Anda di halaman 1dari 35

LAPORAN PENDAHULUAN PADA PASIEN DENGAN MASALAH KESEHATAN

KATARAK PADA Ny.C DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS PONTAP KOTA


PALOPO TAHUN 2021

SURIYANI S. LAMBE
N.20.04.023

PRECEPTOR LAHAN PRESEPTOR INSTITUSI

Hertiana S.Kep.,Ns.,M.Kep Lindriani S.Kep.,Ns.,M.Kep

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


UNIVERSITAS MEGA BUANA PALOPO
PALOPO
2021
BAB 1
KONSEP DASAR MEDIS

A. Defenisi
Katarak berasal dari bahasa Yunani Katarrhakies.Inggeris Cataract, dan Latin cataracta
yang berarti air terjun. Dalam bahasa indonesia disebut bular dimana penglihatan seperti
tertutup air terjun akibat lensa yang keruh. Katarak adalah setiap keadaan kekeruhan
pada lensa yang dapat terjadi akibat hidrasi (penambahan cairan) lensa, denaturasi
protein lensa atau akibat kedua-duanya(Kesuma, 2019)
Katarak adalah suatu keadaan dimana lensa mata yang biasanya jernih dan bening
menjadi keruh. Katarak adalah suatu keadaan patologik lensa dimana lensa menjadi
keruh akibat hidrasi cairan lensa, atau denaturasi lensa. Biasanya mengenai kedua mata
dan berjalan progresif. Katarak adalah kekeruhan (bayangan seperti awan) pada lensa
tanpa nyeri yang berangsur-angsur penglihatan kabur dan akhirnya tidak dapat menerima
cahaya.
B. Etiologi
Penyebab pertama katarak adalah proses penuaan. Anak dapat mengalami katarak yang
biasanya merupakan penyakit yang diturunkan, peradangan didalam kehamilan, keadaan
ini disebut sebagai katarak congenital. Penyakit infeksi tertentu dan penyakit seperti
diabetes mellitus dapat menyebabkan katarak komplikata.
Katarak bisa disebabkan oleh beberapa faktor :
1. Fisik
Dengan keadaan fisik seseorang semakin tua (lemah) maka akan mempengaruhi
keadaan lensa. Sehingga dapat mengakibatkan katarak baik pada orang yang fisiknya
semakin tua atau karena sakit.
2. Kimia
Apabila mata terkena cahaya yang mengandung bahan kimia atau akibat paparan
sinar ultraviolet matahari pada lensa mata dapat menyebabkan katarak.
3. Usia
Dengan bertambahnya seseorang, maka fungsi lensa juga akan menurun dan
mengakibatkan katarak. Katarak yang didapatkan karena faktor usia tua biasanya
berkembang secara perlahan. Penglihatan kabur dapat terjadi setelah trauma dari
gejala awal dapat berkembang kehilangan penglihatan. Hilangnya penglihatan
tergantung pada lokasi dan luasnya kekeruhan.
4. Infeksi virus masa pertumbuhan janin
Jika ibu pada saat mengandung terkena atau terserang penyakit yang disebabkan oleh
virus. Maka infeksi virus tersebut akan mempengaruhi tahap pertumbuhan janin.
Misal ibu yang sedang mengandung menderita rubella.
5. Penyakit
Meliputi penyakit diabetes dan trauma mata seperti uveitis.
C. Patofisiologi
Lensa yang normal adalah struktur posterior iris yang jernih, transparan, berbentuk
seperti kancing baju dan mempunyai kekuatan refraksi yang besar. Lensa mengandung
tiga komponen anatomis. Pada zona sentral terdapat nukleus, di perifer ada korteks, dan
yang mengelilingi keduanya adalah kapsul anterior dan posterior. Dengan bertambahnya
usia, nukleus mengalami perubahan warna menjadi coklat kekuningan. Disekitar opasitas
terdapat densitas seperti duri di anterior dan posterior nukleus. Opasitas pada kapsul
posterior merupakan bentuk katarak yang paling bermakna, nampak seperti kristal salju
pada jendela. 19 Perubahan fisik dan kimia dalam lensa mengakibatkan hilangnya
transparansi. Perubahan pada serabut halus multipel (zunula) yang memanjang dari
badan silier ke sekitar daerah diluar lensa, misalnya dapat menyebabkan penglihatan
mengalamui distorsi. Perubahan kimia dalam protein lensa dapat menyebabkan
koagulasi, sehingga mengabutkan pandangan dengan menghambat jalannya cahaya ke
retina. Salah satu teori menyebutkan terputusnya protein lensa normal terjadi disertai
influks air ke dalam lensa. Proses ini mematahkan serabut lensa yang tegang dan
mengganggu transmisi sinar. Teori lain mengatakan bahwa suatu enzim mempunyai
peran dalam melindungi lensa dari degenerasi. Jumlah enzim akan menurun dengan
bertambahnya usia dan tidak ada pada kebanyakan pasien yang menderita katarak.
