Anda di halaman 1dari 44

1

MATA KULIAH
KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH III
TUGAS INDIVIDU
Anatomi fisiologi dan WOC pada sistem penglihatan (Katarak, gloukoma)
serta

- Menyusun SOP sistem penglihatan : Pemberian tetes mata, irigasi mata

Dosen Pengampu :  

Christina Yuliastuti, S.Kep., Ns., M.Kep.

Oleh :

Yunus Mufid Wicaksono

2010108

S1-3B Keperawatan

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN HANG TUAH SURABAYA

2021-2022
2

Anatomi Fisiologi Katarak

Gambar 2. 1 Anatomi Mata

Mata merupakan organ fotosensitif yang sangat berkembang dan

rumit, yang memungkinkan analisis cermat dari bentuk, intensitas

cahaya, dan warna yang dipantulkan objek. Mata terletak dalam struktur

bertulang yang protektif di tengkorak, yaitu rongga orbita. Setiap mata

terdiri atas sebuah bola mata fibrosa yang kuat untuk mempertahankan

bentuknya, suatu sistem lensa untuk memfokuskan bayangan, selapis sel

fotosensitif, dan suatu sistem sel dan saraf yang berfungsi

mengumpulkan, memproses, dan meneruskan informasi visual ke otak

(Junqueira, 2007).

Tidak semua cahaya yang melewati kornea mencapai fotoreseptor

peka cahaya karena adanya iris, suatu otot polos tipis berpigmen yang

membentuk struktur seperti cincin di dalam aqueous humour. Lubang

bundar di bagian tengah iris tempat masuknya cahaya ke bagian dalam

mata adalah pupil. Iris mengandung dua kelompok jaringan otot polos,

satu sirkuler dan yang lain radial. Karena serat-serat otot memendek jika

berkontraksi, pupil mengecil apabila otot sirkuler berkontraksi yang


3

terjadi pada cahaya terang untuk mengurangi jumlah cahaya yang masuk

ke mata. Apabila otot radialis memendek, ukuran pupil meningkat yang

terjadi pada cahaya temaram untuk meningkatkan jumlah cahaya yang

masuk (Sherwood, 2012).

Untuk membawa sumber cahaya jauh dan dekat terfokus di retina,

harus dipergunakan lensa yang lebih kuat untuk sumber dekat.

Kemampuan menyesuaikan kekuatan lensa sehingga baik sumber cahaya

dekat maupun jauh dapat difokuskan di retina dikenal sebagai

akomodasi. Kekuatan lensa bergantung pada bentuknya, yang diatur oleh

otot siliaris. Otot siliaris adalah bagian dari korpus siliaris, suatu

spesialisasi lapisan koroid di sebelah anterior. Pada mata normal, otot

siliaris melemas dan lensa mendatar untuk penglihatan jauh, tetapi otot

tersebut berkontraksi untuk memungkinkan lensa menjadi lebih cembung

dan lebih kuat untuk penglihatan dekat. Serat-serat saraf simpatis

menginduksi relaksasi otot siliaris untuk penglihatan jauh,

sementarasistem saraf parasimpatis menyebabkan kontraksi otot untuk

penglihatan dekat (Sherwood, 2012).

1. Katarak

Gambar 2. 2 Lensa dengan Katarak


4

a. Definisi

Katarak berasal dari bahasa Yunani katarrhakies dan Inggris

cataract dan latin cataracta yang berarti air terjun. Dalam bahasa

Indonesia disebut bular dimana penglihatan seperti tertutup air terjun

akibat lensa yang keruh. Katarak adalah setiap keadaan kekeruhan

pada lensa, denaturasi protein lensa atau terjadi akibat kedua-duanya

(Razi, 2011).

Katarak terjadi karena perkabutan dan diskolorasi lensa mata.

Lensa adalah bagian mata yang biasanya bening dan membantu

memfokuskan sinar cahaya yang masuk mata ke retina, jaringan peka

cahaya di belakang mata. Setelah cahaya mencapai retina, cahaya

memulai reaksi kimia yang menghasilkan respon listrik yang dibawa

ke otak melalui saraf optik. Otak kemudian menafsirkan apa yang

dilihat mata. Jika lensa keruh karena katarak, gambar akan kabur dan

buram. Derajat gangguan visual tergantung pada tingkat kekeruhan

lensa. Lensa terdiri dari air dan protein. Protein yang diatur dalam

kadar tertentu membuat lensa bening dan memungkinkan cahaya yang

melewatinya berfokus gambar yang jelas ke permukaan retina. Karena

penuaan, beberapa protein dapat mengumpul dan membentuk kabut

kecil di lensa. Seiring waktu, kabut itu dapat menjadi lebih padat atau

luas, sehingga lebih menyulitkan penglihatan (Ilyas, 2005).

b. Penyebab

Sebagian besar katarak terjadi karena proses degeneratif

atau bertambahnya usia seseorang. Katarak kebanyakan muncul


5

pada usia lanjut. Data statistik menunjukkan bahwa lebih dari

90% orang berusia di atas 65 tahun menderita katarak. Sekitar

50% orang berusia 75- 85 tahun daya penglihatannya berkurang

akibat katarak. Adapun penyebab lain seperti trauma, trauma

akan mengakibatkan pembengkakan, penebalan, dan munculnya

warna putih di serat lensa. Warna putih yang terbentuk pada

akhirnya dapat menyebabkan katarak. Genetika, genetika juga

merupakan salah satu faktor yang menyebabkan terjadinya

katarak. Sebab kelainan kromosom mampu mempengaruhi

kualitas lensa mata Anda. Infeksi, Jenis infeksi tertentu seperti

kusta, toksoplasmosis, dan cysticercosis dapat memicu timbulnya

katarak. Oleh karena itu apabila Anda mengalaminya, sebaiknya

segera obati penyakit tersebut sebelum infeksi penyakit ini

menyebar. Dan terakhir, diabetes, diabetes kerap kali dituding

menjadi penyakit yang dapat menyebabkan katarak. Sebab enzim

aldosa reduktase yang ada di dalam tubuh penderita diabetes

mampu memicu timbulnya penyakit katarak.Walaupun

sebenarnya dapat diobati, katarak merupakan penyebab utama

kebutaan di dunia.

Sayangnya, Seorang penderita katarak mungkin tidak

menyadari telah mengalami gangguan katarak. Katarak terjadi

secara perlahan-perlahan sehingga penglihatan penderita

terganggu secara berangsur. karena umumnya katarak tumbuh

sangat lambat dan tidak mempengaruhi daya penglihatan sejak

awal. Daya penglihatan baru terpengaruh setelah katarak

berkembang sekitar 3-5 tahun. Karena itu, pasien katarak

biasanya menyadari penyakitnya setelah memasuki stadium kritis


6

(Lanang, 2007).

