Anda di halaman 1dari 8

TINJAUAN PUSTAKA (RESPIRATORY DISTRESS SYNDROME) A.

Definisi Respiratory distress syndrome (RDS) atau Sindrom Gawat Napas Neonatus (SGNN) merupakan suatu sindrom yang sering ditemukan pada neonatus dan menjadi penyebab morbiditas utama pada bayi berat lahir rendah (BBLR). RDS disebut juga penyakit penyakit membrane hialin (PMH) karena PMH merupakan bagian terbesar dari sindrom gawat napas dari neonatus. Penyakit membrane hialin umumnya terjadi pada bayi premature yang disebabkan oleh defisiensi surfaktan.1,2,3 Menurut Petty dan Asbaugh, definisi dan kriteria RDS bila didapatkan sesak napas berat (dyspnea), frekuensi napas meningkat (tachypnea ), sianosis yang menetap dengan terapi oksigen, penurunan daya pengembangan paru, adanya gambaran infiltrat alveolar yang merata pada foto thorak dan adanya atelektasis, kongesti vascular, perdarahan, edema paru, dan adanya hyaline membran pada saat otopsi. Sedangkan menurut Murray disebut RDS bila ditemukan adanya kerusakan paru secara langsung dan tidak langsung, kerusakan paru ringan sampai sedang atau kerusakan yang berat dan adanya disfungsi organ non pulmonar. Definisi menurut Bernard bila onset akut, ada infiltrat bilateral pada foto thorak, tekanan arteri pulmonal 18mmHg dan tidak ada bukti secara klinik adanya hipertensi atrium kiri, adanya kerusakan paru akut dengan PaO2 : FiO2 kurang atau sama dengan 300, adanya sindrom gawat napas akut yang ditandai PaO2 : FiO2 kurang atau sama dengan 200, menyokong suatu RDS.4 B. Epidemiologi Angka kejadian RDS pada bayi baru lahir dengan masa gestasi 28 minggu sebesar 60-80%, pada usia kelahiran 30 minggu adalah 25%, sedang pada usia 3236 minggu sebesar 15-30%, dan pada bayi aterm jarang dijumpai. Di negara maju RDS terjadi pada 0,3-1% kelahiran hidup dan merupakan 15-20% penyebab kematian neonatus. Di Amerika Serikat diperkirakan 1% dari seluruh kelahiran hidup, yang artinya 4000 bayi mati akibat SGNN setiap tahunnya. Di Indonesia, 15

dari 950.000 BBLR yanglahir setiap tahun diperkirakan 150.000 bayi diantaranya menderita SGNN, dan sebagian besarberupa PMH.1 C. Etiologi Respiratory distress syndrome pada bayi prematur terjadi karena pematangan paru yang belum sempurna akibat kekurangan surfaktan. Tanpa surfaktan, alveoli menjadi kolaps pada akhir ekspirasi, sehingga menyebabkan gagal nafas pada neonatus. Berbagai faktor ibu dan bayi berperan sebagai faktor risiko untuk terjadinya RDS pada bayi prematur namun sebagian di antaranya masih kontroversial. RDS yang terjadi pada bayi kurang bulan tersebut bervariasi dari yang ringan sampai yang berat. Pada RDS ringan tidak memerlukan ventilasi mekanik sedangkan RDS berat memerlukan ventilasi mekanik.1 Ada 4 faktor penting penyebab defisiensi surfaktan pada RDS yaitu prematur, asfiksia perinatal, maternal diabetes, seksio sesaria. Respiratory Distress Syndrome (RDS) disebut juga Hyaline Membran Disease (HMD) didapatkan pada 10% bayi prematur, yang disebabkan defisiensi surfaktan pada bayi yang lahir dengan masa gestasi kurang. Surfaktan biasanya didapatkan pada paru yang matur. Fungsi surfaktan untuk menjaga agar kantong alveoli tetap berkembang dan berisi udara, sehingga pada bayi prematur dimana surfaktan masih belum berkembang menyebabkan daya berkembang paru kurang dan bayi akan mengalami sesak napas. Gejala tersebut biasanya tampak segera setelah bayi lahir dan akan bertambah berat.2,3,5 D. Patogenesis Faktor yang memudahkan terjadinya RDS pada bayi prematur disebabkan oleh alveoli masih kecil sehingga sulit berkembang, pengembangan kurang sempurna karena dinding thorax masih lemah, produksi surfaktan kurang sempurna. Kekurangan surfaktan mengakibatkan kolaps pada alveolus sehingga paru-paru menjadi kaku. Hal tersebut menyebabkan perubahan fisiologi paru sehingga daya pengembangan paru (compliance) menurun 25 % dari normal, pernafasan menjadi berat, shunting intrapulmonal meningkat dan terjadi hipoksemia berat, hipoventilasi yang menyebabkan asidosis respiratorik.3,5

