuk mengevaluasi keadaan
umum bayi baru lahir.
d) Bayi premature yang lahir melalui operasi Caesar
2) Pemeriksaan fisik
Pada pemeriksaan fisik akan ditemukan takhipneu (> 60 kali/menit), pernafasan
mendengkur, retraksi subkostal/interkostal, pernafasan cuping hidung, sianosis dan
pucat, hipotonus, apneu, gerakan tubuh berirama, sulit bernafas dan sentakan dagu.
Pada awalnya suara nafas mungkin normal kemudian dengan menurunnya
pertukaran udara, nafas menjadi parau dan pernapasan dalam.
Pengkajian fisik pada bayi dan anak dengan kegawatan pernafasan dapat dilihat
dari penilaian fungsi respirasi dan penilaian fungsi kardiovaskuler. Penilaian fungsi
respirasi meliputi :
a. Frekuensi nafas
Takhipneu adalah manifestasi awal distress pernafasan pada bayi. Takhipneu
tanpa tanda lain berupa distress pernafasan merupakan usaha kompensasi
terhadap terjadinya asidosis metabolik seperti pada syok, diare, dehidrasi,
ketoasidosis, diabetikum, keracunan salisilat, dan insufisiensi ginjal kronik.
Frekuensi nafas yang sangat lambat dan ireguler sering terjadi pada hipotermi,
kelelahan dan depresi SSP yang merupakan tanda memburuknya keadaan klinik.
b. Mekanika usaha pernafasan
Meningkatnya usaha nafas ditandai dengan respirasi cuping hidung, retraksi
dinding dada, yang sering dijumpai pada obtruksi jalan nafas dan penyakit
alveolar. Anggukan kepala ke atas, merintih, stridor dan ekspansi memanjang
menandakan terjadi gangguan mekanik usaha pernafasan.
c. Warna kulit/membran mukosa
Pada keadaan perfusi dan hipoksemia, warna kulit tubuh terlihat
berbercak (mottled), tangan dan kaki terlihat kelabu, pucat dan teraba dingin.
d. Kardiovaskuler
a) Frekuensi jantung dan tekanan darah
Adanya sinus tachikardi merupakan respon umum adanya stress, ansietas,
nyeri, demam, hiperkapnia, dan atau kelainan fungsi jantung.
b) Kualitas nadi
Pemeriksaan kualitas nadi sangat penting untuk mengetahui volume dan
aliran sirkulasi perifer nadi yang tidak adekwat dan tidak teraba pada satu sisi
menandakan berkurangnya aliran darah atau tersumbatnya aliran darah pada
daerah tersebut. Perfusi kulit kulit yang memburuk dapat dilihat dengan
adanya bercak, pucat dan sianosis.
e. Pemeriksaan pada pengisian kapiler dapat dilakukan dengan cara :
a) Nail Bed Pressure ( tekan pada kuku)
b) Blancing Skin Test, caranya yaitu dengan meninggikan sedikit ekstremitas
dibandingkan jantung kemudian tekan telapak tangan atau kaki tersebut
selama 5 detik, biasanya tampak kepucatan. Selanjutnya tekanan dilepaskan
pucat akan menghilang 2-3 detik.
c) Perfusi pada otak dan respirasi
Gangguan fungsi serebral awalnya adalah gaduh gelisah diselingi agitasi dan
letargi. Pada iskemia otak mendadak selain terjadi penurunan kesadaran juga
terjadi kelemahan otot, kejang dan dilatasi pupil.