Katarak biasanya terjadi bilateral, namun memiliki kecepatan yang berbeda. Dapat
disebabkan oleh kejadian trauma maupun sistemik, seperti diabetes. Namun kebanyakan
merupakan konsekuensi dari proses penuaan yang normal. Kebanyakan katarak
berkembang secara kronik ketika seseorang memasuki dekade ketujuh. Katarak dapat
bersifat kongenital dan harus diidentifikasi awal, karena bila tidak terdiagnosa dapat
menyebabkan ambliopia dan kehilangan penglihatan permanen. Faktor yang paling
sering berperan dalam terjadinya katarak meliputi radiasi sinar ultraviolet B, obatobatan,
alkohol, merokok, diabetes, dan asupan vitamin antioksidan yang kurang dalam jangka
waktu lama
D. Manifestasi Klinik
1. Rasa silau karena terjadi pembiasaan tidak teratur oleh lensa yang keruh
2. Penglihatan akan berkurang secara perlahan
3. Pada pupil terdapat bercak putih
4. Bertambah tebal nucleus dengan perkembangannya lapisan korteks lensa
5. Penglihatan kabur
6. Rasa nyeri pada mata
Katarak hipermatur akan menimbulkan penyakit, mata menjadi merah disertai rasa sakit
yang kemudian akan berakhir dengan kebutaan. Secara klinis proses ketuaan sudah
tampak dalam pengurangan kekuatan akomodasi lensa, akibat mulai terjadinya sclerosis
lensa yang dimanifikasikan dalam bentuk presbiopi.
Selain itu gejala berupa keluhan penurunan ketajaman penglihatan secara progresif
(seperti rabun jauh memburuk secara progresif). Penglihatan seakan-akan melihat asap
dan pupil mata seakan-akan tampak benar-benar putih, sehingga refleks cahaya pada
mata menjadi negative (-). Bila dibiarkan akan mengganggu penglihatan dan akan dapat
menimbulkan komplikasi berupa glaukoma dan uveitis.
Bila katarak dibiarkan maka akan mengganggu penglihatan dan akan dapat menimbulkan
komplikasi berupa glaukoma dan uveitis. Gejala umum gangguan katarak meliputi :
1. Penglihatan tidak jelas, seperti terdapat kabut menghalangi objek
2. Peka terhadap sinar atau cahaya
3. Dapat melihat dobel pada satu mata
4. Memerlukan pencahayaan yang terang untuk dapat membaca
5. Lensa mata berubah menjadi buram seperti kaca susu.
Selain itu, katarak dibagi menjadi 4 stadium, yaitu stadium insipen, imatur, matur dan
hipermatur. Saat memasuki stadium insipen kekeruhan tidak teratur seperti bercak-
bercak di korteks anterior/posterior sehingga menimbulkan keluhan pollopia. Pada
stadium yang lebih lanjut terjadi kekeruhan yang lebih tebal tetapi belum mengenai
seluruh lensa sehingga masih terdapat bagian jernih lensa. Pada stadium ini terjadi
penumpukan cairan dan disintegrasi serabut akibatnya lensa mencembung yang
menimbulkan keluhan miopi dan menyebabkan iris terdorong kedepan serta bilik mata
lebih sempit akibatnya terjadi penyulit glaukoma dan uveitis. Apabila degenerasi terus
berlanjut, terjadilah katarak matur dimana terdapat pengeluaran air bersama-sama hasil
disintegrasi kapsul sehingga terjadi pengapuran menyeluruh karena deposit kalsium lensa
berwarna putih. Hal ini menyebabkan terjadinya katarak hipermatur. Pada stadium ini,
korteks lensa mencair sehingga lensa mengkerut berwarna kuning. Lalu menyebabkan
iris terdorong ke depan dan bilik mata menjadi sempit dan bisa timbul penyulit yang
sama dengan stadium matur tadi.
E. Komplikasi
1. Glaukoma
Kelainan yang diakibatkan oleh peningkatan tekanan intraokuler didalam bola mata
sehingga lapang pandang mengalami gangguan dan visus mata menurun.
2. Kerusakan retina
Kerusakan retina ini dapat terjadi setelah pasca bedah, akibat ada robekan pada
retina, cairan masuk ke belakang dan mendorong retina atau terjadi penimbunan
eksudat dibawah retina sehingga retina terangkat.
3. Infeksi
Ini bisa terjadi setelah pasca bedah karena kurangnya perawatan yang tidak adekuat.
F. Pemeriksaan Penunjang
1. Kartu nama snellen/mesin telebinokuler (tes ketajaman penglihatan dan sentral
penglihatan) mungkin terganggu dengan kerusakan kornea, lensa, akvesus atau
vitreus humor, kesalahan retraksi atau penyakit sistem saraf atau penglihatan ke
retina atau jalan optik.
2. Lapang penglihatan. Penurunan mungkin disebabkan oleh cairan cerebro vaskuler
massa tumor pada hipofisis otak, karotis atau patologis arteri serebral, glaukoma.
