Anda di halaman 1dari 20

LAPORAN PENDAHULUAN RESPIRATORY DISTRESS

OF THE NEWBORN (RDN) DI RUANGAN PERISTI RSUD UNDATA


PROVINSI SULAWESI TENGAH

DI SUSUN OLEH :

NAMA : LUCKY ARISANDI, S.Kep


NIM : 2022031015

CI LAHAN CI INSTITUSI

Ns. Ni Nyoman Udiani, S.Kep.,M.Kep Ns. Katrina Feby Lestari, M.P.H


NIP. 19790531 200003 2 001 NIK. 20120901027

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


UNIVERSITAS WIDYA NUSANTARA
2022
Konsep Dasar Penyakit

1. Definisi
Respiratory Distress of the Newborn (RDN) atau biasa juga disebut
Respiratory Distress Syndrome (RDS) biasa juga disebut Hyaline Membrane
Disease (HMD) Adalah gangguan pernafasan yang sering terjadi pada bayi
premature dengan tandatanda takipnue (>60 x/mnt), retraksi dada, sianosis pada
udara kamar yang menetap atau memburuk pada 48-96 jam kehidupan dengan x-
ray thorak yang spesifik, sekitar 60% bayi yang lahir sebelum gestasi 29 minggu
mengalami RDS.
RDS (Respiratori Distress Syndrom) adalah gangguan pernafasan yang
sering terjadi pada bayi premature dengan tanda-tanda takipnue (>60 x/mnt),
retraksi dada, sianosis pada udara kamar, yang menetap atau memburuk pada
48-96 jam kehidupan dengan x-ray thorak yang spesifik. Tanda-tanda klinik
sesuai dengan besarnya bayi, berat penyakit, adanya infeksi dan ada tidaknya
shunting darah melalui PDA.
Sindrom distres pernafasan adalah perkembangan yang imatur pada sistem
pernafasan atau tidak adekuatnya jumlah surfaktan dalam paru. RDS dikatakan
sebagai Hyaline Membrane Disesae (Suryadi dan Yuliani, 2016).
2. Epidemiologi
Angka kematian bayi merupakan indikator yang digunakan untuk
melihat status kesehatan anak, dan kondisi ekonomi penduduk
secarakeseluruhan. Kematian bayi adalah kematian yang terjadi padaperiode
sejak bayi lahir sampai bayi belum berusia tepat satu tahun.
Kematian bayi dipengaruhi oleh jumlah kematian neonatal Angka kejadian
RDS di Eropa sebelum pemberian rutin antenatal steroid dan postnatal surfaktan
sebanyak 2-3 %, di USA 1,72% dari kelahiran bayi hidup periode 1998 - 1987.
Secara tinjauan kasus, di negara-negara Eropa sebelum pemberian rutin
antenatal steroid dan postnatalsurfaktan, terdapat angka kejadian RDS 2-3%, di
USA 1,72% dari kelahiran bayi hidupperiode 1986-1987. Sedangkan jaman
moderen sekarang ini dari pelayanan NICU turun menjadi 1% di Asia Tenggara.
Di Asia Tenggara penyebab terbanyak dari angka kesakitan dan kematian pada
bayi prematur adalah RDS. Sekitar 5 -10% didapatkan pada bayi kurang bulan,
50% pada bayi dengan berat 501-1500 gram. Angka kejadian berhubungan
dengan umur gestasi dan berat badan dan menurun sejak digunakan surfaktan
eksogen. Saat ini RDS didapatkan kurang dari 6% dari seluruh neonatus (WHO,
2015).
3. Etiologi
Penyebab kegagalan pernafasan pada neonatus yang terdiri dari faktor
ibu, faktor plasenta, faktor janin dan faktor persalinan.Faktor ibu meliputi
hipoksia pada ibu, usia ibu kurang dari 20 tahun atau lebih dari 35 tahun,
gravida empat atau lebih, sosial ekonomi rendah, maupun penyakit pembuluh
darah ibu yang mengganggu pertukaran gas janin seperti hipertensi, penyakit
jantung, diabetes melitus, dan lain-lain. Faktor plasenta meliputi solusio
plasenta, perdarahan plasenta, plasenta kecil, plasenta tipis, plasenta tidak
menempel pada tempatnya.
Faktor janin atau neonatus meliputi tali pusat menumbung, tali pusat
melilit leher, kompresi tali pusat antara janin dan jalan lahir, gemeli, prematur,
kelainan kongenital pada neonatus dan lain-lain. Faktor persalinan meliputi
partus lama, partus dengan tindakan dan lain-lain.
Sindroma gagal nafas adalah perkembangan imatur pada sistem pernafasan
atau tidak adekuatnya jumlah surfaktan pada paru-paru-paru. Sementara afiksia
neonatorum merupakan gangguan pernafasan akibat ketidakmampuan bayi
beradaptasi terhadap asfiksia. Biasanya masalah ini disebabkan karena adanya
masalah-masalah kehamilan dan pada saat persalinan.