2. Faktor Risiko

a. Umur

Seiring bertambahnya usia, lensa berkurang kebeningannya, keadaan

ini akan berkembang dengan bertambah beratnya katarak. Pada

golongan usia 60 tahun hamper 2/3-nya mulai mengalami katarak.

b. Jenis kelamin

Ada indikasi bahwa penderita katarak wanita lebih meningkat

dibanding laki-laki terutama usia di atas 65 tahun, seperti hasil survey

yang di lakukan NHANES, Framingham Eye Study, penelitian di

Punjab semuanya menunjukan bahwa wanita prevalensinya lebih

meningkat. Tetapi belum ada penjelasan yang mendasari. Mungkin

karena umur harapan hidup wanita lebih lama disbanding kaum pria.

c. Penyakit Diabetes Mellitus

Katarak, umumnya merupakan masalh bagi orang usia lanjut,

tetapi pada penderita Diabetes Mellitus yang tidak terkontrol dengan

baik, katarak dapat terjadi pada usia yang lebih muda. Diperkirakan

bahwa proses terjadinya katarak pada pederita Diabetes Mellitus

adalah akibat penumpukan zat-zat sisa metabolism gula oleh sel-sel

lensa mata. Dalam keadaan kadar gula normal, penumpukan zat-zat

sisa ini tidak terjadi.

d. Sinar Ultraviolet

Sinar ultraviolet dari matahari dapat mempercepat kekeruhan pada

lensa mata. Seseorang dengan pekerjaan sehari-hari sering terpapar


7

sinar ultraviolet meningkatkan factor risiko katarak. Sinar ultraviolet

akan diserap oleh protein terutama asam amino aromatic, yaitu

triptofan, fenil alanine dan tirosin sehingga menimbulkan reaksi foto

kimia dan menghasilkan fragmen molekul yang disebut radikal bebas,

seperti anion superoksid, hikdroksil dan spesies oksigen reaktif seperti

hydrogen peroksida yang semuanya bersifat toksis. Selanjutnya

radikal bebas ini akan menimbulkan reaksi patologis dalam jaringan

lens dan senyawa toksis lainnya sehingga terjadi reaksi oksidatif pada

gugus sulfhidril protein. Reaksi oksidatif akan menggangu struktur

protein lensa sehingga terjadi cross link antar dan intra protein dan

menambah jumlah high molecular weight protein sehingga terjadi

agregasi protein tersebut, kemudian akan menimbulkan kekeruhan

lensa yang disebut katarak.

e. Obat-obatan

Obat-obatan jenis tertentu dapat menstimulasi pembentukan katarak,

diantaranya : Amiodaarone (obat untuk jantung), Chlorpromazine

(sedatif), kortikosteroid (penanganan radang akut dan kronis),

Lovastatin (penurun kolesterol), Phenytoin (antiseizure, pengobatan

epilepsy). Pengguanaan obat kortikosteroid sebagai factor risiko

perkembangan katarak.

f. Merokok

Individu yang merokok 20 batang atau lebih jenis sigaret dalam sehari

mempunyai risiko 2 kali lebih banyak mengalami katarak. John J.

Harding dalam penelitiannya bersama Ruth van Heyningen di Oxford

berkesimpulan terdapat hubungan antara perokok berat dengan

katarak.
8

g. Nutrisi

Diet kaya laktosa atau galaktosa dapat menyebabkan katarak. Begitu

juga diet rendah riboflavin, triptofan dan berbagai asamamino lain.

Penyelidikan di Punjab India memperlihatkan hubungan katarak

dengan tingkat gizi dimana katarak lebih umum terjadi pada tingkat

gizi dan status ekonomi yang rendah dengan konsumsi makanan

rendah protein dapat terlihat prevalensi kataraknya meningkat.

h. Trauma mata

Trauma pada mata dapat mengakibatkan katarak pada semua umur,

pukulan keras, tembus, sayatan, panas tinggi atau bahan kimia dapat

mengakibatkan keusakan lensa yang disebut katarak traumatika.

3. Klasifikasi

Klasifikasi katarak menurut Vaughan, Dale (2000) terbagi atas :

a. Katarak kongenital

Merupakan perubahan pada kebeningan struktur lensa mata yang

muncul pada saat kelahiran bayi atau segera setelah bayi lahir. Katarak

jenis ini dapat terjadi di kedua mata bayi (bilateral) maupun sebelah

mata bayi (unilateral). Keruh/buram di lensa terlihat sebagai bintik

putih jika dibandingkan dengan pupil hitam yang normal dan dapat

dilihat dengan mata telanjang. Dapat muncul dengan sporadic, atau

dapat juga disebabkan oleh kelainan kromosom, penyakit metabolis

(galaktosemia), infeksi intraurin (rubella) atau gangguan penyakit

maternal selama masa kehamilan.

b. Katarak Senilis

Sering dikenal dengan katarak yang berhubungan dengan usia lanjut,

adalah kondisi medis yang ditandai dengan akmulasi secara bertahap


9

dari endapan seperti awan pada lensa mata. Menyebabkan terjadinya

penglihatan buram dan menyulitkan kegiatan-kegiatan seperti

membaca dan mengenali seseorang.

c. Katarak Traumatik

Katarak traumatik paling sering disebabkan oleh cedera benda asing di

lensa atau trauma tumpul terhadap bola mata. Lensa menjadi putih

segera setelah masuknya benda asing karena lubang pada kapsul lensa

menyebabkan humor aqueus dan kadang- kadang korpus vitreum

masuk kedalam struktur lensa.

d. Katarak komplikata

Katarak komplikata adalah katarak sekunder akibat penyakit

intraokular pada fisiologi lensa. Katarak biasanya berawal didaerah

sub kapsul posterior dan akhirnya mengenai seluruh struktur lensa.

Penyakit- penyakit intraokular yang sering berkaitan dengan

pembentukan katarak adalah uveitis kronik atau rekuren, glaukoma,

retinitis pigmentosa dan pelepasan retina.

Klasifikasi berdasarkan tingkat kematangan katarak :

a. Katarak Insipien

Pada katarak stadium insipien terjadi kekeruhan mulai dari tepi

ekuator menuju korteks anterior dan posterior (katarak kortikal).

