Anda di halaman 1dari 22

LAPORAN PENDAHULUAN DENGAN KASUS KATARAK DI

RUANGAN ASTER RSUD UNDATA PALU PROVINSI


SULAWESI TENGAH

DISUSUN OLEH :
SUKMAWATY
NIM: 2022031032

CI LAHAN CI INSTITUSI

Ira Martini, S.Kep.,Ns Ns. Elifa Ihda Rahmayanti, S.Kep.,


NIP: 198403242010012008 M.Kep
NIK: 20120901025

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


UNIVERSITAS WIDYA NUSANTARA
2022
LAPORAN PENDAHULUAN
KATARAK
A. Tinjauan teori katarak
1. Definisi
Katarak berasal dari bahasa Yunani katarrhakies dan Inggris cataract dan
latin cataracta yang berarti air terjun. Dalam bahasa Indonesia disebut bular.
Dimana kekeruhan yang terjadi  pada lensa mata yang diakibatkan hidrasi
(penambahan cairan lensa), denaturasi protein lensa atau dapat juga akibat dari
kedua-duanya. Biasanya mengenai kedua mata dan berjalan progresif. Katarak
menyebabkan penderita tidak bisa melihat dengan jelas karena dengan lensa
yang keruh cahaya sulit mencapai retina dan akan menghasilkan bayangan
yang kabur pada retina. Jumlah dan bentuk  kekeruhan pada setiap lensa mata
dapat bervariasi (Razi, 2019).
Katarak adalah kekeruhan pada lensa tanpa nyeri yang berangsur–angsur
penglihatan kabur akhirnya tidak dapat menerima cahaya. Katarak adalah
terjadinya opasitas secara progresif pada lensa atau kapsul lensa. Umumnya
akibat dari proses penuaan yang terjadi pada semua orang lebih dari 65 tahun
(Thalia,2019).
Katarak adalah proses terjadinya opasitas secara progresif pada lensa atau
kapsul lensa, umumnya akibat dari proses penuaan yang terjadi pada semua
orang lebih dari 65 tahun (Marilynn Doengoes, dkk. 2000)
Ada beberapa jenis kataran menurut (WebMD 2018), yaitu katarak
nuclear, katarak kortikal, katarak subscapular posterior, katarak traumatic,
katarak sekunder, katarak radiasi, katarak lumelar atau zonular, katarak polar
posterior, katarak polar anterior, katarak pohon natal, katarak brunescant, dan
katarak diebetik, yang tampak seperti kepingan salju.
Menurut data terakhir dari (WHO 2018), Katarak menyebabkan 51% dari
kebutaan penduduk dunia yang mewakili sekitar 20 juta orang. Jumlah orang
yang mengidap katarak diperkirakan semakin bertumbuh dari waktu kewaktu.
Katarak merupakan penyebab penting dari lemahnya penglihatan baik dinegara
maju maupun berkembang. Diindonesia seperti dilansir dalam situs
departemen kesehatan, diperkirakan setiap kasus katarak bertambah sekitar
250.000 orang pertahun.
2. Anatomi dan fisiologi mata

