Anda di halaman 1dari 66

EPIDEMIOLOGI PENYAKIT

KATARAK, GLAUKOMA DAN


KELAINAN REFRAKSI

Disusun Oleh :
ISTIQOMAH
6411418117
3C
1. PENYAKIT KATARAK
Katarak adalah kekeruhan pada lensa atau hilang transparansinya dimana dalam
keadaan normal jernih. Lensa yang transparan atau bening, dipertahankan oleh
keseragaman serat, distribusi dan komposisi protein kristalin dalam lensa. Sifat
transparansi lensa ini dapat menurun oleh karena lensa mengalami perubahan ikatan
struktur protein dan inti/nukleus lensa, sehingga terjadi peningkatan kekeruhan inti
lensa. Katarak merupakan penyebab utama kebutaan di seluruh dunia yang sebenarnya
dapat dicegah.Penyakit katarak merupakan penyakit mata yang ditandai dengan
kekeruhan lensa mata sehingga mengganggu proses masuknya cahaya ke mata.
Katarak dapat disebabkan karena terganggunya mekanisme kontrol keseimbangan air
dan elektrolit, karena denaturasi protein lensa atau gabungan keduanya. Sekitar 90%
kasus katarak berkaitan dengan usia; penyebab lain adalah kongenital dan trauma.
KLASIFIKASI PENYAKIT
KATARAK
1.Katarak Kongenital
Sepertiga kasus katarak kongenital adalah diturunkan, sepertiga berkaitan dengan
penyakit sistemik, dan sisanya idiopatik. Separuh katarak kongenital disertai anomaly
mata lainnya, seperti PHPV (Primary Hyperplastic Posterior Vitreous), aniridia,
koloboma, mikroftalmos, dan buftalmos (pada glaukoma infantil).
2.Katarak Senilis
Seiring berjalannya usia, lensa mengalami kekeruhan, penebalan, serta penurunan
daya akomodasi, kondisi ini dinamakan katarak senilis. Katarak senilis merupakan
90% dari semua jenis katarak. Terdapat tiga jenis katarak
senilis berdasarkan lokasi kekeruhannya yaitu :
a.Katarak Nuklearis b. Katarak Kortikal
Katarak nuklearis ditandai dengan Katarak kortikal berhubungan dengan proses
kekeruhan sentral dan perubahan warna oksidasi dan presipitasi protein pada sel-sel serat
lensa menjadi kuning atau cokelat secara lensa. Katarak jenis ini biasanya bilateral,
progresif perlahan-lahan yang asimetris, dan menimbulkan gejala silau jika
mengakibatkan turunnya tajam penglihatan. melihat ke arah sumber cahaya. Tahap penurunan
Derajat kekeruhan lensa dapat dinilai penglihatan bervariasi dari lambat hingga cepat.
menggunakan slitlamp. Katarak jenis ini Pemeriksaan slitlamp berfungsi untuk melihat
biasanya terjadi bilateral, namun dapat juga ada tidaknya vakuola degenerasi hidropik yang
asimetris. Perubahan warna mengakibatkan merupakan degenerasi epitel posterior, dan
penderita sulit untuk membedakan corak menyebabkan lensa mengalami elongasi ke
warna. Katarak nuklearis secara khas lebih anterior dengan gambaran seperti embun.
mengganggu gangguan penglihatan jauh
daripada penglihatan dekat. Nukleus lensa c. Katarak Subkapsuler
mengalami pengerasan progresif yang Katarak ini dapat terjadi di subkapsuler anterior
menyebabkan naiknya indeks refraksi, dan posterior. Pemeriksaannya menggunakan
dinamai miopisasi. Miopisasi menyebabkan slitlamp dan dapat ditemukan kekeruhan seperti
penderita presbiopia dapat membaca dekat plak di korteks subkapsuler posterior. Gejalanya
tanpa harus mengenakan kacamata, kondisi adalah silau, penglihatan buruk pada tempat
ini disebut sebagai second sight. terang, dan penglihatan dekat lebih terganggu
daripada penglihatan jauh.
STADIUM KATARAK SENILIS
1.Katarak Insipien 2.Katarak Imatur
Pada stadium ini kekeruhan terjadi Pada katarak imatur kekeruhan
mulai dari tepi ekuator berbentuk belum mengenai seluruh lapisan
jeriji menuju korteks anterior dan lensa, hanya sebagian saja. Katarak
posterior. Di dalam korteks mulai stadium ini biasanya terjadi
terlihat adanya vakuola. Kekeruhan penambahan volume lensa akibat
pada stadium ini dapat meningkatnya tekanan osmotik
menimbulkan poliopia oleh karena bahan lensa yang degeneratif. Pada
indek refraksi yang tidak sama keadaan lensa yang mencembung
pada semua bagian lensa. Bentuk dapat menimbulkan hambatan
ini terkadang menetap untuk waktu pupil, mendorong iris ke depan,
yang lama. dan mengakibatkan terjadinya
glaukoma sekunder .
3.Katarak Matur 4. Katarak Hipermatur
Pada katarak matur kekeruhan telah Pada katarak stadium ini telah
mengenai seluruh lensa. Proses mengalami proses degenerasi lebih lanjut
degenerasi yang terus berjalan sehingga masa lensa akan mencair dan
menyebabkan terjadinya pengeluaran keluar melalui kapsul lensa. Masa lensa
cairan dari lensa sehingga ukuran yang keluar mengakibatkan lensa
menjadi mengecil, berwarna kuning, dan
lensa akan kembali normal. Bilik mata kering. Pada pemeriksaan terlihat bilik
depan akan berukuran kedalaman mata dalam dan lipatan kapsul lensa.
normal kembali. Karena seluruh lensa Pada stadium hipermatur, dapat terjadi
telah keruh, maka tidak terdapat penyulit berupa uveitis dan glaukoma
bayangan iris, sehingga uji shadow yang disebabkan cairan yang telah keluar
test hasilnya negatif. dari lensa.
EPIDEMIOLOGI PENYAKIT KATARAK
Prevalensi katarak di Indonesia dalam Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2013 adalah
sebesar 1.8%, tertinggi di Provinsi Sulawesi Utara (3.7%) dan terendah di DKI Jakarta (0.9%).
Sedangkan prevalensi katarak di Sumatera Utara sebesar 1.4%. (KEMENKES 2013).
Menurut World Health Organization (WHO) katarak merupakan penyebab utama kebutaan dan
gangguan tajam penglihatan di dunia. Tahun 2002 WHO memperkirakan sekitar 17 juta (47.8%).
The Beaver Dam Eye Study, melaporkan 38.8% pada laki-laki, dan 45.9% pada wanita dengan
usia lebih dari 74 tahun. Menurut Baltimore eye survey katarak pada ras kaukasian.
Sebanyak 95% penduduk yang berusia 65 tahun telah mengalami berbagai tingkat kekeruhan pada
lensa. Sejumlah kecil berhubungan dengan penyakit mata atau penyakit sistemik spesifik. Dapat
juga terjadi sebagai akibat pajanan kumulatif tehadap pengaruh lingkungan dan pengaruh lainnya
seperti merokok, radiasi UV, dan peningkatan kadar gula darah. Pasien dengan DM 4.9 kali lebih
tinggi resiko terjdi katarak.Penelitian menunjukkan bahwa 31.4% pasien katarak menderita
diabetes.UK prospective Diabetes Study Group menyatakan bahwa katarak diderita oleh sekitar
15% individu yang menderita DM tipe 2 dan sering ditemukan pada saat diagnosis ditegakkan.
FAKTOR RISIKO PENYAKIT
KATARAK
Faktor risiko penyakit katarak yaitu :
Faktor intrinsik yang berpengaruh antara lain adalah umur, jenis kelamin, dan faktor
genetik. Sedangkan faktor ekstrinsik yang berpengaruh antara lain adalah pendidikan
dan pekerjaan yang berdampak langsung pada status sosial ekonomi dan status
kesehatan seseorang serta faktor lingkungan, dalam hubungannya dengan paparan
sinar ultraviolet.
