Anda di halaman 1dari 22

ASUHAN KEPERAWATAN GERONTIK PADA TN.

A DENGAN DIAGNOSA MEDIS


KATARAK

DI ASRAMA 2 BRLSU GAU MABAJI GOWA

OLEH

NAMA : LISNA

NIM : B0321717

PRODI : PROFESI NERS

CI LAHAN CI INSTITUSI

PROGRAM STUDI PROFESI NERS

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS SULAWESI BARAT

2022
LAPORAN PENDAHULUAN
KATARAK

A. Definisi

Katarak berasal dari bahasa Yunani Katarrhakies, bahasa Inggris Cataract, dan
Latin Cataracta yang berarti air terjun. Dalam bahasa Indonesia disebut bular dimana
penglihatan seperti tertutup air terjun akibat lensa yang keruh. Katarak adalah setiap
keadaan kekeruhan pada lensa yang dapat terjadi akibat hidrasi (penambahan cairan)
lensa, denaturasi protein lensa atau akibat kedua-duanya.

Katarak adalah setiap kekeruhan pada lensa. (Vaughan,2009) Katarak adalah


opasitas lensa kristalina yang normalnya jernih. (Brunner & Suddart,2001) Katarak
adalah suatu keadaan dimana lensa mata yang biasanya jernih dan bening menjadi keruh.
(Sidarta Ilyas,2004)

Katarak adalah proses terjadinya opasitas secara progresif pada lensa atau kapsul
lensa, umumnya akibat dari proses penuaan yang terjadi pada semua orang lebih dari 65
tahun (Marilynn Doengoes, dkk. 2000). Biasanya kekeruhan mengenai kedua mata dan
berjalan progresif ataupun dapat tidak mengalami perubahan dalam waktu yang lama.

B. Klasifikasi

1. Berdasarkan Penyebabnya

 Katarak traumatic

Katarak traumatik paling sering disebabkan oleh trauma benda asing pada lensa
atau trauma tumpul pada bola mata. Peluru senapan angin dan petasan merupakan
penyebab yang sering. Lensa menjadi putih segera setelah masuknya benda asing
karena lubang pada kapsul lensa menyebabkan humor aqueus dan kadang-kadang
vitreus masuk ke dalam struktur lensa.
 Katarak toksika

Kortikosteroid yang diberikan dalam waktu lama baik secara sistemik maupun
dalam bentuk obat tetes mata dapat meneyebabkan kekeruhan lensa. Obat-obat
lain yang diduga menyebabkan katarak antara lain : phenotiazine,
chlorpromazine, obat tetes miotik kuat seperti phospholine iodine.

 Katarak komplikata

Katarak dapat terbentuk akibat efek langsung penyakit intraocular yang


mempengaruhi fisiologis lensa. Katarak biasanya berawal dari daerah subkapsular
posterior dan akhirnya mengenai seluruh struktur lensa. Penyakit intraokuler yang
sering berkaitan antara lain uveitis kronik atau rekuren, glaucoma, retinitis
pigmentosa dan ablation retinae. Katarak ini biasanya unilateral. Katarak
komplikata juga dapat disebabkan akibat gangguan sistemik seperti diabetes
mellitus, distrofi miotonik, dermatitis atopic, hipoparatiroidisme, galaktosemia
dan sindrom Lowe, Werner dan down.

2. Berdasarkan Usia

 Katarak kongenital

Katarak yang sudah terlihat pada usia kurang dari 1 tahun

 Katarak juvenile

Katarak yang terjadi sesudah usia 1 tahun

 Katarak senile

Katarak setelah usia 50 tahun (Ilyas,1999)


C. Jenis-jenis Katarak

1. Katarak kongenital

Katarak kongenital adalah katarak yang mulai terjadi sebelum atau segera setelah
lahir dan bayi berusia kurang dari 1 tahun. Sewaktu dalam kandungan, terbentuknya
lensa adalah minggu ke lima sampai ke delapan usia kehamilan. Pada masa ini belum
terbentuk kapsul pelindung, sehingga virus bisa masuk ke dalam jaringan lensa.
Seluruh lensa buram, tampak abu-abu putih.

a. Penyebab katarak kongenital :

 Mungkin herediter dengan atau tanpa penyakit mata atau penyakit sistemik
lain.