Mata merupakan organ fotosensitif yang sangat berkembang dan rumit,


yang memungkinkan analisis cermat dari bentuk, intensitas cahaya, dan warna
yang dipantulkan objek. Mata terletak dalam struktur bertulang yang protektif
di tengkorak, yaitu rongga orbita. Setiap mata terdiri atas sebuah bola mata
fibrosa yang kuat untuk mempertahankan bentuknya, suatu sistem lensa untuk
memfokuskan bayangan, selapis sel fotosensitif, dan suatu sistem sel dan saraf
yang berfungsi mengumpulkan, memproses, dan meneruskan informasi visual
ke otak (Junqueira, 2007).
Tidak semua cahaya yang melewati kornea mencapai fotoreseptor peka
cahaya karena adanya iris, suatu otot polos tipis berpigmen yang membentuk
struktur seperti cincin di dalam aqueous humour. Lubang bundar di bagian
tengah iris tempat masuknya cahaya ke bagian dalam mata adalah pupil. Iris
mengandung dua kelompok jaringan otot polos, satu sirkuler dan yang lain
radial. Karena serat-serat otot memendek jika berkontraksi, pupil mengecil
apabila otot sirkuler berkontraksi yang terjadi pada cahaya terang untuk
mengurangi jumlah cahaya yang masuk ke mata. Apabila otot radialis
memendek, ukuran pupil meningkat yang terjadi pada cahaya temaram untuk
meningkatkan jumlah cahaya yang masuk (Sherwood, 2012).
Untuk membawa sumber cahaya jauh dan dekat terfokus di retina, harus
dipergunakan lensa yang lebih kuat untuk sumber dekat. Kemampuan
menyesuaikan kekuatan lensa sehingga baik sumber cahaya dekat maupun jauh
dapat difokuskan di retina dikenal sebagai akomodasi. Kekuatan lensa
bergantung pada bentuknya, yang diatur oleh otot siliaris. Otot siliaris adalah
bagian dari korpus siliaris, suatu spesialisasi lapisan koroid di sebelah anterior.
Pada mata normal, otot siliaris melemas dan lensa mendatar untuk penglihatan
jauh, tetapi otot tersebut berkontraksi untuk memungkinkan lensa menjadi
lebih cembung dan lebih kuat untuk penglihatan dekat. Serat-serat saraf
simpatis menginduksi relaksasi otot siliaris untuk penglihatan jauh, sementara
sistem saraf parasimpatis menyebabkan kontraksi otot untuk penglihatan
dekat (Sherwood, 2012).

3. Etiologi
Sebagian besar katarak terjadi karena proses degeneratif atau
bertambahnya usia seseorang. Katarak kebanyakan muncul pada usia lanjut.
Data statistik menunjukkan bahwa lebih dari 90% orang berusia di atas 65
tahun menderita katarak. Sekitar 50% orang berusia 75- 85 tahun daya
penglihatannya berkurang akibat katarak. Adapun penyebab lain yaitu:
a. Umur
Seiring bertambahnya usia, lensa berkurang kebeningannya, keadaan
ini akan berkembang dengan bertambah beratnya katarak. Pada golongan
usia 60 tahun hamper 2/3-nya mulai mengalami katarak.
b. Trauma mata
Trauma mata akan mengakibatkan pembengkakan, penebalan, dan
munculnya warna putih di serat lensa. Warna putih yang terbentuk pada
akhirnya dapat menyebabkan katarak.
c. Diabetes melitus
Diabetes kerap kali dituding menjadi penyakit yang dapat
menyebabkan katarak. Sebab enzim aldosa reduktase yang ada di dalam
tubuh penderita diabetes mampu memicu timbulnya penyakit katarak.
d. Sinar ultaviolet
Sinar ultraviolet dari matahari dapat mempercepat kekeruhan pada
lensa mata. Seseorang dengan pekerjaan sehari-hari sering terpapar sinar
ultraviolet meningkatkan factor risiko katarak. Sinar ultraviolet akan diserap
oleh protein terutama asam amino aromatic, yaitu triptofan, fenil alanine dan
tirosin sehingga menimbulkan reaksi foto kimia dan menghasilkan fragmen
molekul yang disebut radikal bebas, seperti anion superoksid, hikdroksil dan
spesies oksigen reaktif seperti hydrogen peroksida yang semuanya bersifat
toksis
e. Obat-obatan
Jenis obat tertentu dapat menstimulasi pembentukan katarak,
diantaranya : Amiodaarone (obat untuk jantung), Chlorpromazine (sedatif),
kortikosteroid (penanganan radang akut dan kronis), Lovastatin (penurun
kolesterol), Phenytoin (antiseizure, pengobatan epilepsy). Pengguanaan obat
kortikosteroid sebagai faktor risiko perkembangan katarak.

f. Merokok
Individu yang merokok 20 batang atau lebih jenis sigaret dalam sehari
mempunyai risiko 2 kali lebih banyak mengalami katarak. John J. Harding
dalam penelitiannya bersama Ruth van Heyningen di Oxford berkesimpulan
terdapat hubungan antara perokok berat dengan katarak.