1.Usia
Proses normal ketuaan mengakibatkan lensa menjadi keras dan keruh. Dengan
meningkatnya umur, maka ukuran lensa akan bertambah dengan timbulnya serat-serat
lensa yang baru. Seiring bertambahnya usia, lensa berkurang kebeningannya, keadaan
ini akan berkembang dengan bertambahnya berat katarak. .Prevalensi katarak
meningkat tiga sampai empat kali pada pasien berusia >65 tahun.
2.Jenis Kelamin 4.Riwayat trauma. Lensa mata yang pernah
Usia harapan hidup wanita lebih lama dibandingkan mengalami trauma, seperti masuknya serpihan
oleh laki-laki, ini diindikasikan sebagai faktor resiko material tajam ke mata, terbentur bola,
katarak dimana perempuan penderita katarak lebih kembang api, dapat membuat katarak timbul
banyak dibandingkan laki-laki. lebih cepat.
3. Riwayat Penyakit 5. Infeksi saat kehamilan. Jika ibu saat hamil
Diabetes Melitus (DM) dapat mempengaruhi mengidap infeksi, khususnya rubella, dapat
kejernihan lensa, indeks refraksi, dan kemampuan menjadi penyebab utama terjadinya katarak
akomodasi. Meningkatnya kadar gula darah, juga kongenital pada anak yang dilahirkan. Katarak
akan meningkatkan kadar gula di aqueous humor. kongenital dapat terjadi pada salah satu atau
Glukosa dari aqueous akan masuk ke lensa melalui kedua mata anak.
difusi dimana sebagian dari glukosa ini diubah
menjadi sorbitol oleh enzim aldose reduktase melalui 6.Mengonsumsi obat-obatan tertentu dalam
jalur poliol, yang tidak dimetabolisme dan tetap jangka waktu lama, seperti obat kortikosteroid
tinggal di lensa. Telah terbukti bahwa akumulasi dan amiodaron, dapat memicu katarak.
intraselular sorbitol menyebabkan perubahan osmotic 7. Kebiasaan merokok dan mengonsumsi
sehingga air masuk ke lensa, yang akan alkohol.
mengakibatkan pembengkakkan serabut lensa.
Penelitian pada hewan telah menunjukkan bahwa 8.Paparan sinar matahari yang lama pada
akumulasi poliol intraseluler menyebabkan kolaps mata.
dan likuifaksi(pencairan) serabut lensa, yang akhirnya
terjadi pembentukan kekeruhan pada lensa. 9.Paparan toksin atau racun.
DIAGNOSIS PENYAKIT KATARAK
Penentuan diagnosis katarak atau kekeruhan lensa dilakukan lewat serangkaian
wawancara dan pemeriksaan fisik. Pemeriksaan fisik yang dilakukan berupa
pemeriksaan lapang pandang (misalnya dengan melihat huruf pada jarak 6 m) yang
biasanya memberikan hasil terdapatnya penurunan ketajaman penglihatan.
Selain itu terdapat pemeriksaan dengan menggunakan senter yang diarahkan pada
samping mata, yang akan memperlihatkan kekeruhan pada lensa mata yang
berbentuk seperti bulan sabit (shadow test positif).
Pemeriksaan tambahan lain yang dapat dilakukan adalah pemeriksaan dengan alat slit
lamp hingga pemeriksaan oftalmoskopi pada daerah retina. Hal ini dilakukan bila
dicurigai adanya kelainan tambahan di berbagai organ lain dalam mata.
TANDA DAN GEJALA PENYAKIT KATARAK
Katarak dapat terjadi pada satu atau kedua mata namun tidak dapat menyebar dari
satu mata ke mata yang lain. Beberapa tanda dan gejala katarak adalah:
1.Pandangan kabur seperti berkabut
2.Warna di sekitar terlihat memudar
3.Rasa silau saat melihat lampu mobil, matahari atau lampu. Selain itu dapat melihat
lingkaran di sekeliling cahaya
4.Pandangan ganda
5.Penurunan penglihatan di malam hari
6.Sering mengganti ukuran kacamata
PENGOBATAN PENYAKIT KATARAK
Tatalaksana definitif untuk katarak saat ini adalah tindakan bedah. Beberapa
penelitian seperti penggunaan vitamin C dan E dapat memperlambat pertumbuhan
katarak, namun belum efektif untuk menghilangkan katarak. Tujuan tindakan bedah
katarak adalah untuk mengoptimalkan fungsi penglihatan. Keputusan melakukan
tindakan bedah tidak spesifik tergantung dari derajat tajam penglihatan, namun lebih
pada berapa besar penurunan tersebut mengganggu aktivitas pasien. Indikasi lainnya
adalah bila terjadi gangguan stereopsis, hilangnya penglihatan perifer, rasa silau yang
sangat mengganggu, dan simtomatik anisometrop. Indikasi medis operasi katarak
adalah bila terjadi komplikasi antara lain: glaucoma fakolitik, glaukoma fakomorfik,
uveitis fakoantigenik, dislokasi lensa ke bilik depan, dan katarak sangat padat
sehingga menghalangi pandangan gambaran fundus karena dapat menghambat
diagnosis retinopati diabetika ataupun glaukoma.
Beberapa jenis tindakan bedah katarak :
1.Ekstraksi Katarak Intrakapsuler (EKIK)
EKIK adalah jenis operasi katarak dengan membuang lensa dan kapsul secara
keseluruhan. EKIK menggunakan peralatan sederhana dan hampir dapat dikerjakan pada
berbagai kondisi. Terdapat beberapa kekurangan EKIK, seperti besarnya ukuran irisan
yang mengakibatkan penyembuhan luka yang lama, menginduksi astigmatisma pasca
operasi, cystoid macular edema (CME), dan ablasio retina. Meskipun sudah banyak
ditinggalkan, EKIK masih dipilih untuk kasuskasus subluksasi lensa, lensa sangat padat,
dan eksfoliasi lensa. Kontraindikasi absolut EKIK adalah katarak pada anak-anak, katarak
pada dewasa muda, dan ruptur kapsul traumatik, sedangkan kontraindikasi relatif meliputi
miopia tinggi, sindrom Marfan, katarak Morgagni, dan adanya vitreus di kamera okuli
anterior.
2.Ekstraksi Katarak Ekstrakapsuler (EKEK) EKEK konvensional
EKEK adalah jenis operasi katarak dengan membuang nukleus dan korteks lensa melalui
lubang di kapsul anterior. EKEK meninggalkan kantong kapsul (capsular bag) sebagai
tempat untuk menanamkan lensa intraokuler (LIO). Teknik ini mempunyai banyak
kelebihan seperti trauma irisan yang lebih kecil sehingga luka lebih stabil dan aman,
menimbulkan astigmatisma lebih kecil, dan penyembuhan luka lebih cepat. Pada EKEK,
kapsul posterior yang intak mengurangi risiko CME, ablasio retina, edema kornea, serta
mencegah penempelan vitreus ke iris, LIO, atau kornea.
3.Small Incisio Cataract Surgery(SICS)
Teknik EKEK telah dikembangkan menjadi suatu teknik operasi dengan irisan sangat kecil
(7-8 mm) dan hampir tidak memerlukan jahitan, teknik ini dinamai SICS. Oleh karena
irisan yang sangat kecil, penyembuhan relatif lebih cepat dan risiko astigmatisma lebih
kecil dibandingkan EKEK konvensional. SICS dapat mengeluarkan nukleus lensa secara
utuh atau dihancurkan. Teknik ini populer di negara berkembang karena tidak
membutuhkan peralatan fakoemulsifikasi yang mahal, dilakukan dengan anestesi topikal,
dan bisa dipakai pada kasus nukleus yang padat.