 Infeksi teratogenik yang diderita ibu saat kehamilan seperti campak jerman,
cacar air, penyakit gondong, hepatitis dan poliomyelitis.

 Infeksi maternal selama masa kehamilan seperti pada infeksi toksoplasmosis

 Ibu hamil penderita diabetes mellitus

 Kelainan genetik seperti Trisomi 21, galaktosemia dan sindrom Lowe

b. Katarak kongenital digolongkan menjadi 2 macam katarak :

 Kapsulolentikuler dimana pada golongan ini termasuk katarak kapsuler dan


katarak Polaris

 Katarak lentikuler termasuk dalam golongan ini katarak yang mengenai


korteks atau nucleus lensa.

c. Jenis-jenis katarak kongenital :

 Katarak nuclear

 Katarak zonular

 Katarak bentuk kumparan


 Katarak polar anterior dan posterior

 Katarak pyramidal

2. Katarak Rubela

Rubella pada ibu dapat mengakibatkan katarak pada lensa fetus. Terdapat 2 bentuk
kekeruhan yaitu kekeruhan sentral dengan perifer jernih seperti mutiara dan
kekeruhan diluar nuclear yaitu korteks anterior dan posterior atau total.

Mekanisme terjadinya tidak jelas, akan tetapi diketahui bahwa rubella dapat dengan
mudah menular melalui barier plasenta. Virus ini dapat masuk atau terjepit di dalam
vesikel lensa dan bertahan di dalam lensa sampai 3 tahun

3. Katarak Juvenil

 Kekeruhannya halus dan bulat, umumnya timbul pada usia tigapuluhan

 Katarak ini perkembangannya lamban dan biasanya tidak mengganggu


penglihatan.

 Jika kekeruhan ini menyatu akan berbentuk cincin di perifer yang disebut katarak
koronaria, apabila tipis dan kebiru-biruan disebut katarak serulea.

 Biasanya merupakan penyulit penyakit sistemik ataupun metabolik dan penyakit


lainnya seperti katarak metabolik, distrofi miotonik, katarak traumatic dan katarak
komplikata.

4. Katarak Senil

 Biasanya timbul pada usia 50 tahun

 Secara klinik dikenal dalam 4 stadium yakni insipient, imatur, matur dan hiper
matur

 Pada stadium awal (katarak insipiens) mungkin ada celah-celah kekeruhan di


bagian perifer atau berbentuk baji (kuneiform). Keadaan ini bisa diperburuk
dengan adanya katarak nuklear yang merupakan lanjutan daripada sklerosis
nuclear fisiologis. Dengan berlanjutnya pertumbuhan katarak, tajam penglihatan
menjadi terganggu (katarak imatur). Katarak dikatakan matur bila lensa sudah
keruh seluruhnya sehingga fundus tidak dapat dilihat lagi. Di antaranya ada
stadium intemusen yaitu stadium membengkaknya lensa dan edema lensa. Pada
akhirnya katarak matur berubah menjadi stadium hipermatur, yaitu korteksnya
mencair sehingga intinya mengambang turun ke dasar kantong kapsul. Pada
stadium ini mungkin terjadi reaksi fakolitik dan glaukoma. Bila proses katarak
berjalan lanjut disertai dengan kapsul yang tebal maka korteks akan
memperlihatkan bentuk menjadi sekantong susu disertai dengan nukleus yang
terbenam di dalam korteks lensa karena lebih berat. Keadaan ini disebut sebagai
katarak Morgagni

5. Katarak Brunesen

Katarak yang berwarna coklat sampai hitam (katarak nigra) terutama pada nukleus
lensa, juga dapat terjadi pada katarak pasien diabetes mellitus dan myopia tinggi.
Sering tajam penglihatan lebih baik daripada dugaan sebelumnya dan biasanya ini
terdapat pada orang berusia lebih dari 65 tahun yang belum memperlihatkan adanya
katarak kortikal posterior.

6. Katarak diabetes

 Diakibatkan karena adanya penyakit diabetes mellitus.