4. Patofisiologi
Lensa yang normal adalah struktur posterior iris yang jernih, transparan
berbentuk  seperti kancing baju, meempunyai kekuatan refraksi yang besar.
Lensa mengandung tiga komponen anatomis. Pada zona sentral terdapat
nucleus, diperifer terdapat korteks, dan yang mengelilingi keduanya adalah
kapsul anterior dan posterior. Dengan bertambahnya usia, nucleus mengalami
perubahan warna menjadi coklat kekuningan. Disekitar opasitas terdapat
densitas seperti duri dianterior dan posterior nucleus. Opasitas pada kapsul
posterior merupakan bentuk katarak yang paling bermakna nampak seperti
kristal salju  pada jendela. Perubahan fisik dan kimia dalam lensa
mengakibatkan hilangnya trnsparasi. Perubahan pada serabut halus multiple
( zonula ) yang memajang dari badan silier kesekitar daerah diluar lensa
misalnya dapat menyebabkan penglihatan mengalami distorsi.
Perubahan kimia dalam perubahan lensa dapat menyebabkan koagulasi,
sehingga mengabutkan pandangan dengan menghambat jalannya cahaya
keretina. Salah satu teori menyebutkan terputusnya protein lensa normal terjadi
disertai influks air kedalam lensa. Proses ini mematahkan serabut lensa yang
tegang dan mengganggu tranmisi sinar. Teori lain mengatakan bahwa suatu
enzim mempunyai peran dalm melindungi lensa dari degenerasi. Jumlah enzim
akan menurun dengan bertambahnya usia dan tidak ada pada kebanyakan
pasien yang menderita katarak. Katarak biasanya terjadi bilateral, namun
mempunyai kecepatan yang berbeda, dapat disebabkan oleh kejadian trauma
maupun sistemis, seperti diabetes. Namun sebenarnya katarak merupakan
konsekwensi dari  proses penuaan yang normal. Kebanyakan katarak
berkembang kronik dan “ matang “. Ketika orang memasuki dekade ketujuh
katarak bersifat kongenital dan harus diindentifikasi awal karena bila tidak
terdiagnosa dapat menyebabkan ambliopia dan kehilangan penglihatan
permanen. Faktor yang paling sering yang berperan dalam terjadinya katarak
meliputi radiasi sinar ultraviolet B, obat-obatan, alkohol, merokok, diabetes
dan asupan antitoksin dan yang kurang dalam jangka waktu yang lama.
( Brunner & Suddarth,2017).
5. Patway
6. Menifestasi klinis
a. Penglihatan kabur seperti melihat kabut atau asap
b. Pupil mengecil akibat kekeruhan pada lensa
c. Merasa silau atau melihat cahaya yang terlalu terang
d. Pada pupil terdapat bercak putih/leukokoria
e. Mata sering berair

7. Komplikasi
a. Glaucoma
Glaukoma. Sebuah katarak senilis, yang terjadi pada usia lanjut,
pertama kali akan terjadi keburaman dalam lensa, kemudian
pembengkakan lensa dan penyusutan akhir  dengan kehilangan transparasi
seluruhnya. Selain itu, seiring waktu lapisan luar  katarak akan mencair dan
membentuk cairan putih susu, yang dapat menyebabkan  peradangan berat
jika pecah kapsul lensa dan terjadi kebocoran. bila tidak diobati, katarak
dapat menyebabkan glaukoma.
b. Uveitis
Protein lensa keluar dan dianggap benda asing, sehingga tubuh
berusaha menghancurkannya. Keadaan ini menimbulkan reaksi uveitis
c. Subluksasi dan Dislokasi lensa
Terjadi pada stadium hipermatur, di mana pada stadium ini zonulnya
menjadi kaku dan rapuh sehingga bisa lepas dari lensa. Lensa bisa
subluksasi atau dislokasi
d. Prolaps iris
Iris dapat mengalami protrusi melalui insisi bedah pada periode
pascaoperasi dini. Terlihat sebagai daerah berwarna gelap pada lokasi
insisi. Pupil mengalami distorsi. Keadaan ini membutuhkan perbaikan
segera dengan  pembedahan.
e. Hilangnya vitreous
Jika kapsul posterior mengalami kerusakan selama operasi maka gel
vitreous dapat masuk ke dalam bilik anterior, yang merupakan risiko
terjadinya glaukoma atau traksi pada retina. Keadaan ini membutuhkan
pengangkatan dengan satu instrumen yang mengaspirasi dan mengeksisi
gel (vitrektomi). Pemasangan lensa intraokular sesegera mungkin tidak bisa
dilakukan pada kondisi ini.

