Oleh :
Nama : Shella Ayu Wandira
NIM : 2108.14901.341
Alveoulus kolaps
Risiko hipotermia
Peningkatan usaha
Cedera Pembentukan
napas
paru membrane hialin
Takipnea
Edema Mengendap di
alveoli
Pola napas tidak
Gangguan
efektif
pertukaran gas
Refleks hisap
menurun
Penguapan
meningkat
Intake tidak adekuat
Risiko
Defisit nutrisi hipovolemia
I. Komplikasi Respiratory Distress Syndrome
Komplikasi RDS yaitu:
1. Ketidakseimbangan asam basa
2. Kebocoran udara (Pneumothoraks, pneumomediastinum,
pneumoperikardium, pneumoperitonium, emfisema subkutan,
emfisema interstisial pulmonal)
3. Perdarahan pulmonal
4. Penyakit paru kronis pada bayi 5%-10%
5. Apnea
6. Hipotensi sistemik
7. Anemia
8. Infeksi (pneumonia, septikemia, atau nosokomial)
9. Perubahan perkembangan bayi dan perilaku orangtua
Komplikasi yang berhubungan dengan prematuritas :
1. Paten Duktus Arteriosus (PDA) yang sering dikaitkan dengan
hipertensi pulmonal
2. Perdarahan intraventrikuler
3. Retinopati akibat prematuritas
4. Kerusakan neurologis
J. Pemeriksaan Penunjang Respiratory Distress Syndrome
Pemeriksaan penunjang pada Respiratory Distress Syndrome (RDS)
antara lain :
1. Tes kematangan paru
a. Tes biokimia
Paru janin berhubungan dengan cairan amnion, maka jumlah
fosfolipid dalam cairan amnion dapat untuk menilai produksi
surfaktan sebagai tolak ukur kematangan paru
b. Tes biofisika
Tes biokimia dilakukan dengan shake tes dengan cara mengocok
cairan amnion yang dicampur ethanol akan terjadi hambatan
pembentukan gelembung oleh unsur yang lain dari cairan amnion
seperti protein, garam empedu dan asam lemak bebas. Bila
didapatkan ring yang utuh dengan pengenceran lebih dari 2 kali
(cairan amnion : ethanol) merupakan indikasi maturitas paru janin.
Pada kehamilan normal, mempunyai nilai prediksi positip yang
tepat dengan risiko yang kecil untuk terjadinya neonatal RDS.
2. Analisa gas darah
Gas darah menunjukkan asidosis metabolic dan respiratorik
bersamaan dengan hipoksia. Asidosis muncul karena atelaktasis
alveolus atau over distensi jalan napas terminal.
3. Radiografi thoraks
Pada bayi dengan RDS menunjukkan reticular granular atau gambaran
ground-glas bilateral, difus, air bronchograms dan ekspansi paru yang
jelek. Gambaran air bronchograms yang mencolok menunjukkan
bronkiolus yang terisi udara didepan alveoli yang kolap. Bayangan
jantung bisa normal atau membesar. Kardiomegali mungkin dihasilkan
oleh asfiksia prenatal, diabetes maternal, patent ductus arteriosus
(PDA), kemungkinan kelainan jantung bawaan. Temuan ini mungkin
berubah dengan terapi surfaktan dini dan ventilasi mekanik yang
adekuat.
K. Penatalaksanaan Respiratory Distress Syndrome
Tindakan untuk mengatasi masalah kegawatan pernafasan meliputi :
1. Ventilasi mekanis
Ventilasi mekanis merupakan prosedur bantuan hidup yang
invasive dengan berbagai efek pada system kardiopulmonal. Ventilasi
mekanis adalah membaiknya kondisi klinis pasien dan optimalisasi
pertukaran gas dan pada FiO2 (Fractional Concentration of Inspired
Oxygen) yang minimal, serta tekanan ventilator atau volume tidal yang
minimal.
2. Terapi surfaktan
Saat ini preparat surfaktan yang tersedia antara lain adalah
surfaktan sintetis dan surfaktan natural yang berasal dari ekstrak paru-
paru sapi atau dari bilas paru-paru domba atau babi. Surfaktan dapat
diberikan pada 6 sampai 24 jam setelah bayi lahir apabila bayi
mengalami Respiratory Distress Syndrome (RDS) yang berat.