Vakuol mulai terlihat di dalam korteks. Pada katarak subkapsular

posterior, kekeruhan mulai terlihat anterior subkapsular posterior, celah

terbentuk antara serat lensa dan korteks berisi jaringan degeneratif (benda

Morgagni) pada katarak isnipien (Ilyas, 2005). Kekeruhan ini dapat

menimbulkan polipia oleh karena indeks refraksi yang tidak sama pada

semua bagian lensa. Bentuk ini kadang-kadang menetap untuk waktu yang
10

lama.

b. Katarak Intumesen.

Pada katarak intumesen terjadi kekeruhan lensa disertai

pembengkakan lensa akibat lensa yang degeneratif menyerap air.

Masuknya air ke dalam celah lensa mengakibatkan lensa menjadi

bengkak dan besar yang akan mendorong iris sehingga bilik mata

menjadi dangkal dibanding dengan keadaan normal. Pencembungan

lensa ini akan dapat memberikan penyulit glaukoma. Katarak

intumesen biasanya terjadi pada katarak yang berjalan cepat dan

mengakibatkan mipopia lentikular. Pada keadaan ini dapat terjadi

hidrasi korteks hingga lensa akan mencembung dan daya biasnya akan

bertambah, yang memberikan miopisasi. Pada pemeriksaan slitlamp

terlihat vakuol pada lensa disertai peregangan jarak lamel serat lensa.

c. Katarak Imatur

Pada katarak senilis stadium imatur sebagian lensa keruh atau

katarak yang belum mengenai seluruh lapis lensa. Pada katarak imatur

akan dapat bertambah volume lensa akibat meningkatnya tekanan

osmotik bahan lensa yang degeneratif. Pada keadaan lensa

mencembung akan dapat menimbulkan hambatan pupil, sehingga

terjadi glaukoma sekunder (Ilyas, 2005).

d. Katarak Matur

Pada katarak senilis stadium matur kekeruhan telah mengenai

seluruh masa lensa. Kekeruhan ini bisa terjadi akibat deposisi ion Ca

yang menyeluruh. Bila katarak imatur atau intumesen tidak

dikeluarkan maka cairan lensa akan keluar, sehingga lensa kembali

pada ukuran yang normal. Akan terjadi kekeruhan seluruh lensa yang
11

bila lama akan mengakibatkan kalsifikasi lensa. Bilik mata depan akan

berukuran kedalaman normal kembali, tidak terdapat bayangan iris

pada lensa yang keruh, sehingga uji bayangan iris negatif (Ilyas, 2005).

e. Katarak Hipermatur

Pada katarak stadium hipermatur terjadi proses degenerasi lanjut,

dapat menjadi keras atau lembek dan mencair. Masa lensa yang

berdegenerasi kelur dari kapsul lensa sehingga lensa menjadi mengecil,

berwarna kuning dan kering. Pada pemeriksaan terlihat bilik mata

dalam dan lipatan kapsul lensa. Kadang-kadang pengkerutan berjalan

terus sehingga hubungan dengan zonula Zinn menjadi kendor. Bila

proses katarak berjalan lanjut disertai dengan kapsul yang tebal maka

korteks yang berdegenerasi dan cair tidak dapat keluar, maka korteks

akan memperlihatkan bentuk sebagai sekantong susu disertai dengan

nukleus yang terbenam di dalam korteks lensa karena lebih berat.

Keadaan ini disebut sebagai katarak Morgagni (Ilyas, 2005).

4. Pemeriksaan Katarak

a. Visus mata

Pemeriksaan visus dilakukan dengan membaca kartu Snellen pada

jarak 6 meter. Penilaian di ukur dari barisan terkecil yang masih dapat

dibaca oleh pasien dengan benar, dengan nilai normal visus adalah 6/6.

Apabila pasien hanya bias membedakan gerakan tangan pemeriksa

maka visusnya adalah 1/300, sedangkan apabila pasien hanya dapat

membedakan kesan gelap terang (cahaya) maka visusnya 1/N

(Budiono,2008).

b. Segmen anterior mata

Pemeriksaan ini dengan reflek pupil. Pakailah senter kecil, arahkan


12

sinar dari samping (sehingga pasien tidak memfokus pada cahaya dan

tidak berakomodasi) kea rah salah satu pupil untuk melihat reaksinya

terhadap cahaya. Inspeksi kedua pupil dan ulangi prosedur ini pada sisi

lainnya. Pada keadaan normal pupil yang disinari akan mengecil

(Ruhyanudin, 2012).

c. Tekanan intraocular

Pengukuran tekanan intraocular ini banyak caranya diantaranya

dengan menggunakan tonometer schiotz, tonometer aplanasi, dan

tonoeter noncontact. Tapi yang akan saya jelaskan hanya Tonometer

schiotz. Tonometer schiotz ini terdiri atas plunger yang bergerak

melalui lubang pada foot plate. Plunger mendukung hamer yang

dihubungkan dengan jarum penujuk yang menunjukan skala. Plunger,

hammer, dan jarum beratnya 5,5g, berat beban dapat ditambaah

menjadi 7,5g dan 10g. besarnya tekanan intraocular diperkirakan

berdasarkan skala yang ditunjukan oleh jarum penunjuk, kemudian

hasilnya dikonversikan pada table skala kalibrasi. Tonometer schiotz

ini portable, kuat, relative tidak mahal, mudah mennggunakannya, dan

cukup akurat (Widodo,2002).

5. Macam-macam teknik operasi katarak

a. EKEK/ ECCE (Exractracapsular Cataract Extraction)


13

Gambar 2. 3 Operasi Katarak Teknik EKEK

Penanaman lensa intraokular merupakan bagian dari prosedur ini.

Caranya insissi dibuat pada limbus atau kornea perifer, bagian

superior atau temporal. Dibuat sebuah saluran pada kapsul anterior,

dan nukleus serta korteks lensanya diangkat. Kemudian lensa

intraokular ditempatkan pada “kantung kapsular” yang sudah kosong,

disangga oleh kapsul posterior yang utuh. Pada pembedahan ini

nucleus lensa dikeluarkan dalam keadaan utuh, tetapi prosedur ini

memerlukan insisi yang relative besar.. korteks lensa disingkirkan

dengan penghisapan manual atau otomatis.

b. IKEK/ ICCE ( Intracapsullar Cataract Extraction)

Suatu tindakan mengangkat seluruh lensa berikut kapsulnya,

jarang dilakkan pada saat ini. Insiden terjadiya ablation retina

pascaoperasi jauh lebih tinggi dengan tindakan ini dibandingkan

dengan pascabedah ekstrakapsular. Tapi harus kita akui bahwasanya

tindakan bedah ini merupakan suatu prosedur yang berguna,

khususnya bila tidak tersedia fasilitas untuk melakukan bedah

ekstrakapsular.
14

c. SICS ( Small Incision Cataract surgery)

Merupakan teknik operasi katarak yang lebih baik

dibandingkan dengan teknik operasi EKEK. Teknik ini dilakukan

dengan menggunakan sayatan di sclera tanpa jahitan yang dapat

dikerjakan secara manual.


