Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN PENDAHULUAN

RESPIRATORY DISTRESS SYNDROM (RDA)


DI RUANG AL KINDI RUMAH SAKIT ISLAM BANJARMASIN
TANGGAL 12 AGUSTUS – 24 AGUSTUS 2019
Disusun Untuk Memenuhi Tugas Program Pendidikan Profesi Ners
Stase Keperawatan Anak

OLEH :

MUSSAADAH, S.Kep

NIM: 18.31.1310

PROGRAM PROFESI NERS

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN (STIKES)

CAHAYA BANGSA BANJARMASIN

2019-2020
LEMBAR PENGESAHAN
LAPORAN PENDAHULUAN
RESPIRATORY DISTRESS SYNDROM (RDA)
DI RUANG AL KINDI RUMAH SAKIT ISLAM BANJARMASIN
TANGGAL 12 AGUSTUS – 24 AGUSTUS 2019

Oleh :

MUSSAADAH, S.Kep
NIM : 18.31.1310

Banjarmasin,

Mengetahui,

Preseptor Akademik Preseptor Klinik

(Liya Herlina.,S. Kep., Ns) (Siti Juleha., S.Kep., Ns)


LAPORAN PENDAHULUAN
RESPIRATORY DISTRESS SYNDROM (RDS)

1. Definisi
Respiratory Distress of the Newborn (RDN) atau biasa juga disebut
Respiratory Distress Syndrome (RDS) biasa juga disebut Hyaline Membrane
Disease (HMD) Adalah gangguan pernafasan yang sering terjadi pada bayi
premature dengan tanda-tanda takipnue (>60 x/mnt), retraksi dada, sianosis
pada udara kamar yang menetap atau memburuk pada 48-96 jam kehidupan
dengan x-ray thorak yang spesifik, sekitar 60% bayi yang lahir sebelum gestasi
29 minggu mengalami RDS.

Sindroma gagal nafas (respiratory distress syndrom, RDS) adalah istilah yang
digunakan untuk disfungsi pernafasan pada neonatus. Gangguan ini merupakan
penyakit yang berhubungan dengan keterlambatan perkembangan maturitas
paru atau tidak adekuatnya jumlah surfaktan dalam paru (Suriadi dan Yuliani,
2001). Gangguan ini biasanya dikenal dengan namahyaline membran desease
(HMD) atau penyakit membran hialin karena pada penyakit ini selalu
ditemukan membran hialin yang melapisi alveoli

2. Etiologi
Penyebab utama terjadinya RDN atau RDS adalah defesiensi atau kerusakan
surfaktan. Faktor penting penyebab defisiensi surfaktan pada RDS yaitu:
a. Premature (Usia gestasi dibawah 32 minggu)
b. Asfiksia perinatal
c. Maternal diabetes,
d. Bayi prematur yang lahir dengan operasi caesar

Komplikasi
Komplikasi jangka pendek ( akut ) dapat terjadi :
1. Ruptur alveoli : Bila dicurigai terjadi kebocoran udara ( pneumothorak,
pneumomediastinum, pneumopericardium, emfisema intersisiel ), pada
bayi dengan RDS yang tiba-tiba memburuk dengan gejala klinis
hipotensi, apnea, atau bradikardi atau adanya asidosis yang menetap.
2. Dapat timbul infeksi yang terjadi karena keadaan penderita yang
memburuk dan adanya perubahan jumlah leukosit dan thrombositopeni.
Infeksi dapat timbul karena tindakan invasiv seperti pemasangan jarum
vena, kateter, dan alat-alat respirasi.
3. Perdarahan intrakranial dan leukomalacia periventrikular : perdarahan
intraventrikuler terjadi pada 20-40% bayi prematur dengan frekuensi
terbanyak pada bayi RDS dengan ventilasi mekanik.
4. PDA dengan peningkatan shunting dari kiri ke kanan merupakan
komplikasi bayi dengan RDS terutama pada bayi yang dihentikan terapi
surfaktannya.

