Anda di halaman 1dari 47

BAB I

PENDAHULUAN

A.  Latar belakang

Respiratory Distress Syndrom (RDS) atau Sindrom Distres Pernapasan

merupakan sindrom gawat napas yang disebabkan defisiensi surfaktan terutama

pada bayi yang baru lahir dengan masa gestasi kurang (Suriadi dan Yulianni,

2015). Secara klinis bayi dengan RDS menunjukkan takipnea, pernapasan cuping

hidung, retraksi interkosta dan subkosta, expiratory grunting (merintih) dalam

beberapa jam pertama kehidupan. Tanda-tanda klinis lain, seperti: hipoksemia dan

polisitema. Tanda-tanda lain RDS meliputi hipoksemia, hiperkarbia, dan asidosis

respiratory atau asidosis campuran (Kompas, 2014).

Dampak lanjut dari kekurangan surfaktan mengakibatkan kolaps pada

alveolus sehingga paru-paru menjadi kaku. Hal tersebut menyebabkan perubahan

fisiologi paru sehingga daya pengembangan paru (compliance) menurun 25% dari

normal, pernafasan menjadi berat, shunting intrapulmonal meningkat dan terjadi

hipoksemia berat, hipoventilasi yang menyebabkan asidosis respiratorik.

Masalah tersebut dapat diatasi dengan peran aktif petugas kesehatan baik

berupa promotif, preventiv, kuratif dan rehabilitatif. Hal ini dilakukan dengan

pendidikan kesehatan, pencegahan, pengobatan sesuai program dan memotivasi

klien agar cepat pulih sehingga dapat meningkatkan derajat kesehatan secara

optimal. Oleh karena itu penulis tertarik mengangkat judul “Asuhan Keperawatan

pada bayi dengan RDS di ruang Neonatus RSUD Kab. Sidoarjo.”


B.  Tujuan Penulisan

1.      Tujuan Umum

Penulis membuat makalah yang berjudul “ Asuhan Keperawatan pada bayi

dengan RDS ” bertujuan sebagai bahan pembelajaran Keperawatan Anak, serta

memenuhi syarat penyelesaian tugas dari mata kuliah Keperawatan Anak.

2.      Tujuan khusus

Selesainya tugas makalah Asuhan Keperawatan Pada bayi dengan RDS, penulis di

harapkan mampu:

a.    Memahami isi materi mengenai Asuhan Keperawatan pada bayi dengan RDS.

b.    Dapat membagi ilmu kepada pembaca mengenai Asuhan Keperawatan pada

bayi dengan RDS.

C.  Metode Penulisan

Metode penulisan yang digunakan oleh penyusun dalam penyusunan makalah ini

adalah metode deskripsi untuk mendapatkan gambaran mengenai asuhan

keperawatan bayi dengan RDS.

D.  Ruang Lingkup

Penulis hanya membahas asuhan keperawatan pada bayi dengan RDS.


E.  Sistematika Penulisan

Penyusunan makalah Asuhan Keperawatan pada Anak dengan RDS terdiri

dari empat Bab, pada Bab I yaitu pendahuluan yang berisikan latar belakang,

tujuan penulisan, metode penulisan, ruang lingkup, dan sistematika penulisan.

Bab II yaitu tinjauan pustaka mengenai pengertian, etiologi, patofisiologi,

penatalaksanaan medis dan asuhan keperawatan. Bab III asuhan keperawatan

neonatus dengan rds. IV penutup yang berisikan kesimpulan dan saran.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

1. Konsep Teori

A. Pengertian

Respiratory Distress Syndrome (RDS) disebut juga Hyaline Membrane Disease

(HMD), merupakan sindrom gawat napas yang disebabkan defisiensi surfaktan

terutama pada bayi yang lahir dengan masa gestasi kurang. (Malloy & Freeman

2010).

RDS adalah gangguan pernafasan yang sering terjadi pada bayi premature

dengan tanda-tanda takipnue (>60 x/mnt), retraksi dada, sianosis pada udara

kamar, yang menetap atau memburuk pada 48-96 jam kehidupan dengan x-ray

thorak yang spesifik.

RDS adalah perkembangan yang imatur pada sistem pernafasan atau tidak

adekuatnya jumlah surfaktan dalam paru.RDS dikatakan sebagai Hyaline

Membrane Disesae (Suryadi, 2012).

RDS adalah suatu sindrom kegawatan pada pernafasan yang terdiri atas gejala

dispneu, pernafasan cepat lebih dari 60 kali permenit, sianosis, merintih pada saat

ekspirasi; terdapat retraksi pada suprasternal, interkostal dan epigastrium. Pada

penyakit ini terjadi perubahan paru yaitu berupa pembentukan jaringan hialin pada

membran paru yang rusak.Kerusakan pada paru timbul akibat kekurangan

komponen surfaktan pulmonal. Surfaktan adalah suatu zat aktif yang memberikan

pelumasan pada ruang antar alveoli sehingga dapat mencegah pergesekan dan

timbulnya kerusakan pada alveoli yang selanjutnya akan mencegah terjadinya

kolaps paru (Suryadi, 2012).


B. Etiologi

RDS terjadi pada bayi prematur atau kurang bulan, karena kurangnya

produksi surfaktan. Produksi surfaktan ini dimulai sejak kehamilan minggu ke-22,

makin muda usia kehamilan, makin besar pula kemungkinan terjadi RDS. Ada 4

faktor penting penyebab defisiensi surfaktan pada RDS yaitu prematur, asfiksia

perinatal, maternal diabetes, secsiocaesaria.

Surfaktan biasanya didapatkan pada paru yang matur. Fungsi surfaktan

untuk menjaga agar kantong alveoli tetap berkembang dan berisi udara, sehingga

pada bayi prematur dimana surfaktan masih belum berkembang menyebabkan

daya berkembang paru kurang dan bayi akan mengalami sesak nafas. Gejala

tersebut biasanya muncul segera setelah bayi lahir dan akan bertambah berat.

RDS merupakan penyebab utama kematian bayi prematur. Sindrom ini

dapat terjadi karena ada kelainan di dalam atau diluar paru, sehingga tindakan

disesuaikan dengan penyebab sindrom ini. Kelainan dalam paru yang menunjukan

sindrom ini adalah pneumothoraks/pneumomediastinum, penyakit membran hialin

(PMH).

C. Manifestasi Klinis

Gejala utama Gawat napas / distress respirasi pada neonatus yaitu :

 Takipnea : laju napas > 60 kali per menit (normal laju napas 40 kali per

menit)

 Sianosis sentral pada suhu kamaryang menetap atau memburuk pada 48-96

jam kehidupan dengan x-ray thorak yang spesifik

 Retraksi : cekungan pada sternum dan kosta pada saat inspirasi

 Grunting : suara merintih saat ekspirasi


 Pernapasan cuping hidung

Tabel 2. Evaluasi Gawat Napas dengan skor Downes

Skor
Pemeriksaan
0 1 2

Frekuensi napas < 60 /menit 60-80 /menit > 80/menit

Retraksi Tidak ada retraksi Retraksi ringan Retraksi berat

Sianosis Tidak ada sianosis Sianosis hilang Sianosis menetap

dengan 02 walaupun diberi

O2

Air entry Udara masuk Penurunan ringan Tidak ada udara

udara masuk masuk

Merintih Tidak merintih Dapat didengar Dapat didengar

dengan stetoskop tanpa alat bantu

Evaluasi: < 3 = gawat napas ringan

4-5 = gawat napas sedang

> 6 = gawat napas berat

D. Patofisiologi

Faktor-faktor yang memudahkan terjadinya RDS pada bayi prematur

disebabkan oleh alveoli masih kecil sehingga kesulitan berkembang,

pengembangan kurang sempurna kerana dinding thorax masih lemah, produksi


surfaktan kurang sempurna. Kekurangan surfaktan mengakibatkan kolaps pada

alveolus sehingga paru-paru menjadi kaku. Hal tersebut menyebabkan perubahan

fisiologi paru sehingga daya pengembangan paru (compliance) menurun 25% dari

normal, pernafasan menjadi berat, shunting intrapulmonal meningkat dan terjadi

hipoksemia berat, hipoventilasi yang menyebabkan asidosis respiratorik.

