Anda di halaman 1dari 20

Respiratory

Distress
Syndrome pada
Bayi Baru Lahir
Stella Handyannie

Kepaniteraan Klinik Anak


RSU. Bhakti Yudha, Depok
12 Januari – 21 Maret 2008
Respiratory Distress
Syndrome (RDS)
 = sindrom gangguan pernapasan,
merupakan kumpulan gejala dari
kegawatan pernapasan yang dapat
terjadi pada masa neonatus.
 Dapat disebabkan oleh bermacam
kelainan didalam maupun diluar paru.
 Beberapa keadaan yang sering
memperlihatkan sindrom ini misalnya
ialah penyakit membran hialin dan
pneumonia aspirasi.
Penyakit Membran Hialin -
PMH (Hyaline Membrane
Disease, HMD)
 Termasuk sindrom gangguan pernapasan
idiopatik, merupakan sindrom gawat napas yang
disebabkan oleh defisiensi surfaktan terutama
pada bayi yang lahir dengan masa gestasi
kurang.
 Surfaktan adalah substansi kompleks yang berisi
fosdolipid dan sejumlah apoprotein. Cairan ini
diproduksi oleh sel alveolar tipe II yang berada
diantara alveoli dan bronkiolus kecil.
 Surfaktan secara langsung bertanggung jawab
sebagai pencegah atau mengurangi kolaps
alveoli.
Epidemiologi
 Sekitar 5 - 10% didapatkan pada bayi
kurang bulan, 50% pada bayi dengan
berat 501-1500 gram (lemons et
al,2001).
 Angka kejadian berhubungan dengan
umur gestasi dan berat badan.
 Saat ini RDS  didapatkan kurang dari
6%  dari seluruh neonatus. 
Surfaktan
 Surfaktan dibuat oleh sel alveolus tipe II yang
mulai tumbuh pada gestasi 22-24 minggu, mulai
mengeluarkan keaktifan pada gestasi 24-26
minggu, dan mulai berfungsi pada masa gestasi 32-
36 minggu.
 Produksi surfaktan pada janin dikontrol oleh
kortisol melalui reseptor kortisol yang terdapat
pada sel alveolus type II.
 Bila radius alveolus mengecil, surfaktan mencegah
kolapsnya alveolus pada waktu ekspirasi.
 Kurangnya surfaktan merupakan penyebab
terjadinya atelektasis secara progresif dan
menyebabkan distres pernafasan pada 24-48
jam pasca lahir.
Patofisiologi
 Defisiensi substansi surfaktan yang ditemukan pada PMH
menyebabkan kemampuan paru untuk mempertahankan
stabilitasnya terganggu.
 Kolaps paru ini akan menyebabkan terganggunya ventilasi
sehingga terjadi hipoksia, retensi CO2 dan asidosis
 Hipoksia akan menimbulkan :
 Oksigenasi jaringan menurun  metabolisme anaerobik
penimbunan asam laktat dan asam organik lainnya 
asidosis metabolik pada bayi.
 Kerusakan endotel kapiler dan epitel duktus alveolaris 
transudasi ke dalam alveoli dan terbentuknya fibrin, fibrin
bersama-sama dengan jaringan epitel yang nekrotik
membentuk suatu lapisan yang disebut membran hialin.
 Asidosis dan atelektasis juga menyebabkan terganggunya
sirkulasi darah dari dan ke jantung. Demikian pula aliran
darah paru akan menurun dan hal ini akan mengakibatkan
berkurangnya pembentukan substansi surfaktan.
Gambaran klinis
 Tanda gangguan pernapasan mulai tampak dalam 6-8 jam
pertama setelah lahir dan gejala karakteristik menetap dalam 24-
72 jam.
 Sesak napas pada bayi :
 takipnea (> 60 x/menit)
 pernapasan cuping hidung
 Grunting
 sianosis retraksi di daerah epigastrium, supra sentral,
intercostal saat inspirasi.
• Pada bayi extremely premature (berat badan lahir sangat
rendah) mungkin dapat berlanjut apnea, dan atau hipotermi.
Pada PMH yang tanpa komplikasi maka surfaktan akan
tampak kembali dalam paru pada umur 36-48 jam. Gejala
dapat memburuk secara bertahap pada 24-36 jam pertama.
Selanjutnya bila kondisi stabil dalam 24 jam maka akan
membaik dalam 60-72 jam, gejala akan menghilang pada akhir
minggu pertama.
Faktor resiko
 Bayi prematur
 bila ibu menderita gangguan perfusi darah uterus
selama kehamilan:
 Diabetes
 Toxemia
 Hipotensi
 Persalinan sectio caesaria
 Perdarahan antepartum.
 Sebelumnya melahirkan bayi dengan PMH.
 Penyakit membran hialin diperberat dengan :
 Asfiksia pada perinatal
 Hipotensi
 Infeksi
 Bayi kembar.
Gambaran Radiologis
Berdasarkan Foto toraks, stadium penyakit membran
hialin adalah sebagai berikut :
 Stadium dini (I); Bercak milier paru dengan diameter
0,6 mm dikenal sebagai pola retikulo granular.
 Stadium II; Pola retikulo granular disertai bayangan
bronkogram udara sampai lapangan perifer paru
kanan dan kiri, batas diafragma kabur.
 Stadium III; Kedua lapangan paru tampak radio opak
dengan bronkogram udara sampai lapangan perifer
paru. Batas jantung dan diafragma tidak tampak lagi.
 Stadium IV (akhir); Bercak menjadi satu dan merata
disebut paru putih.
Gambaran retikulogranular ini merupakan manifestasi
adanya kolaps alveolus sehingga apabila penyakit
semakin berat gambaran ini akan semakin jelas.
Laboratorium
Pemeriksaan darah
 Kadar asam laktat dalam darah
meninggi dan bila kadarnya lebih dari
45 g/dl, prognosis lebih buruk.
 Kadar PaO2 menurun
 Kadar PaCO2 meningkat
 pH darah menurun dan defisit basa
meningkat akibat adanya asidosis
respiratorik dan metabolik dalam tubuh.
Penatalaksanaan
 Suhu bayi dijaga agar tetap normal (36,3-37°C)
dengan meletakkan bayi dalam inkubator .
 Pemberian cairan,bertujuan untuk memberikan
kalori yang cukup, menjaga agar bayi tidak
mengalami dehidrasi, mempertahankan
pengeluaran cairan melalui ginjal dan
mempertahankan keseimbangan asam basa tubuh.
 Pemberian O2 sebaiknya diikuti dengan
pemeriksaan tekanan O2 arterial (PaO2) secara
teratur. Konsentrasi O2 yang diberikan harus dijaga
agar cukup untuk mempertahankan tekanan PaO 2
antara 80 – 100 mmHg
Penatalaksanaan
 Antibiotika untuk mencegah terjadinya infeksi
sekunder. Antibiotik diberikan adalah yang
mempunyai spektrum luas penisilin (50.000 U-
100.000 U/KgBB/hari) atau ampicilin (100
mg/KgBB/hari) dengan gentamisin (3-5
mg/KgBB/hari).
 Pemberian Surfaktan Eksogen. Metode yang
paling umum digunakan dalam penggunaan
surfaktan eksogen adalah secara intratrakeal
melalui endotrakeal tube (ETT) dengan bantuan
nasogastrik tube (NGT). Dosis yang digunakan
antara 100mg/kg - 200mg/kg. Pemberian dosis
dapat diulang sebanyak 4x dengan interval 6 jam
dan diberikan dalam 48 jam pertama setelah lahir.
Komplikasi
Komplikasi jangka pendek ( akut ) yang dapat terjadi :
 Ruptur alveoli : pneumotorak s, pneumomediastinum,
pneumopericardium, emfisema intersisiel)
 Infeksi
 Perdarahan intrakranial dan leukomalacia periventrikular
 PDA dengan peningkatan shunting dari kiri ke kanan
merupakan komplikasi bayi dengan PMH terutama pada
bayi yang dihentikan terapi surfaktannya.
Komplikasi jangka panjang dapat disebabkan oleh toksisitas
oksigen, tekanan yang tinggi dalam paru, memberatnya
penyakit dan kurangnya oksigen yang menuju ke otak dan
organ lain.
Komplikasi jangka panjang yang sering terjadi :
 Bronchopulmonary Dysplasia (BPD )
 Retinopathy prematur
 Kegagalan fungsi neurologi .
Sindroma Aspirasi
Mekonium
 Aspirasi mekonium terjadi jika janin
mengalami stres selama proses persalinan
berlangsung. Selama persalinan
berlangsung, bayi bisa mengalami
kekurangan oksigen. Hal ini dapat
menyebabkan meningkatnya gerakan usus
dan pengenduran otot anus, sehingga
mekonium dikeluarkan ke dalam cairan
ketuban yang mengelilingi bayi di dalam
rahim.
 Kejadian ini merupakan 10-20% dari seluruh
kehamilan.
Faktor resiko
 Kehamilan post-matur, bayi dismaturitas.
 Pre-eklamsi

