Disusun oleh:
Ns. PUSPITA EKARINI, M. Kep
RSUD dr. SAYIDIMAN MAGETAN
Pembimbing:
Ns. DANAR PUTRI WIDYASTUTI, S.Kep
A. LATAR BELAKANG
Gangguan napas atau juga biasa disebut Sindrom gawat napas pada neonatus
merupakan masalah klinis yang sangat serius, yang berhubungan dengan tingginya
morbiditas, mortalitas, dan biaya perawatan. Salah satu sindroma gawat napas adalah
Sindroma gagal napas (respiratory distress sindrom, RDS) merupakan istilah yang
digunakan untuk disfungsi pernapasan pada neonatus. Gangguan ini merupakan
penyakit yang berhubungan dengan keterlambatan perkembangan maturitas paru atau
tidak adekuatnya jumlah surfaktan dalam paru (Marmi & Rahardjo, 2018). Data
menunjukkan, proporsi bayi dengan RDS di Indonesia tahun 2019 sebesar 5,9% dan
lebih tinggi daripada proporsi tahun 2013. Jumlah kasus RDS pada bayi di Jawa
Timur tahun 2018 sebanyak 14,882 bayi dan angka tersebut mengalami penurunan
dibandingkan tahun 2016 (Kemenkes RI, 2020).
Kegawatan pernapasan dapat terjadi pada bayi aterm maupaun pada bayi
preterm, yaitu bayi dengan berat lahir cukup maupun dengan berat badan lahir rendah
(BBLR). Bayi dengan BBLR yang preterm mempunyai potensi kegawatan lebih besar
karena belum maturnya fungsi organ organ tubuh. Kegawatan sistem pernapasan
dapat terjadi pada bayi yang lahir dengan berat badan kurang dari 2.500 gram dalam
bentuk sindroma gagal napas dan asfiksia neonatorum yang terjadi pada bayi cukup
bulan paru (Marmi & Rahardjo 2018). Respiratory Distress Syndrome menimbulkan
defisiensi oksigen (hipoksia) dalam tubuh bayi, sehingga bayi mengaktifkan
metabolisme anaerob. Metabolisme anaerob akan menghasilkan produk sampingan
berupa asam laktat. Metabolisme anaerob yang terjadi dalam waktu lama akan
menyebabkan kerusakan otak dan berbagai komplikasi pada organ tubuh. Oleh karena
itu, masalah keperawatan prioritas yang harus segera ditangani adalah pola napas
tidak efektif berhubungan dengan sindrom hipoventilasi. (SDKI DPP PPNI, 2018).
Dampak dari bayi dengan RDS adalah masalah pada sistem pernapasan.
Neonatus yang mengalami RDS, paru-parunya tidak memiliki kemampuan untuk
mengembang dan alveolinya terbuka. RDS pada neonatus menyebabkan gagal
pernapasan karena imatur pada dinding dada, parenkim paru dan imatur pada
endotelium kapiler, dapat menyebabkan kolaps paru-paru pada akhir ekspirasi.
B. TUJUAN
Penulis mampu melakukan Asuhan Keperawatan pada neonatus Dengan
Respiratory distress sindrome (Hyaline Membrane Disease Grade III)
A. KONSEP DASAR
1. Definisi
Gangguan napas atau dapat juga disebut dengan sindrom gawat napas pada
neonatus (SGNN) merupakan kumpulan gejala yang terdiri dari dispnea atau
hyperpnea dengan frekuensi pernapasan lebih dari 60 x/menit, sianosis, merintih
saat ekspirasi (expiratory grunting), dan retraksi di daerah epigastrium,
suprasternal, intercostal pada saat inspirasi. Bila didengarkan degan stetoskop
akan terdengar penurunan masukan udara dalam paru.
