Anda di halaman 1dari 19

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pola pernafasan normal adalah teratur dengan waktu ekspirasi lebih panjang daripada
waktu inspirasi, karena pada inspirasi otot pernafasan bekerja aktif, sedangkan pada waktu
ekspirasi otot pernapasan bekerja secara pasif.Pada keadaan sakit dapat terjadi beberapa kelainan
pola pernapasan yang paling sering adalah takipneu.Ganguan pernafasan pada bayi dan anak
dapat disebabkan oleh berbagai kelainan organic, trauma, alergi, infeksi dan lain-lain.Gangguan
dapat terjadi sejak bayi baru lahir.
RDS (Respiratory Distress Syndrome) atau disebut juga Hyaline membrane disease
merupakan hasil dari ketidak maturan dari paru-paru dimana terjadi gangguan pertukaran
gas.Berdasarkan perkiraan 30 % dari kematian neonatus diakibatkan oleh RDS atau komplikasi
yang dihasilkannya (Behrman, 2004 didalam Leifer 2007).
Pada penyakit ini, terjadi karena kekurangan pembentukan atau pengeluaran surfaktan
sebuah kimiawi paru-paru.Surfaktan merupakan suatu campuran lipoprotein aktif dengan
permukaan yang melapisi alveoli dan mencegah alveoli kolaps pada akhir ekspirasi.(Bobak,
2005).
Secara klinis bayi dengan RDS menunjukkan takipnea (> 60 x/menit) , pernapasan cuping
hidung, retraksi interkosta dan subkosta, expiratory grunting (merintih) dalam beberapa jam
pertama kehidupan. Tanda-tanda klinis lain, seperti: hipoksemia dan polisitema. Tanda-tanda
lain RDS meliputi hipoksemia, hiperkabia, dan asidosis respiratory atau asidosis campuran
(Bobak, 2005).
Secara tinjauan kasus, di negara-negara Eropa sebelum pemberian rutin antenatal steroid
dan postnatalsurfaktan, terdapat angka kejadian RDS 2-3%, di USA 1,72% dari kelahiran bayi
hidupperiode 1986-1987. Sedangkan jaman modern sekarang ini dari pelayanan NICU turun
menjadi 1%.Di negara berkembang termasuk Indonesia belum ada laporan tentang kejadianRDS.
Respiratory Distress Syndrome (RDS) disebut juga Hyaline Membrane Disease (HMD),
merupakan sindrom gawat napas yang disebabkan defisiensi surfaktan terutama pada bayi yang
lahir dengan masa gestasi kurang. Manifestasi dari RDS disebabkan adanya atelektasis alveoli,
edema, dan kerusakan sel dan selanjutnya menyebabkan bocornya serum protein ke dalam

NICU/PICU RS. HUSADA UTAMA SURABAYA 2013


alveoli sehingga menghambat fungsi surfaktan.Penyebab terbanyak dari angka kesakitan dan
kematian pada bayi prematur adalah Respiratory Distress Syndrome (RDS). Sekitar 5 -10%
didapatkan pada bayi kurang bulan, 50% pada bayi dengan berat 501-1500 gram (lemons et
al,2001).
Angka kejadian berhubungan dengan umur gestasi dan berat badan dan menurun sejak
digunakan surfaktan eksogen ( Malloy& Freeman 2000). Saat ini RDS didapatkan kurang dari
6% dari seluruh neonatus.Defisiensi surfaktan diperkenalkan pertamakali oleh Avery dan Mead
pada 1959 sebagai faktor penyebab terjadinya RDS.
Penemuan surfaktan untuk RDS termasuk salah satu kemajuan di bidang kedokteran,
karena pengobatan ini dapat mengurangi kebutuhan tekanan ventilator dan mengurangi
konsentrasi oksigen yang tinggi. Hasil-hasil dari uji coba klinik penggunaan surfaktan buatan
(Willkinson,1985), surfaktan dari cairan amnion manusia ( Merrit,1986), dan surfaktan dari
sejenis lembu/bovine (Enhoring,1985) dapat dipertanggungjawabkan dan dimungkinkan.
Surfaktan dapat diberikan sebagai pencegahan RDS maupun sebagai terapi penyakit pernapasan
pada bayi yang disebabkan adanya defisiensi atau kerusakan surfaktan.

1.2 Tujuan Penulisan


1.2.1 Tujuan Umum
Dapat menerapkan asuhan keperawatan anak yang aman dan efektif pada bayi baru lahir
yang beresiko tinggi (High Risk Newborn).
1.2.2 Tujuan Khusus
a. Mengetahui kebutuhan dan masalah keperawatan bayi baru lahir yang beresiko
tinggi.
b. Mengetahui diagnosa keperawatan pada bayi baru lahir yang beresiko tinggi.
c. Mengetahui cara menyusun rencana keperawatan pada bayi baru lahir yang beresiko
tinggi.