16

Telah diketahui bahwa surfaktan mengandung 90% fosfolipid dan 10% protein, lipoprotein ini berfungsi menurunkan tegangan permukaan dan menjaga agar alveoli tetap mengembang. Secara makroskopik, paru-paru tampak tidak berisi udara dan berwarna kemerahan seperti hati. Oleh sebab itu paru-paru memerlukan tekanan pembukaan yang tinggi untuk mengembang. Secara histologi, adanya atelektasis yang luas dari rongga udara bagian distal menyebabkan edem interstisial dan kongesti dinding alveoli sehingga menyebabkan desquamasi dari epithel sel alveoli type II. Dilatasi duktus alveoli, tetapi alveoli menjadi tertarik karena adanya defisiensi surfaktan ini. Dengan adanya atelektasis yang progresif dengan barotrauma atau volutrauma dan toksisitas oksigen, menyebabkan kerusakan pada endothelial dan epithelial sel jalan napas bagian distal sehingga menyebabkan eksudasi matriks fibrin yang berasal dari darah. Membran hyaline yang meliputi alveoli dibentuk dalam satu setengah jam setelah lahir. Epithelium mulai membaik dan surfaktan mulai dibentuk pada 36-72 jam setelah lahir. Proses penyembuhan ini adalah komplek; pada bayi yang 12 immatur dan mengalami sakit yang berat dan bayi yang dilahirkan dari ibu dengan chorioamnionitis sering berlanjut menjadi Bronchopulmonal Displasia (BPD).6 E. Manifestasi Klinis Manifestasi dari RDS disebabkan adanya atelektasis alveoli, edema, dan kerusakan sel dan selanjutnya menyebabkan bocornya serum protein ke dalam alveoli sehingga menghambat fungsi surfaktan. Gejala klinis yang timbul yaitu: adanya sesak napas pada bayi prematur segera setelah lahir, yang ditandai dengan takipnea (>60x/menit), pernapasan cuping hidung, grunting, retraksi dinding dada, dan sianosis, dan gejala menetap dalam 48-96 jam pertama setelah lahir. Berdasarkan foto thorak, menurut kriteria Bomsel ada 4 stadium RDS yaitu : Stadium 1. Terdapat sedikit bercak retikulogranular dan sedikit bronchogram udara, Stadium 2. Bercak retikulogranular homogen pada kedua lapangan paru dan gambaran airbronchogram udara terlihat lebih jelas dan meluas sampai ke perifer menutupi bayangan jantung dengan penurunan aerasi paru. Stadium 3. Kumpulan alveoli yang kolaps bergabung sehingga kedua lapangan paru terlihat 17