3. Pengukuran tonografi. Mengkaji tekanan intraokuler (TIO) normalnya 12-25 mmHg
4. Pemeriksaan oftalmoskopi. Mengkaji struktur internal okuler, mencatat atrofi
lempeng optik, papiledema, perdarahan retina dan mikroaneurisma, dilatasi dan
pemeriksaan belahan-lampu memastikan diagnosa katarak.
5. Darah lengkap, laju sedimentasi (LED). Menunjukkan anemia sistemik atau infeksi
6. EKG, kolesterol serum dan pemeriksaan lipid. Dilakukan untuk memastikan
aterosklerosis
7. Tes toleransi glukosa (FBS). Menunjukkan adanya atau kontrol diabetes
G. Penetalaksanaan
Tidak ada terapi obat untuk katarak, dan tidak dapat diambil dengan laser. Pembedahan
diindikasikan bila koreksi tajam penglihatan yang terbaik dicapai 20-50 atau lebih buruk
lagi. Pembedahan katarak paling sering dilakukan pada orang berusia lebih dari 65 tahun.
Dengan menggunakan anasthesia lokal. Macam pembedahannya ada 2 macam yaitu :
1. Ekstraksi katarak intra kapsuler
Extra capsular catarax extraction (ICCE) : mengeluarkan lensa secara utuh.
2. Ekstraksi katarak ekstra capsuler
Extra capsuler catarax extraction (ECCE) : mengeluarkan lensa dengan merobek
kapsul bagian anterior dan meninggalkan kapsul bagian posterior
Fokuemulsifikasi merupakan penemuan terbaru pada EKEK, tekhnik ini memerlukan
penyembuhan yang paling pendek dan penurunan insidensi astigmatisme pasca
operasi. Kedua tekhnik irigasi-aspirasi dan fakoemulsifikasi dapat mempertahankan
kapsula posterior yang nantinya digunakan untuk penyangga IOL. Pengangkatan
lensa dapat dilakukan dengan salah satu dari 3 metode : kacamata apakia, lensa
kontak, implant IOL.
Penanganan tindakan pembedahan dengan mengangkat lensa merupakan penanganan
katarak yang sering dilakukan, biasanya disertai dengan pemasangan lensa
intraokuler. Jika pemasangan lensa intraokuler tidak dilakukan, pasien perlu
menggunakan kacamata dengan lensa yang tebal untuk menggantikan fungsi lensa
yang sudah diangkat tersebut. Perkembangan dramatis telah terjadi dalam tindakan
operasi pengangkatan lensa pada saat ini. Karena tindakan ini merupakan prosedur
bedah untuk pasien rawat jalan dan dapat dikerjakan selama 3-4 jam. Ada 2 jenis
ekstraksi lensa yaitu intracapsuler axtraction adalah pengangkatan keseluruhan lensa
dan extracapsuler extraction adalah pengangkatan lensa tanpa kapsul (Wijaya &
Putri, 2013)
H. Pencegahan
1. Memeriksakan kondisi mata secara rutin
Jika anda rutin memeriksakan kesehatan mata, dokter akan cepat mendeteksi apabila
muncul tanda-tanda mata katarak. Katarak yang masih berada pada tahap awal dapat
lebih mudah ditangani dan diobati dokter mata.
2. Melindungi mata dari paparan sinar UV (Ultra Violet)
Pajanan sinar UV pada mata dapat menambah risiko terjadinya mata katarak, selain
juga membuat katarak yang sebelumnya sudah dialami menjadi makin parah. Hal ini
karena sinar UV dapat merusak protein di lensa mata.
3. Menjaga kesehatan tubuh secara umum
Dianjurkan untuk selalu menjaga dan memantau kesehatan tubuh, sebab ada
beberapa penyakit yang dapat meningkatkan risiko mata terkena katarak. Misalnya
diabetes, kondisi mata yang tidak sehat, serta komplikasi dari operasi mata yang
perrnah dijalani.
4. Mengatur pola makan
Pilih makanan bernutrisi yang banyak mengandung vitamin serta antioksidan. Selain
menyehatkan tubuh, asupan makanan ini dapat menjaga berat badan sekaligus
mengurangi risiko terhadap katarak. Makanan bernutrisi yang baik untuk mata
misalnya biji-bijian, serta sayuran dan buah-buahan berwarna terang. Contohnya
bayam, brokoli, paprika dan kacang-kacangan.
5. Menjaga berat badan ideal
Kelebihan berat badan atau obesitas akan meningkatkan risiko terkena diabetes,
yang merupakan faktor resiko mata katarak.
6. Menghentikan kebiasaan merokok
Kebiasaan merokok dapat meningkatkan risiko terkena mata katarak. Merokok
menciptakan lebih banyak radikal bebas dimata anda (Adrian, 2018)
7. Penggunaan alat pelindung diri seperti topi serta kacamata hitam merupakan salah
satu pencegahan yang dapat dilakukan agar tidak terkena katarak (Andiyani &
Muliawan, 2017)
BAB II
KONSEP DASAR KEPERAWATAN