15

d. Fakoemulsifikasi

Gambar 2. 4 Operasi Katarak Teknik Fakoemulsifikasi

Ini adalah teknik ekstraksi katarak ekstrakapsular yang paling

sering digunakan. Teknik ini enggunakan vibrator ultasonik genggam

untuk menghancurkan nucleus keras hingga substansi nucleus dan

korteks dapat diaspirasi melalui suatu insisi berukuran 3mm (untuk

memasukan lensa ocular yang dapat di lipat). Kalau menggunakan

lensa ocular yang kaku diinsisi sebesar 5mm. ada keuntungannya ada

kerugiannya.

Keuntugannya didapat insisi keci, jadi kondisi ini lenih

terkendali. Menghindari penjahitan, perbaikan luka yang cepat dengan

derajat distorsi kornea yang lebih rendah, dan mengurangi peradangan

intraokular pascaoperasi. Kerugiannya risiko lebih tinggi terjadinya

pergeseran materi nucleus ke posterior melalui suatu robekan kapsul

posterior, kejadian ini memerlukan tindakan bedah vitroretina yang

kompleks.
16

Tabel 1. Perbandingan Operasi Katarak Teknik EKEK


dan Fakoemulsifikasi

EKEK Fakoemulsifikasi
Lebar Insisi 6-10 mm 3-5 mm
Lama Operasi 30-45 menit 20-30 menit
Learning curve Sedang Lama
Trauma operasi Besar Sedang
Kerugian Penyembuhan tidak cepat / Indikasi: Katarak Grade 2, 3
tidak sempurna. Jaringan dan 4. Kerusakan jaringan
parut luas, astigmatisme sekitar operasi, lebih mahal.
tinggi. Trauma pada endotel
kornea lebih besar.
Keuntungan Lebih murah. Lukanya lebih ringan,
penyembuhan cepat
Astigmatisme, (-)

Disalin dari : Sorensen JT, Mirhashemi S, Mittelstein M: Easier, Less


invasive Cataract Surgery, Optex Ophthalmologic.
B. Kerangka Konsep

Pasien Katarak

RSUD AMC (Asri Medical


Panembahan Center)
Senopati Bantul

Operasi EKEK Operasi


Fakoemulsifikasi

Visus? Visus?

Baik Tidak Baik Tidak

C. Hipotesis

Ada perbedaan keberhasilan visus pada pasca operasi katarak

antara ekstrasi katarak ekstrakapsuler (EKEK) dan fakoemulsifikasi.


WOC KATARAK

Trauma Trauma Perubahan kuman

Perubahan Komprensi Jumlah protein


serabut Sentral (serat)

Keruh Densitas Membentuk Massa

Keruh

Pembedahan Katarak

Pre Operasi Post Operasi Menghambat jalan Cahaya


Kecemasan Gangguan rasa
meningkat nyaman (nyeri)
Kurang Resiko tinggi Penglihatan ↓↓ / buta
terjadinya infeksi
Resiko tinggi
teerjadinya injuri:
Gangguan sensori persepsi visual
Peningkatan
Resiko tinggi cidera fisik

Sumber : https://www.academia.edu/10068687/WOC_KATARAK
Anatomi Fisiologi Gloukoma

a. Definisi

Glaukoma berasal dari kata Yunani glaukos yang berarti hijau

kebiruan, yang memberikan kesan warna tersebut pada pupil penderita

glaukoma. Kelainan mata glaukoma ditandai dengan meningkatnya

tekanan bola mata, atrofi papil saraf papil saraf optik dan menciutnya

lapang pandang (Ilyas et al., 2015). Glaukoma adalah penyakit mata

yang ditandai dengan meningkatnya tekanan intraokuler secara

patologis, kadang meningkat cepat sampai 60 sampai 70 mm Hg.

Tekanan yang meningkat diatas 25 sampai 30 mm Hg dapat

menyebabkan hilangnya penglihatan apabila dipertahankan untuk

jangka waktu yang lama (Guyton, 2011). Penyakit yang ditandai

dengan peningkatan tekanan intraokuler ini, disebabkan karena

bertambahnya produksi cairan mata oleh badan siliar serta

berkurangnya pengeluaran cairan mata di daerah sudut bilik mata atau

celah pupil. Pada glaukoma akan terdapat melemahnya fungsi mata

dengan terjadinya cacat lapang pandang dan kerusakan anatomi yang

berakhir pada kebutaan (Ilyas et al., 2015).

Risiko terjadinya glaukoma, progresifitas penyakit dan kebutaan

yang diakibatkannya, dihubungkan dengan berbagai faktor risiko.

Selain tingginya tekanan intraokular yang range normal nya 12-20

mmHg, faktor risiko lainnya antara lain adalah ras, jenis kelamin, usia,

jenis/ tipe glaukoma, adanya riwayat glaukoma dalam keluarga,

adanya penyakit yang mempengaruhi vaskular dan penglihatan, dan

riwayat pengobatan yang didapatkan (Ismandari and Helda, 2011).


Gambar 6. Mata glukoma

(Sumber : https://www.deherba.com/mengenal-jenis-jenis-glaukoma-dan-proses-
terbentuknya.html)

b. Klasifikasi

Berdasarkan etiologi, glaukoma terdiri dari glaukoma primer,

sekunder, dan glaukoma kongenital.

1) Glaukoma primer

Merupakan bentuk yang paling sering terjadi, struktur yang

terlibat dalam sirkulasi dan reabsorpsi akuos humor mengalami

perubahan patologi langsung atau belum diketahui penyebabnya.