Beberapa indikasi SICS adalah sklerosis nucleus derajat II dan III, katarak subkapsuler
posterior, dan awal katarak kortikal
4.Fakoemulsifikasi
Teknik operasi fakoemulsifikasi menggunakan alat tip ultrasonik untuk
memecah nucleus lensa dan selanjutnya pecahan nucleus dan korteks lensa
diaspirasi melalui insisi yang sangat kecil. Dengan demikian,
fakoemulsifikasi mempunyai kelebihan seperti penyembuhan luka yang
cepat, perbaikan penglihatan lebih baik, dan tidak menimbulkan
astigmatisma pasca bedah. Teknik fakoemulsifikasi juga dapat mengontrol
kedalaman kamera okuli anterior serta mempunyai efek pelindung terhadap
tekanan positif vitreus dan perdarahan koroid. Teknik operasi katarak jenis
ini menjadi pilihan utama di negara-negara maju.
DAMPAK KOMPLIKASI PENYAKIT KATARAK
Komplikasi operasi katarak dapat terjadi selama operasi maupun setelah operasi.
Pemeriksaan periodik pasca operasi katarak sangat penting untuk mendeteksi komplikasi
operasi.
a.Komplikasi selama operasi
1.Pendangkalan kamera okuli anterior
Pada saat operasi katarak, pendangkalan kamera okuli anterior (KOA) dapat terjadi karena
cairan yang masuk ke KOA tidak cukup, kebocoran melalui insisi yang terlalu besar,
tekanan dari luar bola mata, tekanan vitreus positif, efusi suprakoroid, atau perdarahan
suprakoroid. Jika saat operasi ditemukan pendangkalan KOA, hal pertama yang harus
dilakukan adalah mengurangi aspirasi, meninggikan botol cairan infus, dan mengecek
insisi. Bila insisi terlalu besar, dapat dijahit jika perlu. Tekanan dari luar bola mata dapat
dikurangi dengan mengatur ulang spekulum kelopak mata. Hal berikutnya adalah menilai
tekanan vitreus tinggi dengan melihat apakah pasien obesitas, bull-necked, penderita
PPOK, cemas, atau melakukan manuver Valsava. Pasien obesitas sebaiknya diposisikan
antitrendelenburg
2. Posterior Capsule Rupture (PCR)
PCR dengan atau tanpa vitreous loss adalah komplikasi intraoperatif yang sering
terjadi.Studi di Hawaii menyatakan bahwa 0,68% pasien mengalami PCR dan
vitreous loss selama prosedur fakoemulsifikasi. Beberapa faktor risiko PCR adalah
miosis, KOA dangkal, pseudoeksfoliasi, floppy iris syndrome, dan zonulopati.
Apabila terjadi PCR, sebaiknya lakukan vitrektomi anterior untuk mencegah
komplikasi yang lebih berat. PCR berhubungan dengan meningkatnya risiko cystoid
macular edema, ablasio retina, uveitis, glaukoma, dislokasi LIO, dan endoftalmitis
postoperatif katarak.
3. Nucleus drop
Salah satu komplikasi Teknik fakoemulsifikasi yang paling ditakutkan adalah nucleus
drop, yaitu jatuhnya seluruh atau bagian nukleus lensa ke dalam rongga vitreus. Jika
hal ini tidak ditangani dengan baik, lensa yang tertinggal dapat menyebabkan
peradangan intraokularmberat, dekompensasi endotel, glaucoma sekunder, ablasio
retina, nyeri, bahkan kebutaan. Sebuah studi di Malaysia melaporkan insidensi
nucleus drop pasca fakoemulsifikasi sebesar 1,84%.Faktor risiko nucleus drop
meliputi katarak yang keras, katarak polar posterior, miopia tinggi, dan mata dengan
riwayat vitrektomi.
b.Komplikasi Setelah Operasi
1. Edema Kornea
Edema stromal atau epitelial dapat terjadi segera setelah operasi katarak. Kombinasi
dari trauma mekanik, waktu operasi yang lama, trauma kimia, radang, atau
peningkatantekanan intraokular (TIO), dapat menyebabkan edema kornea. Pada
umumnya, edema akan hilang dalam 4 sampai 6 minggu. Jika kornea tepi masih jernih,
maka edema kornea akan menghilang. Edema kornea yang menetap sampai lebih dari 3
bulan biasanya membutuhkan keratoplasty tembus.
2. Perdarahan
Komplikasi perdarahan pasca operasi katarak antara lain perdarahan retrobulbar,
perdarahan atau efusi suprakoroid, dan hifema.Pada pasien-pasien dengan terapi
antikoagulan atau antiplatelet, risiko perdarahan suprakoroid dan efusi suprakoroid
tidak meningkat. Sebagai tambahan, penelitian lain membuktikan bahwa tidak terdapat
perbedaan risiko perdarahan antara kelompok yang menghentikan dan yang
melanjutkan terapi antikoagulan sebelum operasi katarak.
3. Glaukoma sekunder
Bahan viskoelastik hialuronat yangmtertinggal di dalam KOA pasca operasi katarak dapat
meningkatkan tekanan intraokular (TIO), peningkatan TIO ringan bisa terjadi 4 sampai 6 jam
setelah operasi, umumnya dapat hilang sendiri dan tidak memerlukan terapi anti glaukoma,
sebaliknya jika peningkatan TIO menetap, diperlukan terapi antiglaukoma. Glaukoma sekunder
dapat berupa glaukoma sudut terbuka dan tertutup. Beberapa penyebab glaucoma sekunder sudut
terbuka adalah hifema, TASS, endoftalmitis, serta sisa masa lensa. Penyebab glaukoma sekunder
sudut tertutup adalah blok pupil, blok siliar, glaukoma neovaskuler, dan sinekia anterior perifer.
4. Uveitis kronik
Inflamasi normal akan menghilang setelah 3 sampai 4 minggu operasi katarak dengan pemakaian
steroid topikal.1 Inflamasi yang menetap lebih dari 4 minggu, didukung dengan penemuan
keratik presipitat granulomatosa yang terkadang disertai hipopion, dinamai uveitis kronik.
Kondisi seperti malposisi LIO, vitreus inkarserata, dan fragmen lensa yang tertinggal, menjadi
penyebab uveitis kronik.
Tatalaksana meliputi injeksi antibiotik intravitreal dan operasi perbaikan posisi LIO, vitreus
inkarserata, serta pengambilan fragmen lensa yang tertinggal dan LIO.
5. Edema Makula Kistoid (EMK)
EMK ditandai dengan penurunan visus setelah operasi katarak, gambaran karakteristik makula pada
pemeriksaan oftalmoskopi atau FFA, atau gambaran penebalan retina pada pemeriksaan OCT.
Patogenesis EMK adalah peningkatan permeabilitas kapiler perifovea dengan akumulasi cairan di
lapisan inti dalam dan pleksiformis luar.Penurunan tajam penglihatan terjadi pada 2 sampai 6 bulan
pasca bedah.
EMK terjadi pada 2-10% pasca EKIK, 1-2% pasca EKEK, dan < 1% pasca fakoemulsifikasi.14 Angka
ini meningkat pada penderita diabetes mellitus dan uveitis. Sebagian besar EMK akan mengalami
resolusi spontan, walaupun 5% diantaranya mengalami penurunan tajam penglihatan yang permanen.
6. Ablasio Retina
Ablasio retina terjadi pada 2-3% pasca EKIK, 0,5-2% pasca EKEK, dan <1% pasca fakoemulsifikasi.
Biasanya terjadi dalam
6 bulan sampai 1 tahun pasca bedah katarak. Adanya kapsul posterior yang utuh menurunkan insidens
ablasio retina pasca bedah, sedangkan usia muda, miopia tinggi, jenis kelamin lakilaki, riwayat
keluarga dengan ablasio retina, dan pembedahan katarak yang sulit dengan rupturnya kapsul posterior
dan hilangnya vitreus meningkatkan kemungkinan terjadinya ablasio retina pasca bedah.
7. Endoftalmitis
Endoftalmitis termasuk komplikasi pasca operasi katarak yang jarang, namun
sangat berat.Gejala endoftalmitis terdiri atas nyeri ringan hingga berat,
hilangnya penglihatan, floaters, fotofobia, inflamasi vitreus, edem palpebra
atau periorbita, injeksi siliar, kemosis, reaksi bilik mata depan, hipopion,
penurunan tajam penglihatan, edema kornea, serta perdarahan retina. Gejala
muncul setelah 3 sampai 10 hari operasi katarak. Penyebab terbanyak adalah
Staphylococcus epidermidis, Staphylococcus aureus, dan
Streptococcus.Penanganan endoftalmitis yang cepat dan tepat mampu
mencegah infeksi yang lebih berat. Tatalaksana pengobatan meliputi kultur
bakteri, antibiotik intravitreal spektrum luas, topikal sikloplegik, dan topikal
steroid.