NICU/PICU RS. HUSADA UTAMA SURABAYA 2013


BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Definisi
Adalah gangguan pernafasan yang sering terjadi pada bayi premature dengan tanda-tanda
takipnue (>60 x/mnt), retraksi dada, sianosis pada udara kamar, yang menetap atau memburuk
pada 48-96 jam kehidupan dengan x-ray thorak yang spesifik.Tanda-tanda klinik sesuai dengan
besarnya bayi, berat penyakit, adanya infeksi dan ada tidaknya shunting darah melalui PDA
(Stark 1986).
Menurut Petty dan Asbaugh (1971), definisi dan kriteria RDS bila didapatkan sesak nafas
berat (dyspnea ), frekuensi nafas meningkat (tachypnea ), sianosis yang menetap dengan terapi
oksigen, penurunan daya pengembangan paru,adanya gambaran infiltrat alveolar yang merata
pada foto thorak dan adanya atelektasis, kongesti vascular, perdarahan, edema paru, dan adanya
hyaline membran pada saat otopsi.
Sindrom gawat napas (RDS) (juga dikenal sebagai idiopathic respiratory distress
syndrome) adalah sekumpulan temuan klinis, radiologis, dan histologis yang terjadi terutama
akibat ketidakmaturan paru dengan unit pernapasan yang kecil dan sulit mengembang dan tidak
menyis akan udara diantara usaha napas. Istilah-istilah Hyaline Membrane Disease (HMD) sering
kali digunakan saling bertukar dengan RDS (Bobak, 2005).
Respiratory Distress Syndrome adalah penyakit yang disebabkan oleh ketidakmaturan
dari sel tipe II dan ketidakmampuan sel tersebut untuk menghasilkan surfaktan yang memadai.
(Dot Stables, 2005).
Sindroma gagal nafas (respiratory distress syndrom, RDS) adalah istilah yang digunakan
untuk disfungsi pernafasan pada neonatus.Gangguan ini merupakan penyakit yang berhubungan
dengan keterlambatan perkembangan maturitas paru atau tidak adekuatnya jumlah surfaktan
dalam paru (Suriadi dan Yuliani, 2001). Gangguan ini biasanya dikenal dengan namahyaline
membran desease (HMD)atau penyakit membran hialin karena pada penyakit ini selalu
ditemukan membran hialin yang melapisi alveoli.

2.2. Etiologi

NICU/PICU RS. HUSADA UTAMA SURABAYA 2013


RDS terjadi pada bayi prematur atau kurang bulan, karena kurangnya produksi surfaktan.
Produksi surfaktan ini dimulai sejak kehamilan minggu ke-22, makin muda usia kehamilan,
makin besar pula kemungkinan terjadi RDS. Ada 4 faktor penting penyebab defisiensi surfaktan
pada RDS yaitu prematur, asfiksia perinatal, maternal diabetes, seksio sesaria.Respiratory
Distress Syndrome (RDS) disebut juga Hyaline Membran Disease (HMD) didapatkan pada
10% bayi prematur, yang disebabkan defisiensi surfaktan pada bayi yang lahir dengan masa
gestasi kurang. Surfaktan biasanya didapatkan pada paru yang matur. Fungsi surfaktan untuk
menjaga agar kantong alveoli tetap berkembang dan berisi udara, sehingga pada bayi prematur
dimana surfaktan masih belum berkembang menyebabkan daya berkembang paru kurang dan
bayi akan mengalami sesak nafas. Gejala tersebut biasanya muncul segera setelah bayi lahir dan
akan bertambah berat.
RDS merupakan penyebab utama kematian bayi prematur.Sindrom ini dapat terjadi
karena ada kelainan di dalam atau diluar paru, sehingga tindakan disesuaikan dengan penyebab
sindrom ini. Kelainan dalam paru yang menunjukan sindrom ini adalah
pneumothoraks/pneumomediastinum, penyakit membran hialin (PMH)

2.3. Patofisiologi
RDS terjadi atelektasis yang sangat progresif, yang disebabkan kurangnya zat yang
disebut surfaktan.Surfaktan adalah zat aktif yang diproduksi sel epitel saluran nafas disebut sel
pnemosit tipe II. Zat ini mulai dibentuk pada kehamilan 22-24 minggu dan mencapai max pada
minggu ke 35. Zat ini terdiri dari fosfolipid (75%) dan protein (10%).Sel tipe II ini sangat
sensitive dan berkurang pada bayi dengan asfiksia pada periode perinatal, dan kematangannya
dipacu dengan adanya stress intrauterine seperti hipertensi, IUGR dan kehamilan kembar.