 Terbagi dalam 3 bentuk :

- Pasien dengan dehidrasi berat, asidosis dan hiperglikemia nyata, pada lensa
akan terlihat kekeruhan berupa garis akibat kapsul lensa berkerut. Bila
dehidrasi lama akan terjadi kekeruhan lensa, kekeruhan akan hilang bila
terjadi rehidrasi dan kadar gula normal kembali

- Pasien diabetes juvenile dan tua tidak terkontrol, dimana terjadi katarak
serentak pada kedua mata dalam 48 jam, bentuk dapat snow flake atau bentuk
piring subkapsular
- Katarak pada pasien diabetes dewasa dimana gambaran secara histologik dan
biokimia sama dengan katarak pasien nondiabetik.

D. Etiologi

Katarak dapat terjadi akibat :

1. Kelainan bawaan/ kongenital

2. Proses penuaan

Prevalensi katarak pada individu berusia 65 – 74 tahun adalah sebanyak 50%,


prevalensi ini meningkat hingga 70% pada individu di atas 75 tahun.

3. Kelainan sistemik atau metabolik seperti diabetes mellitus, galaktosemi dan distrofi
miotonik.

4. Genetik dan gangguan perkembangan

5. Infeksi virus di masa pertumbuhan janin

6. Bahan toksik : kimia dan fisik

7. Bermacam-macam penyakit mata seperti glaucoma, ablasi retina, uveitis dan retinitis
pigmentosa

8. Keracunan beberapa jenis obat seperti eserin 0.25 – 0.5%, kortikosteroid ergot,
antikolinesterase topical

9. Kelainan kaca mata minus yang dalam

E. Patofisiologi

Lensa mengandung tiga komponen anatomis. Pada zona central terdapat nucleus,
di perifer ada korteks dan yang mengelilingi keduanya adalah kapsul anterior dan
posterior. Pada lensa katarak secara karakteristik terdapat agregat-agregat protein yang
menghamburkan berkas cahaya dan mengurangi transparansinya. Perubahan protein pada
lensa mengakibatkan perubahan warna lensa menjadi coklat kekuningan. Di sekitar
opasitas terdapat densitas seperti duri di anterior dan posterior nucleus. Opasitas pada
kapsul posterior merupakan bentuk katarak yang paling bermakna nampak seperti kristal
salju pada jendela.

Perubahan fisik dan kimia dalam lensa mengakibatkan hilangnya transparansi.


Perubahan pada serabut halus multiple, memanjang dari badan silier ke sekitar daerah
lensa mengakibatkan penglihatan distorsi. Perubahan kimia dalam protein lensa dapat
menyebabkan koagolasi, sehingga mengakibatkan pandangan berkabut.Salah satu teori
menyebutkan terputusnya protein lensa normal disertai influks air ke dalam lensa yang
mengakibatkan patahnya serabut lensa yang tegang sehingga mengganggu transmisi
sinar.

Teori lain mengatakan bahwa suatu enzim tertentu mempunyai peran dalam
melindungi lensa dari degenerasi, jumlah enzim ini akan menurun dengan bertambahnya
usia.

Sejumlah faktor yang diduga turut berperan dalam terbentuknya katarak antara
lain kerusakan oksidatif (dari proses radikal bebas), sinar ultraviolet dan malnutrisi.

F. Manifestasi Klinik

Manifestasi dari gejala yang dirasakan oleh pasien penderita katarak terjadi secara
progresif dan merupakan proses yang kronis. Gangguan penglihatan bervariasi,
tergantung pada jenis dari katarak yang diderita pasien.

Gejala pada penderita katarak adalah sebagai berikut:

1. Penurunan visus

2. Silau

3. Perubahan miopik

4. Diplopia monocular

5. Halo bewarna
6. Bintik hitam di depan mata

Tanda pada penderita katarak adalah sebagai berikut:

1. Pemeriksaan visus berkisar antara 6/9 sampai hanya persepsi cahaya

2. Pemeriksaan iluminasi oblik

3. Shadow test

4. Oftalmoskopi direk

5. Pemeriksaan sit lamp

G. Komplikasi

1. Glaukoma

Kelainan yang diakibatkan oleh peningkatan tekanan intra okuler didalam bola mata,
sehingga lapang pandang mengalami gangguan dan visus mata menurun.

2. Kerusakan retina

Kerusakan retina ini terjadi terjadi setelah pascah bedah, akibat ada robekan pada
retina, cairan masuk ke belakang dan mendorong retina atau terjadi penimbunan
eksudat dibawah retina sehingga terangkat.

3. Infeksi

Ini bisa terjadi setelah pasca bedah karena kurangnya perawatan yang tidak edekuat.