Gangguan napas atau sindrom gawat napas pada neonatus yang paling sering
ditemui pada bayi baru lahir adalah TTN (Transient tachypnea of the newborn),
RDS (Respiratory Distress Syndrome) atau PMH (Penyakit Membran Hialin),
MAS (Meconeal Aspiration Syndrome) dan Pneumonia.
a. Transient Tachypneu of The Newborn (TTN)
Transient Tachypneu of The Newborn (TTN) adalah penyakit ringan pada bayi
aterm atau mendekati aterm, memperlihatkan gawat napas segera setelah
kelahiran, terjadi karena bayi gagal membersihkan jalan napas dari cairan paru
dan mucus.
b. Respiratory Distress Syndrome (RDS)
c. Sindrom distres pernapasan adalah perkembangan yang imatur pada sistem
pernapasan atau tidak adekuatnya jumlah surfaktan dalam paru. Respiratory
Distress Syndrome (RDS) dikatakan sebagai Hyaline Membrane Dissease
(Suryadi dan Yuliani, 2016). Gangguan pernapasan ini sering ditandai dengan
takipnea (>60 x/mnt), retraksi dada, sianosis pada udara kamar yang menetap
atau memburuk pada 48-96 jam kehidupan dengan x-ray thorak yang spesifik,
sekitar 60% bayi yang lahir sebelum gestasi 29 minggu mengalami RDS.
Untuk mengevaluasi gawat napas pada bayi baru lahir maka dapat menggunakan
penilaian dengan skor Downes
Skor Downes
Pemeriksaan
0 1 2
Frekuensi napas <60x/menit 60-80x/menit >80x/menit
Retraksi Tidak ada retraksi Retraksi ringan Retraksi berat
Sianosis hilang Sianosis menetap
Sianosis Tidak ada sianosis
dengan O2 walaupun diberikan O2
Penurunan ringan
Air entry Udara masuk Tidak ada udara masuk
udara masuk
Dapat didengar Dapat didengar tanpa
Merintih Tidak merintih
dengan stetoskop bantuan
e. Riwayat Maternal
Meliputi riwayat menderita penyakit seperti diabetes mellitus, kondisi seperti
perdarahan placenta, placenta previa, tipe dan lama persalinan, stress fetal atau
intrapartus, dan makrosomnia (bayi dengan ukuran besar akibat ibu yang
memiliki riwayat sebagai perokok, dan pengkonsumsi minuman keras serta
tidak memperhatikan gizi yang baik bagi janin).
f. Riwayat penyakit keluarga
Perlu ditanyakan apakah ada anggota keluarga yang terkena penyakit -
penyakit yang disinyalir sebagai penyebab kelahiran prematur / Caesar
sehinnga menimbulkan hyialin membrane disease.
g. Riwayat psikososial
Meliputi perasaan keluarga pasien terhadap penyakitnya, bagaimana cara
mengatasinya serta bagaimana perilaku keluarga pasien terhadap tindakan
yang dilakukan terhadap bayinya.
h. Status Infant saat Lahir
1) Prematur, umur kehamilan.
2) Apgar skor, apakah terjadi aspiksia.
Apgar skor adalah : Suatu ukuran yang dipakai untuk mengevaluasi
keadaan umum bayi baru lahir.
3) Bayi prematur yang lahir melalui operasi caesar
i. Pemeriksaan fisik
Pada pemeriksaan fisik akan ditemukan takipnea (> 60 kali/menit), pernapasan
mendengkur, retraksi subkostal/interkostal, pernapasan cuping hidung,
sianosis dan pucat, hipotonus, apneu, gerakan tubuh berirama, sulit bernapas
dan sentakan dagu. Pada awalnya suara napas mungkin normal kemudian
dengan menurunnya pertukaran udara, napas menjadi parau dan pernapasan
dalam.
Pengkajian fisik pada bayi dan anak dengan kegawatan pernapasan dapat
dilihat dari penilaian fungsi respirasi dan penilaian fungsi kardiovaskuler.