PENCEGAHAN PENYAKIT KATARAK
Umumnya katarak terjadi bersamaan dengan bertambahnya sssumur yang tidak dapat
dicegah.Pemeriksaan mata secara teratur sangat perlu untuk mengetahui adanya katarak.
Bila telah berusia 60 tahun sebaiknya mata diperiksa setiap tahun. Pada saat ini dapat
dijaga kecepatan berkembangnya katarak dengan:
1. Tidak merokok, karena merokok mengakibatkan meningkatkan radikal bebas dalam
tubuh, sehingga risiko katarak akan bertambah.
2. Pola makan yang sehat, memperbanyak konsumsi buah dan sayur
3. Lindungi mata dari sinar matahari, karena sinar UV mengakibatkan katarak pada mata.
4. Menjaga kesehatan tubuh seperti kencing manis dan penyakit lainnya.
5. Vitamin A
Dapat diperoleh dari hati, telur, dan sayur seperti wortel maupun bayam. Vitamin A ini
penting dalam fungsi retina, juga membantu, mata beradaptasi dengan cahaya terang dan
gelap. Vitamin A mengurangi risiko terbentuknya katarak dan degenerasi makular terkait
usia
6. Vitamin C
Selain memperkuat tulang dan otot serta menjaga kesehatan gigi dan gusi,vitamin C juga penting
dalam menjaga kesehatan mata. Vitamin C mampu mengurangi risiko katarak dan degenerasi
makular. Sumber vitamin C dapat dijumpai pada jeruk, stroberi, brokoli,dan paprika.
7. Vitamin E
Vitamin E dikaitkan juga dengan pencegahan katarak dan memperlambat perkembangankatarak.
Kacang-kacangan, sayuran berdaun hijau, serta produk yang diperkaya vitamin Eadalah sumber
vitamin E yang baik.
8. Selenium dan zinc
Dua komponen ini menjadi mineral kunci untuk membantu prosesoksidasi. Mineral tersebut
membantu tubuh menyerap antioksidan. Kecukupan mineral inidalam makanan sehari-hari juga
membantu mencegah penyakit mata. Selenium dapat dijumpai
2. GLAUKOMA
Glaukoma merupakan suatu neuropati optik yang ditandai dengan pencekungan
“cupping” diskus optikus dan penyempitan lapang pandang yang disertai dengan
peningkatan tekanan intraokuler yang merupakan faktor resiko terjadinya glaukoma.
Mekanisme peningkatan tekanan intraokuler pada glaukoma dipengaruhi oleh
gangguan aliran keluar humor aquos. Glaukoma adalah penyakit mata yang
menyebabkan kebutaan permanen dengan merusak saraf mata . Kerusakan ini terjadi
karena peningkatan tekanan di mata , yang disebabkan oleh penumpukan cairan.
KLASIFIKASI GLAUKOMA
1. Glaukoma Primer
a. Glaukoma Sudut Terbuka Primer
Glaukoma sudut terbuka primer terdapat kecenderungan familial yang kuat.
Gambaran patologi utama berupa proses degeneratif trabecular meshwork sehingga
dapat mengakibatkan penurunan drainase humor aquos yang menyebabkan
peningkatan takanan intraokuler. Pada 99% penderita glaukoma primer sudut terbuka
terdapat hambatan pengeluaran humor aquos pada sistem trabekulum dan kanalis
schlemm.
b. Glaukoma Sudut Tertutup Primer
Glaukoma sudut tertutup primer terjadi pada mata dengan predisposisi anatomis
tanpa ada kelainan lainnya. Adanya peningkatan tekanan intraokuler karena sumbatan
aliran keluar humor aquos akibat oklusi trabekular meshwork oleh iris perifer.
2. Glaukoma Sekunder
Peningkatan tekanan intraokuler pada glaukoma sekunder merupakan manifestasi dari
penyakit lain dapat berupa peradangan, trauma bola mata dan paling sering disebabkan oleh
uveitis.
3. Glaukoma Kongenital
Glaukoma kongenital biasanya sudah ada sejak lahir dan terjadi akibat gangguan
perkembangan pada saluran humor aquos. Glaukoma kongenital seringkali diturunkan.
Pada glaukoma kongenital sering dijumpai adanya epifora dapat juga berupa fotofobia serta
peningkatan tekanan intraokuler. Glaukoma kongenital terbagi atas glaucoma kongenital
primer (kelainan pada sudut kamera okuli anterior), anomaly perkembangan segmen
anterior, dan kelainan lain (dapat berupa aniridia, sindrom Lowe, sindom Sturge-Weber dan
rubela kongenital).
EPIDEMIOLOGI GLAUKOMA
FAKTOR RISIKO GLAUKOMA
Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), 3. Masalah pada mata
seperti dilansir Healthline, glaukoma adalah
penyebab utama kedua kebutaan di seluruh dunia. Peradangan mata kronis dan kornea tipis dapat
Faktor risiko penyakit glaukoma di antaranya: menyebabkan peningkatan tekanan di mata. Cedera fisik
atau trauma pada mata, seperti terkena di mata juga dapat
1. Usia menyebabkan tekanan mata meningkat.
Orang yang berusia di atas 60 tahun berisiko 4. Keturunan keluarga
lebih tinggi mengalami glaukoma, dan risiko
glaukoma sedikit meningkat seiring Beberapa jenis glaukoma dapat diwariskan dalam
bertambahnya usia. Jika keturunan orang Afrika- keluarga. Jika orang tua atau kakek dan nenek menderita
Amerika, peningkatan risiko dimulai pada usia 40 glaukoma sudut terbuka, kemungkinan keturunananya
tahun. berisiko lebih tinggi terkena kondisi ini.
2. Etnis 5. Riwayat kesehatan
Orang Afrika-Amerika atau orang-orang Penderita diabetes, orang-orang dengan tekanan darah
keturunan Afrika secara signifikan lebih mungkin tinggi (hipertensi) dan penyakit jantung memiliki
mengalami glaukoma daripada Kaukasia. Orang- peningkatan risiko terkena glaukoma.
orang keturunan Asia berisiko lebih tinggi terkena 6. Penggunaan obat tertentu
glaukoma sudut tertutup, dan orang-orang
keturunan Jepang memiliki risiko lebih tinggi Menggunakan kortikosteroid untuk waktu yang lama
terkena glaukoma tegangan rendah. dapat meningkatkan risiko terkena glaukoma sekunder.
DIAGNOSIS GLAUKOMA
Rangkaian tes akan dilakukan untuk mendiagnosis glaukoma, di antaranya:
a.Pemeriksaan saraf optik
b.Tonometri untuk mengukur tekanan di dalam mata
c.Pachymetry untuk mengukur ketebalan kornea
Hasil dari tes tersebut biasanya cukup untuk menegaskan diagnosis glaukoma. Bila masih
memerlukan tes lain, pasien akan menjalani:
a.Gonioskopi
Untuk memeriksa area drainase dan sudut mata secara visual. Tes ini menggunakan lensa kontak
khusus yang dilengkapi dengan cermin.
b.Ophthalmoscopy
Untuk memeriksa tanda-tanda glaukoma, termasuk perubahan warna pada saraf optik.
Perubahan warna menandakan adanya kerusakan akibat tekanan intraokular yang meningkat
atau aliran darah yang buruk. Tes ini juga untuk menentukan apakah lengkungan cakram optik
pada kedua mata tidak simetris. Lengkungan yang tidak simetris merupakan indikasi yang kuat
atas glaukoma.