Telah diketahui bahwa surfaktan mengandung 90% fosfolipid dan 10%

protein , lipoprotein ini berfungsi menurunkan tegangan permukaan dan menjaga

agar alveoli tetap mengembang. Secara makroskopik, paru-paru nampak tidak

berisi udara dan berwarna kemerahan seperti hati. Oleh sebab itu paru-paru

memerlukan tekanan pembukaan yang tinggi untuk mengembang. Secara histologi,

adanya atelektasis yang luas dari rongga udara bahagian distal menyebabkan

edema interstisial dan kongesti dinding alveoli sehingga menyebabkan desquamasi

dari epithel sel alveoli type II. Dilatasi duktus alveoli, tetapi alveoli menjadi

tertarik karena adanya defisiensi surfaktan ini.

Dengan adanya atelektasis yang progresif dengan barotrauma atau

volutrauma dan keracunan oksigen, menyebabkan kerosakan pada endothelial dan

epithelial sel jalan pernafasan bagian distal sehingga menyebabkan eksudasi

matriks fibrin yang berasal dari darah. Membran hyaline yang meliputi alveoli

dibentuk dalam satu setengah jam setelah lahir. Epithelium mulai membaik dan

surfaktan mulai dibentuk pada 36- 72 jam setelah lahir. Proses penyembuhan ini

adalah komplek; pada bayi yang immatur dan mengalami sakit yang berat dan bayi

yang dilahirkan dari ibu dengan chorioamnionitis sering berlanjut menjadi

Bronchopulmonal Displasia (BPD).


E. Pathway
Primer Sekunder
`
Bayi prematur Perdarahan antepartum, Ibu diabetes Seksio sesaria Aspirasi mekonium Asfiksia Resusitasi Pneumotorak,
hipertensi hipotensi (pneumonia aspirasi) neonatorum neonatus sindrom wilson,
Pembentukan (pada ibu) Hiperinsulinemia Pengeluaran mikity
membran hialin janin Pernapasan intra uterin Janin kekurangan Pemberian kadar
hormon stress oleh
Gangguan perfusi darah O2 dan kadar CO2 O2 yang tinggi Insufisiensi pada
surfaktan paru ibu
uterus Sumbatan jalan napas meningkat bayi prematur
belum sempurna Imaturitas paru
parsial oleh air ketuban Trauma akibat
Sirkulasi utero plasenter Mengalir ke janin Gangguan
dan mekonium kadar O2 yang
kurang baik pematangan paru
tinggi
bayi yang berisi air Kerusakan surfaktan perfusi
Bayi prematur; dismaturitas Menekan sintesis
surfaktan
Pertumbuhan surfaktan paru belum matang

Penurunan produksi surfaktan

Meningkatnya tegangan permukaan alveoli

Ketidakseimbangan inflasi saat inspirasi

Surfaktan menurun Kolaps paru (atelektasis) saat ekspirasi

RESPIRATORY DISTRESS SYNDROME / RDS


Janin tidak dapat menjaga
rongga paru tetap Kolaps paru
mengembang
Hipoksia
Gangguan ventilasi pulmonal Retensi CO2 Peningkatan pulmonary
Tekanan negatif intra Kerusakan endotel kapiler vaskular resistence (PVR)
toraks yang besar Kontriksi vaskularisasi dan epitel duktus arteriousus Asidosis respiratorik
pulmonal Hipoperfusi Pembalikan parsial
Transudasi alveoli Pe↓ pH dan PaO2 jaringan paru sirkulasi darah janin
Usaha inspirasi yang lebih Masukan oral
P↓ oksigenasi jaringan
kuat tidak adekuat/ Pembentukan fibrin Membran hialin
Vasokontriksi berat Me↓nya aliran Aliran darah dari
menyusu buruk melapisi alveoli
- Dispena Metabolisme anaerob darah pulonal kanan ke kiri
Fibrin & jaringan yang
- Takipnea Menghambat Pe↓ sirkulasi paru melalui arteriosus
nekrotik membentuk lapisan
- Apnea Timbunan asam laktat pertukaran gas dan pulmonal dan foramen ovale
membran hialin MK : Gangguan
- Retraksi dinding Peningkatan
metabolisme Asidosis metabolik Penurunan curah MK : Risk penurunan pertukaran gas
dada Ketidakseimbang
(membutuhkan jantung curah jantung
- Pernapasan cuping an nutrisi kurang Kurangnya cadangan
hidung dari kebutuhan glikogen lebih glikogen dan lemak coklat M↓nya perfusi ke Paru Me↓nya aliran darah pulmonal - Pe↓ kesadaran
- Mengorok tubuh banyak organ vital
Otak Iskemia Gangguan - Kelemahan otot
- Kelemahan Respon menggigil pada - Dilatasi pupil MK :
MK :Ketidakefektifan Pola Hipoglikemia bayi kurang/tidak ada Bayi kehilangan panas tubuh/tdk MK : Hipotermia fungsi
- Kejang Resiko
nafas, intoleransi aktivitas dapat me↑kan panas tubuh serebral - Letargi cidera
F. Klasifikasi

Derajat beratnya distress nafas dapat dinilai dengan menggunakan skor

Downes. Penilaian dengan sistem skoring ini sebaiknya dilakukan tiap

setengah jam untuk menilai progresivitasnya.

Skor
Pemeriksaan
0 1 2
60 – 80
Frekuensi napas < 60 x/menit > 80 x/menit
x/menit
Retraksi Tidak ada retraksi Retraksi ringan Retraksi berat
Sianosis menetap
Tidak ada Sianosis hilang
Sianosis walaupun diberi
sianosis dengan O₂
O₂
Penurunan udara Tidak ada udara
Air entry Udara masuk
masuk masuk
Dapat di dengan Dapat didengar
Merintih Tidak merintih
dengan stetoskop tanpa alat bantu

Evaluasi : <3 = Gawat napas ringan

4–5 = Gawat napas sedang

>6 = Gawat napas berat

G. Pemeriksaan Penunjang dan Diagnostik

Pemeriksaan Penunjang pada Neonatus yang mengalami Distress Pernafasan

Pemeriksaan Kegunaan
Kultur darah
Menunjukkan keadaan bakteriemia

Analisa gas darah  Menilai derajat hipoksemia


 Menilai keseimbangan asam basa
Menilai keadaan hipoglikemia, karena

Glukosa darah hipoglikemia dapat menyebabkan atau

memperberat takipnea
Rontgen toraks
Mengetahui etiologi distress nafas

 Leukositosis menunjukkan adanya

infeksi

 Neutropenia menunjukkan infeksi


Darah rutin dan hitung jenis
bakteri

 Trombositopenia menunjukkan

adanya sepsis
Menilai hipoksia dan kebutuhan
Pulse oxymetri
tambahan oksigen
1. Gambaran radiologis