2) Glaukoma sekunder

Adalah glaukoma yang disebabkan oleh kelainan penyakit di

dalam mata. Glaukoma sekunder dapat terjadi pada keadaan

berikut:

a) Katarak imatur ataupun hipermatur. Katarak imatur

menimbulkan glaukoma apabila terdapat kondisi lensa yang

mencembung (katarak intumesen) akibat menyerap air

sehingga mendorong selaput pelangi yang akan menutup


sudut bilik mata. Katarak hipermatur mengakibatkan

glaukoma akibat lensa terlalu matang bahan lensa yang

degeneratif dari kapsul dan menutup jalan keluar cairan mata

pada sudut bilik mata.

b) Cedera mata dapat mengakibatkan pendarahan kedalam bilik

mata depan (hifema) ataupun hal lain yang menutup cairan

mata keluar.

c) Uveitis¸ radang didalam bola mata yang mengakibatkan

perlekatan antara iris dengan lensa (sinekia posterior) atau

perlekatan antara pangkal iris dan tepi kornea (goniosinekia).

d) Tumor didalam mata.

e) Diabetes yang membangkitkan glaukoma neovaskular.

f) Tetes mata steroid yang dipakai terlalu lama.

3) Glaukoma kongenital

Glaukoma ini dapat tidak disertai kelainan mata lain (primer)

dan dapat bergabung menjadi dengan suatu sindrom, pasca trauma,

pasca operasi, dan radang. Beberapa istilah glaukoma pada anak

anak dibedakan berdasarkan gejala klinis dan usia penderita pada

saat diagnosis glaukoma ditegakkan :

a) Glaukoma developmental : yakni semua jenis glaukoma yang

disebabkan oleh kelainan perkembangan sistem aliran keluar

cairan akuos, yang dapat juga berhubungan dengan kelainan

sistemik lain.

b) Glaukoma kongenital primer : yakni jenis glaukoma yang tejadi

pada anak usia tahun pertama, disebabkan oleh gagal atau


pembentukan tidak normal dari anyaman trabekulum. Yang

biasanya berjalan sporadik, terdapat 10% dengan herediter,

diduga bersifat autosomal resesif. Gejala mulai dilihat dengan

tanda-tanda :

(1) Bola mata membesar

(2) Edema atau kornea keruh akibat endotel kornea sobek

(3) Bayi tidak tahan sinar matahari

(4) Mata berair

(5) Silau

(6) Menjauhi sinar dengan menyembunyikan

mata Beberapa istilah yang lain :

(1) Primary newborn glaucoma yakni glaukoma kongenital

primer yang terdiagnosis sejak lahir.

(2) Primary infantile glaucoma yakni glaukoma kongenital

primer pada usia 1 bulan sampai dengan 2 tahun.

(3) Late-recognized primary infantile glaucoma yakni

glaukoma yang terdiagnosis lebih dari 2 tahun.

c) Juvenille glaucoma yakni glaukoma yang berusia lebih dari 3

tahun sampai dewasa muda dan berhubungan dengan pola

pewarisan autosomal dominan. Biasanya glaukoma jenis ini

bersifat herediter yang terdapat pada short arm chromosom

1. Dan terlihat sebagai glaukoma sudut terbuka pada usia

antara 10-35 tahun. Biasanya 35% menderita miopi tinggi.

Sedangkan berdasarkan mekanisme peningkatan tekanan

intraokular, glaukoma terbagi dalam glaukoma sudut terbuka


dan glaukoma sudut tertutup dan NTG ( Normal Tension

Glaucoma)
(1) Glaukoma sudut tertutup

Glaukoma sudut tertutup ini kurang umum di Barat

daripada di Asia. Yang mungkin juga disebut penutupan

sudut akut atau kronis atau glaukoma sudut sempit. Air

mata tidak mengalir dengan benar karena sudut antara iris

dan kornea terlalu sempit. Yang hal ini dapat menyebabkan

tekanan tiba-tiba di mata. (Eye health center)

Terdapat 2 tipe glaukoma sudut tertutup yaitu akut

dan kronis. Glaukoma sudut tertutup akut dimana tempat

mengalir keluar cairan pada mata tertutup mendadak.

Apabila terjadinya penutupan dapat mengakibatkan

peningkatan tekanan bola mata mendadak dan akan

menyebabkan kerusakan pada saraf optik disertai dengan

gangguan penglihatan. Glaukoma akut akan datang

mendadak dengan penglihatan sangat kabur, mata merah

disertai dengan rasa sakit pada sekeliling mata, pelangi di

sekitar lampu, mual dan kadang-kadang muntah. Kadang

penyakit ini berjalan kronis sehingga dinamakan glaukoma

sudut tertutup kronis yang akan seperti glaukoma sudut

terbuka tanpa memperlihatkan gejala dan keluhan.

Glaukoma sudut tertutup kronis berjalan perlahan tanpa

adanya peringatan. Perlahan-lahan perlihatan perifer

berkurang dan penglihatan sentral masih dapat normal


Penglihatan dapat hilang pada glaukoma lanjut. Glaukoma

sudut tertutup biasanya bersifat herediter, lebih sering pada

pasien rabun dekat, bilik mata depan dangkal, pada

gonoskopi terlihat iris menempel pada tepi kornea, iris

terletak dekat anyaman trabekula, dan pada usia lanjut

ukuran lensa bertambah.

(2) Glaukoma sudut terbuka

Glaukoma sudut terbuka atau glaukoma sudut lebar,

yakni tipe yang paling umum. Struktur drainase di mata

yang disebut meshwork trabekular ini terlihat normal,

namun cairan tidak mengalir keluar seperti seharusnya. Dan

gejala serta tanda pada glaukoma akut sudut terbuka ini

seringkali tidak bergejala dan tidak disadari (Eye health

center). Penglihatan biasanya baik dan tidak terdapat rasa

sakit pada mata. Akan tertapi, apabila proses berjalan lanjut

maka pasien akan merasakan penglihatannya yang

menurun. Benda yang terlihat sentral masih terlihat jelas

akan tetapi apabila benda diletakkan di perifer tidak terlihat

sama sekali. Pada glaukoma sudut terbuka ini cairan mata

setelah melalui pupil masuk kedalam bilik mata bagian

depan dan tidak dapat melalui anyaman trabekulum.

Keadaan ini mengakibatkan tekanan bola mata naik yang

akan merusak saraf optik. Pada glaukoma sudut terbuka

terjadi perubahan
didalam jaringan mata akibat tekanan yang tinggi merusak

serabut penglihatan halus dalam mata yang berguna untuk

penglihatan, walaupun tekanan bola mata sudah teratasi

penglihatan yang telah hilang tidak dapat diperbaiki lagi

(Ilyas et al., 2015).