Selanjutnya surfaktan dapat diberikan 2 jam (umumnya 4-6 jam)
setelah dosis awal apabila sesak menetap dan bayi memerlukan
tambahan oksigen 30% atau lebih. Surfaktan dapat diberikan langsung
melalui selang ETT atau dengan menggunakan nebulizer. Pemberian
langsung kedalam selang ETT memungkinkan distribusi surfaktan
yang lebih cepat sampai ke bagian perifer paru-paru, efektivitasnya
lebih baik dan efek samping yang dapat ditimbulkan lebih sedikit.
Pemberian surfaktan juga dapat dilakukan dengan menggunakan
nebulizer disertai dengan ventilasi mekanis (2-3 menit) dilanjutkan
dengan postural drainage.
3. Continuous Positive Airway Pressure (CPAP)
Continuous Positive Airway Pressure (CPAP) adalah
merupakan suatu alat untuk mempertahankan tekanan posited pada
saluran napas neonates selama pernapasan spontan. CPAP
merupakan suatu alat yang sederhana dan efektif untuk tatalaksana
respiratory distress pada neonates. Penggunaan CPAP yang benar
terbukti dapat menurunkan kesulitan bernafas, mengurangi
ketergantungan terhadap oksigen, membantu memperbaiki dan
mempertahankan kapasitas residual paru, mencegah obstruksi saluran
nafas bagian atas dan mencegah kollaps paru, mengurangi apnea,
bradikardia dan episode sianotik.
4. Extracorporeal Membrane Oxygenation (EMO)
Extracorporeal Membrane Oxygenation (EMO) merupakan alat
yang menghubungkan langsung darah vena pada alat paru-paru
buatan (membrane oxygenator) dimana oksigen ditambahkan dan
CO2 dikeluarkan, kemudian darah di pompa balik pada atrium kanan
pasien (Venovenosis ECMO) atau aorta (venoarterial). Prosedur ini
membuat paru-paru dapat beristirahat dan menghindari tekanan tinggi
ventilator.
Secara umum penatalaksanaan pada pasien dengan Respiratory
Distress Syndrome (RDS) adalah :
1. Mempertahankan stabilitas jantung paru yang dapat dilakukan dengan
mengadakan pantauan mulai dari kedalaman, kesimetrisan dan irama
pernapasan, kecepatan, kualitas dan suara jantung, mempertahankan
kepatenan jalan napas, memantau reaksi terhadap pemberian atau
terapi medis, serta pantau PaO2. Selanjutnya melakukan kolaborasi
dalam pemberian surfaktan eksogen sesuai indikasi
2. Memantau urine, memantau serum elektrolit, mengkaji status hidrasi
seperti turgor, membrane mukosa dan status fontanel anterior. Apabila
bayi mengalami kepanasan berikan selimut kemudian berikan cairan
melalui intravena sesuai indikasi
3. Mempertahankan intake kalori secara intravena, total parenteral
nutrition dengan memberikan 80-120 Kkal/Kg BB setiap 24 jam,
mempertahankan gula darah dengan memantau gejala komplikasi
adanya hipoglikemia, mempertahankan intake dan output, memantau
gejala komplikasi gastrointestinal seperti adanya diare, mual dan lain-
lain
4. Mengoptimalkan oksigen, oksigenasi yang optimal dilakukan dengan
mempertahankan kepatenan pemberian oksigen, melakukan
penghisapan lender sesuai kebutuhan dan mempertahankan stabilitas
suhu
5. Pemberian antibiotic, bayi dengan Respiratory Distress Syndrome
(RDS) perlu mendapat antibiotik untuk mencegah infeksi sekunder.