A. Pengkajian keperawatan
1. Anamneses
a. Umur katarak terjadi pada semua umur tetapi umumnya pada lanjut usia
b. Riwayat trauma, trauma tumpul atau tidak, merusak kapsul lensa
c. Riwayat pekerjaan pada pekerja yang berhubungan dengan bahan kimia atau
terpapar sinar radioaktif/sinar X
d. Riwayat penggunaan obat-obatan
2. Pemeriksaan fisik
a. Klien mengeluhkan penurunan pandangan bertahap dan tidak nyeri.
b. Pandangan kabur, berkabut atau pandangan ganda.
c. Klien juga memberikan keluhan bahwa warna menjadi kabur atau tampak
kekuningan.
d. Jika klien mengalami kekeruhan sentral klien mungkin melaporkan dapat melihat
lebih baik pada cahaya suram daripada terang karena pada saat dilatasi klien
dapat melihat dari sekeliling kekeruhan.
e. Kaji visus, terdapat penurunan signifikan.
f. Inspeksi dengan penlight menunjukkan pupil putih susu dan pada katarak lanjut
terdapat area putih keabu-abuan.
Pada pengkajian ini akan didapatkan kecemasan dan ketakutan kehilangan
pandangan
3. Aktifitas dan istirahat
Gejala : perubahan aktifitas biasanya/hobi sehubungan dengan gangguan
penglihatan.
4. Makanan dan cairan
Gejala : mual, muntah
5. Neurosensori
Gejala :
 Gangguan penglihatan (kabur/tidak jelas) sinar terang menyebabkan silau
dengan kehilangan bertahap penglihatan perifer, kesulitan memfokuskan kerja
dengan dekat/merasa diruang gelap.
 Perubahan kacamata atau pengobatan untuk tidak memperbaiki penglihatan
Tanda : tampak kecoklatan atau putih susu pada pupil
 Peningkatan air mata
6. Nyeri/kenyamanan
Gejala : ketidaknyamanan ringan/mata berair
7. Penyuluhan/pembelajaran
Gejala : riwayat keluarga glaukoma, diabetes, gangguan sistem vaskuler, terpajan
pada radiasi, steroid atau toksisitas fetotiazin.
B. Diagnosa keperawatan
Pre operasi :
1. Gangguan persepsi sensori visual/penglihatan berhubungan dengan penurunan
ketajaman penglihatan
2. Resiko terhadap cidera berhubungan dengan penurunan fungsi ketajaman penglihatan
3. Gangguan body image berhubungan dengan kekeruhan lensa
4. Cemas berhubungan dengan krisis situasional, perubahan kesehatan, interaksi
Pasca operasi :
1. Nyeri berhubungan dengan trauma, TIO, inflamasi tindakan bedah
2. Resiko tinggi terjadinya infeksi berhubungan dengan prosedur invasif (bedah
pengangkatan)
3. Cemas berhubungan dengan kerusakan sensori, dan kekurangan pemahaman
mengenai perawatan pasca operasi.
C. Intervensi keperawatan
1. Gangguan persepsi sensori visual/penglihatan berhubungan dengan penurunan
ketajaman penglihatan
Tujuan dan kriteria hasil :
- Status kenyamanan meningkat
Intervensi :
- Gunakan pendekatan yang menenangkan
- Nyatakan dengan jelas harapan terhadap perilaku pasien
- Jelaskan semua prosedur dan apa yang dirasakan selama prosedur
- Identifikasi tingkat kecemasan
- Dorong pasien untuk mengungkapkan perasaan, ketakutan, persepsi