Penilaian fungsi respirasi meliputi :
Terapeutik
- Atur posisi kepala 45-60° untuk mencegah aspirasi
Reposisi pasien setiap 2 jam, jika perlu
- Lakukan perawatan mulut secara rutin, termasuk oral
hygiene setiap 12 jam
- Lakukan fisioterapi dada, jika perlu
- Lakukan penghisapan lendir sesuai kebututan
- Ganti sirkuit ventilator setiap 24 jam atau sesuai protokol
Siapkan bag-valve mask di samping tempat tidur untuk
antisipasi malfungsi mesin
- Dokumentasikan respon terhadap ventilator
Edukasi
- Jelaskan cara pencegahan heat exhaustion dan heat stroke
- Jelaskan cara pencegahan hipotermi karena terpapar udara
dingin
- Demonstrasikan teknik perawatan metode kanguru (PMK)
untuk bayi BBLR
Terapeutik
- Atur suhu lingkungan yang sesuai
- Sediakan tempat tidur dan lingkungan yang bersih dan
nyaman
- Untuk bayi prematur sediakan nesting demi menunjang
kenyamanan
Terapeutik
- Pastikan status fisiologi bayi terpenuhi dalam perawatan
- Sediakan lingkungan yang tenang, nyaman, dan hangat
Berikan kursi pada orang tua, jika perlu Posisikan bayi
telungkup tegak lurus di dada orang tua
- Miringkan kepala bayi ke salah satu sisi kanan atau kiri
dengan kepala sedikit tengadah (ekstensi)
- Hindari mendorong kepala bayi fleksi dan hiperekstensi
- Biarkan bayi telanjang hanya mengenakan popok, kaus
kaki dan topi
- Posisikan Panggul dan lengan bayi dalam posisi fleksi
- Posisikan bayi diamankan dengan kain panjang atau
pengikat lainnya
- Buat ujung pengikat tepat berada di bawah kuping bayi
Edukasi
- Jelaskan tujuan dan prosedur perawatan kanguru Jelaskan
keuntungan kontak kulit ke kulit orang tua dan bayi
Terapeutik
- Gunakan teknik bersih dalam pemberian makanan via
selang Berikan tanda pada selang untuk mempertahankan
lokasi yang tepat
- Tinggikan kepala tempat tidur 30-45 derajat selama
pemberian makan
- Ukur residu sebelum pemberian makan
- Peluk dan bicara dengan bayi selama diberikan makan
untuk menstimulasi aktivitas makan
- Irigasi selang dengan 30 ml air setiap 4-6 jam selama
pemberian makan dan setelah pemberian makan intermiten
- Hindari pemberian makanan lewat selang 1 jam sebelum
prosedur atau pemindahan pasien
- Hindari pemberian makanan jika residu masih banyak
Edukasi
- Jelaskan tujuan dan langkah-langkah prosedur
Terapeutik
- Cuci tangan dan pasang sarung tangan Gunakan teknik
aseptik dalam perawatan selang
- Berikan label pada wadah makanan parenteral dengan
tanggal, waktu, dan inisial perawat
- Atur laju infus, konsentrasi, dan volume yang akan
dimasukkan
- Pastikan alarm infus dihidupkan dan berfungsi, jika tersedia
- Ganti balutan tiap 24-48 jam
- Ganti set infus maksimal 2 x 24 jam
Edukasi
Jelaskan tujuan dan langkah-langkah prosedur
Terapeutik
- Lakukan oral hygiene sebelum makan, jika perlu
- Fasilitasi menentukan pedoman diet (mis. piramida
makanan)
- Sajikan makanan dengan suhu yang sesuai
- Berikan makanan tinggi kalori dan tinggi protein
- Berikan suplemen makanan, jika perlu
- Hentikan pemberian makan melalui selang nasogatrik jika
asupan oral dapat ditoleransi
Edukasi
- Anjurkan posisi duduk, jika mampu Ajarkan diet yang
diprogramkan
Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian medikasi sebelum makan (mis.