lebih opaque dan bayangan jantung hampir tak terlihat, bronchogram udara lebih luas. Stadium 4. Seluruh thorax sangat opaque ( white lung ) sehingga jantung tak dapat dilihat. 2,3,4,5 F. Diagnosis 1. Anamnesis a. Riwayat kelahiran kurang bulan, ibu DM. b. Riwayat persalinan yang mengalami asfiksia perinatal (gawat janin), atau partus tindakan dengan bedah sesar. c. Riwayat kelahiran saudara kandung dengan penyakit membrane hialin. 2. Pemeriksaan Fisik a. Gejala biasanya dijumpai dalam 24 jam pertama kehidupan. b. Dijumpai sindroma klinis yang terdiri dari kumpulan gejala: sesak napas <30 atau >60 x/menit, grunting, retraksi dinding dada, kadang dujumpai sianosis (pada suhu kamar). c. Perhatikan tanda prematuritas. d. Kadang ditemukan hipotensi, hipotermia, edema perifer, edema paru. e. Perjalanan klinis bervariasisesuai dengan beratnya penyakit, besarnya bayi, adanya infeksi dan derajat dari pirau PDA. f. Penyakit bisa menetap atau menjadi progresif setelah 48-96 jam pertama kehidupan. 3. Pemeriksaan Penunjang a. Foto thoraks posisi AP dan lateral, bila diperlukan serial. Gambaran radiologis dapat member gambaran penyakit membrane hialin. Terdapat 4 stadium: Stadium 1: pola retikulogranulair Stadium 2: 1 + air bronchogram Stadium 3: 2 + batas jantung-paru kabur Stadium 4: 3 + white lung b. Labolatorium Darah: hb, ht, darah tepi, kultur darah pada kecurigaan pneumonia

18

c. Analisis gas darah (bila fasilitas tersedia): hipoksia, asidosis metabolik, respiratorik atau kombinasi dan saturasi oksigen yang tidak normal. d. Rasio lesitin/sfingomielin (L/S ratio <2:1) e. Shake test, jika tidak ada gelembung, resiko tinggi terjadinya RDS. G. TERAPI Medikamentosa 1. Manajemen umum a. b. c. d. e. f. Jaga jalan napas tetap bersih dan terbuka Terapi oksigen sesuai dengan kondisi: nasal kateter, sungkup, nasal prong, head box, oksigen inkubator, ventilator mekanik Jaga kehangatan Pemberian infuse cairan intravena dengan dosis rumatan Pemberian nutrisi diutamakan pemberian ASI bila memungkinkan Antibiotik

2. Manajemen Khusus Diperlukan bila memenuhi persyaratan pemberian surfaktan, tersedia surfaktan dan fasilitas NICU. a. Surfaktan Surfaktan diberikan dalam 24 jam pertama jika terbukti bayi mengalami RDS. Dosis: 4ml/kgBB, intra trachea, terbagi dalam 4 dosis masing-masing 1ml/kgBB untuk lapangan paru depan kiri dan kanan serta paru belakang kiri dan kanan. Bila diperlukan dosis dapat diulang setlah minimal 6 jam. Selama pemberian surfaktan dapat terjadi obstruksi jalan napas yang disebabkan oleh viskositas obat. Efek samping dapat berupa perdarahan dan infeksi paru. b. Bedah Tindakan bedah dilakukan bila timbul komplikasi yang bersifat fatal seperti pneumotoraks, pneumomediastinum, emfisema subkutan. Tindakan yang segera dilaksanakan adalah mengurangi tekanan rongga dada dengan pungsi thoraks, bila gagal dilakukan drainase.