TANDA DAN GEJALA GLAUKOMA
Penderita tekanan bola mata tinggi atau glaukoma dapat mengeluhkan hal-hal seperti
berikut:
1. Penglihatan kabur.
2. Mendadak terasa nyeri hebat pada mata dan kepala.
3. Mual dan muntah.
4. Melihat pelangi di sekitar objek.
5. Tekanan bola mata meninggi.
6. Mata merah.
7. Kornea suram atau keruh.
Pada kasus glaukoma kronis, penglihatan pasien akan semakin menurun. Bahkan, jika
hal ini sudah berlangsung cukup lama, pasien akan mengeluhkan kehilangan penglihatan
pada salah satu mata, sedangkan mata yang lainnya masih dapat melihat.
PENGOBATAN GLAUKOMA
Ada empat pilihan metode pengobatan gangguan tekanan pada bola mata atau glaukoma yang umum digunakan
dokter untuk menghindari risiko kebutaan yaitu :
1. Pakai obat tetes mata
Obat tetes mata untuk mengobati glaukoma tentu bukanlah obat tetes generik yang bisa didapatkan dengan bebas
di warung atau apotek. Obat tetes untuk kondisi ini harus didapatkan melalui resep dokter, karena jenis dan
dosisnya akan ditentukan oleh dokter berdasarkan tingkat keparahan kondisi pasien. Obat tetes mata untuk
glaukoma yang paling sering diresepkan dokter adalah:
a. Golongan analog prostaglandin. Contohnya latanaprost, travoprost, tafluprost, dan bimatoprost. Cara pakainya
adalah satu kali sehari di malam hari. Kemanjuran obat ini baru bisa dirasakan dalam 4 minggu setelah memulai
pengobatan glaukoma. Salah satu efek samping yang paling sering terjadi adalah warna iris (lingkaran hitam mata)
berubah menjadi lebih gelap.
b. Golongan antagonis β-adrenergik. Contohnya timolol dan betaxolol. Obat tetes mata golongan ini biasa
digunakan di pagi hari. Betaxolol akan menjadi pilihan dokter untuk jika pasien memiliki gangguan paru-paru.
c. Golongan inhibitor karbonik anhidrase. Contohnya dorzolamide dan brinzolamide. Obat golongan ini
digunakan tiga kali sehari dan dapat terus digunakan sebagai terapi jangka panjang. Efek samping yang paling
sering adalah rasa pahit di mulut yang timbul setelah obat diteteskan.
d. Golongan parasimpatomimetik. Contohnya pilokarpin. Obat ini biasa digunakan sebagai tambahan pada kasus
tekanan bola mata tinggi dalam jangka waktu panjang yang sudah menjalani prosedur laser tapi target tekanan
yang diinginkan belum tercapai. Obat-obatan ini dapat digunakan secara terpisah, ataupun sebagai kombinasi.
2. Obat minum
Ada dua pilihan obat minum, yaitu:
a. Golongan inhibitor karbonik anhidrase. Contohnya acetazolamide. Obat ini umumnya hanya
digunakan untuk terapi singkat serangan glaukoma akut. Namun, pada beberapa kasus, obat ini
dapat diberikan dalam jangka waktu panjang pada pasien yang tidak dapat menjalani operasi tapi
obat tetes mata tidak lagi manjur.
b. Golongan hiperosmotik. Contohnya glisero. Obat ini bekerja dengan menarik cairan dari bola
mata ke dalam pembuluh darah. Pemberian hanya dilakukan pada kasus-kasus akut dan dalam
jangka waktu singkat (hitungan jam).
Akan tetapi, risiko efek samping obat minum lebih tinggi daripada obat tetes mata. Maka, obat
minum kurang direkomendasikan sebagai pengobatan dari kondisi ini.
3. Laser
Ada dua jenis laser yang dapat dilakukan untuk membantu menguras kelebihan
cairan dari bola mata, yaitu:
a. Trabekuloplasti. Tindakan ini biasa dilakukan untuk orang yang memiliki
glaukoma sudut terbuka. Laser membantu agar sudut yang menjadi tempat drainase
dapat bekerja secara lebih maksimal.
b. Iridotomi. Tindakan ini dilakukan untuk kasus glaukoma sudut tertutup. Iris akan
dilubangi dengan menggunakan sinar laser agar cairan dapat mengalir lebih baik.
4. Operasi
Operasi glaukoma umumnya dilakukan pada kasus-kasus yang sudah tidak lagi dapat
membaik dengan obat-obatan. Operasi biasanya berlangsung selama 45-75 menit.
Tindakan pembedahan yang umum untuk mengobati kondisi ini, termasuk:
a. Trabekulektomi, dilakukan dengan membuat sayatan kecil di bagian putih mata
dan juga pembuatan kantong di daerah konjungtiva (bleb). Dengan demikian,
kelebihan cairan dapat mengalir melalui sayatan tersebut menuju kantong bleb dan
kemudian diserap oleh tubuh.
b. Alat drainase glaukoma. Tindakan ini berupa pemasangan implan serupa pipa
untuk membantu mengalirkan ekstra cairan dalam bola mata.
DAMPAK KOMPLIKASI
GLAUKOMA
PENCEGAHAN GLAUKOMA
Glaukoma tidak dapat dicegah, tetapi jika didiagnosis dan diobati secara dini, penyakit ini dapat dikendalikan.
1. Perawatan mata secara teratur
Kontrol mata secara rutin dapat membantu mendeteksi glaukoma pada tahap awal sebelum kerusakan permanen
terjadi. Sebagai aturan umum, lakukan pemeriksaan mata menyeluruh setiap empat tahun mulai usia 40 dan setiap
dua tahun dari usia 65 tahun . Jika memiliki faktor risiko tinggi maka lebih sering melakukan skrining.
2. Cari tahu riwayat kesehatan mata keluarga
Penyakit glaukoma cenderung terjadi karena diwariskan dari keluarga. Jika berisiko tinggi, mungkin perlu lebih
sering melakukan skrining.
3. Berolahraga dengan aman
Olahraga ringan yang teratur dapat membantu mencegah glaukoma dengan mengurangi tekanan mata. Bicarakan
dengan dokter tentang program olahraga yang tepat.
4. Gunakan obat tetes mata yang diresepkan secara teratur
Obat tetes mata glaukoma secara signifikan dapat mengurangi risiko bahwa tekanan mata yang tinggi akan berlanjut
ke glaukoma. Agar efektif, tetes mata yang diresepkan oleh dokter perlu digunakan secara teratur bahkan jika tidak
memiliki gejala glaukoma.
5. Pakai pelindung mata
Cedera mata yang serius dapat menyebabkan glaukoma. Kenakan pelindung mata saat berada di luar ruang, saat
menggunakan alat listrik atau saat berolahraga.
3. KELAINAN REFRAKSI
Kelainan refraksi mata adalah suatu keadaan dimana bayangan tidak dibentuk tepat
di retina, melainkan di bagian depan atau belakang bintik kuning dan tidak terletak
pada satu titik yang tajam. Kelainan refraksi dikenal dalam beberapa bentuk, yaitu:
miopia, hipermetropia,presbiopi dan astigmatisma
A. MIOPI
Rabun jauh atau miopi adalah gangguan pada penglihatan yang menyebabkan objek
yang letaknya jauh terlihat kabur, tetapi tidak ada masalah melihat objek yang
letaknya dekat. Miopi atau rabun jauh dikenal juga dengan istilah mata minus.
Miopi atau rabun jauh terjadi karena mata yang tidak dapat memfokuskan cahaya
pada tempat yang semestinya, yaitu pada retina mata.
EPIDEMIOLOGI MIOPI
Prevalensi miopia di Eropa dan Amerika 30 - 40%, Afrika 10 - 20% dan Asia 70 –
90%. Di Jepang diperkirakan lebih dari satu juta penduduk menderita gangguan
penglihatan di hubungkan dengan miopia derajat berat. Berdasarkan bukti tersebut,
prevalensi miopia meningkat terutama di Asia. Survei pada tahun 2001 oleh Saw dkk
mendapatkan prevalensi miopia sebesar 26,1% pada penduduk Riau. Prevalensi
miopia meningkat pada usia sekolah dan dewasa muda, mencapai 20 -25% pada
populasi remaja dan 25 -35% pada dewasa muda di Amerika Serikat dan negara
berkembang serta lebih tinggi di beberapa negara Asia. Prevalensi myopia menurun
pada usia diatas 45 tahun, mencapai sekitar 20% pada usia 65 tahun dan 14 % pada
usia 70 tahun. Beberapa penelitian menemukan bahwa prevalensi miopia lebih tinggi
pada wanita dari pada pria. Prevalensi ini meningkat sesuai dengan pendapatan dan
tingkat pendidikan. Sebanyak 30% penderita miopia berasal dari keluarga dengan
golongan ekonomi menengah ke atas.