Komplikasi jangka panjang dapat disebabkan oleh toksisitas oksigen, tekanan


yang tinggi dalam paru, memberatnya penyakit dan kurangnya oksigen yang
menuju ke otak dan organ lain.
Komplikasi jangka panjang yang sering terjadi :
1. Bronchopulmonary Dysplasia (BPD): merupakan penyakit paru kronik
yang disebabkan pemakaian oksigen pada bayi dengan masa gestasi 36
minggu. BPD berhubungan dengan tingginya volume dan tekanan yang
digunakan pada waktu menggunakan ventilasi mekanik, adanya infeksi,
inflamasi, dan defisiensi vitamin A. Insiden BPD meningkat dengan
menurunnya masa gestasi.
2. Retinopathy premature
Kegagalan fungsi neurologi, terjadi sekitar 10-70% bayi yang
berhubungan dengan masa gestasi, adanya hipoxia, komplikasi
intrakranial, dan adanya infeksi
3. Tanda dan gejala
Gejala utama Gawat napas / distress respirasi pada neonatus yaitu :
a. Takipnea : laju napas > 60 kali per menit (normal laju napas 40 kali per
menit)
b. Sianosis sentral pada suhu kamar yang menetap atau memburuk pada 48-
96 jam kehidupan dengan x-ray thorak yang spesifik
c. Retraksi : cekungan pada sternum dan kosta pada saat inspirasi
d. Grunting : suara merintih saat ekspirasi
e. Pernapasan cuping hidung

4. Patofiologis
Pada RDS terjadi atelektasis yang sangat progresif, yang disebabkan
kurangnya zat yang disebut surfaktan.Surfaktan adalah zat aktif yang
diproduksi sel epitel saluran nafas disebut sel pnemosit tipe II. Zat ini mulai
dibentuk pada kehamilan 22-24 minggu dan mencapai max pada minggu ke 35.
Zat ini terdiri dari fosfolipid (75%) dan protein (10%).Peranan surfaktan ialah
merendahkan tegangan permukaan alveolus sehingga tidak terjadi kolaps dan
mampu menahan sisa udara fungsional pada sisa akhir expirasi. Kolaps paru
ini akan menyebabkan terganggunya ventilasi sehingga terjadi hipoksia, retensi
CO2 dan asidosis.

Hipoksia akan menyebabkan terjadinya :


Oksigenasi jaringan menurun>metabolisme anerobik dengan penimbunan
asam laktat asam organic>asidosis metabolic.
Kerusakan endotel kapiler dan epitel duktus alveolaris>transudasi kedalam
alveoli>terbentuk fibrin>fibrin dan jaringan epitel yang nekrotik>lapisan
membrane hialin.
Asidosis dan atelektasis akan menyebabkan terganggunya jantung,
penurunan aliran darah ke paru mengakibatkan hambatan pembentukan
surfaktan, yang menyebabkan terjadinya atelektasis. Sel tipe II ini sangat
sensitive dan berkurang pada bayi dengan asfiksia pada periode perinatal, dan
kematangannya dipacu dengan adanya stress intrauterine seperti hipertensi,
IUGR dan kehamilan kembar.

Secara singkat patofisiologinya dapat digambarkan sbb :


Atelektasis → hipoksemia →asidosis → transudasi → penurunan aliran darah
paru → hambatan pembentukan zat surfaktan → atelekstasis.Hal ini
berlangsung terus sampai terjadi penyembuhan atau kematian.

RDS merupakan penyebab utama kematian dan kesakitan pada bayi prematur,
biasanya setelah 3 – 5 hari. Prognosanya buruk jika support ventilasi lama
diperlukan, kematian bisa terjadi setelah 3 hari penanganan.