Gambar 7. Klasifikasi glaukoma

(Sumber : http://dm-ambisius.blogspot.co.id/2011/04/glaukoma-sekunder_24.html)
Gambar 8. Mata glaukoma sudut terbuka dan tertutup

(Sumber : https://doktertama.blogspot.co.id/2016/06/glaukoma.html)

(3) NTG (Normal tension glaucoma)

Normal Tension Glaukoma adalah tipe glaukoma

dimana nervus optic rusak dan kehilangan kemampuan

melihat dan lapangan pandang, muncul pada glaukoma

sudut terbuka namun tekanan intra okuler yang normal

(<22 mmHg) (Shock JP et al.,1996).

d) Patofisiologi

Pada glaukoma akan terdapat karakteristik seperti

melemahnya fungsi mata dengan terjadinya cacat/pengecilan

lapang pandang, peningkatan tekanan intraokular (TIO) yang

disertai oleh pencekungan diskus optikus dan kerusakan anatomi

berupa ekskavasi (penggaungan) serta degenerasi papil saraf optik,

yang dapat berakhir dengan kebutaan. Pada umumnya indikator

yang digunakan untuk menilai perkembangan glaukoma

adalah
pemeriksaan TIO, tajam penglihatan dan perimetri. Kebutaan pada

penderita glaukoma terjadi akibat kerusakan saraf optik yang

terjadi melalui mekanisme mekanis akibat tekanan intraokuler

yang tinggi dan/atau adanya iskemia sel akson saraf akibat TIO

maupun insufisiensi vaskular yang selanjutnya mempengaruhi

progresifitas penyakit (Lalita et al., 2016).

Ada dua teori mekanisme kerusakan saraf optik yang

diakibatkan tekanan intraokuler meliputi kerusakan mekanik pada

akson saraf optik dan penurunan aliran darah pada papil saraf optik

sehingga terjadi iskemia akson saraf. Pencegahan atau

pengendalian faktor risiko, terutama peningkatan tekanan

intraokuler ialah tujuan utama manajemen glaukoma (Lalita et al.,

2016).

Gambar 9. Patofisiologi glaukoma

(Sumber : http://xamthonegamat.weebly.com/glaucoma.html)
Gambar 10. Trabecular meshwork

(Sumber : http://blog.daum.net/eyedoc/428)

e) Faktor Risiko

Menurut Sidarta Ilyas (2001), faktor risiko yang mengarah

pada kerusakan glaukoma adalah

(1) Fenomena autoimun

(2) Degenerasi primer sel ganglion

(3) Usia diatas 45 tahun

(4) Keluarga yang memiliki riwayat glaukoma

(5) Hipermetropia untuk menjadi glaukoma sudut tertutup atau

sempit

(6) Pascabedah dengan hifema atau infeksi

Hal-hal yang memperberat risiko glaukoma

(1) Tekanan bola mata yang semakin tinggi semakin berat


(2) Semakin tua semakin berat dan menambah risiko terjadinya

glaukoma

(3) Risiko kulit hitam 7 kali dibandingkan kulit putih


(4) Hipertensi akan mengakibatkan risiko 6 kali lebih sering

(5) Keluarga penderita glaukoma yang menyebabkan risiko 4 kali

lebih sering

(6) Tembakau yang menyebabkan risiko 4 kali lebih sering

(7) Miopia yang menyebabkan risiko 2 kali lebih sering

(8) Diabetes melitus dengan risiko 2 kali lebih sering

f) Epidemiologi)

(1) Etnis Afrika dibanding dengan Kaukasia pada glaukoma sudut

terbuka primer adalah 4:1

(2) Glaukoma berpigmen terutama terdapat pada etnis Kaukasia

(3) Pada etnis Asia, glaukoma sudut tertutup lebih sering

dibanding sudut terbuka (Sidarta ilyas et,al 2001

g) Diagnosis

Diagnosis pada penyakit glaukoma ini ditegakkan dengan

anamnesis dan pemeriksaan oftalmologi.

(1) Anamnesis

Dari anamnesis dapat ditemukan beberapa gejala yang

dikeluhkan oleh pasien dengan glaukoma yaitu:

(a) Hilangnya penglihatan sisi samping

(b) Sakit kepala


(c) Penglihatan kabur

(d) Melihat pelangi bila melihat sumber cahaya terang

(misalnya lampu) (Ilyas et al.,2007).

(2) Pemeriksaan oftalmologi

(a) Tonometri
TIO diukur pada masing-masing mata dengan

menggunakan metode aplanasi kontak seperti tonometer

Goldman yang diletakkan ke slitlamp dan mengukur gaya

yang diperlukan untuk meratakan luas kornea tertentu.

Ada

4 macam tonometer yang dikenal: tonometer schiotz,

tonometer digital, tonometer aplanasi, tonometer Mackay-

Marg. Pengukuran TIO sebaiknya dilakukan pada setiap

orang yang berusia diatas 40 tahun pada setiap

pemeriksaan rutin. Tekanan intraokuler normalnya

bervariasi antara 10-21mmHg(Suhardjoetal.,2003).

Gambar 11. Tonometri

(Sumber : https://nunabanun.wordpress.com/)
(b) Gonioskopi

Gonioskopi dilakukan untuk memeriksa saluran

pembuangan yaitu dengan memeriksa sudut iridokornea

dengan menggunakan lensa kontak khusus yang disebut

genioskop. Gonioskopi dapat membedakan glaukoma sudut

terbuka atau tertutup serta adanya perlekatan iris bagian

perifer, abnormalitas sudut dan adanya benda asing.

Gambar 12. Gonioskopi

(Sumber:http://sjiraffenlaffen.blogspot.co.id/2009/11/
gonioskopi.html)

h) Lapangan pandang

Penurunan lapangan pandang akibat glaukoma sendiri tidak

spesifik, karena gangguan ini terjadi akibat defek berkas serat saraf

yang dapat dijumpai pada semua penyakit saraf optikus. Perubahan

paling dini adalah semakin nyatanya bintik buta.

i) Terapi
Pada dasarnya glaukoma dibagi menjadi terapi

medikamentosa dan operatif yang bertujuan untuk menurunkan

tekanan intraokuler sehingga aman bagi penderita. Target

penurunan tekanan intraokuler pada glaukoma sudut tertutup dan

glaukoma sekunder adalah 22 mm Hg, sedangkan pada glaukoma

primer sudut terbuka biasanya 20-60% dari tekanan intraokular

awal. Terapi pada glaukoma : (Suhardjo et al., 2003).

(1) Medikamentosa

(a) Obat topikal :

i Golongan kolinergik : pilokarpin, karbakhol.

ii Golongan agonis adrenergik : epinefrin, dipivefrin,

brimonidin, apraklonidin.

iii Golongan penyekat reseptor beta/ beta-blockers :

timolol, carteolol, betaxolol, levobunolol, metoprolol.

iv Golongan analog prostaglandin : latanoprost,

unoprostone

v Golongan inhibitor karbonik anhidrase topikal :

brinzolamid, dorzolamid.