4. Patofisiologi
Kegawatan pernafasan dapat terjadi pada bayi dengan gangguan
pernafasan yang dapat menimbulkan dampak yang cukup berat bagi bayi
berupa kerusakan otak atau bahkan kematian. Akibat dari gangguan pada
sistem pernafasan adalah terjadinya kekurangan oksigen (hipoksia) pada tubuh
bayi akan beradaptasi terhadap kekurangan oksigen dengan mengaktifkan
metabolisme anaerob. Apabila keadaan hipoksia semakin berat dan lama,
metabolisme anaerob akan menghasilkan asam laktat.
Dengan memburukya keadaan asidosis dan penurunan aliran darah keotak
maka akan terjadi kerusakan otak dan organ lain karena hipoksia dan iskemia.
Pada stadium awal terjadi hiperventilasi diikuti stadium apneu primer. Pada
keadaan ini bayi tampak sianosis, tetapi sirkulasi darah relative masih baik.
Curah jantung yang meningkat dan adanya vasokontriksi perifer ringan
menimbulkan peninggkatan tekanan darah dan reflek bradikardi ringan. Depresi
pernafasan pada saat ini dapat diatasi dengaan meningkatkan implus aferen
seperti perangsangan pada kulit.Apneu normal berlangsung sekitar 1-2
menit.Apnea primer dapat memanjang dan diikuti dengan memburuknya sistem
sirkulasi. Hipoksia miokardium dan asidosis akan memperberat bradikardi,
vasokontraksi dan hipotensi. Keadaan ini dapat terjadi sampai 5menit dan
kemudian terjadi apneu sekunder. Selama apneu sekunder denyut jantung,
tekanan darah dan kadar oksigen dalam darah terus menurun. Bayi tidakbereaksi
terhadap rangsangan dan tidak menunjukkan upaya pernafasan secara spontan.
Kematian akan terjadikecuali pernafasan buatan dan pemberian oksigen segera
dimulai.

5. Manifestasi Klinis
Berat atau ringannya gejala klinis pada penyakit RDS (Respiratory
Distress Syndrom) ini sangat dipengaruhi oleh tingkat maturitas paru. Semakin
rendah berat badan dan usia kehamilan, semakin berat gejala klinis yang
ditunjukan. Gejala dapat tampak beberapa jam setelah kelahiran. Bayi RDS
(Respiratory Distress Syndrom) yang mampu bertahan hidup sampai 96 jam
pertama mempunyai prognosis yang lebih baik. Gejala umum RDS yaitu:
takipnea (>60x/menit), pernapasan dangkal, mendengkur, sianosis, pucat,
kelelahan, apnea dan pernapasan tidak teratur, penurunan suhu tubuh, retraksi
suprasternal dan substernal, pernapasan cuping hidung.
6. Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik akan ditemukan takhipneu (> 60 kali/menit),
pernafasan mendengkur, retraksi subkostal/interkostal, pernafasan cuping
hidung, sianosis dan pucat, hipotonus, apneu, gerakan tubuh berirama, sulit
bernafas dan sentakan dagu. Pada awalnya suara nafas mungkin normal
kemudian dengan menurunnya pertukaran udara, nafas menjadi parau dan
pernapasan dalam.
Pengkajian fisik pada bayi dan anak dengan kegawatan pernafasan dapat
dilihat dari penilaian fungsi respirasi dan penilaian fungsi kardiovaskuler.
Penilaian fungsi respirasi meliputi:
a. Frekuensi nafas
Takhipneu adalah manifestasi awal distress pernafasan pada bayi.
Takhipneu tanpa tanda lain berupa distress pernafasan merupakan usaha
kompensasi terhadap terjadinya asidosis metabolik seperti pada syok, diare,
dehidrasi, ketoasidosis, diabetikum, keracunan salisilat, dan insufisiensi
ginjal kronik. Frekuensi nafas yang sangat lambat dan ireguler sering terjadi
pada hipotermi, kelelahan dan depresi SSP yang merupakan tanda
memburuknya keadaan klinik.