Diagnosis yang tepat hanya dapat dibuat dengan pemeriksaan foto

rontgen toraks. Pemeriksaan ini juga sangat penting untuk menyingkirkan

kemungkinan penyakit lain yang diobati dan mempunyai gejala yang

mirip penyakit membran hialin, misalnya pneumotoraks, hernia

diafragmatika dan lain-lain. Gambaran klasik yang ditemukan pada foto

rontgen paru ialah adanya bercak difus berupa infiltrate retikulogranuler

ini, makin buruk prognosis bayi. Beberapa sarjana berpendapat bahwa

pemeriksaan radiologis ini dapat dipakai untuk mendiagnosis dini

penyakit membran hialin, walaupun manifestasi klinis belum jelas.

2. Gambaran laboratorium
Kelainan yang ditemukan pada pemeriksaan laboratorium

diantaranya adalah :

a. Pemeriksaan darah

Kadar asam laktat dalam darah meninggi dan bila kadarnya lebih dari

45 mg%, prognosis lebih buruk, kadar bilirubin lebih tinggi bila

dibandingkan dengan bayi normal dengan berat badan yang sama.

Kadar PaO2 menurun disebabkan kurangnya oksigenasi di dalam paru

dan karena adanya pirau arteri-vena. Kadar PaO2 meninggi, karena

gangguan ventilasi dan pengeluaran CO2 sebagai akibat atelektasis

paru. pH darah menurun dan defisit biasa meningkat akibat adanya

asidosis respiratorik dan metabolik dalam tubuh.

b. Pemeriksaan fungsi paru

Pemeriksaan ini membutuhkan alat yang lengkap dan pelik, frekuensi

pernapasan yang meninggi pada penyakit ini akan memperhatikan

pula perubahan pada fungsi paru lainnya seperti ‘tidal volume’

menurun, ‘lung compliance’ berkurang, functional residual capacity’

merendah disertai ‘vital capacity’ yang terbatas. Demikian pula fungsi

ventilasi dan perfusi paru akan terganggu.

c. Pemeriksaan fungsi kardiovaskuler

Penyelidikan dengan kateterisasi jantung memperhatikan beberapa

perubahan dalam fungsi kardiovaskuler berupa duktus arteriosus

paten, pirau dari kiri ke kanan atau pirau kanan ke kiri (bergantung
pada lanjutnya penyakit), menurunnya tekanan arteri paru dan

sistemik.

3. Gambaran patologi/histopatologi

Pada otopsi, gambaran dalam paru menunjukkan adanya atelektasis dan

membran hialin di dalam alveolus dan duktus alveolaris. Di samping itu

terdapat pula bagian paru yang mengalami enfisema. Membran hialin

yang ditemukan yang terdiri dari fibrin dan sel eosinofilik yang mungkin

berasal dari darah atau sel epitel ductus yang nekrotik.

H. Pencegahan

Faktor yang dapat menimbulkan kelainan ini adalah pertumbuhan paru

yang belum sempurna. Karena itu salah satu cara untuk menghindarkan

penyakit ini ialah mencegah kelahiran bayi yang maturitas parunya belum

sempurna. Maturasi paru dapat dikatakan sempurna bila produksi dan

fungsi surfaktan telah berlangsung baik (Gluck, 1971) memperkenalkan

suatu cara untuk mengetahui maturitas paru dengan menghitung

perbandingan antara lesitin dan sfigomielin dalam cairan amnion.

Bila perbandingan lesitin/sfingomielin sama atau lebih dari dua, bayi

yangakan lahir tidak akan menderita penyakit membrane hialin, sedangkan

bila perbandingan tadi kurang dari tiga berati paru-paru bayi belum

matang dan akan mengalami penyakit membrane hialin. Pemberian

kortikosteroid dianggap dapat merangsang terbentuknya surfaktan pada


janin. Cara yang paling efektif untuk menghindarkan penyakit ini ialah

mencegah prematuritas.

I. Penatalaksanaan

1. Penatalaksanaan medik tindakan yang perlu dilakukan

a. Memberikan lingkungan yang optimal, suhu tubuh bayi harus selalu

diusahakan agar tetap dalam batas normal (36,5o-37oC) dengan cara

meletakkan bayi dalam inkubator. Kelembaban ruangan juga harus

adekuat (70-80%).

b. Pemberian oksigen. Pemberian oksigen harus dilakukan dengan hati-

hati karena berpengaruh kompleks terhadap bayi prematur.

Pemberian O2 yang terlalu banyak dapat menimbulkan komplikasi

seperti : fibrosis paru, kerusakan retina (fibroplasias retrolental), dll.

c. Pemberian cairan dan elektrolit sangat perlu untuk mempertahankan

homeostasis dan menghindarkan dehidrasi. Pada permulaan diberikan

glukosa 5-10% dengan jumlah yang disesuaikan dengan umur dan

berat badan ialah 60-125 ml/kg BB/hari. asidosis metabolik yang

selalu dijumpai harus segera dikoreksi dengan memberikan NaHCO3

secara intravena.

d. Pemberian antibiotik. Bayi dengan penyakit membran hialin (PMH)

perlu mendapatkan antibiotik untuk mencegah infeksi sekunder.

Dapat diberikan penisilin dengan dosis 50.000-100.000 u/kg BB/hari

atau ampisilin 100 mg/kg BB/hari, dengan atau tanpa gentamisin 3-5

mg/kg BB/hari.
e. Kemajuan terakhir dalam pengobatan pasien PMH adalah pemberian

surfaktan eksogen (surfaktan dari luar), obat ini sangat efektif, namun

harganya amat mahal.

2. Penatalaksanaan keperawatan

Bayi dengan PMH adalah bayi prematur kecil, pada umumnya

dengan berat badan lahir 1000-2000 gram dan masa kehamilan kurang

dari 36 minggu. Oleh karena itu, bayi ini tergolong bayi berisiko tinggi.

Apabila menerima bayi baru lahir yang demikian harus selalu waspada

bahaya yang dapat timbul. Masalah yang perlu diperhatikan ialah bahaya

kedinginan (dapat terjadi cold injury), risiko terjadi gangguan

pernapasna, kesukaran dalam pemberian makanan, risiko terjadi infeksi,

kebutuhan rasa aman dan nyaman (kebutuhan psikologik) (Ngastiyah,

2005).

Penatalaksanaan secara umum (Sudarti dan Endang Khoirunnisa,

2010):

a) Pasang jalur infus intravena, sesuai dengan kondisi bayi, yang

paling sering dan bila bayi tidak dalam keadaan dehidrasi berikan

infus dektrosa 5%

b) Pantau selalu tanda vital

c) Jaga kepatenan jalan nafas

d) Berikan Oksigen (2-3 liter/menit dengan kateter nasal) e. Jika

bayi mengalami apneu


e) Lakukan tindakan resusitasi sesuai tahap yang diperlukan g.