H. Pemeriksaan

1. Pemeriksaan visus dengan kartu snellen atau chart projector dengan koreksi terbaik
serta menggunakan pinhole

2. Pemeriksaan dengan slit lamp untuk melihat segmen anterior

3. Tekanan intraocular (TIO) diukur dengan tonometer non contact, aplanasi atau
Schiotz
4. Jika TIO dalam batas normal (< 21 mmHg) dilakukan dilatasi pupil dengan tetes mata
Tropicanamide 0.5%. setelah pupil cukup lebar dilakukan pemeriksaan dengan slit
lamp untuk melihat serajat kekeruhan lensa apakah sesuai dengan visus pasien.

 Derajat 1 : nukleus lunak, biasanya visus masih lebih baik dari 6/12, tampak
sedikit kekeruhan dengan warna agak keputihan. Refluks fundus masih mudah
diperoleh. Usia penderitanya biasanya kurang dari 50 tahun.

 Derajat 2 : Nukleus dengan kekerasan ringan, biasanya visus antara 6/12 – 6/30,
tampak nucleus mulai sedikit berawarna kekuningan. Refleks fundus masih
mudah diperoleh dan paling sering memberikan gambaran seperti katarak
subkapsularis posterior.

 Derajat 3 : nukleus dengan kekerasan medium, biasanya visus antara 6/30 – 3/60,
tampak nukleus berwarna kuning disertai kekeruhan korteks yang berwarna
keabu-abuan

 Derajat 4: nukleus keras, biasanya visus antara 3/60 – 1/60, tampak nukleus
berwarna kuning kecoklatan. Reflex fundus sulit dinilai

 Derajat 5 ; nukleus sangat keras, biasanya visus hanya 1/60 atau lebih jelek. Usia
penderita sudah di atas 65 tahun. Tampak nucleus berawarna kecoklatan bahkan
sampai kehitaman, katarak ini sangat keras dan disebut juga sebagai Brunescence
cataract atau black cataract.

5. Pemeriksaan funduskopi jika masih memungkinkan

6. Pemeriksaan penunjang : USG untuk menyingkirkan adanya kelainan lain pada mata
selain katarak

7. Pemeriksaan tambahan : biometri untuk mengukur power IOL jika pasien akan
dioperasi katarak dan retinometri untuk mengetahui prognosis tajam penglihatan
setelah operasi.
I. Penatalaksanaan

Tidak ada terapi obat untuk katarak, dan tak dapat diambil dengan laser. Pembedahan
diindikasikan bagi mereka yang memerlukan penglihatan akut untuk bekerja ataupun
keamanan. Biasanya diindikasikan bila koreksi tajam penglihatan yang terbaik dicapai
20/50 atau lebih buruk lagi. Pembedahan katarak paling sering dilakukan pada orang
berusia lebih dari 65 tahun. Dengan menggunakan anestesi lokal. Ada dua macam teknik
pembedahan untuk pengangkatan katarak :

1. Ekstraksi Katarak Intrakapsuler

Intra catarax exstraction (ICCE) mengeluarkan lensa secara utuh.

2. Ekstraksi Katarak Ekstra Kapsuler

Extra capsular catarax extraction (ECCE) : mengeluarkan lensa dengan merobek


kapsul bagian anterior dan meninggalkan kapsul bagian posterior .

J. Perawatan sebelum dan sesudah pembedahan

1. Sebelum pembedahan :

- Pemeriksaan kesehatan tubuh umum untuk menentukan kondisi kesehatan umum


pasien

- Dilakukan pemeriksaan mata untuk mencegah penyulit pembedahan seperti adanya


infeksi, glaucoma serta penyakit mata lain yang dapat menimbulkan penyulit sewaktu
pembedahan

2. Sesudah pembedahan :

- Hal yang dianjurkan : memakai dan meneteskan obat seperti yang dianjurkan,
memakai penutup mata seperti yang dinasehatkan, tidak melakukan pekerjaan berat,
tidak membungkuk terlalu dalam.
- Hal yang tidak boleh dilakukan : menggosok mata, bungkuk terlalu dalam, membaca
berlebihan dari biasanya, mengejan keras sewaktu buang air besar, berbaring ke sisi
mata yang baru dibedah dan menggosok gigi pada minggu pertama.