b. Mekanika usaha pernafasan


Meningkatnya usaha nafas ditandai dengan respirasi cuping hidung,
retraksi dinding dada, yang sering dijumpai pada obtruksi jalan nafas dan
penyakit alveolar. Anggukan kepala ke atas, merintih, stridor dan ekspansi
memanjang menandakan terjadi gangguan mekanik usaha pernafasan.

c. Warna kulit/membran mukosa


Pada keadaan perfusi dan hipoksemia, warna kulit tubuh terlihat
berbercak (mottled), tangan dan kaki terlihat kelabu, pucat dan teraba dingin.
d. Kardiovaskuler
1) Frekuensi jantung dan tekanan darah
Adanya sinus tachikardi merupakan respon umum adanya stress,
ansietas, nyeri, demam, hiperkapnia, dan atau kelainan fungsi jantung.
2) Kualitas nadi
Pemeriksaan kualitas nadi sangat penting untuk mengetahui
volume dan aliran sirkulasi perifer nadi yang tidak adekwat dan tidak
teraba pada satu sisi menandakan berkurangnya aliran darah atau
tersumbatnya aliran darah pada daerah tersebut. Perfusi kulit kulit yang
memburuk dapat dilihat dengan adanya bercak, pucat dan sianosis.
e. Pemeriksaan pada pengisian kapiler dapat dilakukan dengan cara :
1) Nail Bed Pressure ( tekan pada kuku)
2) Blancing Skin Test, caranya yaitu dengan meninggikan sedikit
ekstremitas dibandingkan jantung kemudian tekan telapak tangan atau
kaki tersebut selama 5 detik, biasanya tampak kepucatan. Selanjutnya
tekanan dilepaskan pucat akan menghilang 2-3 detik.
3) Perfusi pada otak dan respirasi, gangguan fungsi serebral awalnya adalah
gaduh gelisah diselingi agitasi dan letargi. Pada iskemia otak mendadak
selain terjadi penurunan kesadaran juga terjadi kelemahan otot, kejang
dan dilatasi pupil.
7. Pemeriksaan Penunjang
a. Gambaran radiologis
Diagnosis yang tepat hanya dapat dibuat dengan pemeriksaan foto
rontgen toraks. Pemeriksaan ini juga sangat penting untuk menyingkirkan
kemungkinan penyakit lain yang diobati dan mempunyai gejala yang
mirip penyakit membran hialin, misalnya pneumotoraks, hernia
diafragmatika dan lain-lain. Gambaran klasik yang ditemukan pada foto
rontgen paru ialah adanya bercak difus berupa infiltrate retikulogranuler
ini, makin buruk prognosis bayi. Beberapa sarjana berpendapat bahwa
pemeriksaan radiologis ini dapat dipakai untuk mendiagnosis dini
penyakit membran hialin, walaupun manifestasi klinis belum jelas.
b. Gambaran laboratorium
Kelainan yang ditemukan pada pemeriksaan laboratorium diantaranya
adalah:
1) Pemeriksaan darah
Kadar asam laktat dalam darah meninggi dan bila kadarnya lebih
dari 45 mg%, prognosis lebih buruk, kadar bilirubin lebih tinggi bila
dibandingkan dengan bayi normal dengan berat badan yang sama. Kadar
PaO2 menurun disebabkan kurangnya oksigenasi di dalam paru dan
karena adanya pirau arteri-vena. Kadar PaO2 meninggi, karena gangguan
ventilasi dan pengeluaran CO2 sebagai akibat atelektasis paru. pH darah
menurun dan defisit biasa meningkat akibat adanya asidosis respiratorik
dan metabolik dalam tubuh.
2) Pemeriksaan fungsi paru
Pemeriksaan ini membutuhkan alat yang lengkap dan pelik,
frekuensi pernapasan yang meninggi pada penyakit ini akan
memperhatikan pula perubahan pada fungsi paru lainnya seperti ‘tidal
volume’ menurun, ‘lung compliance’ berkurang, functional residual
capacity’ merendah disertai ‘vital capacity’ yang terbatas. Demikian pula
fungsi ventilasi dan perfusi paru akan terganggu.
3) Pemeriksaan fungsi kardiovaskuler
Penyelidikan dengan kateterisasi jantung memperhatikan beberapa
perubahan dalam fungsi kardiovaskuler berupa duktus arteriosus paten,
pirau dari kiri ke kanan atau pirau kanan ke kiri (bergantung pada
lanjutnya penyakit), menurunnya tekanan arteri paru dan sistemik.
c. Gambaran patologi/histopatologi
Pada otopsi, gambaran dalam paru menunjukkan adanya atelektasis dan
membran hialin di dalam alveolus dan duktus alveolaris. Di samping itu
terdapat pula bagian paru yang mengalami enfisema. Membran hialin yang
ditemukan yang terdiri dari fibrin dan sel eosinofilik yang mungkin berasal
dari darah atau sel epitel ductus yang nekrotik.
8. Diagnosis
Diagnosis Sindrom Distres Pernapasan Akut/Acute Respiratory Distress
Syndrome (ARDS) dapat dilakukan melalui anamnesis, pemeriksaan fisik, dan
pemeriksaan penunjang. Diagnosis ARDS pada umumnya dapat ditegakkan bila
penyebab kardiogenik dan etiologi lain yang dapat menyebabkan hipoksemia
akut telah disingkirkan, serta memenuhi Kriteria Berlin. Kriteria Berlin meliputi:
a. Onset akut < 1 minggu atau perburukan gejala respiratorik.
b. Edema paru dibuktikan dengan opasitas bilateral pada foto toraks.
c. Rasio PaO2/FiO2 ≤300 pada tekanan ekspiratori positif (PEEP).
9. Tindakan Penanganan
Tindakan untuk mengatasi masalah kegawatan pernafasan meliputi:
a. Mempertahankan ventilasi dan oksigenasi adekuat.
b. Mempertahankan keseimbangan asam basa.
c. Mempertahankan suhu lingkungan netral.
d. Mempertahankan perfusi jaringan adekuat.
e. Mencegah hipotermia.
f. Mempertahankan cairan dan elektrolit adekuat.