Lakukan penilaian lanjut

f) Segera periksa kadar gula darah

g) Pemberian nutrisi edekuat

h) Setelah manajemen umum segera lakukan manajemen lanjut

sesuai dengan kemungkinan penyebab dan jenis atau derajat

gangguan nafas

i) Manajemen spesifik dan manajemen lanjut antara lain

1. Pentalaksanaan pada gangguan nafas ringan (Sudarti dan

Endang Khoirunnisa, 2010) . Gangguan nafas ringan pada

bayi yang mengalami gangguan nafas ringan disebut Transient

Tacypnea of the Newborn (TTN) yang biasanya terjadi karena

bedah sesar. Kondisi ini dapat normal kembali tanpa adanya

pengobatan. Gangguan nafas ringan merupakan tanda awal

dari infeksi sistemik.

 Amati pernafasan bayi setiap 2 jam selama 6 jam

berikutnya

 Bila pernafasan memburuk atau timbul gejala sepsis,

terapi untuk mengurangi sepsis

 Berikan ASI bila bayi mampu menyusui, jika tidak

mampu peras ASI


 Kurangi pemberian O₂ secara bertahap bila ada

perbaikan gangguan nafas, hentikan pemberian O₂

jika frekuensi nafas antara 30-6- kali/menit

 Amati bayi selama 24 jam selanjutnya, jika frekuensi

nafas menetap antaran 30-60 kali/menit, tidak ada

sepsis, dan tidak ada masalah lain yang memerlukan

perawatan bayi dapat dipulangkan.

2. Gangguan nafas sedang (Sudarti dan Endang Khoirunnisa,

2010)

 Lanjutkan pemberian O₂ dengan kecepatan aliran

sedang

 Bayi tidak diberikan minum

 Ambil sampel darah untuk kultur dan berikan

antibiotic (ampisilin dan gentamisin) untuk terapi

kemungkinan besar sepsis jika tidak ada tanda-tanda

sebagai berikut ; Suhu aksiler 39ºC, Air ketuban

bercampur mekonium, Riwayat infeksi intrauterine,

demam curiga infeksi berat atau ketuban pecah dini

(>18 jam)

 Bila suhu aksiler 34-36,5ºC atau 37,5-39ºC tangani

untuk masalah suhu abnormal dan ulang setelah 2 jam:

Bila suhu masih belum stabil atau gangguan

pernafasan masih belum ada perbaikan, ambil sampel


darah dan berikan antibiotik untuk terapi kemungkinan

sepsis, Jika suhu abnormal, teruskan amati bayi. Jika

suhu kembali abnormal ulangi tahapan diatas

 Bila tidak ada tanda-tanda ke arah sepsis, nilai kembali

bayi setelah 2 jam. Apabila bayi tidak menunjukan

perbaikan atau tanda-tanda perburukan setelah 2 jam,

terapi untuk kemungkinan besar sepsis.

 Bila bayi mulai menunjukan tanda-tanda perbaikan

(frekuensi nafas menurun, tarikan dinding dada

berkurang atau suara merintih berkurang) ; Kurangi

terapi O₂ secara bertahap, Pasang pipa lambung dan

berikan ASI peras setiap 2 jam, Bila pemberian O₂

tidak diperlukan lagi, bayi mulai dilatih menyusui

 Amati bayi selama 24 jam setelah pemberian

antibiotik dihentikan. Jika bayi kembali tampak

kemerahan tanpa pemberian O₂ selama 3 hari, bayi

dapat dipulangkan dan bayi sudah bisa diberikan ASI

3. Gangguan Napas Berat Semakin kecil bayi kemungkinan

terjadi gangguan nafas semakin sering dan semakin berat.

Pada bayi kecil ( berat lahir < 2500 gram atau umur kehamilan

<37 minggu) gangguan nafas kering memburuk dalam waktu

36-48 jam pertama dan tidak banyak terjadi perubahan dalam


satu dua hari berikutnya dan kemudian akan membaik pada

hari ke 4-7.

a) Tentukan pemberian O₂ dengan kecepatan aliran

sedang (antara rendah dan tinggi)

b) Tangani sebagai kemungkinan besar sepsis

c) Bila bayi menunjukkan tanda pemburukan atau

terhadap terhadap sianosis sentral,naikan pemberian

O2 pada kecepatan aliran tinggi. Jika gangguan nafas

bayi semakin berat dan sianosis sentral menetap

walaupun diberikan O2 100% bila kemungkinan

segera rujuk bayi kerumah sakit rujukan atau ada

fasilitas dan mampu memakai ventilator mekanik.

d) Jika gangguan nafas masih menetap selama 2 jam,

pasang pipa lambung untuk mengosongkan cairan

lambung dan udara

e) Nilai kondisi bayi 4 kali sehari apa bila ada tanda

perbaikan

f) Jika bayi mulai menunjukkan tanda perbaikan

(frekuensi nafas menurun, tarikan dinding dada

berkurang, warna kulit membaik), maka :

 Kurangi pemberian O₂ Jangan meneruskan

pemberian O₂ bila tidak perlu hentikan

pemberian O₂ bila bayi diletakkan pada udara


ruangan tanpa pemberian O₂ tidak mengalami

gangguan nafas dan tampak kemerahan.

 Mulailah pemberian ASI peras melalui pipa

lambunng.

 Bila pemberian O₂ tak diperlukan lagi,bayi

mulai dilatih dengn menggunakan salah satu

alternafif cara pemberian minum

J. Komplikasi

Komplikasi jangka pendek ( akut ) dapat terjadi 3 hal:

1) Ruptur alveoli

Bila dicurigai terjadi kebocoran udara (pneumothorak,

pneumomediastinum, pneumopericardium, emfisema intersisiel ), pada

19 bayi dengan RDS yang tiba-tiba memburuk dengan gejala klinis

hipotensi, apnea, atau bradikardi atau adanya asidosis yang menetap

2) Dapat timbul infeksi yang terjadi karena keadaan penderita yang

memburuk dan adanya perubahan jumlah leukosit dan

thrombositopeni. Infeksi dapat timbul karena tindakan invasiv seperti

pemasangan jarum vena, kateter, dan alat-alat respirasi

3) Perdarahan intrakranial dan leukomalacia periventrikular

Perdarahan intraventrikuler terjadi pada 20-40% bayi prematur dengan

frekuensi terbanyak pada bayi RDS dengan ventilasi mekanik

4) PDA dengan peningkatan shunting dari kiri ke kanan merupakan

komplikasi bayi dengan RDS terutama pada bayi yang dihentikan


terapi surfaktannya. Komplikasi jangka panjang dapat disebabkan oleh

toksisitas oksigen, tekanan yang tinggi dalam paru, memberatnya

penyakit dan kurangnya oksigen yang menuju ke otak dan organ lain.

Komplikasi jangka panjang yang sering terjadi :

1) Bronchopulmonary Dysplasia (BPD)

Merupakan penyakit paru kronik yang disebabkan pemakaian

oksigen pada bayi dengan masa gestasi 36 minggu. BPD

berhubungan dengan tingginya volume dan tekanan yang

digunakan pada waktu menggunakan ventilasi mekanik, adanya

infeksi, inflamasi, dan defisiensi vitamin A. Insiden BPD

meningkat dengan menurunnya masa gestasi

2) Retinopathy premature

Kegagalan fungsi neurologi, terjadi sekitar 10-70% bayi yang

berhubungan dengan masa gestasi, adanya hipoxia, komplikasi

intrakranial, dan adanya infeksi.