K. Asuhan keperawatan

1. Pengkajian

a. Riwayat

 Riwayat penyakit trauma : trauma mata, penggunaan obat kortikosteroid,


penyakit diabetes mellitus, hipotiroid, uveitis, glaucoma.

 Riwayat keluhan gangguan : stadium katarak.

 Psikososial : kemampuan aktivitas, gangguan membaca, resiko jatuh,


berkendaraan.

b. Pengkajian umum

 Usia.

 Gejala penyakit sistemik : diabetes mellitus, hipotiroid.

c. Pengkajian khusus mata

 Dengan pelebaran pupil, ditemukan gambaran kekeruhan lensa (berkas putih)


pada lensa.

 Keluhan terdapat diplopia, pandangan berkabut.

 Penurunan tajam penglihatan (miopia).

 Bilik mata depan menyempit.

 Tanda glaucoma (akibat komplikasi).


2. Diagnosa keperawatan

Diagnosa keperawatan yang muncul selama periode peri operasi (pre, intra dan post
operasi) adalah :

a. Penurunan persepsi sensori : penglihatan yang berhubungan dengan penurunan


tajam penglihatan dan kejelasan penglihatan.

b. Ansietas yang berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang kejadian operasi.

c. Resiko cedera yang berhubungan dengan peningkatan tekanan intraocular (TIO),


perdarahan, kehilangan vitreous.

d. Nyeri yang berhubungan dengan luka pasca operasi.

e. Gangguan perawatan diri yang berhubungan dengan penurunan penglihatan,


pembatasan aktivitas pasca operasi.

f. Resiko ketidakefektifan penatalaksanaan regimen terapeutik yang berhubungan


dengan kurang pengetahuan, kurang sumber pendukung.

Intervensi :

Rencana tindakan yang mungkin dapat diterapkan pada klien dengan katarak meliputi
:

Dx. 1

Penurunan persepsi sensori : penglihatan yang berhubungan dengan penurunan


tajam penglihatan dan kejelasan penglihatan.

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam


klien melaporkan atau memeragakan kemampuan yang lebih baik untuk proses
rangsang penglihatan dan mengkomunikasikan perubahan visual.

Kriteria hasil Klien mengidentifikasikan faktor-faktor yang mempengaruhi


fungsi penglihatan.
Klien mengidentifikasi dan menunjukan pola-pola alternative untuk meningkatkan
penerimaan rangsang penglihatan.

Intervensi :

1. Kaji ketajaman penglihatan klien.

R/ Mengidentifikasi kemampuan visual klien.

2. Identifikasi alternative untuk optimalisasi sumber rangsangan.

R/ Memberikan keakuratan penglihatan dan perawatanya.

3. Sesuaikan lingkungan untuk optimalisasi penglihatan :

- Orientasikan klien terhadap ruang rawat.

- Letakan alat yang sering digunakan di dekat klien atau pada sisi mata yang
lebih sehat.

- Berikan pencahayaan cukup.

- Letakan alat di tempat yang tepat.

- Hindari cahaya menyilaukan.

- Anjurkan penggunaan alternative rangsang lingkungan yang dapat diterima:


auditorik, taktil.

R/ Meningkatkan kemampuan persepsi sensori.

Dx. 2

Ansietas yang berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang kejadian


operasi.

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam


tidak terjadi kecemasan.
Kriteria hasil :

- Klien mengungkapkan kecemasan hilang atau minimal.

- Klien berpartisipasi dalam persiapan operasi.

Intervensi :

1. Jelaskan gambaran kejadian pre dan paska operasi, manfaat operasi, dan sikap yang
harus dilakukan klien selama masa operasi.

R/ Meningkatkan pemahaman tentang gambaran operasi untuk menurunkan ansietas.

2. Jawab pertanyaan khusus tentang pembedahan.

R/ Meningkatkan kepercayaan dan kerjasama.

3. Berikan waktu untuk mengekspresikan perasaan.

R/ Berbagi perasaan membantu menurunkan tegangan.

4. Informasikan bahwa perbaikan penglihatan tidak terjadi secara langsung, tetapi


bertahap sesuai penurunan bengkak pada mata dan perbaikan kornea.

R/ Informasi tentang perbaikan penglihatan bertahap diperlukan untuk mengantisipasi


depresi atau kekecewaan setelah fase operasi dan memberikan harapan akan hasil
operasi.