(b) Obat sistemik :

i Golongan inhibitor karbonik anhidrase : acetazolamid,

methazolamid.

ii Zat hiperosmotik : mannitol, gliserin, urea.

(2) Operatif

(a) Iridektomi atau iridotomi perifer

Merupakan tindakan bedah dengan membuat lubang

pada iris untuk mengalirkan cairan akuos langsung dari


bilik belakang ke bilik depan mata mencegah tertutupnya

trabekulum pada blok pupil. Iridektomi perifer dilakukan

dengan cara menggunting iris bagian perifer, sedangkan

iridotomi perifer melubangi iris dengan menggunakan

laser ND-Yag dengan panjang gelombang 1064 nanometer

atau laser Argon.

(b) Gonioplasti atau iridoplasti laser

Teknik laser ini digunakan pada pasien penderita

glaukoma sudut tertutup dengan tujuan memperdalam sudut

iridokornea, misal iris plateu dan nanoftalmos. Laser ini

digunakan pada stroma iris sehingga terjadi kontriksi yang

akan menarik iris perifer menjadi lebih datar dan sudut

iridokornea terbuka.

(c) Trabekuloplasti laser

Trabekuloplasti laser dikerjakan dengan membuat

sikatriks di trabekulum. Sikatriks sifatnya membuat tarikan,

diharapkan bagian yang tidak terkena laser yang terjadi

sikatriks akan tertarik sehingga celah trabekulum melebar.

Tindakan ini dilakukan pada pasien dengan glaukoma sudut

terbuka yang sudah tidak toleran atau tidak patuh

menggunakan obat obat anti glaukoma.

(d) Trabekulektomi

Trabekulektomi adalah suatu prosedur yang bertujuan

membuat saluran atau lubang yang menghubungkan bilik

depan mata dengan daerah subkonjungtiva subtenon,

sehingga pada kondisi ini cairan aqueous dapat mengalir

langsung ke daerah subkonjungtiva melalui partial


thickness flap sklera sehingga tekanan intraokular turun.

(e) Goniotomi

Operasi ini merupakan salah satu terapi pilihan untuk

kongenital maupun infantil baik yang primer maupun yang

sekunder seperti pada aniridia kongenital, iritis anterior

kronis, dan glaukoma juvenilis. Prosedur ini dapat

dilakukan pada kornea yang masih jernih dan tidak dapat

dilakukan apanila kesehatan bayi tidak stabil. Prinsip dari

goniotomi ini adalah membuat irisan pada permukaan

depan trabekulum meshwork menggunakan jarum dengan

bantuan lensa gonioskop sehingga trabekulum terbuka,

akibatnya cairan aqueous langsung masuk ke kanalis

Schlemm.

(f) Trabekulotomi

Prosedur terapi ini merupakan terapi untuk glaukoma

kongenital maupun infantil. Operasi trabekulotomi ini

menggunakan trabekulotome dari Harms atau McPherson

yang dimasukkan melalui kanalis Schlemm dari luar

dibawah flip sklera kemudian trabekulotom diputar 90 ke

arah sentral kornea sehingga trabekulum meshwork

terlepas.

Terapi glaukoma selalu memegang prinsip-prinsip tertentu :

(1) Semakin tinggi tekanan intraokular semakin besar

risiko kerusakan.

(2) Terdapat faktor lain selain tekanan intraokular dalam

glaukoma. Misalnya pada penderita hipertensi,


hipotensi, atau DM, aliran darahnya buruk sehingga

mudah terjadi kerusakan optik.

(3) Perlunya follow up yang terus menerus.

(4) Pertimbangkan efek samping dan biaya karena terapi

untuk glaukoma bersifat panjang, bahkan seumur

hidup.

(5) Pertahankan penglihatan yang baik dengan efek

samping minimal dan biaya ringan.

Cara penurunan tekanan intraokular ialah dengan

menurunkan produksi humor aqueous dan badan siliar atau

menambah pembuangan cairan aqueous melalui meshwork

trabekular dan uveosklera.


Yang memperberat risiko :
B. Kerangka Teori Gejala :
Tekanan bola mata yang semakin tinggi
semakin berat Hilangnya penglihatan sisi samping
Semakin tua semakin berat dan menambah Sakit kepala
Faktor risiko : risiko terjadinya glaukoma Penglihatan kabur
Pasien Melihat pelangi bila melihat sumber cahaya terang (misalnya
Risiko kulit hitam 7 kali dibandingkan kulit
Peredaran darah dan putih lampu)
regulasi yang kurang Hipertensi akan mengakibatkan risiko 6 kali
Tekanan darah rendah atau lebih sering
tinggi Keluarga penderita glaukoma yang
Fenomena autoimun menyebabkan risiko 4 kali lebih sering Obstruksi jaringan Peningkatan tekanan aquous
Tembakau yang menyebabkan risiko 4 kali pre trabekular
Degenerasi primer sel intra trabekular
ganglion lebih sering
post trabekular Pergerakan iris kedepan
Usia Miopia yang menyebabkan risiko 2 kali lebih
sering
Keluarga yang memiliki
TIO meningkat
riwayat glaukoma
Hambatan pengaliran cairan
humor aquous

TIO meningkat

Gangguan saraf optik

Perubahan penglihatan
perifer

Glaukoma
Bagan 1. Kerangka Teori
C. Kerangka Konsep
Pasien dengan usia 20-
80 tahun

TIO tinggi/normal
Kelainan lapang pandang
Kelainan nervus II

Glaukoma

Glaukoma primer
Glaukoma sekunder

Rekam medis

Bagan 2. Kerangka Konsep


PATHWAYGLAUKOMA

Usia > 40 th
DM
Kortikosteroid jangka panjang
Miopia
Trauma mata

Obstruksi jaringan Peningkatan tekanan


Trabekuler Vitreus

Hambatan pengaliran P e rg erak an iris k ed ep an


Cairan humor aqueous

TIO meningkat Glaukoma TIO Meningkat

Gangguan saraf optik Mual,Muntah Tindakan operasi


Nyeri

Risiko
ketidakseimbangan - Ansietas
Perubahan penglihatan - Kurang
nutrisi : kurang dari
Perifer pengetahuan
kebutuhan tubuh

