Anda di halaman 1dari 5

1.

Defenisi

Katarak merupakan penyebab utama kebutaan di seluruh dunia yang sebenarnya dapat
dicegah. Penyakit katarak merupakan penyakit mata yang ditandai dengan kekeruhan
lensa mata sehingga mengganggu proses masuknya cahaya ke mata. 1 Selain itu, katarak
juga dapat terjadi sebagai komplikasi penyakit infeksi dan metabolik lainnya seperti
diabetes mellitus. Kekeruhan pada lensa dapat menyebabkan absorpsi cahaya menjadi
lebih banyak, sehingga secara klinis penderita akan mengeluh silau.2

2. Klasifikasi
1. Katarak kongenital

Sepertiga kasus katarak kongenital adalah diturunkan, sepertiga berkaitan dengan


penyakit sistemik, dan sisanya idiopatik. katarak kongenital disertai anomali mata
lainnya, seperti PHPV (Primary Hyperplastic Posterior Vitreous), aniridia, koloboma,
mikroftalmos, dan buftalmos (pada glaukoma infantil).

Untuk mengetahui penyebab katarak kongenital diperlukan pemeriksaan riwayat


prenatal infeksi ibuseperti rubella pada kehamilan trimester pertama dan pemakain obat
selama kehamilan. Kadang kadang pada ibu hamil terdapat riwayat kejan, tetani, icterus
atau atau hipatospenomegali. Bila katarak ddisertai dengan uji reduksi pada urine yang
positif, mungin katarak ini terjadi akibat galaktosemia. Katarak kongenital sering
ditemukan pada bayi premature dan gangguan sitem saraf sseperti reterdasi mental .

2. Katarak senilis Seiring berjalannya usia, lensa mengalami kekeruhan, penebalan, serta
penurunan daya akomodasi, kondisi ini dinamakan katarak senilis. Katarak senilis
merupakan 90% dari semua jenis katarak.

Terdapat tiga jenis katarak senilis berdasarkan lokasi kekeruhannya yaitu :


a) Katarak nuklearis Katarak nuklearis ditandai dengan kekeruhan sentral dan perubahan
warna lensa menjadi kuning atau cokelat secara progresif perlahan-lahan yang
mengakibatkan turunnya tajam penglihatan. Derajat kekeruhan lensa dapat dinilai
menggunakan slitlamp. Katarak jenis ini biasanya terjadi bilateral, namun dapat juga
asimetris. Perubahan warna mengakibatkan penderita sulit untuk membedakan corak
warna.
Katarak nuklearis secara khas lebih mengganggu gangguan penglihatan jauh dari
pada penglihatan dekat. Nukleus lensa mengalami pengerasan progresif yang
menyebabkan naiknya indeks refraksi, dinamai miopisasi. Miopisasi menyebabkan
penderita presbiopia dapat membaca dekat tanpa harus mengenakan kacamata, kondisi
ini disebut sebagai second sight. 1, 3, 4

b) Katarak kortikal Katarak kortikal berhubungan dengan proses oksidasi dan presipitasi
protein pada sel-sel serat lensa. Katarak jenis ini biasanya bilateral, asimetris, dan
menimbulkan gejala silau jika melihat ke arah sumber cahaya. Tahap penurunan
penglihatan bervariasi dari lambat hingga cepat. Pemeriksaan slitlamp berfungsi untuk
melihat ada tidaknya vakuola degenerasi hidropik yang merupakan degenerasi epitel
posterior, dan menyebabkan lensa mengalami elongasi ke anterior dengan gambaran
seperti embun.1, 3, 4

c) Katarak subkapsuler Katarak ini dapat terjadi di subkapsuler anterior dan posterior.
Pemeriksaannya menggunakan slitlamp dan dapat ditemukan kekeruhan seperti plak di
korteks subkapsuler posterior. Gejalanya adalah silau, penglihatan buruk pada tempat
terang, dan penglihatan dekat lebih terganggu daripada penglihatan jauh.