Dx. 3

Resiko cedera yang berhubungan dengan peningkatan tekanan intraocular (TIO),


perdarahan, kehilangan vitreous.

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam tidak


terjadi cedera mata pasca operasi.
Kriteria hasil :

- Klien dapat menyebutkan faktor yang menyebabkan cedera.

- Klien tidak melakukan aktivitas yang meningkatkan resiko cedera.

Intervensi :

1. Diskusikan tentang rasa sakit, pembatasan aktifitas dan pembalutan mata.

R/ Meningkatkan kerjasama dan pembatasan yang diperlukan.

2. Tempatkan klien pada tempat tidur yang rendah dan ajurkan untuk membatasi
pergerakan mendadak atau tiba-tiba serta menggerakan kepala berlebih.

R/ Istirahat mutlak diberikan hanya beberapa menit hingga satu atau dua jam paska
operasi atau satu malam jika ada komplikasi.

3. Bantu aktifitas selama fase istirahat.

R/ Mencegah atau menurunkan resiko komplikasi cedera.

4. Ajarkan klien untuk menghindari tindakan yang dapat menyebabkan cedera.

R/ Tindakan yang dapat meningkatkan TIO dan menimbulkan kerusakan struktur


mata paska operasi:

- Mengejan (valsalva maneuver)

- Menggerakan kepala mendadak

- Membungkuk terlalu lama

- Batuk

5. Amati kondisi mata : luka menonjol, bilik mata depan menonjol, nyeri mendadak
setiap 6 jam pada awal operasi atau seperlunya.

R/ Berbagai kondisi seperti luka menonjol, bilik mata menonjol, nyeri mendadak,
hyperemia serta hipopion mungkin menunjukan cedera mata paska operasi.Apabila
pandangan melihat benda mengapung (floater) atau tempat gelap mungkin menujukan
ablasio retina.

Dx. 4

Nyeri yang berhubungan dengan luka pasca operasi.

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam


nyeri berkurang, hilang dan terkontrol.

Kriteria hasil :

- Klien mendemonstrasikan tehnik penurunan nyeri.

- Klien melaporkan nyeri berkurang atau hilang.

Intervensi :

1. Kaji derajat nyeri setiap hari.

R/ Normalnya nyeri terjadi dalam waktu kurang dari lima hari setelah operasi dan
berangsur menghilang. Nyeri dapat meningkat karena peningkatan TIO 2-3 hari
paska operasi.Nyeri mendadak menunjukan peningkatan TIO massif.

2. Anjurkan untuk melaporkan perkembangan nyeri setiap hari atau segera saat
terjadi peningkatan nyeri mendadak.

R/ Meningkatkan kolaborasi ; memberikan rasa aman untuk peningkatan


dukungan psikologis.

3. Anjurkan klien untuk tidak melakukan gerakan tiba-tiba yang dapat


memprovokasi nyeri.

R/ Beberapa kegiatan klien dapat meningkatkan nyeri seperti gerakan tiba-tiba,


membungkuk, mengucek mata, batuk, mengejan.

4. Ajarkan tehnik distraksi dan relaksasi.

R/ Menurunkan ketegangan, mengurangi nyeri.


5. Lakukan tindakan kolaboratif untuk pemberian analgesic topical atau sistemik.

R/ Mengurangi nyeri dengan meningkatkan ambang nyeri.

Dx. 5

Gangguan perawatan diri yang berhubungan dengan penurunan penglihatan,


pembatasan aktivitas pasca operasi.

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam kebutuhan


perawatan diri klien terpenuhi.

Kriteria hasil :

- Klien mendapatkan bantuan parsial dalam pemenuhan kebutuhan diri.

- Klien memeragakan perilaku perawatan diri secara bertahap.

Intervensi :

1. Terangkan pentingnya perawatan diri dan pembatasan aktivitas selama fase paska
operasi.

R/ Klien dianjurkan untuk istirahat di tempat tidur pada 2-3 jam pertama paska
operasi atau 12 jam jika ada komplikasi. Selama fase ini, bantuan total diperlukan
bagi klien.

2. Bantu klien untuk memenuhi kebutuhan perawatan diri.

R/ Memenuhi kebutuhan perawatan diri.