8. Pemeriksaan penunjang
a. Kartu mata snellen /mesin telebinokuler: mungkin terganggu dengan
kerusakan kornea, lensa, akueus/vitreus humor, kesalahan refraksi,
penyakit sistem saraf, penglihatan ke retina
b. Lapang Penglihatan : penuruan mngkin karena massa tumor, karotis,
glukoma.
c. Pengukuran Tonografi : TIO (12 – 25 mmHg)
d. Pengukuran Gonioskopi : membedakan sudut terbuka dari sudut tertutup
glukoma
e. Tes Provokatif : menentukan adanya/ tipe glukoma
f. Oftalmoskopi : mengkaji struktur internal okuler, atrofi lempeng optik,
papiledema, perda rahan.
g. Pemeriksaan lampu slit
h. A-scan ultrasound (echography).
i. USG mata sebagai persiapan untuk pembedahan katarak.

9. Penatalaksanaan
a. Penatalaksanaan non bedah
1) Terapi penyebab katarak
2) Pengontrolan diabetes melitus, menghentikan konsumsi obat-obatan
yang bersifat kataraktogenik seperti kortikosteroid, fenotiasi, dan
miotik kuat, menghindari radiasi dapat memperlambat atau mencegah
terjadinya proses kataraktogenik.

3) Penilaian terhadap perkembangan visus pada katarak insipien dan


imatur:
a) Retraksi sering berubah sangat cepat, sehingga harus sering di
koreksi
b) Pengaturan pencahayaan, pasien dengan kekeruhan dibagian
perifer lensa dapat diinstruksikan menggunakan pencahayaan yang
terang. Berbeda dengan kekeruhan pada bagian sentral lensa,
cahaya remang yang ditempatkan disamping dan sedikit di
belakang kepala pasien akan memberikan hasil terbaik
c) Penggunaan kacamata gelap, pada pasien dengan kekeruhan lensa
dibagian sentral, hal ini akan memberikan hasil yang baik dan
nyaman apabila beraktivitas diluar ruangan.
d) Midriatil, dilatasi pupil akan memberikan efek positif pada lateral
aksial dengan kekeruhan yang sedikit. Midriatil seperti fenilefrin
5% atau tropikamid 1% dapat memberikan penglihatan yang jelas.
b. Pembedahan katarak
1. Pengankatan lensa
Ada tiga macam teknik pembedahan ynag biasa digunakan untuk
mengangkat lensa:
a) Operasi katarak Ekstrakapsular atau Ekstraksi katarak ekstra
kapsular  (EKEK/ECCE)
EKEK adalah tindakan pembedahan pada lensa katarak
dimana dilakukan  pengeluaran isi lensa dengan memecah atau
merobek kapsul lensa anterior  sehingga masa lensa dan korteks
lensa dapat keluar melalui robekan tersebut. Pembedahan ini
dilakukan pada pasien katarak muda, pasien dengan kelainan
endotel, bersama-sama keratoplasti, implantasi lensa intraokuler
posterior, perencanaan implantasi sekunder lensa intraokuler,
kemungkinan akan dilakukan bedah glaukomamata dengan
predisposisi untuk terjadinya prolaps badan kaca, mata sebelahnya
telah mengalami prolaps badan kaca, sebelumnya mata mengalami
ablasi retina, mata dengan sitoid makular edema, pasca bedah
ablasi, untuk mencegah penyulit pada saat melakukan pembedahan
katarak  seperti prolaps badan kaca. Penyulit yang dapat timbul
pada pembedahan ini yaitu dapat terjadinya katarak sekunder.
b) Operasi katarak intrakapsular atau Ekstraksi katarak
intrakapsular(EKIK/ICCE)
EKIK adalah pembedahan dengan mengeluarkan seluruh
lensa bersama kapsul. Dapat dilakukan pada zonula zinn telah
rapuh atau berdegenerasi dan mudah  putus. Pada katarak ekstraksi
intrakapsular tidak akan terjadi katarak sekunder  dan merupakan
pembedahan yang sangat lama populer. Pembedahan ini dilakukan
dengan mempergunakan mikroskop dan pemakaian alat khusus
sehingga penyulit tidak banyak. Katarak ekstraksi intrakapsular ini
tidak boleh dilakukan atau kontraindikasi pada pasien berusia
kurang dari 40 tahun yang masih mempunyai ligamen hialoidea
kapsular. Penyulit yang dapat terjadi pada  pembedahan ini adalah
astigmatisme, glaucoma ,uveitis, endoftalmiti dan  perdarahan.
Namun, saat ini pembedahan intrakapsuler sudah jarang dilakukan.
c) Phacoemulsification:
Merupakan modifikasi dari ECCE. Pembukaan kapsul
dilakukan dengan teknik Capsular Helix. Keuntungannya: insisi
lebih kecil, komplikasi lebih sedikit, dan lebih aman

