I
PENDAHULUAN
Angka kejadian berhubungan dengan umur gestasi dan berat badan dan
menurun sejak digunakan surfaktan eksogen ( Malloy & Freeman 2000). Saat
ini RDS didapatkan kurang dari 6% dari seluruh neonatus. Defisiensi
surfaktan diperkenalkan pertama kali oleh Avery dan Mead pada 1959
sebagai faktor penyebab terjadinya RDS. Penemuan surfaktan untuk RDS
termasuk salah satu kemajuan di bidang kedokteran, karena pengobatan ini
dapat mengurangi kebutuhan tekanan ventilator dan mengurangi konsentrasi
oksigen yang tinggi. Hasil-hasil dari uji coba klinik penggunaan surfaktan
buatan, surfaktan dari cairan amnion manusia, dan surfaktan dari sejenis
lembu/bovine dapat dipertanggungjawabkan dan dimungkinkan. Surfaktan
dapat diberikan sebagai pencegahan RDS maupun sebagai terapi penyakit
pernapasan pada bayi yang disebabkan adanya defisiensi atau kerusakan
surfaktan.
B. Tujuan
1. Mengetahui konsep dasar RDS
2. Mengetahui asuhan keperawatan RDS
1
BAB I I
PEMBAHASAN
RDS adalah perkembangan yang imatur pada sistem pernafasan atau tidak
adekuatnya jumlah surfaktan dalam paru. RDS dikatakan sebagai Hyaline
Membrane Disesae (Suryadi, 2001).
RDS adalah suatu sindrom kegawatan pada pernafasan yang terdiri atas gejala
dispneu, pernafasan cepat lebih dari 60 kali permenit, sianosis, merintih pada
saat ekspirasi; terdapat retraksi pada suprasternal, interkostal dan epigastrium.
Pada penyakit ini terjadi perubahan paru yaitu berupa pembentukan jaringan
hialin pada membran paru yang rusak. Kerusakan pada paru timbul akibat
kekurangan komponen surfaktan pulmonal. Surfaktan adalah suatu zat aktif
yang memberikan pelumasan pada ruang antar alveoli sehingga dapat
mencegah pergesekan dan timbulnya kerusakan pada alveoli yang selanjutnya
akan mencegah terjadinya kolaps paru. (Yuliani, 2001)
B. Etiologi
Menurut Suriadi dan Yulianni (2006) etiologi dari RDS yaitu:
1. Ketidakmampuan paru untuk mengembang dan alveoli terbuka.
2. Alveoli masih kecil sehingga mengalami kesulitan berkembang dan
pengembangan kurang sempurna. Fungsi surfaktan untuk menjaga agar
kantong alveoli tetap berkembang dan berisi udara, sehingga pada bayi
prematur dimana surfaktan masih belum berkembang menyebabkan daya
berkembang paru kurang dan bayi akan mengalami sesak nafas.
3. Membran hialin berisi debris dari sel yang nekrosis yang tertangkap dalam
proteinaceous filtrat serum (saringan serum protein), di fagosit oleh
makrofag.
4. Berat badan bayi lahir kurang dari 2500 gram.
5. Adanya kelainan di dalam dan di luar paru
2
Kelainan dalam paru yang menunjukan sindrom ini adalah
pneumothoraks/pneumomediastinum, penyakit membran hialin (PMH).
6. Bayi prematur atau kurang bulan
Diakibatkan oleh kurangnya produksi surfaktan. Produksi surfaktan ini
dimulai sejak kehamilan minggu ke-22, semakin muda usia kehamilan,
maka semakin besar pula kemungkinan terjadi RDS.
C. Patofisiologi
Faktor-faktor yang memudahkan terjadinya RDS pada bayi prematur
disebabkan oleh alveoli masih kecil sehingga kesulitan berkembang,
pengembangan kurang sempurna karena dinding thorax masih lemah,
produksi surfaktan kurang sempurna. Kekurangan surfaktan mengakibatkan
kolaps pada alveolus sehingga paru-paru menjadi kaku. Hal tersebut
menyebabkan perubahan fisiologi paru sehingga daya pengembangan paru
(compliance) menurun 25% dari normal, pernafasan menjadi berat, shunting
intrapulmonal meningkat dan terjadi hipoksemia berat, hipoventilasi yang
menyebabkan asidosis respiratorik.
3
mengembang. Secara histologi, adanya atelektasis yang luas dari rongga
udara bahagian distal menyebabkan edema interstisial dan kongesti dinding
alveoli sehingga menyebabkan desquamasi dari epithel sel alveoli type II.
Dilatasi duktus alveoli, tetapi alveoli menjadi tertarik karena adanya
defisiensi surfaktan ini.