 Ibu yang menderita diabetes

 Ibu yang menderita hipertensi

 Persalinan yang sulit

 Gawat janin

 Hipoksia intra-uterin (kekurangan


oksigen ketika bayi masih berada dalam
rahim).
Gambaran klinis
 Cairan ketuban yang berwarna kehijauan atau
jelas terlihat adanya mekonium di dalam cairan
ketuban
 Kulit bayi tampak kehijauan (terjadi jika
mekonium telah dikeluarkan lama sebelum
persalinan)
 Ketika lahir, bayi tampak lemas/lemah
 Kulit bayi tampak kebiruan (sianosis)
 Takipneu (laju pernafasan yang cepat)
 Apneu (henti nafas)
 Tampak tanda-tanda post-maturitas (berat
badannya kurang, kulitnya mengelupas).
Diagnosis
 Sebelum bayi lahir, alat pemantau janin menunjukkan
bardikardia (denyut jantung yang lambat)
 Ketika lahir, cairan ketuban mengandung mekonium
(berwarna kehijauan)
 Bayi memiliki nilai Apgar yang rendah.
 Dengan bantuan laringoskopi, pita suara tampak
berwana kehijauan.
 Terdengar suara pernafasan yang abnormal (ronki
kasar).
Pemeriksaan lainnya yang biasanya dilakukan:
 Analisa gas darah (menunjukkan kadar pH yang
rendah, penurunan pO2 dan peningkatan pCO2)
 Rontgen dada menunjukkan gambaran infiltrasi kasar
di kedua paru.
Penatalaksanaan
 Segera setelah kepala bayi lahir  pengisapan lendir dari mulut
bayi. Prosedur ini dilakukan secara berulang sampai di dalam
lendir bayi tidak lagi terdapat mekonium. Jika tidak ada tanda-
tanda gawat janin dan bayinya aktif serta kulitnya berwarna
kehijauan, dianjurkanuntuk tidak melakukan pengisapan trakea
yang terlalu dalam karena khawatir akan terjadi pneumonia
aspirasi.
Setelah lahir, bayi dimonitor secara ketat.
Terapi lainnya adalah :
 Fisioterapi dada (menepuk-nepuk dada)
 Antibiotik (untuk mengatasi infeksi)
 Menempatkan bayi di ruang yang hangat (untuk menjaga suhu
tubuh)
 Ventilasi mekanik (untuk menjaga agar paru-paru tetap
mengembang)
 Pengaturan keseimbangan asam-basa.
 Gangguan pernafasan biasanya akan membaik dalam waktu 2-4
hari, meskipun takipneu bisa menetap selama beberapa hari.
Hipoksia intra-uterin atau hipoksia akibat komplikasi aspirasi
mekonium bisa menyebabkan kerusakan otak. Aspirasi mekonium
jarang menyebabkan kerusakan paru-paru yang permanen.
Komplikasi
 Pneumotoraks
 Kerusakan otak akibat kekurangan oksigen
 Aspirasi mekonium dapat menyebabkan
distress pernafasan berat melalui 3 cara:
peradangan bronkhiolus akibat pemasangan
alat dan penurunan produksi surfaktan akibat
trauma sel paru. Aspirasi mekonium juga dapat
mengakibatkan hipoksemia, retensi karbon
dioksida dan pirau intrapulmonal dan ekstra
pulmonary serta infeksi sekunder akibat cidera
jaringan, yang selanjutnya akan menyebabkan
pneumonia.
Terima kasih
o^_^o

Anda mungkin juga menyukai