Pathway

5. Pemeriksaan fisik
Pada pemeriksaan fisik akan ditemukan takhipneu, pernafasan mendengkur,
retraksi subkostal/interkostal, pernafasan cuping hidung, sianosis dan pucat,
hipotonus, apneu, gerakan tubuh berirama, sulit bernafas dan sentakan dagu.
Pada awalnya suara nafas mungkin normal kemudian dengan menurunnya
pertukaran udara, nafas menjadi parau dan pernapasan dalam. Pengkajian fisik
pada bayi dan anak dengan kegawatan pernafasan dapat dilihat dari penilaian
fungsi respirasi dan penilaian fungsi kardiovaskuler.
Penilaian fungsi respirasi meliputi:
a. Frekuensi nafas
Takhipneu adalah manifestasi awal distress pernafasan pada bayi.
Takhipneu tanpa tanda lain berupa distress pernafasan merupakan
usaha kompensasi terhadap terjadinya asidosis metabolik seperti
pada syok, diare, dehidrasi, ketoasidosis, diabetikum, keracunan
salisilat, dan insufisiensi ginjal kronik. Frekuensi nafas yang sangat
lambat dan ireguler sering terjadi pada hipotermi, kelelahan dan
depresi SSP yang merupakan tanda memburuknya keadaan klinik.
b. Mekanika usaha pernafasan
Meningkatnya usaha nafas ditandai dengan respirasi cuping hidung,
retraksi dinding dada, yang sering dijumpai pada obtruksi jalan nafas
dan penyakit alveolar. Anggukan kepala ke atas, merintih, stridor
dan ekspansi memanjang menandakan terjadi gangguan mekanik
usaha pernafasan.
c. Warna kulit/ membran mukosa
Pada keadaan perfusi dan hipoksemia, warna kulit tubuh terlihat
berbercak (mottled), tangan dan kaki terlihat kelabu, pucat dan
teraba dingin.

6. Pemeriksaan penunjang
a. Foto rontgen thorak
Untuk mengetahui kemungkinan adanya kardiomegali bila sistim lain
bila terkena.
b. Pemeriksaan hasil analisa gas darah
c. Untuk mengetahui adanya hipoksemia, hipokapnia, dan alkalosis
respiratori ( pH >7,45) pada tahap dini.
d. Tes fungsi paru
Untuk mengetahui keadaan paru kanan dan paru kiri.

7. Penatalaksanaan
Tindakan untuk mengatasi masalah kegawatan pernafasan meliputi :
a. Mempertahankan ventilasi dan oksigenasi adekuat.
b. Mempertahankan keseimbangan asam basa.
c. Mempertahankan suhu lingkungan netral.
d. Mempertahankan perfusi jaringan adekuat.
e. Mencegah hipotermia.
f. Mempertahankan cairan dan elektrolit adekuat.

Penatalaksanaan secara umum :


a. Pasang jalur infus intravena, sesuai dengan kondisi bayi, yang paling
sering dan bila bayi tidak dalam keadaan dehidrasi berikan infus
dektrosa 5 %
- Pantau selalu tanda vital
- Jaga patensi jalan nafas
- Berikan Oksigen (2-3 liter/menit dengan kateter nasal)
b. Jika bayi mengalami apneu
- Lakukan tindakan resusitasi sesuai tahap yang diperlukan
- Lakukan penilaian lanjut
c. Bila terjadi kejang potong kejang segera periksa kadar gula darah
d. Pemberian nutrisi adekuat
Setelah menajemen umum, segera dilakukan menajemen lanjut sesuai
dengan kemungkinan penyebab dan jenis atau derajat gangguan nafas.

Manajemen spesifik atau menajemen lanjut:


a. Gangguan nafas ringan
Beberapa bayi cukup bulan yang mengalami gangguan napas ringan
pada waktu lahir tanpa gejala-gejala lain disebut “Transient Tacypnea
of the Newborn” (TTN). Terutama terjadi setelah bedah sesar. Biasanya
kondisi tersebut akan membaik dan sembuh sendiri tanpa pengobatan.
Meskipun demikian, pada beberapa kasus. Gangguan napas ringan
merupakan tanda awal dari infeksi sistemik.
b. Gangguan nafas sedang
1) Lakukan pemberian O2 2-3 liter/ menit dengan kateter nasal,
bila masih sesak dapat diberikan o2 4-5 liter/menit dengan
sungkup
2) Bayi jangan diberi minukm
3) Jika ada tanda berikut, berikan antibiotika (ampisilin dan
gentamisin) untuk terapi kemungkinan besar sepsis.
- Suhu aksiler <> 39˚C
- Air ketuban bercampur mekonium
- Riwayat infeksi intrauterin, demam curiga infeksi berat
atau ketuban pecah dini (> 18 jam)
4) Bila suhu aksiler 34- 36,5 ˚C atau 37,5-39˚C tangani untuk
masalah suhu abnormal dan nilai ulang setelah 2 jam:
- Bila suhu masih belum stabil atau gangguan nafas belum
ada perbaikan, berikan antibiotika untuk terapi
kemungkinan besar seposis
- Jika suhu normal, teruskan amati bayi. Apabila suhu
kembali abnormal ulangi tahapan tersebut diatas.
5) Bila tidak ada tanda-tanda kearah sepsis, nilai kembali bayi
setelah 2 jam
- Apabila bayi tidak menunjukan perbaikan atau tanda-
tanda perburukan setelah 2 jam, terapi untuk
kemungkinan besar sepsis
- Bila bayi mulai menunjukan tanda-tanda perbaikan
kurangai terapi o2secara bertahap . Pasang pipa lambung,
berikan ASI peras setiap 2 jam. Jika tidak dapat menyusu,
berikan ASI peras dengan memakai salah satu cara
pemberian minum
Amati bayi selama 24 jam setelah pemberian antibiotik
dihentikan. Bila bayi kembali tampak kemerahan tanpa
pemberian O2 selama 3 hari, minumbaik dan tak ada alasan bayi
tatap tinggal di Rumah Sakit bayi dapat dipulangkan
c. Gangguan nafas ringan
1) Amati pernafasan bayi setiap 2 jam selama 6 jam berikutnya.
2) Bila dalam pengamatan ganguan nafas memburuk atau timbul
gejala sepsis lainnya. Terapi untuk kemungkinan kesar sepsis
dan tangani gangguan nafas sedang dan dan segera dirujuk di
rumah sakit rujukan.
3) Berikan ASI bila bayi mampu mengisap. Bila tidak berikan ASI
peras dengan menggunakan salah satu cara alternatif pemberian
minuman.
4) Kurangi pemberian O2 secara bertahap bila ada perbaikan
gangguan napas. Hentikan pemberian O2 jika frekuensi napas
antara 30-60 kali/menit.
Penatalaksanaan medis:
Pengobatan yang biasa diberikan selama fase akut penyakit RDS adalah:
a. Antibiotika untuk mencegah infeksi sekunder
b. Furosemid untuk memfasilitasi reduksi cairan ginjal dan menurunkan
caiaran paru
c. Fenobarbital
d. Vitamin E menurunkan produksi radikalbebas oksigen
e. Metilksantin (teofilin dan kafein ) untuk mengobati apnea dan untuk
pemberhentian dari pemakaian ventilasi mekanik.
b. Salah satu pengobatan terbaru dan telah diterima penggunaan dalam
pengobatan RDS adalah pemberian surfaktan eksogen (derifat dari
sumber alami misalnya manusia, didapat dari cairan amnion atau paru
sapi, tetapi bisa juga berbentuk surfaktan buatan).

8. Analisa Data
No Data Etiologi Masalah
1 DS : - perubahan membran Gangguan
DO: kapiler-alveolar pertukaran gas
- KU: Lemah
- Suhu = 36,70 C
- HR = 186 x/menit
- RR 68 X/Menit (adanya
takipnea )
- Ada retraksi dada
- Ada tarikan intercosta
- Ada retraksi dalam
- suara nafas ronki
- sianosis
- Terpasang O2 NCPAP 40 %
PEEP 5 l/mnt
2 DS : Keletihan otot Pola nafas tidak
- keluarga pasien mengatakan pernapasan efektif
kepala pasien membesar (tidak
proporsional)
- keluarga mengatakan pasien
tidak dapat menggerakkan
kepalanya
- keluarga mengatakan pasien
hanya bisa miring saja
DO:
- KU klien lemah
- Klien tidak bisa menggerakkan
kepala
- Klien tampak hanya miring
3 DS – Reflex mengisap Ketidakseimbangan
DO pada bayi menurun, nutrisi: kurang dari
- Bayi terlihat lemah intake tidak adekuat kebutuhan tubuh
- Reflex isap tidak bagus
- Struktur kulit halus dan tipis
- Bayi di simpan dalam incubator
- Imaturitas jaringan lemak pada
subkutan
4 faktor yang berhubungan : Resiko
a. usia ketidakefektifan
b. temperatur lingkungan yang termoregulasi
naik turun
c. penyakit
d. imaturitas
e. trauma
9. Diagnosa Keperawatan yang mungkin muncul
a. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membran
kapiler-alveolar
b. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan keletihan otot pernapasan
c. Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan reflex mengisap pada bayi menurun, intake tidak adekuat
d. Resiko ketidakefektifan termoregulasi