D. Pathway
4
E. Manifestasi Klinis
Takipnea : laju napas > 60 kali per menit (normal laju napas 40 kali per
menit)
Sianosis sentral pada suhu kamar yang menetap atau memburuk pada
48-96 jam kehidupan dengan x-ray thorak yang spesifik
Retraksi : cekungan pada sternum dan kosta pada saat inspirasi
Grunting : suara merintih saat ekspirasi
Pernapasan cuping hidung
F. Penatalaksanaan
Memberikan lingkungan yang optimal. Suhu tubuh bayi harus selalu
diusahakan agar tetap dalam batas normal (36,5o-37oC) dengan cara
meletakkan bayi dalam inkubator. Kelembapan ruangan juga harus
adekuat.
Pemberian oksigen. Pemberian oksigen harus dilakukan dengan hati-hati
karena berpengaruh kompleks pada bayi premature, pemberian oksigen
yang terlalu banyak dapat menimbulkan komplikasi seperti fobrosis
paru, dan kerusakan retina. Untuk mencegah timbulnya komplikasi
pemberian oksigen sebaiknya diikuti dengan pemeriksaan analisa gas
darah arteri. Bila fasilitas untuk pemeriksaan analisis gas darah arteri
tidak ada, maka oksigen diberikan dengan konsentrasi tidak lebih dari
40% sampai gejala sianosis menghilang.
Pemberian cairan dan elektrolit sangat perlu untuk mempertahankan
homeostasis dan menghindarkan dehidrasi. Pada permulaan diberikan
glukosa 5-10% dengan jumlah yang disesuaikan dengan umur dan berat
badan ialah 60-125 ml/kgBB/hari. Asidosis metabolik yang selalu
dijumpai harus segera dikoreksi dengan memberikan NaHCO3 secara
intravena yang berguna untuk mempertahankan agar pH darah 7,35-7,45.
Bila tidak ada fasilitas untuk pemeriksaan analisis gas darah, NaHCO3
5
dapat diberi langsung melalui tetesan dengan menggunakan campuran
larutan glukosa 5-10% dan NaHCO3 1,5% dalam perbandingan 4:1
Pemberian antibiotik. Bayi dengan PMH perlu mendapat antibiotik
untuk mencegah infeksi sekunder. Dapat diberikan penisilin dengan
dosis 50.000-100.000 U/kgBB/hari atau ampisilin 100 mg/kgBB/hari,
dengan atau tanpa gentamisin 3-5 mg/kgBB/hari.
Kemajuan terakhir dalam pengobatan pasien PMH adalah pemberian
surfaktan eksogen (surfaktan dari luar). Obat ini sangat efektif tapi
biayanya sangat mahal.
G. Komplikasi
1. Komplikasi jangka pendek ( akut ) dapat terjadi :
a. Ruptur alveoli
Bila dicurigai terjadi kebocoran udara (pneumothorak,
pneumomediastinum, pneumopericardium, emfisema intersisiel ),
pada bayi dengan RDS yang tiba-tiba memburuk dengan gejala
klinis hipotensi, apnea, atau bradikardi.
b. Dapat timbul infeksi yang terjadi karena keadaan penderita yang
memburuk dan adanya perubahan jumlah leukosit dan
thrombositopeni. Infeksi dapat timbul karena tindakan invasiv
seperti pemasangan jarum vena, kateter, dan alat respirasi.
c. Perdarahan intrakranial dan leukomalacia periventricular
Perdarahan intraventrikuler terjadi pada 20-40% bayi prematur
dengan frekuensi terbanyak pada bayi RDS dengan ventilasi
mekanik.
d. PDA dengan peningkatan shunting dari kiri ke kanan merupakan
komplikasi bayi dengan RDS terutama pada bayi yang dihentikan
terapi surfaktannya.
6
2. Komplikasi jangka panjang yang sering terjadi :
a. Bronchopulmonary Dysplasia (BPD)
Merupakan penyakit paru kronik yang disebabkan pemakaian
oksigen pada bayi dengan masa gestasi 36 minggu. BPD
berhubungan dengan tingginya volume dan tekanan yang digunakan
pada waktu menggunakan ventilasi mekanik, adanya infeksi,
inflamasi, dan defisiensi vitamin A.
b. Retinopathy premature
Kegagalan fungsi neurologi, terjadi sekitar 10-70% bayi yang
berhubungan dengan masa gestasi, adanya hipoxia, komplikasi
intrakranial, dan adanya infeksi.
H. Pencegahan RDS
Tindakan pencegahan yang harus dilakukan untuk mencegah komplikasi
pada bayi resiko tinggi adalah mencegah terjadinya kelahiran prematur,
mencegah tindakan seksio sesarea yang tidak sesuai dengan indikasi medis,
melaksanakan manajemen yang tepat terhadap kehamilan dan kelahiran bayi
resiko tinggi.