FAKTOR RISIKO MIOPI
Miopi atau rabun jauh terjadi ketika cahaya yang masuk ke mata tidak jatuh pada tempat yang semestinya, yaitu
retina. Kondisi ini disebabkan oleh bentuk bola mata yang lebih panjang dari bola mata normal. Selain itu, miopi
juga bisa disebabkan oleh kornea dan lensa mata, yang berfungsi untuk memfokuskan cahaya pada retina,
mengalami kelainan. Faktor risiko miopi yaitu :
1. Genetik
Seseorang yang orang tuanya mengalami rabun jauh memiliki risiko lebih besar untuk menderita rabun jauh.
2. Kurang sinar matahari
Seseorang yang jarang beraktivitas di luar ruangan lebih berisiko menderita rabun jauh karena kurang
mendapatkan sinar matahari.
3. Kekurangan vitamin D
Sebuah penelitian mengatakan bahwa seseorang yang mengalami kekurangan vitamin D berisiko mengalami
miopi.
4. Kebiasaan membaca atau menonton terlalu dekat
Seseorang yang sering membaca, melihat layar monitor, atau menonton terlalu dekat dengan mata lebih mudah
terkena rabun jauh.
DIAGNOSIS MIOPI
Jika pasien dicurigai menderita rabun jauh, dokter spesialis mata akan menanyakan
gejala-gejala yang muncul, sejak kapan munculnya gejala tersebut, serta tingkat
keparahannya. Setelah itu, dokter akan memeriksa mata untuk menentukan apakah
pasien menderita rabun jauh atau tidak.
Dokter akan melakukan pemeriksaan ketajaman mata dengan menggunakan diagram
huruf dan angka (Snellen chart). Pasien diminta melihat diagram dari jarak 6 meter
dan kemudian membaca huruf-huruf atau angka pada diagram tersebut mulai dari
yang ukurannya paling besar hingga paling kecil.
Jika dicurigai menderita rabun jauh atau mata minus, dokter akan meminta pasien
untuk kembali membaca huruf dan angka, dibantu dengan lensa minus. Lensa minus
ini diletakkan di dalam alat bernama refraktor. Dokter akan mengganti lensa hingga
menemukan ukuran lensa yang sesuai dengan pasien.
Jika penglihatan pasien masih terganggu setelah pemeriksaan ketajaman penglihatan,
dokter dapat melakukan pemeriksaan penunjang, seperti:
1. Pemeriksaan pupil, untuk melihat respons pupil terhadap cahaya dengan menyinari
mata menggunakan senter atau lampu khusus.
2. Pemeriksaan gerakan mata, untuk melihat apakah mata pasien bergerak dengan selaras
atau tidak.
3. Pemeriksaan penglihatan samping, untuk mengetahui kondisi dan kemampuan
penglihatan samping pasien.
4. Pemeriksaan bagian depan bola mata, untuk melihat adanya luka atau katarak pada
bagian kornea, iris, lensa dan kelopak mata.
5. Pemeriksaan retina dan saraf mata, untuk melihat adanya kerusakan pada retina atau
saraf mata.
6. Pemeriksaan tekanan bola mata, untuk melihat apakah ada peningkatan tekanan bola
mata dengan cara menekan mata dengan lembut menggunakan alat khusus. Peningkatan
tekanan bola mata dapat menjadi gejala glaukoma.
TANDA DAN GEJALA MIOPI
Gejala miopi atau rabun jauh dapat terjadi pada siapa saja dan dari segala umur. Tetapi kondisi ini umumnya
mulai dirasakan oleh saat anak-anak usia sekolah hingga remaja.
Penderita miopi akan merasakan pandangan kabur saat melihat objek yang jauh. Pada anak-anak, kondisi ini
sering menyebabkan mereka kesulitan melihat huruf di papan tulis bila duduk di barisan belakang. Sedangkan
pada orang dewasa, keluhan yang umum adalah kesulitan melihat rambu-rambu lalu lintas.
Dikarenakan sulitnya melihat benda-benda jauh, sering kali muncul gejala-gejala tertentu pada penderita
miopi, baik yang dirasakan oleh penderitanya maupun disadari oleh orang lain. Gejala-gejala tersebut adalah:
1.Sakit kepala
2.Mata lelah karena mata bekerja secara berlebihan
3.Sering mengedipkan mata
4.Sering memicingkan mata saat melihat benda-benda jauh
5.Sering mengucek mata
6.Terlihat tidak menyadari keberadaan objek yang jauh
Rabun jauh dapat menjadi semakin parah seiring bertambahnya usia, tetapi biasanya akan stabil di usia
dewasa. Pada beberapa kasus, rabun jauh dapat terus memburuk.
PENGOBATAN MIOPI
a.Kacamata
Meskipun masih sedikit bukti ilmiah untuk menyatakan bahwa pemakaian kacamata
koreksi secara terus menerus progresivitas miopia atau mempertahankan visus namun
dapat mengurangi kelelahan pada mata dan melatih mata terutama pada anak-anak.
Miopi dikoreksi dengan lensa konkaf atau lensa negatif. Pada kasus dengan miopi
tinggi koreksi yang penuh jarang diberikan. Pengurangan koreksi dilakukan sampai
tercapai penglihatan binokuler yang masih nyaman. Jika sudah terdapat perubahan
patologis pada fundus maka sedikit sekalikeuntungan yang didapat pada pemakaian
kacamata.
b.Penggunaan Lensa kontak
Lensa kontak telah menjadi pilihan yang baik untuk miopia tinggi selama bertahun-
tahunkarena disamping dapat mengurangi berat dan ketebalan lensa pada kacamata,
jugamengeliminasi kesulitan akibat pemakaian lensa yang tebal tersebut. Pasien
miopia biasanyaakan memiliki mengatasi masalah yang timbul pada pemakaian
kacamata. Lensa kontak yangsering digunakan yaitu lensa kontak yang soft dan lensa
kontak gas-permeabel. Lensa kontak yang soft dapat menimbulkan kenyamanan
namun harus dimonitor pemakaiannya karena dapatmenyebabkan terjadinya
hipoksia. Lensa gas-permeabel memberikan optik yang penuh danfisiologi yang baik.
Lensa gas-permeabel memberikan optik yang penuh dan fisiologi yang baik.
c.Bedah Refraktif / LASIK (Laser Assisted In-Situ Keratomileusis)
LASIK (Laser Assisted In-situ Keratomileusis) adalah suatu prosedur untuk mengubah
bentuk lapisan kornea mata dengan menggunakan sinar excimer laser. Prosedur LASIK
dapat dilakukan untuk mengoreksi miopia (rabun jauh), hipermetropia (rabun dekat) maupun
astigmatisme (silinder). Tindakan ini bertujuan untuk membantu melepaskan diri
dariketergantungan pada kacamata dan lensa kontak.
LASIK konvensional menggunakan alat mikrokeratom untuk membuka lapisan permukaan
kornea mata. Kemudian dilakukan excimer laser untuk menghilangkan sebagianlapisan
kornea.Lapisan permukaan kornea yang dibuka (flap), dikembalikan ke posisi semula.