Peranan surfaktan ialah merendahkan tegangan permukaan alveolus sehingga tidak


terjadi kolaps dan mampu menahan sisa udara fungsional pada sisa akhir expirasi. Kolaps paru
ini akan menyebabkan terganggunya ventilasi sehingga terjadi hipoksia, retensi CO2 dan
asidosis.
Hipoksia akan menyebabkan terjadinya :

1. Oksigenasi jaringan menurun>metabolisme anerobik dengan penimbunan asam laktat


asam organic>asidosis metabolic.

NICU/PICU RS. HUSADA UTAMA SURABAYA 2013


2. Kerusakan endotel kapiler dan epitel duktus alveolaris>transudasi kedalam
alveoli>terbentuk fibrin>fibrin dan jaringan epitel yang nekrotik>lapisan membrane
hialin.
Asidosis dan atelektasis akan menyebabkan terganggunya jantung, penurunan aliran
darah keparu, dan mengakibatkan hambatan pembentukan surfaktan, yang menyebabkan
terjadinya atelektasis.

Faktor-faktor yang memudahkan terjadinya RDS pada bayi prematur disebabkan oleh
alveoli masih kecil sehingga kesulitan berkembang, pengembangan kurang sempurna kerana
dinding thorax masih lemah, produksi surfaktan kurang sempurna.Kekurangan surfaktan
mengakibatkan kolaps pada alveolus sehingga paru-paru menjadi kaku. Hal tersebut
menyebabkan perubahan fisiologi paru sehingga daya pengembangan paru (compliance)
menurun 25% dari normal, pernafasan menjadi berat, shunting intrapulmonal meningkat dan
terjadi hipoksemia berat, hipoventilasi yang menyebabkan asidosis respiratorik.
Telah diketahui bahwa surfaktan mengandung 90% fosfolipid dan 10% protein ,
lipoprotein ini berfungsi menurunkan tegangan permukaan dan menjaga agar alveoli tetap
mengembang. Secara makroskopik, paru-paru nampak tidak berisi udara dan berwarna
kemerahan seperti hati.Oleh sebab itu paru-paru memerlukan tekanan pembukaan yang tinggi
untuk mengembang. Secara histologi, adanya atelektasis yang luas dari rongga udara bahagian
distal menyebabkan edema interstisial dan kongesti dinding alveoli sehingga menyebabkan
desquamasi dari epithel sel alveoli type II. Dilatasi duktus alveoli, tetapi alveoli menjadi tertarik
karena adanya defisiensi surfaktan ini.
Dengan adanya atelektasis yang progresif dengan barotrauma atau volutrauma dan
keracunan oksigen, menyebabkan kerosakan pada endothelial dan epithelial sel jalan pernafasan
bagian distal sehingga menyebabkan eksudasi matriks fibrin yang berasal dari darah. Membran
hyaline yang meliputi alveoli dibentuk dalam satu setengah jam setelah lahir. Epithelium mulai
membaik dan surfaktan mulai dibentuk pada 36- 72 jam setelah lahir. Proses penyembuhan ini
adalah komplek; pada bayi yang immatur dan mengalami sakit yang berat dan bayi yang
dilahirkan dari ibu dengan chorioamnionitis sering berlanjut menjadi Bronchopulmonal Displasia
(BPD).

2.4. Pencegahan RDS

NICU/PICU RS. HUSADA UTAMA SURABAYA 2013


Tindakan pencegahan yang harus dilakukan untuk mencegah komplikasi pada bayi resiko
tinggi adalah mencegah terjadinya kelahiran prematur, mencegah tindakan seksio sesarea yang
tidak sesuai dengan indikasi medis, melaksanakan manajemen yang tepat terhadap kehamilan
dan kelahiran bayi resiko tinggi.
Tindakan yang efektif utntuk mencegah RDS adalah:
 Mencegah kelahiran < bulan (premature).
 Mencegah tindakan seksio sesarea yang tidak sesuai dengan indikasi medis.
 Management yang tepat.
 Pengendalian kadar gula darah ibu hamil yang memiliki riwayat DM.
 Optimalisasi kesehatan ibu hamil.
 Kortikosteroid pada kehamilan kurang bulan yang mengancam.
 Obat-obat tocolysis (β-agonist : terbutalin, salbutamol)
 Relaksasi uterus. Contoh : Salbutamol (ex: Ventolin Obstetric injection) 5mg/5 ml (utk
asma: 5 mg/ml). Untuk relaksasi uterus : 5 mg salbutamol dilarutkan dalam infus 500 ml
dekstrose/NaCl diberikan i.v (infus) dgn kecepatan 10 – 50 μg/menit dgn monitoring
cardial effect. Jika detak jantung ibu > 140/menit kecepatan diturunkan atau obat
dihentikan
 Steroid (betametason 12 mg sehari untuk 2x pemberian, deksametason 5 mg setiap 12
jam untuk 4 x pemberian)
 Cek kematangan paru (lewat cairan amniotik pengukuranrasio lesitin/spingomielin : > 2
dinyatakan mature lung function)