Dapat diberikan penisilin dengan dosis 50.000-100.000 U/kgBB/Hari
atau ampisilin 100 mg/KgBB/hari dengan atau tanpa gentamisin 3-5
mg/kgBB/hari
L. Asuhan Keperawatan Respiratory Distress Syndrome
1. Pengkajian Keperawatan
Pengkajian diawali dari fungsi pernafasan, mengobservasi
kemampuan paru-paru bayi untuk bernafas pada fase transisi dari
kehidupan intra-uteri ke kehidupan ekstra-uteri. Bayi BBLR terutama
yang premature mempunyai kesulitan pada fase transisi ini karena
jumlah alveoli yang berfungsi masih sedikit, defisiensi surfaktan, lumen
sistem pernapasan yang kecil, kolaps atau obstruksi jalan napas,
insufisiensi klasifikasi dari tulang thoraks, lemah atau tidak adanya
refleks dan pembuluh darah paru yang immature. Hal tersebut dapat
mengganggu usaha bayi untuk bernafas dan mengakibatkan distress
pernafasan. Dalam melakukan pengkajian dasar, data dapat
dikelompokan menjadi data subjektif dan data objektif yang dapat
diuraikan sebagai berikut :
a. Data subjektif
Data subjektif adalah data yang menggambarkan hasil
pengumpulan data pasien melalui anamnesa atau wawancara. Hasil
anamesa yang berhubungan dengan bayi RDS dapat dikelompokan
sebagai berikut:
1) Riwayat penyakit terdahulu (adanya riwayat penyakit seperti
hipertensi, DM, toksemia pada ibu)
2) Nutrisi ibu (malnutrisi, konsumsi kafein, penggunaan obat
obatan, merokok dan mengonsumsi alkohol)
3) Riwayat ibu :
• Umur dibawah umur 16 tahun atau umur diatas umur 35
tahun
• Latar belakang rendah
• Rendahnya gizi
• Konsultasi genetik yang pernah dilakukan
4) Riwayat persalinan :
• Kehamilan kembar
• Bedah Caesar
• Perdarahan antepartum
• Tidak adanya perawatan sebelum kelahiran
b. Data objektif
Data objektif adalah data yang menggambarkan hasil
pemeriksaan fisik, hasil laboratorium dan tes diagnostik lain yang
dirumuskan dalam data fokus. Pengkajian pada bayi RDS bertujuan
untuk mengetahui fisiologis dasar pada bayi RDS.
Pengkajian dapat dilakukan secara sistematik berawal dari
pengkajian data mengenai identitas pasien, identitas penanggung
jawab, keluhan utama, riwayat perjalanan penyakit, riwayat penyakit
sebelumnya, riwayat kehamilan dan kelahiran, riwayat penyakit
keluarga, riwayat tumbuh kembang, psikologi keluarga, pola
kebiasaan sehari hari, dan pemeriksaan fisik sesuai dengan sistem
tubuh, sebagai berikut:
1) Pengkajian Pernafasan pada bayi RDS
Pengkajian pada bayi RDS diawali dengan fungsi
pernafasan. Pengkajian pernafasan dilakukan dengan:
a) Observasi bentuk dada (barrel, cembung) kesimetrian,
adanya insisi, selang dada, atau penyimpangan lainnya
b) Observasi otot aksesori: Pernafasan cuping hidung, retraksi
dada
c) Tentukan frekuensi dan keteraturan pernafasan
d) Auskultasi bunyi pernafasan: Stridor, mengi, ronchi, area
yang tidak ada bunyinya, keseimbangan bunyi nafas
e) Observasi saturasi oksigen dengan oksimetri nadi dan
tekanan parsial oksigen dan karbon dioksida
f) Secara singkat, perhatikan: Bentuk cuping hidung, dada
simetris atau tidak, otot-otot pernafasan retraksi intercostae,
subclavicula, frekuensi pernafasan, bunyi nafas ada ronchi
atau tidak.
Hal-hal yang biasanya ditemukan pada pengkajian
pernafasan bayi RDS adalah Jumlah penafasan rata-rata 40 -
60 per menit dibagi dengan periode apneu, pernafasan tidak
teratur dengan flaring nasal (nasal melebar) dengkuran, retraksi
(interkostal, supra sternal, substernal), terdengar suara
gemerisik pada auskultasi paru-paru, takipnea sementara dapat
dilihat, khususnya setelah kelahiran cesaria atau persentasi
bokong, pola nafas diafragmatik dan abdominal dengan
gerakan sinkron dari dada dan abdomen, dan perhatikan
adanya sekret yang mengganggu pernafasan, mengorok,
pernafasan cuping hidung
2) Pengkajian kardiovaskuler pada bayi RDS
Pengkajian sistem kardiovaskuler dilakukan untuk
mengukur tekanan darah, menghitung denyut jantung, dan
menilai pengisian kembali kapiler pada bayi :
a) Tentukan frekuensi, irama jantung, dan tekanan darah
b) Auskultasi bunyi jantung, termasuk adanya mur-mur
c) Observasi warna kulit bayi seperti adanya sianosis, pucat,
dan ikterik pada bayi
d) Kaji warna kuku, membrane mukosa, dan bibir
e) Gambaran nadi perifer, pengisian kapiler (< 2-3 detik)
3) Pengkajian gastrointestinal pada bayi RDS
Pengkajian yang dapat dilakukan adalah mengecek refleks
mengisap dan menelan, menimbang berat badan bayi,
mendengarkan bising usus dan observasi pengeluaran
mekonium.