Karena prosedur LASIK hanya dikerjakan pada lapisan dalam kornea saja (permukaan
kornea samasekali tidak disentuh), maka tidak ada rasa sakit pasca tindakan. Flap akan
secara alami melekatkembali setelah beberapa menit tanpa perlu dijahit sama
sekali.Alternatif lain untuk pasien miopia adalah penanaman lensa intraokular yaitu suatu
lensayang ditanam bilik mata depan melalui insisi kecil sedangkan lensa yang asli masih
tetap adaterutama dilakukan untuk mengoreksi miopi yang berat. Akan tetapi keamanan
penggunaan pada beberapa kasus dapat dilakukan ekstraksi lensa tapi lensa intraokular tidak
dipasang. Denganmengangkat lensa maka sekitar 15 D dari miopi secara otomatis akan
terkoreksi. Namun harusdiingat bahwa teknik ini dapat menimbulkan komplikasi berupa
ablasio retina sehingga jarang digunakan.
DAMPAK KOMPLIKASI MIOPI

1. Ablatio retina terutama pada myopia tinggi


2. Strabismusa
a. Esotropia bila myopia cukup tinggi bilateral
b. Bexotropia pada myopia dengan anisometropia
3. Ambliopia terutama pada myopia dan anisometropia
PENCEGAHAN MIOPI
Upaya pencegahan miopi yaitu :
1.Pemeriksaan rutin. Lakukan pemeriksaan mata secara teratur bahkan jikamelihat dengan baik.
2.Mengontrol kondisi kesehatan kronis. Kondisi tertentu, seperti diabetes dan tekanan darah tinggi, bisa
mempengaruhi penglihatan, maka harus selalu dikontrol.
3.Melindungi mata dari sinar matahari. Pakailah kacamata hitam yang menghalangi radiasi ultraviolet (UV) .
4.Mencegah cedera mata. Pakailah kacamata pelindung saat melakukan hal-hal tertentu, seperti bermain
olahraga, memotong rumput, melukis atau ketika terpapar asap.
5.Makan makanan yang sehat. Cobalah untuk makan banyak buah-buahan, sayuran hijau dan sayuran lainnya.
6.Tidak merokok. Sama seperti anggota tubuh yang lain, merokok dapat mempengaruhi kesehatan mata.
7.Mengurangi kelelahan mata. Saat bekerja dengan komputer atau lagi sibuk membaca, beristirahatlah setiap
beberapa menit. Jangan memaksakan mata.
8.Kenali setiap gejala. Jika tiba-tiba mengalami gangguan penglihatan, seperti mata kabur, melihat kilatan
cahaya, bintik-bintik hitam, atau lingkaran cahaya di sekitar pandangan. Ini mungkin menunjukkan kondisi
tertentu, seperti glaukoma, stroke, atau robekan retina atau ablasi.
B. HIPERMETROPI
Hipermetropi atau Hiperopia atau rabun dekat adalah kelainan refraksi mata di mana
bayangan dari sinar yang masuk ke mata jatuh di belakang retina. Hal ini dapat
disebabkan karena bola mata yang terlalu pendek atau kelengkungan kornea yang
kecil. Penderita kelainan refraksi ini tidak dapat membaca pada jarak yang normal
(30 cm), karena itu penderita harus menjauhkan bahan bacaannya untuk dapat
membaca secara jelas. Penderita juga akan sulit untuk melakukan kegiatan yang
membutuhkan ketelitian tinggi. Perbaikan penglihatan dapat dilakukan dengan
memakai kacamata dengan lensa sferis positif (cembung).
EPIDEMIOLOGI HIPERMETROPI
Kebanyakan anak secara fisiologis adalah hipermetropi pada waktu lahir. Sekitar
80% anak berusia antara 2 dan 6 tahun bersifat hipermetropi. Hipermetropi menetap
relatif statis atau berkurang bertahan sampai usia 19-20 tahun.
FAKTOR RISIKO HIPERMETROPI
Hipermetropi terjadi akibat cahaya yang masuk ke mata tidak terfokus ke tempat
yang semestinya (retina), tetapi terfokus ke belakangnya. Hal ini disebabkan oleh
bola mata yang terlalu pendek, atau bentuk kornea maupun lensa mata yang tidak
normal.
Terdapat beberapa faktor yang bisa meningkatkan risiko seseorang menderita
hipermetropi, yaitu:
1.Memiliki orang tua yang menderita hipermetropi.
2.Berusia di atas 40 tahun.
3.Menderita diabetes, kanker di sekitar mata, gangguan pada pembuluh darah di
retina, atau sindrom mata kecil (micropthalmia).
DIAGNOSIS HIPERMETROPI
Dokter dapat menentukan seseorang menderita hipermetropi melalui tes tajam
penglihatan. Dalam tes ketajaman penglihatan, seseorang akan diminta membaca
huruf yang ukurannya bervariasi, dari jarak yang berbeda-beda.
Selain digunakan untuk mendeteksi hipermetropi, tes ketajaman penglihatan juga
dapat memberitahu dokter apakah pasien menderita miopi, mata silinder, atau
presbiopi.
Jika hasil tes ketajaman penglihatan menunjukkan pasien menderita rabun dekat,
dokter akan menjalankan pemeriksaan retinoskopi untuk melihat retina mata. Dokter
akan menggunakan tetes mata khusus untuk melebarkan pupil pasien, agar bagian
dalam mata lebih mudah diperiksa.
TANDA DAN GEJALA
HIPERMETROPI
Dalam kasus hipermetropi (rabun dekat), optik pada mata terlalu lemah, hingga memaksa
otot mata untuk bekerja lebih keras demi melihat dengan jelas. Pasien dengan
hipermetropi (rabun dekat) ringan mungkin tak akan mengalami gejala apapun.
Gejala-gejala umum dari hipermetropi (rabun dekat) adalah:
1. Benda yang dekat terlihat kabur
2. Nyeri pada sekitar mata atau mata lelah
3. Gelisah dan kelelahan
4. Perlu menyipitkan mata untuk melihat dengan lebih jelas
5. Sakit kepala atau pusing setelah membaca
6. Beberapa anak dapat mengalami strasbismus (mata juling).
PENGOBATAN HIPERMETROPI
Tujuan pengobatan hipermetropi atau rabun dekat adalah membantu memfokuskan
cahaya ke retina. Pengobatan bisa dilakukan melalui beberapa metode berikut:
1.Penggunaan kacamata atau lensa kontak
Kacamata dan lensa kontak adalah cara paling sederhana untuk mengatasi
hipermetropi. Cara kerja dua alat bantu tersebut adalah dengan memfokuskan cahaya
ke retina, sehingga penglihatan menjadi lebih jelas.
Agar jenis serta ukurannya cocok dan aman, konsultasikan terlebih dahulu dengan
dokter sebelum menggunakan kacamata atau lensa kontak. Khusus untuk pengguna
lensa kontak, tanyakan pada dokter cara penyimpanan dan perawatan lensa kontak.
2. Operasi laser
Meskipun lebih sering digunakan untuk mengatasi rabun jauh, operasi laser juga bisa
memperbaiki hipermetropi ringan hingga sedang. Ada 3 jenis operasi laser yang dapat
dilakukan untuk membentuk ulang kornea agar penglihatan penderita menjadi lebih baik, yaitu:
• Laser-assisted in situ keratomileusis (LASIK)
• Laser-assisted subepithelial keratectomy (LASEK)
• Photorefractive keratectomy (PRK)
Semua operasi laser di atas bersifat permanen, sehingga melepaskan penderita dari
ketergantungan kepada kacamata atau lensa kontak. Tetapi sebelum memilih untuk menjalani
operasi, bicarakan terlebih dahulu dengan dokter mengenai kemungkinan komplikasi yang
dapat muncul pasca operasi.
DAMPAK KOMPLIKASI
HIPERMETROPI
Rabun dekat atau hipermetropi mungkin akan menyebabkan mengalami komplikasi, yaitu:
1. Mata juling
Beberapa anak-anak dengan kondisi rabun dekat bisa mengalami mata juling. Biasanya, kacamata yang didesain
untuk memperbaiki rabun dekat bisa mengatasi masalah ini.
2. Mengurangi kualitas hidup
Rabun dekat bisa mempengaruhi kualitas hidup. Seseorang mungkin tidak akan bisa mengerjakan tugas sebaik
harapan. Penglihatan yang terbatas juga mungkin akan mengganggu menikmati aktivitas sehari-hari.