2.5. Manifestasi Klinis


Berat dan ringannya gejala klinis pada penyakit RDS ini sangat dipengaruhi oleh tingkat
maturitas paru. Semakin rendah berat badan dan usia kehamilan, semakin berat gejala klinis yang
ditujukan.
Manifestasi dari RDS disebabkan adanya atelektasis alveoli, edema, dan kerusakan sel
dan selanjutnya menyebabkan kebocoran serum protein ke dalam alveoli sehingga menghambat
fungsi surfaktan. Gejala klinikal yang timbul yaitu, adanya sesak nafas pada bayi prematur
segera setelah lahir, yang ditandai dengan :
 Takipnea (> 60 x/menit)

NICU/PICU RS. HUSADA UTAMA SURABAYA 2013


 Pernafasan cuping hidung
 Grunting
 Retraksi dinding dada
 Sianosis
Gejala menetap dalam 48-96 jam pertama setelah lahir. Berdasarkan foto thorak, menurut
kriteria Bomsel ada 4 stadium RDS yaitu :
1) Terdapat sedikit bercak retikulogranular dan sedikit bronchogram udara
2) Bercak retikulogranular homogen pada kedua lapangan paru dan gambaran
airbronchogram udara terlihat lebih jelas dan meluas sampai ke perifer menutupi
bayangan jantung dengan penurunan aerasi paru
3) Alveoli yang kolaps bergabung sehingga kedua lapangan paru terlihat lebih opaque dan
bayangan jantung hampir tak terlihat, bronchogram udara lebih luas
4) Seluruh thorax sangat opaque ( white lung ) sehingga jantung tak dapat dilihat.

Evaluasi Respiratory Distress Skor Downe :

0 1 2
Frekuens < 60x/menit 60-80 x/menit >80x/menit
i Nafas
Retraksi Tidak ada Retraksi ringan Retraksi berat
retraksi
Sianosis Tidak sianosis Sianosis hilang dengan O2 Sianosis menetap
walaupun diberi
O2
Air Entry Udara masuk Penurunan ringan udara masuk
Merintih Tidak merintih Dapat didengar dengan Dapat didengar
stetoskop tanpa alat bantu

NICU/PICU RS. HUSADA UTAMA SURABAYA 2013


Evaluasi Respiratory Distress Skor Downe
Skor < 4 Gangguan pernafasan ringan
Skor 4 – 5 Gangguan pernafasan sedang
Skor > 6 Gangguan pernafasan ringan (pemeriksaan gas darah
harus dilakukan)

2.6. Penunjang / Diagnostik


Pemeriksaan Penunjang pada Neonatus yang mengalami Distress Pernafasan

Pemeriksaan Kegunaan

Kultur darah Menunjukkan keadaan bakteriemia

Analisis gas darah Menilai derajat hipoksemia dan keseimbangan asam basa

Glukosa darah Menilai keadaan hipoglikemia, karena hipoglikemia dapat


menyebabkan atau memperberat takipnea

Rontgen toraks Mengetahui etiologi distress nafas

Darah rutin dan hitung jenis Leukositosis menunjukkan adanya infeksi

Neutropenia menunjukkan infeksi bakteri

Trombositopenia menunjukkan adanya sepsis

Pulse oximetry Menilai hipoksia dan kebutuhan tambahan oksigen

Sumber: Hermansen

2.7. Komplikasi
Komplikasi jangka pendek ( akut ) dapat terjadi :

1. Ruptur alveoli : Bila dicurigai terjadi kebocoran udara ( pneumothorak,


pneumomediastinum, pneumopericardium, emfisema intersisiel ), pada bayi dengan RDS
yang tiba-tiba memburuk dengan gejala klinis hipotensi, apnea, atau bradikardi atau
adanya asidosis yang menetap.

NICU/PICU RS. HUSADA UTAMA SURABAYA 2013


2. Dapat timbul infeksi yang terjadi karena keadaan penderita yang memburuk dan adanya
perubahan jumlah leukosit dan thrombositopeni. Infeksi dapat timbul karena tindakan
invasiv seperti pemasangan jarum vena, kateter, dan alat-alat respirasi.
3. Perdarahan intrakranial dan leukomalacia periventrikular : perdarahan intraventrikuler
terjadi pada 20-40% bayi prematur dengan frekuensi terbanyak pada bayi RDS dengan
ventilasi mekanik.
4. PDA dengan peningkatan shunting dari kiri ke kanan merupakan komplikasi bayi dengan
RDS terutama pada bayi yang dihentikan terapi surfaktannya.

Komplikasi jangka panjang dapat disebabkan oleh toksisitas oksigen, tekanan yang tinggi
dalam paru, memberatnya penyakit dan kurangnya oksigen yang menuju ke otak dan organ lain.