2. Resiko terhadap cidera berhubungan dengan penurunan fungsi ketajaman penglihatan


Tujuan dan kriteria hasil :
- Klien terbebas dari cidera
- Klien mampu menjelaskan cara/metode untuk mencegah injury/cidera
- Klien mampu menjelaskan factor resiko dari lingkungan/perilaku personal
- Mampu memodifikasi gaya hidup untuk mencegah injury
- Menggunakan fasilitas kesehatan yang ada
- Mampu mengenali perubahan status kesehatan
Intervensi :
- Sediakan lingkungan yang aman untuk pasien
- Identifikasi kebutuhan keamanan pasien, sesuai dengan kondisi fisik dan fungsi
kognitif pasien dan riwayat penyakit terdahulu pasien
- Hindarkan lingkungan yang berbahaya (memindahkan perabotan)
- Pasang side rail tempat tidur
- Sediakan tempat tidur yang nyaman dan bersih
- Tempatkan saklar lampu ditempat yang mudah dijangkau pasien
- Batasi pengunjung
- Anjurkan keluarga untuk menemani pasien
- Kontrol lingkungan dari kebisingan
- Berikan penjelasan pada pasien dan keluarga atau pengunjung adanya perubahan
status kesehatan dan penyebab penyakit.
3. Gangguan body image berhubungan dengan kekeruhan lensa
Tujuan dan kriteria hasil :
- Body image positif
- Mampu mengidentifikasi kekuatan personal
- Mendeskripsikan secara faktual perubahan fungsi tubuh
- Mempertahankan interaksi sosial
Intervensi :
- Kaji secara verbal dan nono verbal respon klien terhadap tubuhnya
- Monitor frekuensi mengkritik dirinya
- Jelaskan tentang pengobatan, perawatan, kemajuan dan prognosis penyakit
- Dorong klien mengungkapkan perasaannya
- Identifikasi arti pengurangan melalui pemakaian alat bantu
- Fasilitasi kontak dengan individu lain dalam kelompok kecil