4) Pengkaian genitourinaria pada bayi RDS
Masalah pada sistem perkemihan yaitu ginjal bayi pada bayi
RDS tidak dapat mengekresikan hasil metabolisme dan obat
obatan dengan akurat, memekatkan urin, mempertahankan
keseimbangan cairan, asam basa dan elektrolit. Pengkajian
dilakukan dengan cara menghitung intake dan output.
5) Pengkajian neurologis – muskulusteletal pada bayi RDS
Pada bayi RDS sangat rentan terjadi injuri susunan saraf pusat.
Pengkajian yang dilakukan adalah observasi fleksi, ekstensi,
reflex hisap, tingkat respon, respon pupil, gerakan tubuh dan
posisi bayi.
6) Pengkajian suhu pada bayi RDS
Banyak faktor yang menyebabkan suhu tidak stabil pada bayi
RDS terutama pada bayi BBLR salah satunya yaitu kurangnya
lemak subkutan pada bayi. Pengkajian suhu yang dapat
dilakukan adalah tentukan suhu kulit melalui aksila bayi,
tentukan dengan suhu lingkungan.
7) Pengkajian kulit pada bayi RDS
Dalam pengkajian kulit bayi yang dikaji yaitu monitor adanya
perubahan warna kulit, area kulit yang kemerahan, tanda iritasi,
mengkaji tekstur atau turgor kulit bayi, ruam, lesi pada kulit
bayi.
8) Pengkajian respon orang tua pada bayi RDS
Respon orangtua yang bayinya dengan RDS umunya merasa
sedih, cemas, dan takut kehilangan. Hal hal yang dapat dikaji
perawat adalah ekspresi wajah orangtua bayi dengan RDS,
mengkaji perilaku dan mekanisme pemecahan masalah yang
dilakukan orang tua bayi
c. Pemeriksaan diagnostic
• Seri rontgen dada untuk melihat densitas atelaktasis dan
elevasi diaphragma dengan overdistensi ductus alveolar
• Bronchogram udara, untuk menentukan ventilasi jalan nafas
d. Data laboratorium
• Profil paru untuk menentukan maturitas paru dengan bahan
cairan amnion (untuk janin yang mempunyai predisposisi
RDS)
• Analisa gas darah, PaO2 kurang dari 50 mmHg, PaCO2
kurang dari 60 mmHg, saturasi oksigen 92%-94%, pH 7,31-
7,45
• Level potassium meningkat sebagai hasil dari relase
potassium dari sel alveolar yang rusak
2. Diagnosa Keperawatan
a. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan hambatan upaya napas
dibuktikan dengan pengunaan otot bantu napas, pola napas
abnormal (kussmaul) (D.0005)
b. Risiko hipotermia dibuktikan dengan prematuritas (D.0140)
3. Intervensi Keperawatan
Diagnosa Tujuan dan kriteria Intervensi Keperawatan
keperawatan hasil
Pola napas tidak Setelah diberikan Asuhan PEMANTAUAN RESPIRASI (I.01014)
efektif berhubungan keperawatan selama 3 x Observasi
dengan hambatan 24 jam, diharapkan pola 1. Monitor frekuensi, irama,
upaya napas napas membaik dengan kedalaman, dan upaya napas
dibuktikan dengan kriteria hasil : 2. Monitor pola napas (seperti
pengunaan otot 1. Penggunaan otot bradipnea, takipnea,
bantu napas, pola bantu napas hiperventilasi, Kussmaul, Che
napas abnormal menurun yne-Stokes, Biot, ataksik0
(kussmaul) (D.0005) 2. Frekuensi napas 3. Monitor saturasi oksigen
membaik Terapeutik
3. Kedalaman napas 1. Atur interval waktu
membaik pemantauan respirasi sesuai
kondisi pasien
2. Dokumentasikan hasil
pemantauan
Edukasi