2. Penggantian lensa
Penderita yang telah menjalani pembedahan katarak biasanya
akan mendapatkan lensa buatan sebagai pengganti lensa yang teleh
diangkat. Lensa buatan ini merupakan lempengan plastik yang disebut
lensa intraokuler dan biasanya lensa intraokuler dimasukkan ke dalam
kapsul lensa di dalam mata. Untuk mencegah infeksi, mengurangi
peradangan, dan mempercepat penyembuhan selama beberapa minggu
setelah pembedahan di berikan tetes mata atau salep. Untuk
melindungi mata dari cedera, penderita sebaiknya menggunakan kaca
mata atau pelindung mata yang terbuat dari logam sampai luka
pembedahan benar-benar sembuh.

B. Asuhan keperawatan
1. Pengkajian
a. Aktivitas fisik
Gejala : perubahan aktifvitas biasanya/hobby sehubungan dengan
gangguan penglihatan
b. Makan/cairan
Gejala : mual / muntah (pada komplikasi kronik / glaukoma akut)
c. Neurosensori
Gejala : gangguan penglihatan (kabur/tidak jelas), sinar terang
menyebabkan silau dengan kehilangan bertahap penglihatan perifer,
kesulitan memfokuskan kerja dengan dekat / merasa di ruang gelap.
d. Tanda : tampak kecoklatan atau putih susu pada pupil
e. Nyeri / kenyamanan
Gejala : ketidaknyamanan ringan/mata berair. Nyeri tiba – tiba, berat
menetap atau tekanan pada sekitar mata.
f. Penyuluhan dan pembelajaran
Riwayat keluarga glaukoma, diabetes, gangguan sistem vaskular, riwayat
stress, alergi, gangguan vasomotor, ketidakseimbangan endokrin.

2. Diagnosa keperawatan
a. Pre oprasi
1. Gangguan persepsi sensori visual / penglihatan berhubungan dengan
penurunan ketajaman penglihatan, penglihatan ganda.
2. Cemas berhubungan dengan pembedahan yang akan dijalani dan
kemungkinan kegagalan untuk memperoleh penglihatan kembali.
b. Post oprasi
1) Gangguan rasa nyaman (nyeri akut) berhubungan dengan prosedur
invasif.
3. Resiko tinggi terjadinya infeksi berhubungan dengan prosedur invasif
(bedah pengangkatan)
4. Gangguan sensori–perceptual : penglihatan berhubungan dengan
gangguan penerimaan sensori/ status organ indera, lingkugan secara
terapeutik dibatasi.

3. Intervensi
a) Pre operasi

Diagnosa Tujuan dan Intervensi Rasional


keperawatan kriteria hasil

Gangguan NOC: NIC:


persepsi Gangguan - Orientasikan - Memperkenalkan
sensori persepsi sensori klien terhadap pada klien
visual/penglih teratasi. lingkungan tentang
atan Kriteria Hasil : aktifitas. lingkungan dan
beruhubungan a. Dengan penglih Bedakan aktifitassehingga
dengan penurunan atan yang kemampuan Dapat
ketajaman terbatas klien lapang meniggalkan
penglihatan ganda mampumelihat pandang stimulus
lingkungan diantara kedua penglihatan.
semaksimal mata. - Menentukan
mungkin. - Observasi kemampuan
- Mengenal tanda lapang
perubahan disorientasi pandang tiap
stimulus  dengan mata.
yang tetap - Mengurangi
Positif dan Berada disisi ketakutan klien
negative klien. dan
- Mengidentifik - Dorong meningkatka
asi kebiasaan klien untuk n stimulus.
lingkungan. melakukan - Menignkatkan
aktivitas input sensori dan
sederhana mempertahankan
seperti perasaan normal,
menonton TV, tanpa
radio, dll. meningkatkan
- Anjurkn stress.
klien - Menurunkan
menggunakan penglihatan perifer
kacamata dan gerakan.
katarak
cegah lapang
pandang
perifer
dan catat
terjadinya
bintik
buta.
Posisi
pintu harus
tertutup
terbuka,
jauhkan
rintangan.

Ansietas NOC: NIC:


berhubungan Tujuan : ansetas - Ciptakan - Membantu
dengan menurun. lingkungan mengidentifika
pembedahan yang Kriteria Hasil : yang tenang dan si sumber
akan dijalani dan - Mengung relaks, berikan ansietas.
kemungkinan kapkan dorongan untuk - Meningkatkan
kegagalan untuk kekhawat verbalisasi dan keyakinan
memperoleh irannya mendengarkan klien.
penglihatan dan dengan penuh - Meningkatkan
kembali ketakutan perhatian proses belajar
mengenai - Yakinkan dan informasi
pembeda klien bahwa tertulis
han yang ansietas mempunyai
akan mempunyai sumber rujukan
dijalani respon normal setelah pulang.
dan - Menjelaskan
- Memungkink diperkirakan pilihan
an terjadi pada memungkinkan
pemahaman pembedahan klien membuat
tindakan rutin katarak yang keputusan
preoperasi aka dijalani. secara benar.
dan - Sajikan
perawatan. informasi
menggunakan
metode media
instruksional.
- Jelaskan
kepada klien
aktivitas
premedikasi
yang
diperlukan,
berikan
informasi
tentang
aktifitas
penglihatan
dan suara yang
berkaitan
dengan
periode
intra operatif.

b) Post operasi

Diagnosa Tujuan dan Intervensi Rasional


Keperawatan Kriteria hasil

Gangguan rasa NOC: NIC:


nyaman (nyeri akut) Tujuan : nyeri - Bantu klien - Membantu
berhubungan dengan teratasi. Kriteria dalam menemukan
prosedur invasive
Hasil : mengidentifika tindakan
- Klien si tindakan yang dapat
melaporkan
penurunan penghilang menghilangkan
nyeri secara nyeri yang atau
progresif dan
efektif. mengurangi nyeri
nyeri
terkontrol - Jelaskan yang efektif.
setelah bahwa nyeri - Nyeri dapat
intervensi
dapat terjadi terjadi sampai
sapai beberapa anastesi
jam setelah Local habis,
pembedahan. memahami hal ini
- Lakukan dapat membantu
tindakan mengurangi
mengurangi kecemasan yang
nyeri dengan berhubungan
cara : dengan yang tidak
 Posisi: diperkirakan.
tinggikan - Latihan nyeri
bagian dengan
kepala menggunakan
tempat tindakan yang non
tidur ganti farmakologi
posisi dan memungkinkan
tidur pada klien untuk
sisi yang memperoleh rasa
tidak kontrol terhadap
dioperasi. nyeri
 Distraksi - Analgetk
 Latihan dapat
relaksai menghambat
- Berikan reseptor nyeri.
analgetik sesuai
program. Lapor - Tanda
doker jika nyeri
ini menunjukan
tidak hilang
setelah ½ jam peningkatan
- pemberian obat, tekanan
jika nyeri
disertai mual. intra ocular atau
komplikasi lain.
Resiko tinggi NOC: NIC:
terjadinya infeksi - Nutrisi dan hidrasi
Tujuan : - Tingkatkan yang optimal
berhubungan dengan
infeksi penyembuhan akan
prosedur invasive meningkatkan
(bedah) tidak luka dengan : kesehatan secara
terjadi.  Beri keseluruhan,
meningkatkan
Kriteria Hasil : dorongan penyembuhan
- Tanda- untuk pembedahan.
- Memakai
tanda megikuti
pelindung mata
infeksi diet
meningkatkan
tidak seimbang
penyembuhan dan
terjadi. dan asupan
menurukan
- Penyembuh cairan
kekuatan iritasi
an luka yang
kelopak mata
tepat waktu. adekuat.
terhadap jahitan
Bebas drainase  Instrukskn
purulen, eritema luka.
klien untuk
dan demam. - Teknik aseptic
tetap
meminimalkan
menutup
masuknya
mata.
mikroorganisme
- Gunakan teknk
dan mengurangi
aseptic untuk
infeksi.
meneteskan
- Teknik
tetes mata.
aseptic
- Gunakan
mengurangi
teknik aseptic terjadinya resiko
untuk infeksi
membersihkan /bakteri
mata dari kontaminasi
dalam keluar silang.
dengan tisu - Mencegah
basah/bola kontaminasi dari
kapas untuk kerusakan
tiap usapan operasi.
ganti balutan. - Deteksi
- Tekankan dini infeksi
pentingnya memungkinkan
tidak penanganan
menyentuh/me yang cepat untuk
ngg aruk meminimalkan
mata yang keseriusan
dioperasi. infeksi.
- Observasi - Ketegangan pada
tanda dan jahitan dapat
gejala infeksi menimbulkan
seperti: interupsi
kemerahan, mencipatakan
kelopak mata Jalan masuk
bengkak, Untuk mikro