Terapi secara umum:


1) Pasang jalur infus intravena, sesuai dengan kondisi bayi, yang paling sering
dan bila bayi tidak dalam keadaan dehidrasi berikan infus dektrosa 5 %
a) Pantau selalu tanda vital
b) Jaga kepatenan jalan nafas
c) Berikan Oksigen (2-3 liter/menit dengan kateter nasal)
2) Jika bayi mengalami apneu
a) Lakukan tindakan resusitasi sesuai tahap yang diperlukan
b) Lakukan penilaian lanjut
3) Bila terjadi kejang potong kejang
4) Segera periksa kadar gula darah

Gangguan nafas ringan:


Pemberian nutrisi adekuat Setelah menajemen umum, segera dilakukan
menajemen lanjut sesuai dengan kemungkinan penyebab dan jenis atau derajat
gangguan nafas.

Menajemen spesifik atau menajemen lanjut:


Beberapa bayi cukup bulan yang mengalami gangguan napas ringan pada
waktu lahir tanpa gejala-gejala lain disebut “Transient Tacypnea of the
Newborn” (TTN). Terutama terjadi setelah bedah sesar. Biasanya kondisi
tersebut akan membaik dan sembuh sendiri tanpa pengobatan. Meskipun
demikian, pada beberapa kasus. Gangguan napas ringan merupakan tanda awal
dari infeksi sistemik.

Gangguan nafas sedang:


1) Lakukan pemberian O2 2-3 liter/ menit dengan kateter nasal, bila masih
sesak dapat diberikan o2 4-5 liter/menit dengan sungkup
2) Bayi jangan diberi minum
3) Jika ada tanda berikut, berikan antibiotika (ampisilin dan gentamisin) untuk
terapi kemungkinan besar sepsis.
4) Suhu aksiler <> 39˚C
5) Air ketuban bercampur mekonium
6) Riwayat infeksi intrauterin, demam curiga infeksi berat atau ketuban pecah
dini (> 18 jam).
7) Bila suhu aksiler 34- 36,5 ˚C atau 37,5-39˚C tangani untuk masalah suhu
abnormal dan nilai ulang setelah 2 jam.
8) Bila suhu masih belum stabil atau gangguan nafas belum ada perbaikan,
berikan antibiotika untuk terapi kemungkinan besar seposis.
9) Jika suhu normal, teruskan amati bayi. Apabila suhu kembali abnormal
ulangi tahapan tersebut diatas.
10) Bila tidak ada tanda-tanda kearah sepsis, nilai kembali bayi setelah 2 jam.
11) Apabila bayi tidak menunjukan perbaikan atau tanda-tanda perburukan
setelah 2 jam, terapi untuk kemungkinan besar sepsis.
12) Bila bayi mulai menunjukan tanda-tanda perbaikan kurangai terapi o2
secara bertahap. Pasang pipa lambung, berikan ASI peras setiap 2 jam. Jika
tidak dapat menyusu, berikan ASI peras dengan memakai salah satu cara
pemberian minum.
13) Amati bayi selama 24 jam setelah pemberian antibiotik dihentikan. Bila
bayi kembali tampak kemerahan tanpa pemberian O2 selama 3 hari,
minumbaik dan tak ada alasan bayi tatap tinggal di Rumah Sakit bayi dapat
dipulangkan.