1. Jelaskan tujuan dan prosedur
pemantauan
2. Informasikan hasil
pemantauan, jika perlu
Risiko hipotermia Setelah dilakukan Manajemen Hipotermia (I.14507)
dibuktikan dengan Tindakan keperawatan Observasi :
prematuritas selama 1×24 jam 1. Monitor suhu tubuh
(D.0140) diharapkan hipotermi 2. Monitor tanda dan gejala
membaik dengan kriteria akibat hipotermia
hasil : Terapeutik :
Termoregulasi neonatus 1. Sediakan lingkungan yang
(L.14135) hangat
1. Suhu tubuh 2. Lakukan penghangatan pasif
meningkat 3. Lakukan penghangatan aktif
2. Suhu kulit internal
meningkat Edukasi : -
3. Frekuensi nadi
meningkat
4. Implementasi Keperawatan
Implementasi yang harus dicapai dalam intervensi pada bayi RDS
yaitu manajemen jalan napas dan pemantauan respirasi. Manajemen
jalan napas meliputi memonitor pola napas (frekuensi, kedalaman, usaha
napas), memonitor bunyi napas tambahan (gurgling, mengi, wheezing,
ronkhi), memberikan oksigen (jika perlu),mengkolaborasikan pemberian
bronkodilator, ekspektoran, mukolitk (jika perlu). Sedangkan,
pemantauan respirasi meliputi memonitor pola napas (seperti bradipneu,
takipneu, hiperventilasi), memonitor adanya sumbatan jalan napas,
mengauskultasi bunyi napas, memonitor saturasi oksigen, mempaplasi
kesimetrisan ekspansi paru, mengatur interval pemantauan respirasi
sesuai kondisi pasien, memonitor adanya pernafasan cuping hidung,
memonitor adanya kelemahan otot diagfragama.
5. Eveluasi Keperawatan
Evaluasi yang harus dicapai pada bayi RDS yaitu dipsnea
menurun, penggunaan otot napas bantu menurun, pernapasan cuping
hidung menurun, frekuensi napas membaik, kedalaman napas membaik
DAFTAR PUSTAKA
Gunatilaka, C. C., Higano, N. S., Hysinger, E. B., Gandhi, D. B., Fleck, R. J.,
Hahn, A. D., Fain, S. B., Woods, J. C., & Bates, A. J. (2020). Increased
Work of Breathing due to Tracheomalacia in Neonates. Annals of the
American Thoracic Society, 17(10), 1247–1256.
https://doi.org/10.1513/AnnalsATS.202002-162OC
Kalsum, U. . W. ode, Sabriyati, N., Utami, N., & Monalisa. (2018). Trio Dispa :
Effort To Establish Family Health Experts in Acute Respiratory Infections.
Indonesian Contemporary Nursing Journal, 4(2), 64-71, 4(2), 1–8.
Kurniawan, M. B., & Asthiningsih, N. W. W. (2020). Hubungan antara Diabetes
Melitus Gestasional dan Berat Badan Lahir dengan Kejadian Respiratory
Distress Syndrome ( RDS ) pada Neonatus di RSUD Abdul Wahab
Sjahranie Samarinda. Borneo Student Research, 1(3), 1805–1812.
Sugiarno, A., & Wiwin, N. W. (2020). Hubungan Hipertensi Maternal Dan Jenis
Persalinan Dengan Kejadian Respiratory Distress Syndrome (Rds) Pada
Neonatus Di Rsud Abdul Wahab Sjahranie Samarinda. Borneo Student
Research (BSR), 1(Vol 1 No 3 (2020): Borneo Student Research), 1582–
1587. http://journals.umkt.ac.id/index.php/bsr/article/view/1052/514
Wahyuni, S., & Asthiningsih, N. W. W. (2020). Hubungan Usia Ibu dan Asfiksia
Neonatorum dengan Kejadian Respiratory Distress Syndrome ( RDS ) pada
Neonatus di RSUD Abdul Wahab Sjahranie Samarinda. Borneo Student
Research, 1(3), 1824–1833.