3. Etiologi
a. Penyebab paling banyak adalah akibat proses lanjut usia/degenerasi, yang
mengakibatkan lensa mata menjadi keras dan keruh (Katarak senilis).
b. Dipercepat oleh faktor lingkungan, seperti merokok, sinar ultraviolet, alkohol,
kurang vitamin E, radang menahun dalam bola mata, poluasi asap motor/pabrik
karena mengandung timbal.
c. Cedera mata, misalnya pukulan keras, tusukan benda, panas yang tinggi, bahan kimia
yang merusak lensa (katarak traumatik).
d. Peradangan/infeksi pada saat hamil, penyakit yang diturunkan (katarak kongenital)
e. Penyakit infeksi tertentu dan penyakit metabolik misalnya diabetes melitus (katarak
komplikata).
f. Obat-obat tertentu (misalnya lortikosteroid, klorokuin, klorpromazin, ergotamine,
pilokarpin)

4. Anatomi
Lensa memiliki struktur bikonveks yang berfungsi untuk menjaga kejernihan ,
merefraksikan cahaya, dan menghasilkan akomodasi. Lensa tidak memiliki pembuluh
darah atau sistem saraf, sehingga secara keseluruhan metabolisme pada lensa bergantung
pada humor akuous. Kedudukan lensa diperkuat oleh zonular Zinn yang menghubungkan
badan siliar dengan lensa kristalin. Lensa terdiri dari kapsul, epitel lensa, korteks, dan
nukleus yang terletak di belakang iris dan bagian depan vitreous. Permukaan anterior
lensa lebih melengkung dibandingkan dengan posterior lensa yang disebut juga dengan
optikal aksis.2
Pada orang dewasa, lensa memiliki ukuran 9 mm dan ketebalan 3,5 mm dengan
berat 90 mg. Lensa dapat merefraksikan cahaya karena memiliki indeks refraksi 1,4 pada
bagian sentral dan 1,36 pada bagian perifer. Pada keadaan mata yang tidak
berakomodasi, lensa memiliki kekuatan dioptri 15-20 dioptri. Bertambahnya usia dapat
mengakibatkan penurunan indeks refraksi, peningkatan jumlah partikel protein yang
tidak larut air, dan penurunan fungsi akomodasi. Pada keadaan tersebut, keadaan mata
dapat menjadi lebih hiperopia atau miopia tergantung pada keseimbangan perubahan
struktur lensa. 5
Kapsul lensa merupakan bagian terluar lensa yang transparan, memiliki membran
basal yang elastis dan mengandung kolagen tipe IV. Anterior kapsul lensa merupakan
bagian paling tebal dengan ketebalan 14 µm dan akan menipis pada bagian sentral
posterior dengan ketebalan 2-4 µm. Pada bagian terluar kapsul lensa terdapat zonul
lamellar yang tempat untuk melekatnya serabut zonular. Bagian belakang anterior kapsul
terdapat lapisan epitel yang berfungsi secara aktif untuk metabolisme termasuk proses
biosintesis dari DNA, RNA, protein, dan lemak. Salah satu peran epitel lensa pada
perubahan morfologi lensa yaitu dengan memanjangkan serat lensa. Hal ini dapat terjadi
apabila terdapat peningkatan selular protein sel membran.6

Gambar 1 Skema Anatomi Lensa

Gambar Skema Anatomi Bola Mata


Daftar pustaka

1. Cantor LB, Rapuano CJ, Cioffi GA. Lens and cataract. 2014-2015 Basic and clinical
Science course. San Francisco, CA: American Academy of Ophthalmology; 2015
2. Cantor LB, Rapuano CJ, Cioffi GA. Lens and Cataract. San Fransisco: American
Academy Of Ophthalmology;2016. hlm. 11-15, 39-50.
3. Suhardjo SU, Agni AN. Ilmu Kesehatan Mata. 2nd ed. Yogyakarta: Departemen
Ilmu Kesehatan Mata Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada; 2012
4. Kanski JJ. Clinical Ophthalmology: A Systematic Approach. 6th ed. Edinburgh:
Butterworth Heinemann/Elsevier; 2007
5. Levin LA, Nilsson SFE, Hoeve JV, Wu SM. The Lens. Dalam: Alm A, Kaufman P,
editor. Adler's Physiology Of The Eye. Netherlands: Elsevier Health Science; 2011.
hlm. 134-55.
6. Bye LA, Modi NC, Standford M. Ocular Physiology. Basic Science of
Ophthalmology. United Kingdom: Oxford University Press; 2013. hlm. 63-4.

Anda mungkin juga menyukai