4. Nyeri berhubungan dengan trauma, TIO, inflamasi tindakan bedah


Tujuan dan kriteria hasil :
- Mampu mengontrol nyeri (tahu penyebab nyeri, mampu menggunakan tekhnik
nonfarmakologi untuk mengurangi nyeri, mencari bantuan)
- Melaporkan bahwa nyeri berkurang dengan menggunakan manajemen nyeri
- Mampu mengenali nyeri (skala, intensitas,frekuensi, dan tanda nyeri)
- Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri berkurang
Intervensi :
- Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif termasuk lokasi, karakteristik,
durasi, frekuensi, kualitas dan faktor presipitasi
- Observasi reaksi non verbal dari ketidaknyamanan
- Gunakan tekhnik komunikasi terapeutik untuk mengetahui pengalaman nyeri
pasien
- Kaji kultur yang mempengaruhi respon nyeri
- Evaluasi bersama pasien dan tim kesehatan lain tentang ketidakefektifan kontrol
yeri masa lampau
- Bantu pasien dan keluarga untuk mencari dan menemukan dukungan
- Kontrol lingkungan yang dapat mempengaruhi nyeri seperti suhu ruangan,
pencahayaan dan kebisingan
- Kurangi faktor presipitasi nyeri
- Pilih dan lakukan penanganan nyeri (farmakologis dan interpersonal)
- Kaji tipe dan sumber nyeri untuk menentukan intervensi
- Ajarkan tentang tekhnik nonfarmakologi
- Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri
- Evaluasi keefektifan kontrol nyeri
- Tingkatkan istirahat
- Kolaborasikan dengan dokter jika ada keluhan dan tindakan nyeri tidak berhasil
- Monitor penerimaan pasien tentang manajemen nyeri
- Kolaborasikan pemberian analgetik
5. Resiko tinggi terjadinya infeksi berhubungan dengan prosedur invasif (bedah
pengangkatan)
Tujuan dan kriteria hasil :
- Klien bebas dari tanda dan gejala infeksi
- Mendeskripsikan proses penularan penyakit, factor yang mempengaruhi penularan
serta penatalaksanaannya
- Menunjukkan kemampuan untuk mencegah timbulnya infeksi
- Jumlah leukosit dalam batas normal
- Menunjukkan perilaku hidup sehat
Intervensi :
- Bersihkan lingkungan setelah dipakai pasien
- Pertahankan tekhnik isolasi
- Batasi pengunjung bila perlu
- Instruksikan pada pengunjung untuk mencuci tangan saat berkunjung dan setelah
berkunjung
- Gunakan sabun antimikroba untuk cuci tangan
- Cuci tangan sebelum dan sesudah tindakan keperawatan
- Gunakan APD
- Pertahankan lingkungan aseptik selama pemasangan alat
- Ganti letak IV perifer dan line central dan dressing sesuai dengan petunjuk umum
- Gunakan kateter intermitten untuk menurunkan infeksi kandung kemih
- Tingkatkan intake nutrisi
- Berikan terapi antibiotik bila perlu
- Monitor tanda dan gejala infeksi sistemik dan lokal
- Inspeksi kulit dan emmbran mukosa terhadap kemerahan, panas ,drainase
- Inspeksi kondisi luka/insisi bedah
- Anjurkan pasien beristirahat
- Ajarkan cara menghindari infeksi
6. Cemas berhubungan dengan kerusakan sensori, dan kekurangan pemahaman
mengenai perawatan pasca operasi.
Tujuan dan kriteria hasil :
- Klien mampu mengidentifikasi dan mengungkapkan gejala cemas
- Mengidentifikasi, mengungkapkan dan menunjukkan tekhnik untuk mengontrol
cemas
- Postur tubuh,ekspresi wajah, bahasa tubuh dan tingkat aktifitas menunjukkan
berkurangnya kesemasan
Intervensi :
- Gunakan pendekatan yang menenangkan
- Nyatakan dengan jelas harapan terhadap pelaku pasien
- Jelaskan semua prosedur dan apa yang dirasakan selama prosedur
- Pahami perspektif pasien terhadap situasi stres
- Temani pasien untuk memberikan keamanan dan mengurangi takut
- Dorong keluarga untuk menemani anak
- Lakukan back/neck rub
- Dengarkan dengan penuh perhatian
- Dengarkan dengan penuh perhatian
- Identifikasi tingkat kecemasan
- Bantu pasien mengenal situasi yang menimbulkan kecemasan
- Dorong pasien untuk mengungkapkan perasaan, ketakutan, persepsi
- Instruksikan pasien menggunakan tekhnik relaksasi
- Berikan obat untuk mengurangi kecemasan(Nurarif & Kusuma, n.d.)
PATHWAY