Gangguan nafas berat:


1) Amati pernafasan bayi setiap 2 jam selama 6 jam berikutnya.
2) Bila dalam pengamatan ganguan nafas memburuk atau timbul gejala sepsis
lainnya. Terapi untuk kemungkinan kesar sepsis dan tangani gangguan
nafas sedang dan dan segera dirujuk di rumah sakit rujukan.
3) Berikan ASI bila bayi mampu mengisap. Bila tidak berikan ASI peras
dengan menggunakan salah satu cara alternatif pemberian minuman.
4) Kurangi pemberian O2 secara bertahap bila ada perbaikan gangguan napas.
Hentikan pemberian O2 jika frekuensi napas antara 40-60 kali/menit.

Penatalaksanaan medis:
Pengobatan yang biasa diberikan selama fase akut penyakit RDS adalah:
1) Antibiotika untuk mencegah infeksi sekunder
2) Furosemid untuk memfasilitasi reduksi cairan ginjal dan menurunkan
caiaran paru
3) Fenobarbital
4) Vitamin E menurunkan produksi radikalbebas oksigen
5) Metilksantin (teofilin dan kafein) untuk mengobati apnea dan untuk
pemberhentian dari pemakaian ventilasi mekanik.
6) Salah satu pengobatan terbaru dan telah diterima penggunaan dalam
pengobatan RDS adalah pemberian surfaktan eksogen (Derifat dari sumber
alami misalnya manusia, didapat dari cairan amnion atau paru sapi, tetapi
bisa juga berbentuk surfaktan buatan.
10. Komplikasi
a. Komplikasi jangka pendek dapat terjadi :
1) Kebocoran alveoli: Apabila dicurigai terjadi kebocoran udara
(pneumothorak, pneumomediastinum, pneumopericardium, emfisema
intersisiel), pada bayi dengan RDS yang tiba-tiba memburuk dengan
gejala klinikal hipotensi, apnea, atau bradikardi atau adanya asidosis
yang menetap.
2) Jangkitan penyakit karena keadaan penderita yang memburuk dan
adanya perubahan jumlah leukosit dan thrombositopeni. Infeksi dapat
timbul kerana tindakan invasiv seperti pemasangan jarum vena, kateter,
dan alat-alat respirasi.
3) Perdarahan intrakranial dan leukomalacia periventrikular: perdarahan
intraventrikuler terjadi pada 20-40% bayi prematur dengan frekuensi
terbanyak pada bayi RDS dengan ventilasi mekanik.
b. Komplikasi jangka panjang
Dapat disebabkan oleh keracunan oksigen, tekanan yang tinggi dalam
paru, memberatkan penyakit dan kekurangan oksigen yang menuju ke otak
dan organ lain. Komplikasi jangka panjang yang sering terjadi:
1) Bronchopulmonary Dysplasia (BPD): merupakan penyakit paru kronik
yang disebabkan pemakaian oksigen pada bayi dengan masa gestasi 36
minggu. BPD berhubungan dengan tingginya volume dan tekanan yang
digunakan pada waktu menggunakan ventilasi mekanik, adanya infeksi,
inflamasi, dan defisiensi vitamin A. Insiden BPD meningkat dengan
menurunnya masa gestasi.
2) Retinopathy prematur Kegagalan fungsi neurologi, terjadi sekitar 10-
70% bayi yang berhubungan dengan masa gestasi, adanya hipoxia,
komplikasi intrakranial, dan adanya infeksi.
Konsep Dasar Asuhan Keperawatan