3. Secara bertahap, libatkan klien dalam memenuhi kebutuhan diri.

R/ Uaya melibatkan klien dalam aktivitas perawatan dirinya dilakukan bertahap


dengan berpedoman pada prinsip bahwa aktivitas tidak memicu peningkatan TIO dan
menyebabkan cedera mata. Kontrol klinis dilakukan dengan menggunakan indicator
nyeri mata pada saat melakukan aktivitas.Umumnya 24 jam paska operasi, individu
boleh melakukan aktivitas perawatan diri.
Dx. 6

Resiko ketidakefektifan penatalaksanaan regimen terapeutik yang berhubungan


dengan kurang pengetahuan, kurang sumber pendukung.

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam


perawatan rumah berjalan efektif.

Kriteria hasil :

- Klien mampu mengidentifikasi kegiatan keperawatan rumah (lanjutan) yang


diperlukan.

- Keluarga menyatakan siap untuk mendampingi klien dalam melakukan


perawatan.

Intervensi :

1. Kaji tingkat pengetahuan pasien tentang perawatan paska hospitalisasi.

R/ Sebagai modalitas dalam pemberian pendidikan kesehatan tentang perawatan


di rumah.

2. Terangkan aktivitas yang diperbolehkan dan dihindari (minimal untuk 1 minggu)


untuk mencegah komplikasi post operasi.

R/ Aktivitas yang diperbolehkan :

- Menonton televise, membaca tetapi jangan terlalu lama.

- Mengerjakan aktivitas biasa (ringan dan sedang).

- Mandi waslap, selanjutnya dengan bak mandi atau pancuran (dengan


bantuan).

- Tidak boleh membungkuk pada wastafel atau bak mandi, condongkan kepala
sedikit kebelakang saat mencuci rambut.
- Tidur dengan perisai atau pelindung mata logam pada malam hari,
mengenakan kacamata pada siang hari.

- Aktivitas dengan duduk.

- Mengenakan kaca mata hitam untuk kenyamanan.

- Berlutut atau jongkok saat mengambil sesuatu dari lantai.

R/ Aktivitas yang dihindari :

- Tidur pada sisi yang sakit.

- Menggosok mata, menekan kelopak mata.

- Mengejan saat defekasi.

- Memakai sabun mendekati mata.

- Mengangkat benda lebih dari 7 kg.

- Melakukan hubungan seks.

- Mengendarai kendaraan.

- Batuk, bersin, muntah.

- Menundukan kepala sampai bawah pinggang.

3. Terangkan berbagai kondisi yang perlu dikonsultasikan.

R/ Kondisi yang harus segera dilaporkan :

- Nyeri pada dan disekitar mata, sakit kepala menetap.

- Setiap nyeri yang tidak berkurang dengan obat pengurang nyeri.

- Nyeri disertai mata merah, bengkak, atau keluar cairan : inflamasi dan
cairan dari mata.

- Nyeri dahi mendadak.


- Perubahan ketajaman penglihatan, kabur, pandangan ganda, selaput pada
lapang penglihatan, kilatan cahaya, percikan atau bintik didepan mata, kalau di
sekitar sumber cahaya.

4. Terangkan cara penggunaan obat-obatan.

R/ Klien mungkin mendapatkan obat tetes atau salep(topical).

5. Berikan kesempatan bertanya.

R/ Meningkatkan rasa percaya, rasa aman, dan mengeksplorasi pemahaman serta


hal-hal yang mungkin belum dipahami.

6. Tanyakan kesiapan klien paska hospitalisasi.

R/ Respon verbal untuk meyakinkan kesiapan klien dalam perawatan


hospitalisasi.

7. Identifikasi kesiapan keluarga dala perawatan diri klien paska hospitalisasi.

R/ Kesiapan keluarga meliputi orang yang bertanggung jawab dalam perawatan,


pembagian peran dan tugas serta penghubung klien dan institusi pelayanan
kesehatan.
DAFTAR PUSTAKA

Vaughan et al. 2009. Oftalmologi Umum. Jakarta. EGC

Ilyas Sidarta. 2004. Ilmu Perawatan Mata. Jakarta. CV.Sagung Seto

Brunner et al. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah. Jakarta. EGC

Hollwich Fritz. 1993. Opthalmology. Jakarta. Binarupa Aksara

Anda mungkin juga menyukai