Komplikasi jangka panjang yang sering terjadi :

1. Bronchopulmonary Dysplasia (BPD): merupakan penyakit paru kronik yang disebabkan


pemakaian oksigen pada bayi dengan masa gestasi 36 minggu. BPD berhubungan dengan
tingginya volume dan tekanan yang digunakan pada waktu menggunakan ventilasi
mekanik, adanya infeksi, inflamasi, dan defisiensi vitamin A. Insiden BPD meningkat
dengan menurunnya masa gestasi.
2. Retinopathy prematur

Kegagalan fungsi neurologi, terjadi sekitar 10-70% bayi yang berhubungan dengan masa gestasi,
adanya hipoxia, komplikasi intrakranial, dan adanya infeksi.

2.8. Penatalaksanaan
Menurut Suriadi dan Yuliani (2001) dan Surasmi,dkk (2003) tindakan untuk mengatasi
masalah kegawatan pernafasan meliputi :
1) Mempertahankan ventilasi dan oksigenasi adekuat.
2) Mempertahankan keseimbangan asam basa.
3) Mempertahankan suhu lingkungan netral.
4) Mempertahankan perfusi jaringan adekuat.
5) Mencegah hipotermia.

NICU/PICU RS. HUSADA UTAMA SURABAYA 2013


6) Mempertahankan cairan dan elektrolit adekuat.

Penatalaksanaan secara umum :


a. Pasang jalur infus intravena, sesuai dengan kondisi bayi, yang paling sering dan bila bayi
tidak dalam keadaan dehidrasi berikan infus dektrosa 5 %
 Pantau selalu tanda vital
 Jaga kepatenan jalan nafas
 Berikan Oksigen (2-3 liter/menit dengan kateter nasal), jika bayi mengalami apnea
 Lakukan tindakan resusitasi sesuai tahap yang diperlukan
 Lakukan penilaian lanjut
b. Bila terjadi kejang potong kejang
c. Segera periksa kadar gula darah
d. Pemberian nutrisi adekuat
Setelah menajemen umum, segera dilakukan menajemen lanjut sesuai dengan
kemungkinan penyebab dan jenis atau derajat gangguan nafas. Menajemen spesifik atau
menajemen lanjut:
Gangguan nafas ringan
Beberapa bayi cukup bulan yang mengalami gangguan napas ringan pada waktu lahir
tanpa gejala-gejala lain disebut “Transient Tacypnea of the Newborn” (TTN).Terutama terjadi
setelah bedah sesar. Biasanya kondisi tersebut akan membaik dan sembuh sendiri tanpa
pengobatan. Meskipun demikian, pada beberapa kasus, gangguan napas ringan merupakan tanda
awal dari infeksi sistemik.
Gangguan nafas sedang
 Lakukan pemberian O2 2-3 liter/ menit dengan kateter nasal, bila masih sesak dapat
diberikan o2 4-5 liter/menit dengan sungkup.
 Bayi jangan diberi minum.
 Jika ada tanda berikut, berikan antibiotika (ampisilin dan gentamisin) untuk terapi
kemungkinan besar sepsis.
- Suhu aksiler > 39˚C
- Air ketuban bercampur meconium

NICU/PICU RS. HUSADA UTAMA SURABAYA 2013


- Riwayat infeksi intrauterin, demam curiga infeksi berat atau ketuban pecah dini (> 18
jam)
 Bila suhu aksiler 34- 36,5 ˚C atau 37,5-39˚C. tangani untuk masalah suhu abnormal dan
nilai ulang setelah 2 jam. Bila suhu masih belum stabil atau gangguan nafas belum ada
perbaikan, berikan antibiotika untuk terapi kemungkinan besar sepsis. Jika suhu normal,
teruskan amati bayi. Apabila suhu kembali abnormal ulangi tahapan tersebut diatas.
 Bila tidak ada tanda-tanda kearah sepsis, nilai kembali bayi setelah 2 jam. Apabila bayi
tidak menunjukan perbaikan atau tanda-tanda perburukan setelah 2 jam, terapi untuk
kemungkinan besar sepsis
 Bila bayi mulai menunjukan tanda-tanda perbaikan kurangai terapi O 2secara bertahap .
Pasang pipa lambung, berikan ASI peras setiap 2 jam. Jika tidak dapat menyusu, berikan
ASI peras dengan memakai salah satu cara pemberian minum
 Amati bayi selama 24 jam setelah pemberian antibiotik dihentikan. Bila bayi kembali
tampak kemerahan tanpa pemberian O2 selama 3 hari, minumbaik dan tak ada alasan bayi
tetap tinggal di rumah sakit bayi dapat dipulangkan.