1. Pengkajian
Pengkajian adalah proses pengumpulan data untuk mendapatkan berbagai
informasi yang berkaitan dengan masalah yang dialami klien. Pengkajian
dilakukan dengan berbagai cara yaitu anamnesa, observasi, pemeriksaan fisik,
pemeriksaan diagnostik yang dilakukan dilaboratorium.
Data yang dicari dalam riwayat keperawatan adalah
a. Kaji riwayat kehamilan sekarang (apakah selama hamil ibu menderita
hipotensi atau perdarahan).
b. Kaji riwayat neonatus (lahir afiksia akibat hipoksia akut, terpajan pada
keadaan hipotermia).
c. Kaji riwayat keluarga (koping keluarga positif).
d. Kaji nilai apgar rendah (bila rendah di lakukkan tindakan resustasi pada
bayi).
e. Pada pemeriksaan fisik akan ditemukan tanda dan gejala RDS. Seperti:
takipnea (>60x/menit), pernapasan mendengkur, retraksi dinding dada,
pernapasan cuping hidung, pucat, sianosis, apnea.
Pathway
2. Diagnosa Keperawatan yang Mungkin Muncul
Setelah didapatkan data dari pengkajian, data tersebut dianalisis.
Selanjutnya semua masalah yang ditemukan dirumuskan menjadi diagnosa
keperawatan untuk menentukan intervensi keperawatan. Diagnosa keperawatan
dari RDS yang sering muncul (Nanda, 2015).
a. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan imaturitas neurologis
(defisiensi surfaktan dan ketidakstabilan alveolar).
b. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membran kapiler-
alveolar.
c. Resiko gangguan termoregulasi: hipotermia berhubungan dengan berada di
lingkungan yang dingin.
d. Kekurangan nutrisi berhubungan dengan intake yang tidak adekuat.
e. Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan gangguan
mekanisme regulasi
3. Rencana Asuhan Keperawatan
NO Diagnosa NOC NIC Rasional
Keperawatan
1. Pola nafas tidak Setelah dilakukan 1. Monitor kecepatan, 1. Mengetahui apakah ada
efektif tindakan keperawatan irama, kedalaman dan gangguan dalam bernafas.
berhubungan selama 1x24 jam, upaya nafas. 2. Mengetahui kemampuan
dengan imaturitas diharapkan : Pola nafas 2. Monitor pergerakan, bernafas klien.
neurologis kembali efektif Kriteria kesimetrisan dada, 3. Klien merasa nyaman.
(defisiensi Hasil : retraksi dada dan alat 4. Mempertahankan oksigen
surfaktan dan 1. Pengembangan bantu pernafasan. arteri.
ketidakstabilan dada simetris. 3. Posisikan klien untuk 5. Kemungkinan terjadi
alveolar) 2. Irama pernapasan memaksimalkan kesulitan bernapas akut.
teratur. ventilasi dan
3. Bernapas mudah. mengurangi dyspnea.
4. Tidak ada suara 4. Berikan oksigen sesuai
nafas tambahan. program.
5. Alat-alat emergensi
disiapkan dalam
keadaan baik
2 Gangguan Setelah dilakukan 1. Pantau dispnea, 1. Data dasar untuk
pertukaran gas tindakan keperawatan takipnea, bunyi napas, menentukan intervensi
berhubungan selama 1x24 jam, peningkatan upaya lebih lanjut.
dengan perubahan diharapkan : pertukaran pernapasan, ekspansi, 2. Menjaga keseimbangan
membran kapiler- gas kembali normal paru, dan kelemahan. cairan.
alveolar. Kriteria hasil : 2. Monitor intake dan 3. Persiapan emergensi
1. Menunjukan output cairan Jaga alat terjadinya masalah akut
perbaikan ventilasi emergensi dan pernafasan.
dan oksigenisasi pengobatan tetap 4. Mengurangi tingkat
jaringan adekuat tersedia seperti ambu kecemasan.
dengan GDA dalam bag, ET tube, suction,
rentang normal. oksigen.
2. Bebas dari gejala 3. Batasi pengunjung.
distres pernafasan.
3 Resiko gangguan Setelah dilakukan 1. Monitor gejala dari 1. Data dasar dalam
termoregulasi: tindakan keperawatan hopotermia: fatigue, menentukan intervensi.
hipotermia selama 1x24 jam, lemah, apatis, 2. Mengetahui adanya
berhubungan diharapkan : perubahan warna kulit. gangguan pernafasan.
dengan berada di Hipotermia dapat 2. Monitor status 3. Menaikkan suhu tubuh
lingkungan yang teratasi Kriteria hasil: pernafasan. bayi.
dingin. 1. Suhu axila 36-37˚C. 3. Pindahkan bayi dari 4. Pakaian yang dingin dan
2. RR : 30-60 lingkungan yang dingin basah akan membuat
X/menit. ke dalam lingkungan / bayi memperburuk
3. Warna kulit merah tempat yang hangat kondisi bayi.
muda. (didalam inkubator atau
4. Tidak ada distress lampu sorot).
respirasi. 4. Segera ganti pakaian
5. Tidak menggigil. bayi yang dingin dan
6. Bayi tidak gelisah. basah dengan pakaian
7. Bayi tidak letargi. yang hangat dan
kering, berikan selimut.
4 Kekurangan nutrisi Setelah dilakukan 1. Observasi reflek 1. Mengetahui apakah ada
berhubungan tindakan keperawatan menghisap dan gangguan dalam
dengan intake yang selama 1x24 jam, menelan bayi. menghisap dan menelan
tidak adekuat Nutrisi dapat tercukupi 2. Observasi intake dan bayi.
Kriteria hasil: output. 2. Mengetahui status nutrisi
1. Tidak terjadi 3. Berikan cairan IV bayi.
penurunan BB > 15 dengan kandungan 3. Memenuhi kebutuhan
%. glukosa sesuai kalori bayi.
2. Bayi tidak muntah. kebutuhan neonates. 4. Menentukan diet yang
3. Bayi dapat minum 4. Rujuk kepada ahli diet tepat bagi bayi.
dengan baik. untuk membantu
memilih cairan yang
dapat memenuhi
kebutuhan gizi.