2. Konsep Asuhan Keperawatan

1.Pengkajian

1. Identitas klien

Meliputi nama, jenis kelamin, suku bangsa, tanggal lahir, alamat, agama,

tanggal pengkajian.

2. Riwayat kesehatan

a. Riwayat maternal
Menderita penyakit seperti diabetes mellitus, kondisi seperti

perdarahan plasenta, tipe dan lamanya persalinan, stress fetal atau

intrapartus.

b. Status infant saat lahir

Prematur, umur kehamilan, apgar score (apakah terjadi asfiksia), bayi

lahir melalui operasi caesar.

3. Data dasar pengkajian

a. Cardiovaskuler

 Bradikardia (< 100 x/i) dengan hipoksemia berat

 Murmur sistolik

 Denyut jantung DBN

b. Integumen

 Pallor yang disebabkan oleh vasokontriksi peripheral

 Pitting edema pada tangan dan kaki

 Mottling

c. Neurologis

 Immobilitas, kelemahan

 Penurunan suhu tubuh

d. Pulmonary

 Takipnea (> 60 x/i, mungkin 30-100 x/i)

 Nafas grunting

 Pernapasan cuping hidung

 Pernapasan dangkal
 Retraksi suprasternal dan substernal

 Sianosis

 Penurunan suara napas, crakles, episode apnea

e. Status behavioral

 Letargi

4. Pemeriksaan Diagnostik

a. Sert rontgen dada : untuk melihat densitas atelektasi dan elevasi

diafragma dengan over distensi duktus alveolar

b. Bronchogram udara : untuk menentukan ventilasi jalan napas

c. Data laboratorium :

 Profil paru, untuk menentukan maturitas paru, dengan bahan

cairan amnion (untuk janin yang mempunyai predisposisi RDS)

 Lesitin/spingomielin (L/S) ratio 2 : 1 atau lebih mengindikasikan

maturitas paru

 Phospatidyglicerol : meningkat saat usia gestasi 35 minggu

 Tingkat phospatydylinositol

 AGD : PaO2 < 50 mmHg, PaCO2 > 50 mmHg, saturasi oksigen

92%-94%, pH 7,3-7,45.

 Level potassium : meningkat sebagai hasil dari release potassium

dari sel alveolar yang rusak

2. Diagnosa Keperawatan
1. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membran

kapiler-alveolar

2. Ketidakefektifan Pola napas berhubungan dengan kelelahan otot

pernapasan.
3. Rencana Asuhan Keperawatan

Diagnosa Keperawatan Tujuan/Kriteria Hasil Intervensi


No.
(NANDA) (NOC) (NIC)
Gangguan pertukaran Setelah dilakukan Manajemen Jalan Napas

1 gas tindakan keperawatan 1. Buka jalan napas dengan teknik chin lift atau jaw thrust, sebagaimana mestinya

Definisi: Kelebihan selam … X 24 jam 2. Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi

atau deficit oksigenasi diharapkan 3. Identifikasi kebutuhan actual/potensial pasien untuk memasukkan alat membuka jalan

dan/atau eliminasi napas

karbondioksida pada Status Pernapasan : 4. Masukkan alat nasopharyngeal (NPA) atau oropharingeal airway (OPA), sebagaimana

membran alveolar- Pertukaran Gas mestinya

kapiler. 5. Lakukan fisioterapi dada, sebagaimana mestinya

Berhubungan dengan 6. Buang secret dengan menyedot lender

perubahan membran  Tidak adanya 7. Auskultasi suara napas, catat area yang ventilasinya menurun atau tidak ada dan adanya

kapiler-alveolar Diaphoresis suara tambahan

ditandai dengan:  Tidak adanya 8. Lakukan penyedotan melalui endotrakea atau nasotrakea, sebagaimana mestinya

Batasan karakteristik: Dispnea 9. Kelola pemberian bronkodilator, sebagaimana mestinya


 Diaphoresis  Tidak adanya 10. Kelola pengobatan aerosol, sebagaimana mestinya

 Dispnea Gangguan 11. Kelola nebulizer ultrasonic, sebagaimana mestinya

 Gangguan penglihatan 12. Kelola udara atau oksigen yang dilembabkan, sebagaimana mestinya

penglihatan  Gas darah arteri 13. Ambil benda asing dengan forcep McGill, sebagaimana mestinya

 Gas darah arteri normal 14. Regulasi asupan cairan untuk mengoptimalkan keseimbangan cairan

abnormal  Tidak Gelisah 15. Posisikan untuk meringankan sesak napas

 Gelisah  Tidak adanya 16. Monitor status pernapasan dan okseigenasi, sebagaimana mestinya

 Hiperkapnia Hiperkapnia

 Hipoksemia  Tidak adanya Terapi Oksigen

 Hipoksia Hipoksemia 1. Bersihkan mulut, hidung, dan sekresi trakea dengan tepat

 Iritabilitas  Tidak adanya 2. Pertahankan kepatenan jalan napas

 Konfusi Hipoksia 3. Siapkan peralatan oksigen dan berikan melalui system humidifier

 Napas cuping  Tidak adanya 4. Berikan oksigen tambahan seperti yang diperintahkan

hidung Iritabilitas 5. Monitor aliran oksigen

 Penurunan  Tidak adanya 6. Monitor posisi perangkat (alat) pemberian oksigen

kabondioksida Konfusi 7. Periksa perangkat (alat) pemberian oksigen secara berkala untuk memastikan bahwa
 pH arteri  Tidak adanya konsentrasi (yang telah) ditentukan sedang diberikan

abnormal Napas cuping 8. Monitor efektifitas terapi oksigen (misalnya, tekanan oksimetri, ABGs) dengan tepat

 Pola hidung 9. Pastikan penggantian masker oksigen/kanul nasal setiap kali perangkat diganti

pernapasan  Tidak adanya 10. Rubah perangkat pemberian oksigen dari masker ke kanul saat makan

abnormal (mis., Penurunan 11. Amati tanda-tanda hipoventilasi induksi oksigen

kecepatan, kabondioksida 12. Pantau adanya tanda-tanda keracunan oksigen dan kejadian atelektasis

irama,  pH arteri normal 13. Monitor peralatan oksigen untuk memastikan bahwa alat tersebut tidak mengganggu

kedalaman)  Pola pernapasan upaya pasien untuk bernapas

 Sakit kepala normal (mis., 14. Monitor kecemasan pasien yang berkaitan dengan kebutuhan mendapatkan terapi

saat bangun kecepatan, irama, 15. Monitor kerusakan kulit terhadap adanya gesekan perangkat oksigen

 Somnolen kedalaman) 16. Sediakan oksigen ketika pasien dibawa/dipindahkan

 Takikardia  Tidak adanya 17. Konsultasi dengan tenaga kesehatan lain mengenai penggunaan oksigen tambahan