pereda nyeri, antiemetik), jika perlu
- Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah
kalori dan jenis nutrien yang dibutuhkan jika perlu
Ikterik neonatus (D. 0024) Setelah dilakukan tindakan 1. Fototerapi Neonatus (I.03091)
berhubungan dengan keperawatan selama 3 hari Observasi
Kesulitan transisi ke Diharapkan Adaptasi - Monitor ikterik pada sklera dan kulit bayi
kehidupan ekstra uterine, Neonatus (L.10098) - Identifikasi kebutuhan cairan sesuai dengan usia gestasi dan
usia kurang <7 hari, Meningkat dengan Kriteria berat badan
keterlambatan pengeluaran hasil : - Monitor suhu dan tanda vital setiap 4 jam sekali
A. PENGKAJIAN
1. Identitas Pasien
Nama : Tn. S
Usia : 38 Tahun
Jenis Kelamin : Laki-Laki
Alamat : Pugowati Pegandon Kendal
Agama : Islam
Hubungan dengan pasien : Ayah
3. Keluhan Utama
Bayi lahir langsung menangis namun tidak adekuat
4. Riwayat Penyakit Sekarang
Pada tanggal 23/6/23 Pukul 14.38 lahir bayi perempuan dari Ibu G4P1A2 usia
kehamilan 28 minggu melalui SCTP atas indikasi Ibu mengalami PEB dan Solusio
Plasenta. Bayi lahir langsung menangis AS 4-5-7, BB : 970 gram, PB : 36, LK : 27,
LD : 24.
Di hari pertama pasien mendapatkan terapi oksigen dengan O 2 NIV FiO2 35%, PEEP
6, PIP 16, RR 40 namun 3 jam setelah menggunakan NIV pasien mengalami
c. Pola Eliminasi
BAK BAB
H1 : 30 ml Belum
H2 : 108 ml Belum
H3 : 140 ml BAB meco sedikit
Pasien baru mulai BAB di hari ke 3 perawatan (>24 jam setelah lahir)
Pemenuhan cairan dan nutrisi hanya melalui parenteral karena pasien belum
bisa mendapat diit enteral (residu lambung masih coklat kehitaman).
d. Pola Aktivitas dan Istirahat
By.Ny. P dirawat dalam inkubator, masih banyak tidur, terkadang tampak
meringis seperti menangis, Gerakan belum aktif.
e. Latar belakang sosial dan budaya
Ibu adalah ibu rumah tangga, tidak bekerja.
Keadaan Umum : Lemah, Pasien post pemberian surfaktan tanggal 24/6/23 Jam
17.30
Kesadaran : Apatis, gerak kurang aktif
Tanda-tanda vital : HR : 164 x/mnt SpO2 : 95%
RR : 45-55 x/mnt Suhu : 370C
TD : 74/59
Kulit : Tampak ikterik sebatas lutut, tungkai bawah dan lengan
(Kramer IV)
Kepala : Rambut tampak tipis, tidak ada caput succadaenum, tidak ada
cepal hematoma
Mata : Sklera tampak putih, konjungtiva merah muda, refleks cahaya
+/+
Hidung : Tidak tampak pernapasan cuping hidung
Mulut : Tidak ada sianosis, Terpasang OGT ukuran 8 fr 100, terpasang
ETT No 3 kedalaman 5.5 cm, sekret pada mulut minimal
Telinga : Tampak bersih, bentuk normal
Leher : Tidak ada pembesaran kelenjar tiroid
Thorax : Auskultasi suara napas vesikuler, terdengar suara udara masuk
simetris kanan kiri, tampak adanya retraksi dalam di epigastrial.