3) ADL (Activity daily life)
a. Nutrisi :
Bayi dapat kekeurangan cairan sebagai akibat bayi belum minum atau
menghisap
b. Istirahat tidur
Kebutuhan istirahat terganggu karena adanya sesak nafas ataupun kebutulan
nyaman tergangu akibat tindakan medis
c. Eliminasi
Penurunan pengeluaran urine
2. Analisa Data
No Data Etiologi Masalah
DS:
1 - Dispnea Produksi Surfakat Menurun Gangguan Pertukaran Gas
DO:
- PCO2 meningkat/menurun
- PO2 menurun Atelectasis
- Takikardi
- Ph arteri
meningkat/menurun Kolabs
- Bunyi nafas tambahan
Hypoxia
Nafas periodik
Defisit Nutrisi
5 Faktor Resiko Penurunan perfusi ke organ Resiko Cedera
vital paru-paru
Eksternal:
- Terpapar patogen
Otak menurun
- Terpapar zat kimia
toksik
- Terpapar agen Inskemia
nasokomial
- Ketidakamanan
Gangguan fungsi serebral
transportasi
Internal:
Penurunan kesadaran,
- Ketidaknormalan profil
kelemahan otot, dilatasi pupil,
darah
kejang, letargi
- Perubahan orientasi
afektif
Resiko Cedera
- Perubahan sensasi
- Disfungsi autoimun
- Disfungsi biokimia
- Hipoksia jaringan
- Kegagalan mekanisme
pertahanan tubuh
- Malnutrisi
- Perubahan fungsi
psikomotor
- Perubahan fungsi
kognitif
6 Faktor Resiko Lemak subkutan tipis Resiko Infeksi
- Penyakit kronis
- Efek prosedur infasi Defesiensi pertahanan diri
lemah
- Maalnutrisi
- Peningkatan paparan
organisme patogen Resiko Infeksi
lingkungan
- Ketidak adekuatan
pertahanan tubuh
3. Diagnosa Keperawatan
1) Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membrane alveolus-
kapiler
2) Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan imaturitas neurologis (defisiensi
surfaktan dan ketidakstabilan alveolar)
3) Hipotermia berhubungan dengan kekurangan lemak subkutan
4) Deficit nutrisi berhubungan dengan ketidakmanpuan menghisap dan penurunan
mobilitas usus
5) Resiko cedera berhubungan dengan hipoksia jaringan
6) Resiko infeksi berhubungan dengan defisiensi pertahanan tubuh
4. Intervensi Keperawatan
SDKI (STANDAR SLKI (STANDAR SIKI (STANDAR INTERVENSI KEPERAWATAN
DIAGNOSA LUARAN INDONESIA)
KEPERAWATAN KEPERAWATAN
INDONESIA ) INDONESIA)
Gangguan Pertukaran setelah dilakukan Pemantauan Respirasi
Gas b.d Perubahan tindakan keperawatan 1. Observasi
membran alveolus- maka pertukaran gas - Monitor frekuensi, irama, kedalaman, dan upaya
kapiler meningkat dengan napas
Definisi: kriteria hasil : - Monitor pola napas (seperti bradipnea, takipnea,
Kelebihan atau a. Tingkat kesadaran hiperventilasi, Kussmaul, Cheyne-Stokes,
kekurangan meningkat Biot, ataksik0
oksigenasi dan atau b. Dyspnea menurun - Monitor kemampuan batuk efektif
eliminasi c. Bunyi napas - Monitor adanya produksi sputum
karbondioksida pada tambahan menurun - Monitor adanya sumbatan jalan napas
membran alveolus – d. Pusing menurun - Palpasi kesimetrisan ekspansi paru
kapiler e. Napas cuping hidung - Auskultasi bunyi napas
Gejala & Tanda menurun - Monitor saturasi oksigen
Mayor: f. Gelisah menurun - Monitor nilai AGD
Subjektif g. Pc02 membaik - Monitor hasil x-ray toraks
- Dispnea h. Po2 membaik 2. Terapeutik
Objektif i. Takikardia membaik - Atur interval waktu pemantauan respirasi sesuai
- PCO2 meningka j. pH arteri membaik kondisi pasien
/menuru k. sianosis membaik - Dokumentasikan hasil pemantauan
- PO2 menurun l. pola napas membaik 3. Edukasi
- Takikardia m. warna kulit membaik - Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan
- pH arteri Informasikan hasil pemantauan, jika perlu
meningkat/menur
un
- Bunyi napas
tambahan
Gejala & Tanda
Minor:
Subjektif
- Pusing
Objektif
- Penglihatan kabur
- Sianosis
- Diaforesis
- Gelisah
- Napas cuping
hidung
- Pola napas
abnormal
(cepat/lambat,
regular/ierguler,
dalam/dangkal)
- Warna kulit
abnormal (mis.
pucat, kebiruan)
- Kesadaran
menurun
Tim Pokja SIKI DPP PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI), Edisi 1.
Jakarta: Persatuan Perawat Indonesia
Tim Pokja SLKI DPP PPNI. 2018. Standar Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI), Edisi 1.
Jakarta: Persatuan Perawat Indonesia