 Warna kulit Sakit kepala saat selama kegiatan dan atau tidur

abnormal (mis., bangun 18. Anjurkan pasien dan keluarga mengenai penggunaan oksigen di rumah

pucat,  Tidak adanya 19. Rubah kepada pilihan peralatan pemberian oksign lainnya untuk meningkatkan

kehitaman) Somnolen kenyamanan dengan tepat


 Tidak adanya

Takikardia Monitor Pernapasan

 Warna kulit 1. Monitor kecepatan, irama, kedalaman dan kesulitan bernapas

normal 2. Catat pergerakan dada, catat ketidaksimetrisan, penggunaan otot-otot bantu napas dan

retraksi pada supraclaviculas dan interkosta

3. Monitor suara tambahan seperti ngorok atau mengi

4. Monitor pola napas (misalnya, bradipneu, takipneu, hiperventilasi, pernapasan kusmaul,

pernapasan 1:1, apneustik, respirasi biot, pola ataxic

5. Monitor saturasi oksigen pada pasien tersedasi (seperti SaO₂, SvO₂, SpO₂) sesuai

dengan protocol yang ada

6. Pasang sensor pemantauan oksigen non-invasif (misalnya, pasang alat pada jari, hidung,

dan dahi) dengan mengatur alarm pada pasien berisiko tinggi sesuai dengan prosedur

tetapo yang ada

7. Palpasi kesimetrisan ekspansi paru

8. Perkusi torak anterior dan posterior, dari apeks ke basis paru, kanan dan kiri

9. Catat lokasi trakea


10. Monitor kelelahan otot-otot diapragma dengan pergerakan parasoksikal

11. Auskultasi suara napas, catat area dimana terjadi penurunan atau tidak adanya ventilasi

dan keberadaan suara napas tambahan

12. Kaji perlunya penyedotan jalan napas dengan auskultasi suara nafas ronki di paru

13. Auskultasi suara napas setelah tindakan, untuk dicatat


Pola nafas tidak efektif Setelah dilakukan Manajemen Jalan Napas

2 Definisi: Inspirasi tindakan keperawatan  Buka jalan napas dengan teknik chin lift atau jaw thrust,

dan/atau ekspirasi yang selam … X 24 jam  Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi

tidak memberi ventilasi diharapkan  Identifikasi kebutuhan actual/potensial pasien untuk memasukkan alat membuka jalan

adekuat. napas

Berhubungan dengan Status Pernapasan :  Masukkan alat nasopharyngeal (NPA) atau oropharingeal airway (OPA), sebagaimana

keletihan otot Ventilasi mestinya

pernafasan ditandai  Lakukan fisioterapi dada, sebagaimana mestinya

dengan:  Tidak adanya  Buang secret dengan menyedot lender

Bradipnea  Auskultasi suara napas, catat area yang ventilasinya menurun atau tidak ada dan adanya

Batasan karakteristik:  Tidak adanya suara tambahan


 Bradipnea Dispnea  Lakukan penyedotan melalui endotrakea atau nasotrakea, sebagaimana mestinya

 Dispnea  Fase ekspirasi  Kelola pemberian bronkodilator, sebagaimana mestinya

 Fase ekspirasi tidak memanjang  Kelola pengobatan aerosol, sebagaimana mestinya

memanjang  Tidak adanya  Kelola nebulizer ultrasonic, sebagaimana mestinya

 Ortopnea Ortopnea  Kelola udara atau oksigen yang dilembabkan, sebagaimana mestinya

 Penggunaan  Tidak adanya  Ambil benda asing dengan forcep McGill, sebagaimana mestinya

otot bantu Penggunaan otot  Regulasi asupan cairan untuk mengoptimalkan keseimbangan cairan

pernapasan bantu pernapasan  Posisikan untuk meringankan sesak napas

 Penggunaan  Tidak adanya  Monitor status pernapasan dan okseigenasi, sebagaimana mestinya

posisi tiga-titik Penggunaan posisi

 Peningkatan tiga-titik Monitor Pernapasan

diameter  Tidak adanya  Monitor kecepatan, irama, kedalaman dan kesulitan bernapas

anterior- Peningkatan  Catat pergerakan dada, catat ketidaksimetrisan, penggunaan otot-otot bantu napas dan

posterior diameter anterior- retraksi pada supraclaviculas dan interkosta

 Penurunan posterior  Monitor suara tambahan seperti ngorok atau mengi

kapasitas vital  Tidak adanya  Monitor pola napas (misalnya, bradipneu, takipneu, hiperventilasi, pernapasan kusmaul,
 Penurunan Penurunan pernapasan 1:1, apneustik, respirasi biot, pola ataxic

tekanan kapasitas vital  Monitor saturasi oksigen pada pasien tersedasi (seperti SaO₂, SvO₂, SpO₂) sesuai

ekspirasi  Tidak adanya dengan protocol yang ada

 Penurunan Penurunan  Pasang sensor pemantauan oksigen non-invasif (misalnya, pasang alat pada jari, hidung,

tekanan tekanan ekspirasi dan dahi) dengan mengatur alarm pada pasien berisiko tinggi sesuai dengan prosedur

inspirasi  Tidak adanya tetapo yang ada

 Penurunan Penurunan  Palpasi kesimetrisan ekspansi paru

ventilasi tekanan inspirasi  Perkusi torak anterior dan posterior, dari apeks ke basis paru, kanan dan kiri

semenit  Tidak adanya  Catat lokasi trakea

 Pernapasan Penurunan  Monitor kelelahan otot-otot diapragma dengan pergerakan parasoksikal

bibir ventilasi semenit  Auskultasi suara napas, catat area dimana terjadi penurunan atau tidak adanya ventilasi

 Pernapasan  Tidak adanya dan keberadaan suara napas tambahan

cuping hidung Pernapasan bibir  Kaji perlunya penyedotan jalan napas dengan auskultasi suara nafas ronki di paru

 Perubahan  Tidak adanya Auskultasi suara napas setelah tindakan, untuk dicatat

ekskursi dada Pernapasan cuping

 Pola napas hidung


abnormal (mis.,  Tidak adanya

irama, Perubahan

frekuensi, ekskursi dada

kedalaman)  Pola napas normal

 Takipnea (mis., irama,

frekuensi,

kedalaman)

 Tidak adanya

Takipnea
DAFTAR PUSTAKA

Herdman, T. 2017. Nanda Internasional Inc Diagnosis Keperawatan Definisi &

Klasifikasi 2015-2017 Edisi 10.Jakarta: EGC

Ngastiyah. 2005. Perawatan Anak Sakit. Edisi 2. Jakarta : EGC.

Surasmi, A, dkk. 2003. Perawatan Bayi Risiko Tinggi. Jakarta : EGC.

Suriadi & Yuliani. 2012. Buku Pegangan Praktik Klinik. Asuhan keperawatan pada

Anak Edisi 2. Jakarta : Sagung Seto.

Wong L. Donna. 2010. Pedoman Klinis Keperawatan Pediatrik. Jakarta : EGC.

Bobak, Lowdermik.  2005. Buku Ajar Keperawatan Maternitas Edisi 4. Jakarta :

EGC.

Leifer, Gloria. 2007. Introduction to maternity & pediatric nursing. Saunders

Elsevier : St. Louis Missouri.

Prwawirohardjo, Sarwano. 2005. Ilmu Kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka.

Mansjoer. (2002). Kapita selekta kedokteran. Edisi III. Jakarta: FKUI.: EGC.

Wong. Donna L. (2004). Pedoman klinis keperawatan pediatrik. Jakarta: EGC.


ASUHAN KEPERAWATAN ANAK

…………………………………………………………………..

…………………………………………………………………………...

…………………………………………………………………………...

Oleh :

………………………………………

(NIM : …………………………….)