Cardio : Bunyi Jantung I dan II regular, bising (-)
Abdomen : Supel, tidak ada distensi. Terlihat residu OGT berwarna coklat
kehitaman. OGT di alirkan
Umbilikal : Terpasang UVC mulai tanggal 23/6/23, tidak ada perdarahan,
tidak ada kemerahan dikulit sekitar umbilikal
Genetalia : Labia mayor tampak belum menutup
Kimia Klinik
Glukosa Sewaktu 46 Mg/dL 80 - 160
Calcium 2.0 Mmol/L 2.12 – 2.52
Elektrolit
Natrium 137 Mmol/L 136 – 145
- Baby gram
Terapeutik
- Atur posisi kepala lebih tinggi untuk
mencegah aspirasi
- Reposisi pasien setiap 2 jam, jika perlu
Terapeutik
- Gunakan teknik bersih dalam pemberian
makanan via selang Berikan tanda pada
selang untuk mempertahankan lokasi yang
tepat
- Tinggikan kepala tempat tidur 15-30 derajat
selama pemberian makan Ukur residu
sebelum pemberian makan
- Peluk dan bicara dengan bayi selama
diberikan makan untuk menstimulasi
aktivitas makan
- Hindari pemberian makanan lewat selang 1
jam sebelum prosedur atau pemindahan
pasien
- Hindari pemberian makanan jika residu
masih berwarna hitam kecoklatan
3. Pemberian makanan parenteral (I.03127)
Observasi
- Identifikasi terapi yang diberikan sesuai
Terapeutik
- Cuci tangan dan pasang sarung tangan
Gunakan teknik aseptik dalam perawatan
selang
- Berikan label pada wadah makanan
parenteral dengan tanggal, waktu, dan nama
pasien
- Atur laju infus, konsentrasi, dan volume
yang akan dimasukkan
- Pastikan alarm infus dihidupkan dan
berfungsi
- Hindari pengambilan sampel darah dan
pemberian obat pada selang nutrisi
parenteral
26/6/23 Risiko Infeksi (D.0142) Setelah dilakukan tindakan 1. Pencegahan Infeksi (I.14539)
Jam 15.15 berhubungan dengan efek keperawatan selama 3 hari Observasi
prosedur invasif; Diharapkan Tingkat Infeksi - Monitor tanda dan gejala infeksi lokal dan
peningkatan paparan (L.14137) Menurun dengan sistemik
D. IMPLEMENTASI
27/6/23 2,3 Manajemen Cairan (I. 03098) - Pasien mulai demam, Suhu 37,6, HR 160 – 169 x/menit,
Jam 17.30 - Memonitor Status hemodinamik TD 118/81 mmHg
- Kelembaban inkubator diturunkan dari 65% menjadi 50%
Pencegahan infeksi (I.14539) - Suhu inkubator turun dari 34 menjadi 33
- Mencuci tangan 6 langkah 5 momen
- Mengatur suhu dan kelembaban inkubator
sesuai kebutuhan
27/6/23 Manajemen Cairan (I. 03098) - BC jam 18.00 = +12.3 ml
Jam 18.00 - Menghitung balance cairan Input : 43.1 ml
Output : 30.8 (urin 20 ml, IWL 10.8 ml)
Pemberian Makanan Enteral (I.03126) BC 6 jam = +12.3 ml
- Memeriksa residu lambung Diuresis = 3.8 ml/kgbb/jam
- Melakukan irigasi pada lambung melalui - Irigasi lambung sebanyak 2x3 ml, yang keluar juga 6 ml.
1/7/23 1,2,3 Manajemen Ventilasi Mekanik (I.01013) - Retraksi epigastric minimal, tidak ada sianosis, tidak ada
Jam 17.00 - Memonitor status pernapasan apnea, downe score 2
- Melakukan penghisapan lendir sesuai - Lendir kental cukup banyak di mulut
kebutuhan - SpO2 97% dengan CPAP FiO2 21%, PEEP 5, Pinsp 15, RR
- Mendokumentasikan respon terhadap 25 Slope 0.08, T Ins 0.45.