Gangguan nafas berat


 Amati pernafasan bayi setiap 2 jam selama 6 jam berikutnya.
 Bila dalam pengamatan ganguan nafas memburuk atau timbul gejala sepsis lainnya.
Terapi untuk kemungkinan besar sepsis dan tangani gangguan nafas sedang dan segera
dirujuk di rumah sakit rujukan.
 Berikan ASI bila bayi mampu mengisap. Bila tidak berikan ASI peras dengan
menggunakan salah satu cara alternatif pemberian minuman.
 Kurangi pemberian O2 secara bertahap bila ada perbaikan gangguan napas. Hentikan
pemberian O2 jika frekuensi napas antara 30-60 kali/menit.

Penatalaksanaan medis:
Pengobatan yang biasa diberikan selama fase akut penyakit RDS adalah:
 Antibiotika untuk mencegah infeksi sekunder
 Furosemid untuk memfasilitasi reduksi cairan ginjal dan menurunkan caiaran paru
 Fenobarbital

NICU/PICU RS. HUSADA UTAMA SURABAYA 2013


 Vitamin E menurunkan produksi radikalbebas oksigen
 Metilksantin ( teofilin dan kafein ) untuk mengobati apnea dan untuk pemberhentian dari
pemakaian ventilasi mekanik. (cusson,1992)
Salah satu pengobatan terbaru dan telah diterima penggunaan dalam pengobatan RDS
adalah pemberian surfaktan eksogen ( derifat dari sumber alami misalnya manusia, didapat dari
cairan amnion atau paru sapi, tetapi bisa juga berbentuk surfaktan buatan ).

2.9. Asuhan Keperawatan


1. Pengkajian
A. Pemeriksaan fisik
Pada pemeriksaan fisik akan ditemukan takhipneu (> 60 kali/menit), pernafasan
mendengkur, retraksi subkostal/interkostal, pernafasan cuping hidung, sianosis dan pucat,
hipotonus, apneu, gerakan tubuh berirama, sulit bernafas dan sentakan dagu. Pada awalnya suara
nafas mungkin normal kemudian dengan menurunnya pertukaran udara, nafas menjadi parau dan
pernapasan dalam.
Pengkajian fisik pada bayi dan anak dengan kegawatan pernafasan dapat dilihat dari
penilaian fungsi respirasi dan penilaian fungsi kardiovaskuler. Penilaian fungsi respirasi
meliputi:
1) Frekuensi nafas
Takhipneu adalah manifestasi awal distress pernafasan pada bayi. Takhipneu tanpa tanda
lain berupa distress pernafasan merupakan usaha kompensasi terhadap terjadinya asidosis
metabolik seperti pada syok, diare, dehidrasi, ketoasidosis, diabetikum, keracunan salisilat, dan
insufisiensi ginjal kronik. Frekuensi nafas yang sangat lambat dan ireguler sering terjadi pada
hipotermi, kelelahan dan depresi SSP yang merupakan tanda memburuknya keadaan klinik.
2) Mekanika usaha pernafasan
Meningkatnya usaha nafas ditandai dengan respirasi cuping hidung, retraksi dinding
dada, yang sering dijumpai pada obtruksi jalan nafas dan penyakit alveolar.Anggukan kepala ke
atas, merintih, stridor dan ekspansi memanjang menandakan terjadi gangguan mekanik usaha
pernafasan.
3) Warna kulit/membran mukosa

NICU/PICU RS. HUSADA UTAMA SURABAYA 2013


Pada keadaan perfusi dan hipoksemia, warna kulit tubuh terlihat berbercak (mottled),
tangan dan kaki terlihat kelabu, pucat dan teraba dingin.

B. Penilaian fungsi kardiovaskuler meliputi:


1. Frekuensi jantung dan tekanan darah
Adanya sinus tachikardi merupakan respon umum adanya stress, ansietas, nyeri, demam,
hiperkapnia, dan atau kelainan fungsi jantung.
2. Kualitas nadi
Pemeriksaan kualitas nadi sangat penting untuk mengetahui volume dan aliran sirkulasi
perifer nadi yang tidak adekwat dan tidak teraba pada satu sisi menandakan berkurangnya aliran
darah atau tersumbatnya aliran darah pada daerah tersebut.Perfusi kulit kulit yang memburuk
dapat dilihat dengan adanya bercak, pucat dan sianosis.

C. Pemeriksaan pada pengisian kapiler dapat dilakukan dengan cara:


1. Nail Bed Pressure ( tekan pada kuku)
2. Blancing Skin Test, caranya yaitu dengan meninggikan sedikit ekstremitas dibandingkan
jantung kemudian tekan telapak tangan atau kaki tersebut selama 5 detik, biasanya
tampak kepucatan. Selanjutnya tekanan dilepaskan pucat akan menghilang 2-3 detik.
3. Perfusi pada otak dan respirasi
Gangguan fungsi serebral awalnya adalah gaduh gelisah diselingi agitasi dan letargi. Pada
iskemia otak mendadak selain terjadi penurunan kesadaran juga terjadi kelemahan otot, kejang
dan dilatasi pupil.