PROGRAM PROFESI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MAJAPAHIT
MOJOKERTO
2018/2019

LEMBAR PENGESAHAN
Laporan Pendahuluan dan Asuhan Keperawatan dengan judul :

…………………………………………………………………..

…………………………………………………………………………...

…………………………………………………………………………...

Telah disahkan pada :


Hari :
Tanggal :

Pembimbing Akademik Pembimbing Klinik

(…………………………………..) (…………………………………..)

Mengetahui,
Kepala Ruangan

(…………………………………..)

…………………………………………………………………..

…………………………………………………………………………...

…………………………………………………………………………...
PENGKAJIAN
Tanggal masuk : 13/01/2019 Pukul : 22:59
Tanggal pengkajian : 14/01/2019 Pukul : 22:00
No. Kamar : ………………………………………………………………
No. Register : 1966019
Diagnosa medis : N.P/BBLR + RDS + INFEKSI BAKTERI

A. IDENTITAS
1. Nama Klien : By Ny ”N”
2. Tanggal Lahir : 13/01/2019
3. Umur : 1 Hari
4. Jenis kelamin : Perempuan
5. Anak ke- : 1
6. Pendidikan :-
7. Agama : Islam
8. Suku/bangsa : Jawa
9. Nama Ayah/Ibu : Tn “M”
10. Pendidikan Ayah/Ibu : SD
11. Pekerjaan Ayah/Ibu : Swasta
12. Alamat : Krian
13. Penanggung jawab : Tn “M”

B. RIWAYAT SAKIT DAN KESEHATAN


1. Keluhan Utama
Saat MRS : Sesak nafas + Prematur
Saat Pengkajian : Sesak nafas + Prematur
2. Riwayat Penyakit Sekarang (PQRST)
By Ny N usia 1 hari lahir spontan pada tanggal 13 januari 2019 jam 22 :
30 di RSUD Sidoarjo BB/PB 2200 gram/ 42 cm umur kehamilan 34/35
minggu lahir dengan kondisi sesak + prematur (KPD 3 hari) dikirim
keruang bayi dengan diagnosa N.P, BBLR, RDS + INFEKSI BAKTERI
dengan TTV N: 124x/mnt S: 36,6 c RR : 40. Saat pengkajian tanggal 14
januari 2019 pasien tampak sesak nafas.

3. Riwayat Kesehatan Yang Lalu :


a. Pre Natal : kelahiran G1 P0-0 ibu pasien melakukan pemeriksaan
ANC secara rutin dan sempat mengalami KPD 3 hari sebelum
persalinan
b. Natal :
Melahirkan pada usia kehamilan 34/35 minggu, Spontan ketuban
jernih
c. Post Natal :
Pasien lahir jam 22:40 wib di RSUD Sidoarjo dengan dengan BB
2200 gram PB 42 cm jenis kelamin perempuan dengan keadaan sesak
nafas RR 40x/ menit

C. PEMERIKSAAN FISIK
a. (Khusus Neonatus) :
1. Reflek Morro : (+) kuat
2. Reflek Rooting : (+) lemah
3. Reflek Menggenggam : (+) lemah
4. Reflek Sucking : (+) lemah
5. Tonus otot/aktivitas : lemah
6. Kekuatan menangis : lemah
7. Lain-lain :
……………………………………………………

b. (Anak dan Neonatus)


Hasil Pemeriksaan
Tanda – tanda vital :
a) Suhu : 36,8 0C
b) Nadi : 124 x/menit
c) RR : 42 x/menit
d) TD : (-) mmHg
e) Berat Badan : 2200gram (Saat ini)
: 2200 (Saat Lahir)
f) Tinggi badan : 42 cm

Pemeriksaan Head – to – toe


a. Keadaan Umum : Lemah
b. Kesadaran :
Composmentis 4-5-6
c. Kepala :
- Ubun-ubun masih lembek
- Sutura belum menyatu
- Tidak ada cepal hematoma, caput susedanium

d. Rambut :
- Rambut pasien bersih
- Pertumbuhan rambut merata
- Rambut tipis dan hitam
e. Wajah :
- Bentuk simetris
- Bersih
- Warna wajah agak pucat
f. Mata :
- Reaksi pupil (+)
- Skelra ikterik
- Simetris kanan kiri
g. Telinga :
- Bersih
- Tidak ada alat bantu pendengaran
- Tidak ada serumen
- Simetris kanan kiri
h. Hidung :
- Bersih tidak ada sekret
- Tidak ada pembengkakan polip
- Simetris kanan kiri
- Pernafasan cuping hidung
i. Mulut :
- Bersih
- Tidak ada pembesaran tonsil
- Mukosa kering
j. Gigi :
- Belum tumbuh gigi
k. Lidah :
- Bersih dan normal
l. Tenggorokan :
- Tidak ada kemerahan
- Tidak ada nyeri telan
m. Leher :
- Tidak ada pembengkakan kelenjar thyroid
n. Dada :
1. Paru paru :
Inspeksi
Simetris kanan kiri
Palpasi
- Tidak ada masa
- Tidak ada nyeri tekan

Perkusi
-Suara paru sonor

Auskultasi
- Vesikuler
- Tidak ada suara nafas tambahan
2. Jantung
Inspeksi
- Ictus cordis terlihat di ics 5 mid clavicula sinistra
Palpasi
- Teraba iktus cordis
Perkusi
- Suara perkusi jantung pekak
- Area jantung normal/ tidak ada pembesaran

Auskultasi
- S1-S2 Tunggal
o. Abdomen :
Inspeksi
- Datar
- Tidak ada distensi
- Tali pusat bayi belum kering berwarna kuning
Auskultasi
- Bising usus normal 3-35x/ menit
Palpasi
- Tidak ada benjolan
- Tidak ada nyeri tekan
Perkusi
- Bunyi thympani
p. Punggung :
- Datar
- Tidak ada kemerahan atau benjolan
q. Genetalia :
- Tidak ada kelainan
- Bersih
r. Extremitas :
- Ekstremitas atas terpasang infus disebelah tangan kanan kiri inf
D10, ½ Ns
- Tonus otot baik
s. Integumen dan Kuku :
- Berwarnah kemerahan akral HKM
- CRT > 3 detik

D. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Jenis Tanggal Hasil Pemeriksaan
Laboratorium 14/01/2019 Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan
RBC 6,1 (4,2 – 6,1)
HCT 61,5 (37,0 – 52,0)
MCV 100,2 ( 79,0 – 99,1 )
MCH 35,2 ( 27,0 – 31,0 )
RDW - SD 55,0 ( 35,0 – 47,0)
RDW-CV 15,0 ( 11,9 – 14,5 )
NEUT% 80,6 ( 50,0-70,0 )
LYMPH% 11,2 ( 25,0-40,0 )
NEUT 15,1 (2,0-7,7 )

Rx / Photo
Jenis Tanggal Hasil Pemeriksaan

USG

Lain-lain

E. TERAPI
Tanggal : 14 Januari 2019

- Infus D 10% 180 cc / 24 jam


- Aminosteril 30 cc/ 24 jam
- CA Gluconas 5cc / 24 jam
- Ampiciline 2x125 mg
- Buble CPAP O2
- Nebul ventolin 0,3 cc + PZ 2cc 3x /hari