ventilator - HR : 155 x/menit, TD : 104/71 mmHg, RR 38 x/menit,
Suhu 36.90C, SpO2 93%, CRT <3 detik, akral teraba hangat
Manajemen Cairan (I. 03098)
TANGGAL/WAKTU No DX EVALUASI
O: - Keadaan umum lemah, kesadaran apatis, pasien terpasang ETT nomor 3 kedalaman 5,5
cm. Pasien mendapatkan terapi surfaktan pada tanggal 24/6/23. Ventilator berada pada
setting mode PC AC + VG, FiO2 45%, RR back up 35, Tidal Volume 4.9, PEEP 7, PIP 23,
Ti 0.45, p max 30
- Tidak tampak sianosis pada bibir maupun akral, tampak retraksi epigastrial masih dalam,
tidak ada apnea , bayi tampak meringis namun tidak terdengar suara merintih karena
terpasang ett, DS 4, HR : 149-163 x/menit (Sinus tachycardia), RR pasien/ RR mesin = 53
/35 x/menit, Suhu pasien/ inkub = 36.9 / 34, Akral teraba hangat, nadi dorsalis pedis kuat,
CRT <3 detik, SpO2 92%
- Tidak banyak secret pada mulut dan ETT
O: - Terpasang OGT ukuran 8, residu berwarna coklat kehitaman kurang lebih 2 cc , diit enteral
di tunda
- BC jam 18.00 = -24.3 ml
Input : 34.8 ml
Output : 19.1 (urin 45 ml, residu ogt 2 ml, IWL 12.1ml)
BC 6 jam = -24.3 ml
Diuresis = 7.7 ml/kgbb/jam
- HR : 149 x/mnt (sinus ritmis), SpO2 94%, Suhu pasien/ inkub = 36.4 / 34, RR pasien/
mesin = 48/35, akral hangat, ADP kuat
- Terpasang UVC Kebutuhan cairan di hari ke 3 (BB 970 gr) adalah 140/kgBB/jam ~ 135
ml/hari
Nutrisi parenteral diberikan maintenance melalui syringe pump meliputi :
Protein 6% kec. 2 ml/jam
Lipid 20% kec. 0,5 ml/jam
Infus D15% + elektrolit ( Na, K, Ca, glycophos) kec. 3 ml/jam
A: Status Nutrisi Bayi (L.03031) Membaik dengan Kriteria hasil :
Kriteria Hasil Target
Berat badan meningkat 2
Kesulitan makan menurun 2
O: - Keadaan umum lemah, kesadaran apatis, Pasien masih terpasang ETT No 3 kedalaman 5,5
cm, Setting ventilator mode PC AC+VG , FiO2 mulai diturunkan dari pagi 30% menjadi
- Bayi sempat demam 37.6, HR naik >160 x.menit, TD cenderung tinggi 112/71 saat
fototerapi, suhu incubator diturunkan menjadi 32.5, kelembaban diturunkan dari 65%
menjadi 50% kemudian suhu jam 21.00 sudah turun menjadi 37.3, HR 151 x/menit
- Bayi kesadaran apatis, gerak kurang aktif
- Hasil Darah Rutin (23/6/23)
Hb = 12,3 g/dl
Leukosit = 6.900 u/L (dibawah rentang normal)
Trombosit = 127.000 u/L (dibawah rentang normal)
- Antibiotik ampicillin sulbactam 50 mg/12 jam
- Gentamisin 5 mg/48 jam
A: Tingkat Infeksi (L.14137) Menurun dengan Kriteria hasil :
Kriteria Hasil Target
Demam menurun 4
Letargi menurun 2
Kadar sel darah putih 2
membaik
P: Masalah belum teratasi, Lanjutkan intervensi Pencegahan Infeksi, Manajemen medikasi
O: - Keadaan umum lemah, kesadaran apatis, namun gerak lebih aktif, mulai menangis
- Pasien telah dilakukan ekstubasi pada tanggal 30/6/23, saat ini menggunakan O2 NIV
dengan FiO2 21%, PEEP 5, Pinsp 15, RR 25 Slope 0.08, T Ins 0.45.
- Retraksi epigastric minimal, tidak ada sianosis, tidak ada apnea, downe score 2
- Pasien tampak hipersaliva, secret lendir kental cukup banyak saat di suction
- HR : 143 x/menit, TD : 92/71 mmHg, RR 48 x/menit, Suhu 37, SpO2 93%, CRT <3 detik,
akral teraba hangat
A: Pertukaran Gas (L.01003) Meningkat dengan Kriteria hasil :
Bayi Ny. P, mendapatkan perawatan di Ruang NICU Non Infeksi Di RSUP dr. Kariadi
sejak dilahirkan tanggal 23 Juni 2023 melalui Operasi SCTP dengan indikasi ibu PEB dan
solusio Plasenta. Bayi Ny. P lahir dalam usia gestasi 28 minggu dari Ibu berusia 38 tahun
dengan Berat Badan Lahir 970 gram. Sejak lahir, Bayi Ny. P telah menunjukkan tanda-tanda
gawat napas diantaranya Apgar Score 4-5-7 yang termasuk kedalam kategori Asfiksia sedang
dan Berat Badan Lahir Amat Sangat Rendah (BBLASR). Di hari yang sama, By.Ny. Puji juga
menunjukkan tanda-tanda kesulitan bernapas seperti tangis merintih, tarikan dinding dada
yang dalam, tachypnea, desaturasi meskipun telah menggunakan Oksigen melalui CPAP,
bradikardi.