Katarak

Usia penuaan Penyakit sistemik : DM

Lensa secara
Korteks
bertahap Kadar glukosa darah Ketidak seimbangan
memproduksi serat
kehilangan air meningkat metabolism protein
lensa baru
mata
Metabolit larut air dengan Serbitol menetap
Serat lensa ditekan
BM rendah masuk ke sel didalam lensa Protein dalam serabut2
menuju sentral
pada nucleus lensa lensa dibawah kapsul
mengalami deturasi
Distensi lensa
Kortek lensa
Serbitol menetap
>terhidrasi dari pada
Hilangnya didalam lensa
nucleus lensa
transparansi lensa
Protein lensa
Lensa menjadi cembung
berkoagulasi
iris terdorong kedepan Kekeruhan lensa Mata buram
seperti kaca susu
Sudut bilik mata Sinar terpantul
depan sempit kembali
Blocking sinar
yang masuk
Aliran COA tak lancar Bayangan tidak kornea
sampai ke retina
TIO meningkat Bayangan semu yg
Pandangan > jelas sampai keretina
Komplikasi glaukoma malam hari
Otak mempersentasikan
Resiko cidera/resiko ketakutan sebagai bayangan berkabut
infeksi
Gangguan sensor Pandangan kabur
Daya akomodasi lensa terganggu perceptual (visual)

Pupil kontriksi Membentuk daerah keruh Protein lensa terputus disertai


menggantikan serabut2 protein dengan influx air kelensa

Sinar tidak tertampung


banyak pada siang hari
Mata berair Serabut lensa yang tegang
menjadi patah
Blurres vision
Pandangan berakabut
Transmisi sinar terganggu
Pandangan
>malam hari Resiko jatuh
Menghambat jalan
DAFTAR PUSTAKA cahaya keretina

Adrian, K. (2018). Cara Mencegah Mata Katarak.


Andiyani, N. K. N., & Muliawan, P. (2017). Kejadian Katarak pada Kelokmpok Nelayan
“Putra Samudra”di Desa Lebih, Gianyar, Bali Tahun 2016. Arc. Com. Health, 4 No. 1.
Kesuma, I. (2019). Faktor yang Berpengaruh Terhadap Kecepatan Terjadinya Katarak
Senilis di RS Khusus Mata Provinsi Sumatera Selatan.
Nurarif, A. H., & Kusuma, H. (n.d.). Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis
NANDA NIC-NOC.
Wijaya, A. S., & Putri, Y. M. (2013). Keperawatan Medikal Bedah (Keperawatan Desa).
Nuha Medika.

Anda mungkin juga menyukai