3. Mata lelah
Rabun dekat bisa menyebabkan mata lelah karena mempertahankan fokus. Ini bisa membuat sakit kepala.
4. Keamanan terganggu
Keamananmu sendiri dan orang lain mungkin akan terganggu ketika mempunyai masalah penglihatan. Ini bisa
menjadi hal serius ketika melakukan aktivitas, seperti menyetir dan menjalankan peralatan berat.
PENCEGAHAN HIPERMETROPI
Meskipun hipermetropi tidak dapat dicegah, tetapi ada beberapa hal yang bisa dilakukan
untuk membantu menjaga kesehatan mata dan penglihatan, yaitu:
1. Memeriksakan mata secara rutin.
2. Mengonsumsi makanan bernutrisi
3. Menggunakan penerangan yang baik.
4. Menggunakan kacamata hitam saat terpapar sinar matahari langsung.
5. Menggunakan kacamata yang tepat.
6. Memakai pelindung mata saat melakukan aktivitas tertentu seperti mengecat, memotong
rumput, atau saat menggunakan produk kimia.
7. Mengendalikan kadar gula darah dan tekanan darah, bila menderita hipertensi atau
diabetes.
8. Berhenti merokok.
C. ASTIGMATISMA
Astigmatisme merupakan gangguan penglihatan yang disebabkan oleh cacat pada
lengkungan lensa atau kornea. Kondisi ini dapat mengakibatkan pandangan menjadi
terdistorsi atau kabur. Astigmatisme umumnya muncul saat lahir, tetapi bisa juga
disebabkan oleh cedera yang dialami oleh mata di kemudian hari atau sebagai
komplikasi dari operasi mata.
Ketajaman penglihatan pada berbagai jangkauan jarak akan berkurang. Hal tersebut
dapat dialami oleh pengidap rabun jauh atau disebut juga miopia dan rabun dekat
atau disebut hioermetropi. Apabila tidak mendapatkan penanganan yang tepat,
astigmatisme dapat menimbulkan sakit kepala dan mata lelah, apalagi jika
menggunakan mata dalam waktu yang lama.
EPIDEMIOLOGI ASTIGMATISMA
Prevalensi global kelainan refraksi diperkirakan sekitar 800 juta sampai 2,3 milyar.
Di Indonesia prevalensi kelainan refraksi menempati urutan pertama pada penyakit
mata. Kasus kelainan refraksi dari tahun ke tahun terus mengalami peningkatan.
Ditemukan jumlah penderita kelainan refraksi di Indonesia hampir 25% populasi
penduduk atau sekitar 55 juta jiwa. Insidensi astigmatisma pada tahun 2003 angka
kejadian sebesar 30-70%.
FAKTOR RISIKO ASTIGMATISMA
Terdapat beberapa faktor yang dapat meningkatkan resiko terkena astigmatisme:
• Komplikasi akibat operasi mata.
• Cedera pada kornea akibat infeksi.
• Kondisi pada kelopak mata yang mengganggu struktur kornea. Seperti adanya
benjolan pada kelopak mata yang menekan kornea.
• Keratoconus dan keratoglobus, yaitu kondisi ketika kornea dapat berubah bentuk,
baik mengggembung atau menipis.
• Kondisi mata lainnya yang memengaruhi kornea atau lensa.
• Penyakit rabun, seperti hipermetropi dan hiperopia atau rabun jauh (miopia) dapat
menyertai astigmatisme.
DIAGNOSIS ASTIGMATISMA
Untuk memastikan diagnosis astigmatisme, dokter mata perlu melakukan pemeriksaan mata secara
menyeluruh, meliputi:
a.Tes ketajaman penglihatan. Dalam tes ini, dokter akan meminta pasien membaca serangkaian huruf
dalam berbagai ukuran, dari jarak 6 meter.
b.Uji refraksi. Dokter akan memulai tes ini dengan mengukur intensitas cahaya yang diterima retina.
Pengukuran bisa dilakukan menggunakan mesin, atau pasien akan diminta membaca huruf terkecil
melalui alat yang disebut phoropter. Bila pasien belum bisa melihat huruf dengan jelas, ukuran lensa
akan dikoreksi, hingga huruf dapat terbaca sempurna.
c.Keratometry. Keratometry adalah prosedur untuk mengukur kelengkungan pada kornea mata
menggunakan keratometer. Selain untuk menentukan ukuran lensa kontak yang tepat, prosedur ini juga
dapat digunakan untuk memeriksa kondisi kornea pasca operasi mata.
d.Topografi Tes ini bertujuan untuk memetakan kelengkungan kornea dan mendiagnosis kemungkinan
keratoconus. Hasil tes ini akan membantu dokter menentukan jenis operasi mata yang akan dilakukan.
Astigmatisme diukur dengan skala dioptri. Mata yang sehat tanpa astigmatisme, dinilai dengan dioptri
0. Namun pada sebagian besar orang, angka dioptri berkisar antara 0,5-0,75.
TANDA DAN GEJALA
ASTIGMATISMA
Pada beberapa kasus, astigmatisme tidak menimbulkan gejala sama sekali. Bila ada gejala,
keluhan yang dirasakan tiap orang dapat berbeda-beda, meliputi:
• Distorsi penglihatan, misalnya melihat garis lurus tampak miring.
• Pandangan yang samar atau tidak fokus.
• Sulit melihat saat malam hari.
• Mata sering tegang dan mudah lelah.
• Sering menyipitkan mata saat melihat sesuatu.
• Sensitif terhadap sorotan cahaya (fotofobia).
• Kesulitan membedakan warna yang mirip.
• Penglihatan ganda (pada kasus astigmatisme yang parah).
• Pusing atau sakit kepala
PENGOBATAN ASTIGMATISMA
Penanganan astigmatisme atau mata silinder tergantung pada skala dioptri penderita.
Pada mata silinder diatas 1,5, umumnya dokter akan menyarankan pasien
menggunakan kacamata atau lensa kontak. Bila pasien menginginkan metode
pengobatan lain, bedah refraktif dapat menjadi pilihan. Beberapa metode bedah yang
dapat dilakukan untuk menangani astigmatisme adalah:
1. Laser-assisted in situ keratomileusis (LASIK). LASIK menggunakan laser guna
membentuk ulang kornea, dengan mengangkat sebagian jaringan kornea. Tujuannya
adalah untuk memperbaiki fokus cahaya ke retina.
2.Laser-assisted subepithelial keratectomy (LASEK). Pada prosedur ini, dokter bedah
akan mengendurkan lapisan pelindung kornea (epithelium) dengan alkohol khusus,
lalu membentuk ulang kornea menggunakan laser. Setelah itu, epithelium akan
kembali ditempatkan ke posisi awalnya.
3.Photorefractive keratectomy (PRK). Prosedur PRK sama seperti LASEK, hanya saja
pada tindakan PRK, epithelium akan diangkat. Epithelium akan kembali terbentuk
secara alami mengikuti kelengkungan kornea yang baru.
Selain tiga metode di atas, ada metode bedah refraktif lain, yaitu refractive lens
exchange (RLE), atau disebut juga clear lens extraction (CLE). RLE menggunakan
lensa tiruan untuk mengganti lensa mata yang tidak bisa diperbaiki. Selain untuk
mengobati astigmatisme, RLE juga dapat diterapkan pada penderita katarak.
DAMPAK KOMPLIKASI
ASTIGMATISMA
Astigmatisme yang terjadi hanya pada satu mata sejak lahir, dapat memicu ambliopia
(lazy eye), atau biasa disebut mata malas. Kondisi ini terjadi karena otak terbiasa
mengabaikan sinyal yang dikirim oleh mata tersebut. Ambliopia dapat diobati dengan
penutup mata bila dideteksi lebih awal, sebelum jalur penglihatan di otak
berkembang sepenuhnya.
Pencegahan Astigmatisma
Melakukan pemeriksaan mata secara rutin untuk mengetahui kondisi mata, sehingga
dapat melakukan penanganan dengan tepat.

Anda mungkin juga menyukai