Menilik dari faktor risiko selama kehamilan, kondisi By.Ny P erat dikaitkan dengan
kondisi Ibu saat hamil dimana Ibu mengalami Preeklampsia Berat. hasilnya dengan studi
yang dilakukan di Bali pada Januari 2017 – Desember 2020 terhadap 268 bayi yang lahir di
Rumah Sakit Badung Bali menunjukkan ada hubungan yang signifikan antara kondisi
Preeklampsia pada Ibu dengan asfiksia pada bayi. Ibu dengan preeklampsia memiliki risiko 3
kali lebih besar melahirkan bayi asfiksia dibandingkan dengan Ibu tanpa preeklampsia (Putri,
Budipramana & Andriani , 2023). Beberapa penelitian lain juga menunjukkan hasil yang
sejalan diantaranya Penelitian yang dilakukan oleh Mongdong dkk (2021) menyatakan bahwa
ibu yang mengalami preeklampsia memiliki faktor risiko 3 kali lebih besar akan melahirkan
bayi asfiksia dibandingkan dengan ibu tanpa preeklampsia.
Penelitian Ulfa dkk. (2020) juga menyatakan hal yang sama. Ada hubungan antara ibu
hamil yang mengalami preeklampsia dengan kejadian asfiksia neonatorum, pada penelitian
ini menunjukkan Ibu hamil dengan preeklampsia, terutama preeklampsia berat akan memiliki
risiko 1,6 kali lebih besar melahirkan bayi dengan kondisi asfiksia dibandingkan dengan ibu
tanpa preeklamsia berat. Mansyarif (2020) dalam penelitiannya juga menyatakan hal yang
sama, bahwa ibu dengan preeklampsia memiliki faktor risiko lahirnya bayi dengan asfiksia.
Kondisi lain yang dialami oleh By.Ny P adalah BBLASR dimana bayi terlahir dengan
Berat 970 gram. Studi yang dilakukan oleh Hanif dkk (2021) menunjukkan bahwa ibu hamil
dengan preeklamsia berat lebih berisiko 11,5 kali melahirkan bayi BBLR dibandingkan
dengan preeklamsia ringan. Gangguan perkembangan janin didalam rahim menjadi salah
resiko klinis pada ibu hamil dengan riwayat preeklamsia. Tahap awal terjadinya preeklamsia
A. KESIMPULAN
1. Gangguan napas atau sindroma gawat napas yang terjadi pada Bayi Nyonya P
adalah Respiratory Distress Syndrom atau Hyaline Membrane Disease yang
disebabkan karena defisiensi surfaktan pada paru yang terkait erat dengan
kelahiran sangat prematur (usia gestasi 28 minggu).
2. Masalah keperawatan yang muncul pada pasien akan cukup banyak mengingat
bayi lahir dalam kondisi organ-organ yang belum cukup siap untuk adaptasi
kehidupan ekstra uterin
3. Diagnosa keperawatan yang menjadi prioritas adalah Gangguan pertukaran gas (D.
0003) berhubungan dengan ketidakseimbangan ventilasi-perfusi yang dikaitkan
dengan kondisi klinis prematuritas dan penyakit membran hialin serta Risiko
Defisit Nutrisi (D.0032) berhubungan dengan ketidakmampuan mencerna
makanan.
4. Sampai akhir intervensi masalah keperawatan masih belum mencapai target luaran
namun intervensi yang telah dilaksanakan dapat terus di lanjutkan untuk mencapai
luaran sesuai target.