…………… ,…………………..20…
Perawat

(………………………..)
ANALISA DATA
Nama : By, Ny “N”
No. register : 1966019
Masalah
Pengelompokan Data Penyebab Keperawata
n
Ds : (-)
Do : Timbul serangan Gangguan
- K/U cukup Pertukaran
- Composmenthis Trauma endoterium paru dan Gas
- Ttv : epitelium alveoler
N : 124 x/menit
S : 36,8 Kerusakan Jaringan Paru
RR : 58X/menit
- Sesak, retraksi dada, Penurunan Surfaktan
gerak aktif
- Pernafasan cuping Atelektasi
hidung
- U/K: 34/35 mgg Abnormalitas Ventilasi Perfusi
- Spo2: 90-93
- Po2 < 50 mmhg Gangguan Pertukaran Gas
Ds : (-)
Do : Jaringan lemak subkutan lebih Resiko
- K/U Lemah tipis hipotermi
- Ttv :
N : 130x/menit Kehilangan panas melalui kulit
S : 36,7
RR : 58X/menit Resiko hipotermi
- Turgor kulit jelek
DAFTAR MASALAH KEPERAWATAN

1. Gangguan Pertukaran Gas b.d Ketidak Seimbangan Perfusi Fentilasi


2. Resiko hipotermi b.d jaringan lemak subkutan lebih tipis

PRIORITAS DIAGNOSA KEPERAWATAN

Tanggal Nama
No Ditemuka Teratasi
Diagnosa Keperawatan &
. n
Paraf
1 Gangguan Pertukaran Gas b.d Ketidak
Seimbangan Perfusi Fentilasi

2 Resiko hipotermi b.d jaringan lemak


subkutan lebih tipis
NURSING CARE PLAN (NCP)

Nama : By, Ny “N”


No. register : 1966019
No Diagnosa Kriteria
Tujuan Intervensi
. Keperawatan Hasil
1 Gangguan Pertukaran Setelah dilakukan 1. Mendemo 1. Posisikan pasien untuk memaksima
Gas b.d Ketidak tindakan nstrasikan fentilasi
Seimbangan Perfusi keperawatan selama peningkata 2. Auskultasi suara nafas dan catat ada
Fentilasi 1x8 jam diharapkan n fentilasi suara tambahan
Gangguan dan 3. Memonitor SPO2
pertukaran gas dapat ogsigenasi 4. Observasi Ttv
diatasi yang 5. Kolaborasi dengan tim medis da
adekuat pemberian diuretik
2. Ttv dalam
batas
normal
3. Status
neorologis
dalam
batas
normal

IMPLEMENTASI dan EVALUASI


Nama : By, Ny “N”
No. register : 1966019
No.
Dx.Ke Tgl/jam Implementasi Paraf Tgl/jam
p.
1 14/01/19 1. Memberikan posisi yang nyaman kepada bayi 14/01/19 DS : (-)
(semefouler) dengan menggunakan bantal DO :
22.00 2. Mengobservasi suara nafas dan catat adanya suara - K/
00:05
tambahan - Ge
22.20 3. Memonitoring SPO2: 90 - Co
22.35 4. Mengobservasi Ttv : - TT
N : 124 x / menit N
S : 36,8 ℃ S:
RR : 50 x / menit RR
22:50 5. Kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian A : Masala
terapi P : lakukan
 Infus : D10% 180 cc / 24 jam
 O2 bubble CAPAP
IMPLEMENTASI dan EVALUASI

Nama : By “N”
No. register : 1966019
No.
Dx.Ke Tgl/jam Implementasi Paraf Tgl/jam
p.
1 15/01/19 1. Memberikan posisi yang nyaman kepada bayi 15/01/19 DS : (-)
22.00 (semefouler) dengan menggunakan bantal DO :
22.15 2. Mengobservasi suara nafas dan catat adanya suara 00:05 - K/
tambahan - Ge
22.30 3. Memonitoring SPO2 - Co
22.40 4. Observasi Ttv : - TT
N : 120 x / menit N
S : 35,6 ℃ S:
RR : 58 x / menit RR
23:00 5. Kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian A : masalah
terapi P : interven
 Infus : D10% 180 cc / 24 jam
 O2 bubble CAPAP
Bab IV

Kesimpulan

Bayi dengan biasanya merasakan gejala awal takipnea, pernapasan cuping hidung,
retraksi intercosta dan subcosta, merintihdalam beberapa jam pertama kehidupan, tentu akan
berdampak lebih lanjut nantinya untuk perkembangan parunya.

Pada bayi Ny. N yang terjadi pada awalnya adalah terjadinya sesak napasdan prematur,
dan dari serangkaian engkajian yang dilakukan maka terangkatlah diagnosa gangguan pertukaran
gas dan resiko hipotermi.

Beberapa intervensi keperawatan yang dilakukan obs. tanda – tanda vital, posisikan
pasien head up ( senyaman mungkin ), berikan O2 CPAP sesuai indikasi ( pemakaian OGT ), obs.
pemakaian O2 CPAP, kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian advice obat bronkodilator.

Saran

1. Bagi Mahasiswa

Sebagai Perawat Profesional harus cermat menganalisis apakah penyebab dari

RDS ini sehingga mampu dengan tepat dalam memberikan asuhan keperawatan.

Diharapkan mahasiswa yang sedang melakukan praktik lapangan di Rumah Sakit

RSUD Kab. Sidoarjo dapat belajar mengidentifikasi mengenai tanda, gejala, komplikasi,

dan pencegahan dari RDS dialami oleh pasien agar dilain kesempatan mahasiswa dapat

mengetahui jenis KIE yang dapat diberikan kepada keluarga pasien dengan RDS. Selain

itu, sebaiknya dilakukan pemantauan secara holistik, efektif, dan efisien kepada pasien

yang mengalami RDS, untuk menekan bertambahnya jumlah bayi yang mengalami RDS.

2. Bagi Institusi
Pemberian materi selama perkuliahan sudah sangat baik dan dan tepat namun,

diharapkan menambah referensi / buku keperawatan anak dan neonatus yang lebih

lengkap, menambah fasilitas bagi mahasiswa untuk manambah ilmu tentang keperawatan

anak dan neoatus dan Dosen / tim pengajar mampu menyampaikan materi dengan kreatif

agar mahasiswa lebih bersemangat untuk mempelajari ilmu keperawatan anak dan

neonatus ini guna untuk meningkatkan kualitas skil dan pengetahuan dari mahasiswa

STIKes Majapahit Mojokerto yang nantinya siap terjun di lahan praktik, di dunia kerja

Maupun di masyarakat.

3. Bagi Rumah Sakit

Pelayanan yang diberikan oleh rumah sakit sudah memenuhi syarat dalam

pemberian asuhan keperawatan, baik tenaga medis, maupun tenaga keperawatan. Namun,

alangkah lebih baik jika petugas kesehatan khususnya diruang Neonatus dapat

menerapkan kiat yang dapat mencegah dan mengurangi ansietas pada keluarga pasien

pasien sehingga pasien bisa melakukan aktivitas tanpa adanya kecemasan dari reaksi

Hospitalisasi .

Dalam penyusunan makalah kami menyadari bahwa ini sangatlah kurang dari

kesempurnaan, maka dari itu kami mengharapkan kritik dan saran yang membangun agar dalam

penyusunan makalah selanjutnya dapat lebih baik.

Anda mungkin juga menyukai