drainase organisme.

purulen, - Sediaan topical

infeksi digunakan secara

konjungtiva, profilaksis,

peningkatan dimana terapi

suhu. Lebih agresif


- Anjurkan diperlukan bila
untuk terjadi infeksi.
mencegah
ketegangan
pada jahitan
dengancara:
menggunakan
kacamata
protektif dan
pelindung
pada malam
hari.
- Kolaborasi
sesuai indikasi.
Gangguan sensori- NOC: NIC:
perceptual: Hasil yang - Tentukan - Kebutuhan
penglihatan
diharapkan : ketajaman individu dan
berhubungan dengan
gangguan - Meningkatk penglihatan, pilihan
penerimaan an catat apakah intervensi dan
sensori/status organ
ketajaman satu atau pilhan intervensi
indera, lingkungan
secara terapeutik penglihatan kedua mata bervariasi sebab
dibatasi, ditandai dalam batas terlibat. kehilangan
dengan menurunnya pnglihatan
situasi - Orientasiklien
ketajaman, gangguan
penglihatan, individu. terhadap terjadi lambat
perubahan respon - Mengenal lingkugan, dan progresif.
biasanya terhadap gangguan staf/orang lai. - Memberikan
rangsangan.
sensori dan - Observasi peningkatan
berkompen tanda- tanda kenyamanan dan
sasi gejala kekeluargaan,
terhadap disorientasi menurunkan
perubahan. pertahankan emas dan
pengamanan disorientasi
tempat tidur pasca operasi.
sampai benar- - Terbangun dalam
lingkungan yang
benar sembuh
ta dikenal
dari anastesi.
mengalami
- Ingatkan klien
keterbatasa
menggunakan
kacamata penglihatan
katarak yang dapat
tujuannya mengakibatkan
memperbesar ±
25% bingung pada
penglihatan orang tua.
perifer hilang - Perubahan
ketajaman dan
kedalaman
persepsi dapat
menyebabkan
bingung
meningkatkan
resiko cedera
Sampai pasien
belajar untuk
mengkompensasi