7
I. Asuhan Keperawatan RDS
1. Pengkajian
Identitas pasien dan penanggung jawab
Riwayat kesehatan
Riwayat keperawatan sekarang
Riwayat keperawatan dahulu
Riwayat kesehatan keluarga
Riwayat maternal :
Menderita penyakit seperti diabetes mellitus
Kondisi seperti perdarahan plasenta
Tipe dan lamanya persalinan
Stress fetal atau intrapartus
Status infant saat lahir :
Prematur, umur kehamilan
Apgar score, apakah terjadi asfiksia
Bayi prematur yang lahir melalui operasi caesar
Cardiovaskular :
Bradikardi (dibawah 100 x per menit) dengan hipoksemia berat
Murmur sistolik
Denyut jantung dalam batas normal
Integumen :
Pallor (muka pucat) yang disebabkan oleh vasokontriksi peripheral
Pitting edema (lekukan pada pembengkakan dalam beberapa saat
setelah diberi tekanan) pada tangan dan kaki
Mottling (kulit bayi baru lahir terlihat berjerawat atau burikan)
Neurologis :
Immobilitas, kelemahan, flaciditas (kelemahan untuk menahan secara
pasif, biasanya pada lidah terutama pada saat orang tersebut berbaring
tidak sadarkan diri)
8
Penurunan suhu tubuh
Pulmonary
Takipnea (pernafasan lebih dari 60 x per menit, mungkin 80 – 100 x )
Nafas grunting (merintih/menangis saat inspirasi)
Nasal flaring
Retraksi intercostal, suprasternal (di atas tulang dada), atau substernal
(di bawah sternum)
Cyanosis (sentral kemudian diikuti sirkumoral) berhubungan dengan
persentase desaturasi hemoglobin
Penurunan suara nafas, crakles (bunyi non kontinu akibat penundaan
pembukaan kembali jalan napas yang menutup), episode apnea (henti
napas)
Status Behavioral
Lethargy (merasa tidak berdaya, lemas, lesu, atau sering merasa
kelelahan, letih, dan mengantuk)
Study Diagnostik
Seri rontqen dada, untuk melihat densitas atelektasis dan elevasi
diaphragma dengan overdistensi duktus alveolar
Bronchogram udara, untuk menentukan ventilasi jalan nafas.
Data laboratorium :
Profil paru, untuk menentukan maturitas paru, dengan bahan cairan
amnion (untuk janin yang mempunyai predisposisi RDS)
Lecitin/Sphingomielin (L/S) ratio 2 : 1 atau lebih mengindikasikan
maturitas paru
Phospatidyglicerol : meningkat saat usia gestasi 35 minggu
Tingkat phosphatydylinositol
Analisa Gas Darah, PaO2 kurang dari 50 mmHg, PaCO2 kurang dari
60 mmHg, saturasi oksigen 92% – 94%, pH 7,31 – 7,45
Level pottasium, meningkat sebagai hasil dari release potassium dari
sel alveolar yang rusak
9
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Kegunaan
Kultur darah Menunjukkan keadaan bakteriemia
Analisis gas darah Menilai derajat hipoksemia dan keseimbangan asam
basa
Glukosa darah Menilai keadaan hipoglikemia, karena hipoglikemia
dapat menyebabkan atau memperberat takipnea
Rontgen toraks Mengetahui etiologi distress nafas
Darah rutin dan hitung Leukositosis menunjukkan adanya infeksi
jenis Neutropenia menunjukkan infeksi bakteri
Trombositopenia menunjukkan adanya sepsis
Pulse oximetry Menilai hipoksia dan kebutuhan tambahan oksigen
Sumber: Hermansen
2. Diagnosa
1. Gangguan pertukaran gas
2. Bersihan jalan napas tidak efektif
3. Pola napas tidak efektif
4. Resiko tinggi peningkatan volume cairan
5. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
6. Resiko gangguan termoregulasi : hipotermia
7. Resiko injuri
8. Resiko perubahan peran orang tua
10
3. Intervensi
11
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
RDS adalah perkembangan yang imatur pada sistem pernafasan atau tidak
adekuatnya jumlah surfaktan dalam paru. Faktor-faktor yang memudahkan
terjadinya RDS pada bayi prematur disebabkan oleh alveoli masih kecil
sehingga kesulitan berkembang, pengembangan kurang sempurna karena
dinding thorax masih lemah, produksi surfaktan kurang sempurna.
Kekurangan surfaktan mengakibatkan kolaps pada alveolus sehingga paru-
paru menjadi kaku. Manifestasi klinisnya adalah takipnea, grunting, sianosis,
retraksi, dan pernapasan cuping hidung.
12
DAFTAR PUSTAKA
https://www.academia.edu/13338507/RDS_MAKALAHNYA
https://www.academia.edu/9308643/RESPIRASI_DISTRESS_SYNDROM_RDS
_Respirasi_Distsress_Syndrome
https://www.academia.edu/11179621/ASUHAN_KEPERAWATAN_PDA_BAYI
_DENGAN_ARDS
https://www.academia.edu/31795947/ASUHAN_KEPERAWATAN_ANAK_DE
NGAN_RDS_RESPIRATORY_DISTRESS_SIMDROME?auto=download
13