5 Resiko kekurangan Setelah dilakukan 1. Observasi suhu dan 1. Mengetahui adanya


volume cairan tindakan keperawatan nadi. indikasi kekurangan
berhubungan selama 1x24 jam, 2. Observasi adanya volume cairan.
dengan gangguan diharapkan : Resiko tanda-tanda dehidrasi 2. Menentukan intervensi
mekanisme kekurangan volume atau overhidrasi. lebih lanjut.
regulasi. cairan tidak terjadi 3. Berikan terapi 3. Mempertahankan
Kriteria hasil: intravena sesuai dengan keseimbangan cairan.
1. Turgor pada perut anjuran dan berikan 4. Cairan membantu
bagian depan dosis pemeliharaan, distribusi obatobatan
kenyal, tidak ada selain itu berikan pula dalam tubuh serta
edema, tindakan-tindakan membantu menurunkan
membranmukosa pencegahan. demam. Cairan bening
lembab, intake 4. Berikan susu dan membantu menambahkan
cairan sesuai cairan intravena sesuai kalori serta
dengan usia dan kebutuhan. menanggulangi
BB. kehilangan BB.
2. Output urin 1-2
ml/kg BB/jam,
ubun-ubun datar,
elektrolit darah
dalam batas normal.
Daftar Pustaka

Cecily & Sowden (2018). Buku Saku Keperawatan Pedriatik. Edisi 5. Jakarta: EGC.
Dinkes Provinsi NTT. (2019). Profil Dinas Kesehatan Provinsi Nusa Tenggara
Timur.
Nelson, (2019), Ilmu Ksesehatan Anak Esensial, Ed 6, Jakarta: Elsevier
Sudarti & Fauziah. (2020). Asuhan Neonatus Resiko Tinggi dan Kegawatan. Cetakan
I. Yogyakarta: Nuha medika.
Surasmi,Asrining.2019.Perawatan Bayi Resiko Tinggi.Jakarta: EGC.
Wong, (2018), Buku Ajar Keperawatan Pediatrik, Jakarta: EGC
Herdman dkk. 2021. NANDA International Diagnosis Keperawatan: Definisi dan
Klasifikasi 2021 - 2023, Edisi ke-12. EGC : Jakarta
Butcher Dkk.2020. Kalsifikasi Luaran Keperawatan Nursing Otcome Classification
(NOC) Pengukuran Outcome Kesehatan Edisi Keenam: Elseiver : Jakarta
Butcher Dkk.2020. Nursing Interventions Classification (NIC).Edisi Ketujuh.
Elseiver : Jakarta
.

Anda mungkin juga menyukai