19

c. Supportif Bila terjadi apneu berulang atau perlu bantuan ventilator maka harus dirujuk ke Rumah Sakit dengan fasilitas pelayanan neonatal level III yang tersedia fasilitas NICU. H. Pemantauan (Monitoring) 1. Dipantau efektifitas terapi dengan memperhatikan perubahan gejala klinis yang terjadi 2. Setelah BBLR melewati masa kritis yaitu kebutuhan oksigen sudah terpenuhi dengan oksigen ruangan/atmosfer, suhu tubuh bayi sudah stabil di luar inkubator, bayi dapat minum sendiri persepen/menetek, ibu bisa merawat dan mengenali tanda-tanda sakit pada bayi dan tidak ada komplikasi atau penyulit maka bayi dapat berobabat jalan. I. Langkah Promotif/Preventif 1. Mencegah persalinan premature 2. Pemberian terapi kortikosteroid antenatal pada ibu dengan ancaman persalinan premature 3. Melakukan pertolongan persalinan yang bersih dan aman 4. Mencegah asfiksia neonatorum 5. Melakukan resusitasi dengan benar 6. Melakukan tindakan pencegahan infeksi 7. Mengelola ibu DM dengan baik J. Komplikasi 1. Komplikasi jangka pendek (akut) dapat terjadi: 5 a. Ruptur alveoli: Bila dicurigai terjadi kebocoran udara (pneumothorak, pneumomediastinum, pneumopericardium, emfisema intersisiel), pada bayi dengan RDS yang tiba2 memburuk dengan gejala klinis hipotensi, apnea, atau bradikardi atau adanya asidosis yang menetap. b. Dapat timbul infeksi yang terjadi karena keadaan penderita yang memburuk dan adanya perubahan jumlah leukosit dan thrombositopeni. Infeksi dapat timbul karena tindakan invasiv seperti pemasangan jarum vena, kateter, dan alat2 respirasi. 20

c.

Perdarahan intrakranial dan leukomalacia periventrikular: perdarahan intraventrikuler terjadi pada 20-40% bayi prematur dengan frekuensi terbanyak pada bayi RDS dengan ventilasi mekanik.

d.

PDA dengan peningkatan shunting dari kiri ke kanan merupakan komplikasi bayi dengan RDS terutama pada bayi yang dihentikan terapi surfaktannya.

2. Komplikasi jangka panjang dapat disebabkan oleh toksisitas oksigen, tekanan yang tinggi dalam paru, memberatnya penyakit dan kurangnya oksigen yang menuju ke otak dan organ lain. Komplikasi jangka panjang yang sering terjadi : a. Bronchopulmonary Dysplasia (BPD): merupakan penyakit paru kronik yang disebabkan pemakaian oksigen pada bayi dengan masa gestasi 36 minggu. BPD berhubungan dengan tingginya volume dan tekanan yang digunakan pada waktu menggunakan ventilasi mekanik, adanya infeksi, inflamasi, dan defisiensi vitamin A. Insiden BPD meningkat dengan menurunnya masa gestasi. b. Retinopathy premature Kegagalan fungsi neurologi, terjadi sekitar 10-70% bayi yang berhubungan dengan masa gestasi, adanya hipoxia, komplikasi intrakranial, dan adanya infeksi.

21

DAFTAR PUSTAKA 1. 2. Tobing.R. Kelainan Kardiovaskular pada Sindrom Gawat Nafas neonates. Sari Pediatri, Jakarta. 2006 Honrubia.D; Stark.AR. Respiratory Distress Syndrome. Dalam : Cloherthy J, Eichenwald EC, Stark AR,Eds. Manual of Neonatal Care,edisi 5. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins,2004:341-61. 3. 4. 5. 6. 7. Rennie JM, Roberton NRC. Respiratory Distress Syndrome. Dalam A Manual of Neonatal Intensive Care, Edisi 4.London ; Arnold, 2002:128-78. Ware.L, Matthay.M. The acute respiratory distress syndrome. Dari : http;//www.N Engl J Med org. pada tgl 2 april 2005. Pramanik.A.MD.Respiratory Distress Syndrome. dari http://www.emedicine.com/topic 1993 htm updated july 2,2002. Pusponegoro.H, dkk. Standar Pelayanan Medis Kesehatan Anak. IDAI. Jakarta. 2004 Sadler.T.W. Embriologi Kedokteran Langman. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta. 2000

22

Anda mungkin juga menyukai