10. Nursing Care Planning (NCP)


N Diagnosa NOC NIC
o Keperawatan (Nursing Outcomes) (Nursing Intervention
Classification)
1 Gangguan Setelah dilakukan tindakan respiratory monitoring:
keperawatan selama 2 x 24 jam (monitor respirasi)
pertukaran gas
diharapkan nafas efektif, dengan 1. monitor rata-rata kedalaman,
berhubungan kriteria hasil : irama, dan usaha respirasi
Respiratory status: airway patency: 2. Catat pergerakan dada, amati
dengan perubahan
Indikator IR ER kesimetrisan, penggunaan otot
membran kapiler-
1. Status mental tambahan, retraksi otot
alveolar dalam rentang supraclavicular dan
yang diharapkan intercostals
2. Kemudahan
3. Monitor suara nafas, seperti
dalam bernafas
3. Dyspnea saat dengkur
istirahat tidak ada 4. Monitor pola nafas : bradipena,
4. Dyspnea saat takipenia,kussmaul,hiperventil
aktivitas tidak asi. Cheyne stokes,biot
adasaturasi 5. Palpasi kesamaan epansi paru
oksigen dalam 6. Perkusi toraks anterior dan
batas normal
posterior dari apeks sampai
5. Foto thorak
dalam rentang basisi bilateral
yang diharapkan 7. Monitor kelebihan otot
6. Perfusi - ventilasi diagfragma(gerakan
seimbang paradoksis)
8. Auskultasi suara nafas,catat
Keterangan : area penunmait / tidak adanya
1. Keluhan ekstrim
ventilasi dan suara tambahan
2. Keluhan berat
3. Keluhan sedang 9. Tentukan kebutuhan suction
4. Keluhan ringan dengan mengauskultasi
5. Tidak ada keluhan crackles dan tonkhi pada jalan
napas utama
10. Auskultasi suara paru setelah
tindakan untuk mengetahui
hasilnya
11. Monitor hasil ventilasi
mekanik, catat peningkatan
tekanan inspirasi dan
penurunan volume tidal
12. Catat perubahan Sa02,
Sv02,End tidal CO2,
perubahan nilai ABG
13. Monitor foto toraks
14. Buka jalan nafas dengan chin
lift atau jaw trust
15. Posisikan pasien pada satu sisi
untuk mencegah aspirasi
16. Lakukan resuistasi
17. Lakukan tindakan terapi
respirator
2 Pola nafas tidak Setelah dilakukan tindakan Oxygen Therapy
keperawatan selama 2 x 24 jam
efektif 1. Jaga patensi jalan napas
diharapkan nafas efektif, dengan
berhubungan kriteria hasil : 2. Berikan oksigen tambahan
Respiratory status: airway patency:
dengan keletihan seperti yang dibutuhkan
Indikator IR ER
otot pernapasan 1. Frekuensi 3. monitor aliran oksigen liter
pernafasan sesuai 4. Pantau efektifitas terapi
yang di harapkan
2. Irama nafas sesuai oksigen (misalnya, oksimetri
yang diharapkan nadi,GDA) yang sesuai
3. Kedalaman
inspirasi 5. Amati tanda-tanda oksigen
4. Ekspansi dada yang disebabkan
simetris
5. Bernafas mudah hipoventilasi
6. Pengeluaran 6. monitor tanda-tanda
sputum pada jalan
nafas keracunan oksigen dan
7. Bersuara secara atelektasis penyerapan
adekuat
8. Ekspulsi udara 7. monitor peralatan oksigen
9. Tidak didapatkan untuk memastikan bahwa itu
kontraksi dada
10. Tidak didapatkan tidak mengganggu upaya
suara nafas pasien untuk bernapas
tambahan
11. Tidak didapatkan 8. sediakan oksigen ketika
nafas pendek pasien dipindahkan ke
12. Perkusi suara
sesuai yang di tempat tidur yang berbeda
harapkan
13. Auskultasi suara
nafas sesuai di
harapkan
14. Kapasitas vital
sesuai yang
diharapkan
Keterangan:
1. Keluhan ekstrim
2. Keluhan berat
3. Keluhan sedang
4. Keluhan ringan
5. Tidak ada keluhan