- Gangguan
persepsi sensori :
penglihatan.
- Risiko injury
SOP PEMBERIAN TETES MATA
Pemberian obat pada mata dilakukan dengan cara meneteskan obat mata atau mengoleskan
salep mata. Obat yang biasa digunakan oleh klien ialah tetes mata dan salep, meliputi
preparat yang biasa dibeli bebas , misalnya air mata buatan dan vasokonstrikstor.
Obat mata diberikan adalah untuk:

 Mendilatasi pupil
 Pemeriksaan struktur internal mata
 Melemahkan otot lensa
 Pengukuran refraksi lensa
 Menghilangkan iritasi lokal
 Mengobati gangguan mata
 Meminyaki kornea dan konjungtiv

Tujuan Pemberian Obat Pada Mata

1. Untuk mengobati gangguan pada mata


2. Untuk mendilatasi pupil pada pemeriksaan struktur internal mata
3. Untuk melemahkann otot lensa mata pada pengukuran refraksi mata
4. Untuk mencegah kekeringan mata

Prosedur Pemberian Obat Pada Mata


A. Persiapan Peralatan

1. Botol obat dengan penetes steril atau salep dalam tube


2. Kartu atau formulir obat
3. Bola kapas atau tisu
4. Baskom cuci dengan air hangat
5. Penutup mata (bila diperlukan)
6. Sarung tangan

B. Persiapan Pasien

1. Kaji apakah pasien alergi terhadap obat


2. Kaji terhadap setiap kontraindikasi untuk pemberian obat
3. Kaji pengetahuan dan kebutuhan pembelajaran tentang pengobatan
4. Kaji tanda-tanda vital pasien

C. Langkah-Langkah

1. Telaah program pengobatan dokter untuk memastikan nama obat, dosis, waktu
pemberian dan rute obat.
2. Cuci tangan dan gunakan sarung tangan.
3. Periksa identitas pasien dengan benar atau tanyakan nama pasien langsung.
4. Jelaskan prosedur pemberian obat
5. Minta pasien untuk berbaring terlentang dengan leher agak hiperekstensi
(mendongak)
6. Bila terdapat belek (tahi mata) di sepanjang kelopak mata atau kantung dalam, basuh
dengan perlahan. Basahi semua belek yang telah mengering dan sulit di buang dengan
memakai lap basah atau bola kapas mata selama beberapa menit. Selalu
membersihkan dari bagian dalam ke luar kantus.
7. Pegang bola kapas atau tisu bersih pada tangan non dominan di atas tulang pipi pasien
tepat di bawah kelopak mata bawah
8. Dengan tisu atau kapas di bawah kelopak mata bawah, perlahan tekan bagian bawah
dengan ibu jari atau jari telunjuk di atas tulang orbita
9. Minta pasien untuk melihat pada langit-langit
10. Teteskan obat tetes mata, dengan cara:
o Dengan tangan dominan bersandar di dahi pasien, pegang penetes mata atau
larutan mata sekitar 1 sampai 2 cm di atas sakus konjungtiva
o Teteskan sejumlah obat yang diresepkan ke dalam sakus konjungtiva.
o Bila pasien berkedip atau menutup mata atau bila tetesan jatuh ke pinggiran
o luar kelopak mata, ulangi prosedur ini.
o Setelah meneteskan obat tetes, minta pasien untuk menutup mata dengan
perlahan.
o Bila memberikan obat yang menyebabkan efek sistemik, lindungi jari Anda
dengan sarung tangan atau tisu bersih dan berikan tekanan lembut pada duktus
nasolakrimalis pasien selama 30-60 detik
11. Memasukkan salep mata, dengan cara:
o Minta pasien untuk melihat ke langit langit
o Dengan aplikator salep di atas pinggir kelopak mata, tekan tube sehingga
memberikan aliran tipis sepanjang tepi dalam kelopak mata bawah pada
konjungtiva.
o Berikan aliran tipis sepanjang kelopak mata atas pada konjungtiva dalam.
o Biar pasien memejamkan mata secara perlahan dengan gerakan sirkular
menggunakan bola kapas.
12. Bila terdapat kelebihan obat pada kelopak mata, usap dengan perlahan dari bagian
dalam ke luar.
13. Bila pasien mempunyai penutup mata, pasang penutup mata yang bersih di atas mata
yang sakit sehingga seluruh mata terlindungi. Plester dengan aman tanpa memberikan
tekanan pada mata
14. Lepaskan sarung tangan, cuci tangan dan buang peralatan yang sudah dipakai
15. Catat obat, konsentrasi, jumlah tetesan, waktu pemberian, dan mata yang menerima
obat (kiri, kanan atau keduanya).
SOP IRIGASI MATA

PENGERTIAN
Tindakan membersihkan mata / bola mata dengan air mengalir.

TUJUAN
Untuk membersihkan dan atau mengeluarkan benda asing dari dalam mata.

Indikasi
1.    Cedera kimiawi pada mata
2.    Benda asing dalam mata
3.    Inflamasi mata

Kontraindikasi
Luka karena tusukan / perforasi mata

PROSEDUR KERJA
Alat :
1. Cairan irigasi nacl 0,9% suhu cairan 37oC/air hangat

2. Spuit 10cc steril tanpa jarum


3. Bengkok/penampung
4. Handuk
5. Perlak
6. Kapas bulat

7. Kassa steril
8. Sarung tangan

LANGKAH KERJA
1. Mencuci tangan
2. Mengatur posisi duduk atau tidur miring ke arah mata yang diirigasi

3. Meletakkan perlak dan handuk di bawah kepala dan bahu


4. Memakai sarung tangan bila perlu
5.  Meletakkan bengkok disamping mata yang akan diirigasi untuk menampung cairan
irigasi
6. Menutup telinga dengan kapas bulat yang sudah dibasahi dengan cairan Nacl,
besihkan dengan lembut batas kelopak mata dan bulu mata dari kantus dalam ke
kantus luar, isi spuit 10cc dengan cairan irigasi.
7. Menarik kelopak mata bawah dengan tangan yang tidak dominan untuk mamaparkan
kantung konjungtiva.
8. Memberikan tekanan pada tulang orbital dan tulang prominens dibawah alis jangan
menekan mata.
9. Tangan dominan mengalirkan cairan irigasi dengan tekanan rendah ke kantung
konjungtiva bawah dari kantus dalam ke arah kantus luar dengan jarak 2cm.
10. Menganjurkan untuk melihat keatas dan menutup mata
11. Melakukan irigasi secara bersih.
12. Mengeringkan kelopak mata dan daerah wajah dengan kapas bulat.
13. Melepas kapas penutup telinga.
14. Menutup mata dengan kassa steril.
15. Melepas sarung tangan.

Anda mungkin juga menyukai