B. SARAN
1. Untuk Perawat
Pasien neonatus dengan Respiratory Distress Syndrome sangat membutuhkan
asuhan keperawatan yang komprehensif mengingat masalah keperawatan yang
muncul akan sangat banyak, maka perawat neonatus diharapkan dapat selalu
memberikan asuhan keperawatan dengan rasa empati, ikhlas dan mengedepankan
caring untuk membantu menurunkan angka mortalitas dan morbiditas serta kualitas
hidup yang lebih baik pada neonatus dengan RDS.
2. Untuk institusi
Sebagian besar neonatus yang di rawat di RSUP dr. Karyadi adalah bayi prematur,
BBLR/BBLASR dan gangguan napas berat. Maka dukungan dari institusi terkait
Banerjee, S., Fernandez, R et al. 2019. Surfactant replacement therapy for respiratory distress
syndrome in preterm infants: United Kingdom national consensus. Published: 19
February 2019 pada Jurnal Pediatric research 86,12-14 (2019)
Goldenberg, Robert L., Dhaded, S., Saleem, S et al. 2022. Birth asphyxia is under-rated as a
cause of preterm neonatal mortality in low- and middle-income countries: A
prospective, observational study from PURPOSe. An International Journal of
Obstetrics & Gynaecology Volume 129, Issue 12.
Hanif, GAS., Suryadinata, RV., Boengas, S & Saroh, SA. 2021. Studi Faktor Resiko
Preeklamsia terhadap Kejadian Berat Badan Lahir Rendah (BBLR). CoMPHI Journal:
Community Medicine and Public Health of Indonesia Journal Vol. 2, No. 1, Juni
2021, hlm. 1-7
Islam MM, Ababneh F, Akter T, Khan HR. CoMPHI Journal: Community Medicine and
Public Health of Indonesia Journal Vol. 2, No. 1, Juni 2021, hlm. 1-7 Perhimpunan
Dokter Kedokteran Komunitas dan Kesehatan Masyarakat Indonesia (PDK3MI) 7
Prevalence and risk factors for low birth weight in Jordan and its association with
under-five mortality: a population-based analysis. East Mediterr Health J.
2020;26(10):1273–84
Kemenkes RI. 2020. Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2019. Kemenkes RI : Jakarta.
Mansyarif, R. 2020. Faktor Risiko Penyebab Asfiksia Neonatorum di Ruang Teratai RSUD
Kabupaten Muna Tahun 2016. Angew Chemie Int Ed 6(11), 951–952. 2020;2(3):183–
98.
Marmi & RahardjO2 2018. Asuhan Neonatus Bayi Balita dan Anak Prasekolah.
Yogyakarta:Pustaka Pelajar
Mayrink J, Costa ML, Cecatti JG. Preeclamsia in 2018: Revisiting Concepts Physiopathology
and Predction. Scientific World Journal. 2018:6268276.
Mongdong, VAWM., Suryadinata, RV., Boengas, S & Saroh, SA. 2018. Studi Faktor Risiko
Preeklamsi terhadap Kejadian Asfiksia Neonatorum di RSUD dr. Sayidiman Magetan
Tahun 2018. Jurnal Ilmiah Kedokteran Wijaya Kusuma 10(1): 11-19, Maret 2021.
Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI). 2018. Cetakan ke II. DPP PPNI : Jakarta
Standar Luaran Keperawatan Indonesia (SIKI). 2019. Cetakan ke II. DPP PPNI : Jakarta
Ulfa IM, Sinambela DP. Hubungan Pre Eklamsia Berat Pada Ibu Bersalin Dengan Asfiksia
Neonatorum Di RSUD Dr. H. Moch Ansari Saleh Banjarmasin. Din Kesehat J
Kebidanan Dan Keperawatan. 2020;10(1):158–70. DOI : 10.33859/dksm.v10i1.432
ISSN : 2086-3454
Yadav S, Lee B, Kamity R. 2022. Neonatal Respiratory Distress Syndrome. [Updated 2022
Jul 25]. In: StatPearls [Internet]. Treasure Island (FL): StatPearls Publishing; 2023
Jan-. Available from: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK560779/