3 Ketidakseimbang Setelah dilakukan tindakan Pemberian Makan dengan Botol


keperawatan selama 2 x 24 jam
an nutrisi: kurang
asupan nutrisi pada pasien terpenuhi 1. Kaji status bayi sebelum
dari kebutuhan dengan kriteria hasil : memulai memberikan susu
Status Nutrisi Bayi 2. Hangatkan formula sesuai
tubuh
Indikator IR ER dengan suhu ruangan
berhubungan sebelum diberikan (pada
dengan reflex 1. Intake nutrisi bayi)
2. Intake cairan 3. Posisikan bayi pada posisi
mengisap pada lewat mulut semi fowler pada saat bayi
bayi menurun, 3. Perbandingan menyusu
intake tidak berat / tinggi 4. Sendawakan bayi sering-
4. Hidrasi sering selama dan setelah
adekuat
menyusu
Keterangan :
5. Monitor intake cairan
1. Tidak adekuat
2. Sedikit adekuat
3. Cukup adekuat
4. Sebagian besar adekuat
5. Sepenuhnya adekuat
4 Resiko Setelah dilakukan tindakan Temperature regulation
ketidakefektifan keperawatan selama 2 x 24 jam, 1. Monitor suhu tubuh minimal
diharapakan resiko tidak terjadi. tiap 2 jam
termoregulasi Indikator IR ER 2. Monitor ttv
1. Temperature 3. Monitor tanda-tanda
tubuh sesuai hipertermi dan hipotermi
yang 4. Tingkatkan intake cairan dan
diharapkan
nutrisi
2. Heart rate
dalam batas 5. Selimuti pasien untuk
normal mencegah hilangnya
3. Hidrasi kehangatan tubuh
adekuat 6. Lakukan pijat bayi
4. Pernafasan 7. Berikan bedong untuk
sesuai yang mencegah hilangnya
diharapkan
kehangatan tubuh
5. Melaporkan
kenyamanan 8. Rencanakan monitoring suhu
suhu tubuh secara kontinyu
Keterangan : 9. Berikan antipiretik jika perlu
1. Keluhan ekstrim
2. Keluhan berat
3. Keluhan sedang
4. Keluhan ringan
5. Tidak ada keluhan
Daftar Pustaka
Hermansen C, Lorah K. Respiratory distress in the newborn. Am Fam
Physician. 2007;76:987-94.
Indrasanto, Eriyanti., dkk. 2008. Paket Pelatihan Pelayanan Obsetri Dan
Neonatal Emergensi Komprehensif (PONEK).
Kosim. M.S., 2010. Deteksi Dini Dan Manajemen Gangguan Napas Pada
Neonatus Sebagai Aplikasi P O N E K (Pelayanan Obstetri Neonatal
Emergency Komprehensif). Bagian Ilmu Kesehatan Anak RSUP Dr.
Kariadi/ FK UNDIP Semarang
Markum, A.H, Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak, Jilid I, Bagian Ilmu
Kesehatan Anak FKUI, Jakarta, 1991, hal. 303-306.
Nur .A ., dkk. 2010. Pemberian Surfaktan Pada Bayi Prematur Dengan
Respiratory Distress Syndrome. Lab/SMF Ilmu Kesehatan Anak
FK. Unair/RSUD Dr. Soetomo
Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FKUI, Ilmu Kesehatan Anak, Jilid I,
Editor : Rusepno Hassan & Husein Alatas, Bagian IKA FKUI,
Jakarta 1985, hal.
Surasmi,Asrining,dkk.2003.Perawatan Bayi Resiko Tinggi.Jakarta: EGC
Suriadi dan Yuliani, R. 2010. Asuhan Keperawatan Pada Anak, edisi 1
Jakarta : CV Sagung Seto
Winarno, dkk, Penatalaksanaan Kegawatan Neonatus, dalam Simposium
Gawat Darurat Neonatus, Unit Kerja Koordinasi Pediatri Darurat
IDAI, Badan Penerbit UNDIP, Semarang, 2008, hal. 151-153.

Anda mungkin juga menyukai