2.10. Diagnosa Keperawatan


1. Gangguan pertukaran gas yang berhubungan dengan imatur paru dan dinding dada atau
berkurangnya jumlah cairan surfaktan.
2. Tidak efektifnya bersihan jalan nafas yang berhubungan dengan adanya sekret pada jalan
nafas dan obstruksi atau pemasangan intubasi trachea yang kurang tepat.
3. Tidak efektifnya pola nafas yang berhubungan dengan ketidaksamaan nafas bayi dan
ventilator, tidak berfungsinya ventilator dan posisi bantuan ventilator yang kurang tepat.

NICU/PICU RS. HUSADA UTAMA SURABAYA 2013


4. Resiko injuri yang berhubungan dengan ketidakseimbangan asam basa; O 2 dan CO2 dan
barotrauma (perlukaan dinding mukosa) dari alat bantu nafas.
5. Resiko perubahan peran orang tua yang berhubungan dengan hospitalisasi, sekunder dari
situasi krisis pada bayi.
6. Resiko kurangnya volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan yang tidak
disadari (insensible water loss).
7. Intake nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan ketidakmampuan menelan,
maturitas gastrik menurun dan kurangnya absorpsi.

2.11. Intervensi Keperawatan


Dx. 1 Gangguan pertukaran gas b.d imaturitas paru dan neuromuskular, defisiensi surfaktan dan
ketidakstabilan alveolar.
Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan pola nafas efektif.
KH:
 Jalan nafas bersih
 Frekuensi jantung 100-140 x/mnt
 Pernapasan 40-60 x/mnt
 Takipneu atau apneu tidak ada
 Sianosis tidak ada
Intervensi:
a. Posisikan untuk pertukaran udara yang optimal; tempatkan pada posisi telentang dengan
leher sedikit ekstensi dan hidung menghadap keatap dalam posisi ’mengendus’
Rasional: untuk mencegah adanya penyempitan jalan nafas.
b. Hindari hiperekstensi leher
Rasional: karena akan mengurangi diameter trakea.
c. Observasi adanya penyimpangan dari fungsi yang diinginkan , kenali tanda-tanda distres
misalnya: mengorok, pernafasan cuping hidung, apnea.
Rasional: memastikan posisi sesuai dengan yang diinginkan dan mencegah terjadinya
distres pernafasan.
d. Lakukan penghisapan

NICU/PICU RS. HUSADA UTAMA SURABAYA 2013


Rasional: menghilangkan mukus yang terakumulasi dari nasofaring, trakea, dan selang
endotrakeal.
e. Penghisapan selang endotrakeal sebelum pemberian surfaktan
Rasional: memastikan bahwa jalan napas bersih.

f. Hindari penghisapan sedikitnya 1 jam setelah pemberian surfaktan


Rasional: meningkatkan absorpsi ke dalam alvelolar
g. Observasi peningkatan pengembangan dada setelah pemberian surfaktan.
Rasional: menilai fungsi pemberian surfaktan.
h. Turunkan pengaturan, ventilator, khususnya tekanan inspirasi puncak dan oksigen
Rasional: mencegah hipoksemia dan distensi paru yang berlebihan.

Dx 2. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan hilangnya fungsi jalan nafas,
peningkatan sekret pulmonal, peningkatan resistensi jalan nafas ditandai dengan : dispneu,
perubahan pola nafas, penggunaan otot pernafasan, batuk dengan atau tanpa sputum, cyanosis.
Tujuan :
 Pasien dapat mempertahankan jalan nafas dengan bunyi nafas yang jernih dan ronchi (-)
 Pasien bebas dari dispneu
 Mengeluarkan sekret tanpa kesulitan
 Memperlihatkan tingkah laku mempertahankan jalan nafas
Intervensi :
Independen
a. Catat perubahan dalam bernafas dan pola nafasnya
Rasional :penggunaan otot-otot interkostal/abdominal/leher dapat meningkatkan usaha
dalam bernafas
b. Observasi dari penurunan pengembangan dada dan peningkatan fremitus
Rasional :pengembangan dada dapat menjadi batas dari akumulasi cairan dan adanya
cairan dapat meningkatkan fremitus
c. Catat karakteristik dari suara nafas
Rasional :suara nafas terjadi karena adanya aliran udara melewati batang tracheo
branchial dan juga karena adanya cairan, mukus atau sumbatan lain dari saluran nafas

NICU/PICU RS. HUSADA UTAMA SURABAYA 2013


d. Catat karakteristik dari batuk
Rasional :karakteristik batuk dapat merubah ketergantungan pada penyebab dan etiologi
dari jalan nafas. Adanya sputum dapat dalam jumlah yang banyak, tebal dan purulent
e. Pertahankan posisi tubuh/posisi kepala dan gunakan jalan nafas tambahan bila perlu
Rasional :pemeliharaan jalan nafas bagian nafas dengan paten
f. Kaji kemampuan batuk, latihan nafas dalam, perubahan posisi dan lakukan suction bila
ada indikasi
Rasional :penimbunan sekret mengganggu ventilasi dan predisposisi perkembangan
atelektasis dan infeksi paru
g. Peningkatan oral intake jika memungkinkan
Rasional :peningkatan cairan per oral dapat mengencerkan sputum