4. Implementasi
Implementasi keperawatan merupakan sebuah fase dimana perawat
melaksanakan rencana atau intervensi yang sudah dilaksanakan sebelumnya.
Berdasarkan terminologi SIKI, implementasi terdiri atas melakukan dan
mendokumentasikan yang merupakan tindakan khusus yang digunakan untuk
melaksanakan intervensi
Implementasi keperawatan membutuhkan fleksibilitas dan kreativitas
perawat. Sebelum melakukan tindakan, perawat harus mengetahui alasan
mengapa tindakan tersebut dilakukan. Implementasi keperawatan berlangsung
dalam tiga tahap. Fase pertama merupakan fase persiapan yang mencakup
pengetahuan tentang validasi rencana, implementasi rencana, persiapan pasien
dan keluarga. Fase kedua merupakan puncak 1 2 3 4 3) Ajarkan mobilisasi
sederhana yang harus dilakukan (misalnya duduk ditempat tidur, duduk di sisi
tempat tidur, pindah dari tempat tidur ke kursi) Pengaturan posisi Observasi 1)
Monitor status oksigenasi Terapeutik 1) Motivasi melakukan ROM aktif atau
pasif 2) Hindari gerakan menempatkan klien yang dapat meningkatkan nyeri
24 implementasi keperawatan yang berorientasi pada tujuan. Fase ketiga
merupakan transmisi perawat dan pasien setelah implementasi keperawatan
selesai dilakukan Evaluasi

5. Evaluasi
Evaluasi keperawatan merupakan tindakan akhir dalam proses
keperawatan. Evaluasi dapat berupa evaluasi struktur, proses dan hasil.
Evaluasi terdiri dari evaluasi formatif yaitu menghasilkan umpan balik selama
program berlangsung. Sedangkan evaluasi sumatif dilakukan setelah program
selesai dan mendapatkan informasi efektivitas pengambilan keputusan.
Evaluasi asuhan keperawatan didokumentasikan dalam bentuk SOAP.
Data Subjektif (S) dimana perawat menemui keluhan pasien yang masih
dirasakan setelah diakukan tindakan keperawatan, O (Objektif) adalah data
yang berdasarkan hasilpengukuran atau observasi perawat secara langsung
pada pasien dan yang dirasakan pasien setelah tindakan keperawatan, A
(Assesment) yaitu interpretasi makna data subjektif dan objektif untuk menilai
sejauh mana tujuan yang telah ditetapkan dalam rencana keperawatan tercapai.
Dapat dikatakan tujuan tercapai apabila pasien mampu menunjukkan perilaku
sesuai kondisi yang ditetapkan pada tujuan, sebagian tercapai apabila perilaku
pasien tidak seluruhnya tercapai sesuai dengan tujuan, sedangkan tidak
tercapai apabila pasien tidak mampu menunjukkan perilaku yang diharapkan
sesuai dengan tujuan, dan yang terakhir adalah planning (P) merupakan
rencana tindakan berdasarkan analisis. Jika tujuan telah dicapai, maka perawat
akan menghentikan rencana dan apabila belum tercapai, perawat akan
melakukan modifikasi rencana untuk melanjutkan rencana keperawatan pasien.
Evaluasi ini disebut juga evaluasi proses
Evaluasi yang diharapkan sesuai dengan masalah yang pasien hadapi
yang telah dibuat pada perencanaan tujuan dan kriteria hasil. Evaluasi penting
dilakukan untuk menilai status kesehatan pasien setelah tindakan keperawatan.
Selain itu juga untuk menilai pencapaian tujuan, baik tujuan jangka panjang
maupun jangka pendek, dan mendapatkan informasi yang tepat dan jelas untuk
meneruskan, memodifikasi, atau menghentikan asuhan keperawatan yang
diberikan. (Amid dan Hardhi, 2017).

DAFTAR PUSTAKA

1. Webmd, 2018. Health Cataracts. Diakses Tanggal 7 April 2020


2. Who, 2018. Causes Bliddness Priority. Diakses Tanggal 7 April 2020
3. Hannah, Thalia. S. 2019. Laporan Pendahuluan Katarak. Diakses pada tanggal 07
april 2020
4. Nurarif. A. H. Dan Kusuma. H. 2015. APLIKASI Asuhan Keperawatan
Berdasarkan Diagnosa Medis & NANDA NIC- NOC. Jogjakarta: Mediaction
5. Tim Pokja SIKI DPP PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia.
Jakarta Selatan: Dewan Pengurus Pusat
6. Tim Pokja SLKI DPP PPNI. (2019). Standar Luaran Keperawatan Indonesia.
Jakarta Selatan: Dewan Pengurus Pusat

Anda mungkin juga menyukai