Kolaboratif
a. Berikan oksigen, cairan IV ; tempatkan di kamar humidifier sesuai indikasi
Rasional :mengeluarkan sekret dan meningkatkan transport oksigen
b. Berikan therapi aerosol, ultrasonik nabulasasi
Rasional :dapat berfungsi sebagai bronchodilatasi dan mengeluarkan sekret
c. Berikan fisiotherapi dada misalnya : postural drainase, perkusi dada/vibrasi jika ada
indikasi
Rasional :meningkatkan drainase sekret paru, peningkatan efisiensi penggunaan otot-
otot pernafasan
d. Berikan bronchodilator misalnya : aminofilin, albuteal dan mukolitik
Rasional :diberikan untuk mengurangi bronchospasme, menurunkan viskositas sekret
dan meningkatkan ventilasi

Dx 3.Tidak efektifnya pola nafas yang berhubungan dengan ketidaksamaan nafas bayi dan
ventilator, tidak berfungsinya ventilator dan posisi bantuan ventilator yang kurang tepat.
Tindakan :
Independen
a. Kaji status pernafasan, catat peningkatan respirasi atau perubahan pola nafas

NICU/PICU RS. HUSADA UTAMA SURABAYA 2013


Rasional :takipneu adalah mekanisme kompensasi untuk hipoksemia dan peningkatan
usaha nafas
b. Catat ada tidaknya suara nafas dan adanya bunyi nafas tambahan seperti crakles, dan
wheezing
Rasional :suara nafas mungkin tidak sama atau tidak ada ditemukan. Crakles terjadi
karena peningkatan cairan di permukaan jaringan yang disebabkan oleh peningkatan
permeabilitas membran alveoli – kapiler. Wheezing terjadi karena bronchokontriksi atau
adanya mukus pada jalan nafas
c. Kaji adanya cyanosis
Rasional :selalu berarti bila diberikan oksigen (desaturasi 5 gr dari Hb) sebelum
cyanosis muncul. Tanda cyanosis dapat dinilai pada mulut, bibir yang indikasi adanya
hipoksemia sistemik, cyanosis perifer seperti pada kuku dan ekstremitas adalah
vasokontriksi.
d. Observasi adanya somnolen, confusion, apatis, dan ketidakmampuan beristirahat
Rasional :hipoksemia dapat menyebabkan iritabilitas dari miokardium
e. Berikan istirahat yang cukup dan nyaman
Rasional :menyimpan tenaga pasien, mengurangi penggunaan oksigen

Kolaboratif
a. Berikan humidifier oksigen dengan masker CPAP jika ada indikasi
Rasional :memaksimalkan pertukaran oksigen secara terus menerus dengan tekanan
yang sesuai
b. Berikan pencegahan IPPB
Rasional :peningkatan ekspansi paru meningkatkan oksigenasi
c. Review X-ray dada
Rasional :memperlihatkan kongesti paru yang progresif
d. Berikan obat-obat jika ada indikasi seperti steroids, antibiotik, bronchodilator dan
ekspektorant
Rasional :untuk mencegah ARDS

NICU/PICU RS. HUSADA UTAMA SURABAYA 2013


BAB III
PENUTUP

3.1. Kesimpulan
Sindrom distres pernafasan adalah perkembangan yang imatur pada sistem pernafasan
atau tidak adekuatnya jumlah surfaktan dalam paru.RDS dikatakan sebagai Hyaline Membrane
Disesae (Suryadi dan Yuliani, 2001).

3.2. Saran
Semoga Makalah ni dapat berguna bagi penyusun dan pembaca. Kritik dan saran sangat
diharapkan untuk pengerjaan berikutnya yang lebih baik

NICU/PICU RS. HUSADA UTAMA SURABAYA 2013


DAFTAR PUSTAKA

Bobak, Lowdermik. 2005. Buku Ajar Keperawatan Maternitas Edisi 4.Jakarta : EGC
Leifer, Gloria. 2007. Introduction to maternity & pediatric nursing. Saunders Elsevier : St. Louis
Missouri
Prwawirohardjo, Sarwano. 2005. Ilmu Kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka
Mansjoer. (2002). Kapita selekta kedokteran. Edisi III. Jakarta: FKUI.: EGC.
Wong. Donna L. (2004). Pedoman klinis keperawatan pediatrik. Jakarta: EGC.

NICU/PICU RS. HUSADA UTAMA SURABAYA 2013

Anda mungkin juga menyukai