Anda di halaman 1dari 29

a.

ENDOMETRIOSIS
 Pengertian Endometriosis
Endometriosis adalah keadaan ketika sel-sel endometrium berpindah dari uterus
(rahim) ke anggota tubuh lainnya. Sel-sel endometrium adalah sel-sel yang
membentuk pelapis uterus, sehingga ketika sel-sel tersebut berada tidak pada
tempatnya, akan timbul masalah pada sistem reproduksi wanita. Pada umumnya,
sel-sel tersebut kemudian akan membentuk jaringan pada ovarium, bagian luar
dari uterus, atau tuba falopii. Jaringan tersebut juga dapat berkembang pada usus,
berbagai bagian dari perut, dan bahkan lebih lanjut. Meski tumbuh di luar rahim,
jaringan endometrium masih melakukan siklus normal seperti halnya ketika
tumbuh di dalam rahim. Jaringan akan menebal kemudian luruh menjadi darah
saat periode menstruasi berjalan. Akan tetapi karena tumbuh di luar rahim, maka
jaringan ini terjebak dan darah yang luruh tidak bisa dikeluarkan dari tubuh.
Endometriosis bisa mengakibatkan terjadinya kista pada ovarium yang disebut
kista endometrioma. Bila ini terjadi, jaringan di sekitarnya bisa ikut cedera dan
membentuk jaringan parut sehingga menjadikan organ lengket dan saling
menempel. Endometriosis dapat menyebabkan masalah kesuburan wanita dan
sakit luar biasa saat haid. Penyakit ini juga bisa memengaruhi indung telur, usus,
serta jaringan pada tulang panggul.
 Epidemiologi Endometriosis
Endometriosis sering ditemukan pada wanita remaja dan usia reproduksi dari
seluruh etnis dan kelompok masyarakat walaupun tidak tertutup kemungkinan
ditemukannya kasus pada wanita perimenopause, menopause dan
pascamenopause. Insidensi endometriosis di Amerika 6-10 % dari wanita usia
reproduksi. Di Indonesia sendiri, insidensi pasti dari endometriosis belum
diketahui.
 Penyebab Endometriosis
Penyebab endometriosis yaitu :
1. Keturunan
Seorang wanita dengan anggota keluarga yang memiliki endometriosis
lebih memungkinkan untuk mengembangkan endometriosis pula. Jadi
penyakit endometriosis kemungkinan berhubungan dengan faktor
keturunan.
2. Lingkungan
Paparan racun dan radiasi berbahaya merupakan salah satu penyebab
perkembangan penyakit endometriosis ini. Apalagi zat kimia beracun
seperti phtalates bisa berpengaruh pada respon sistem kekebalan tubuh dan
hormon reproduksi. Jadi faktor selanjutnya adalah faktor lingkungan.
3. Pengedaran sel endometrium
Selain itu pengedaran sel endometrium yang dilakukan oleh sistem
pembuluh darah atau limfatik dapat mengangkut sel endometrium ke
bagian tubuh yang lain, yang menyebabkan terjadinya endometriosis.
4. Menstruasi retrograde
Mentsruasi retrograde adalah menstruasi yang terjadi saat darah
menstruasi yang mengandung sel endometrium mengalir kembali ke tuba
falopi dan masuk ke rongga panggul, dan bukan di luar tubuh. Sel
endometrium ini menempel pada dinding pelvis dan permukaan organ
pelvis, di mana mereka tumbuh dan terus menebal dan berdarah sepanjang
siklus menstruasi.
5. Bekas luka bedah
Sel endometrium dapat menempel pada sayatan bedah setelah operasi,
terutama setelah operasi histerektomi atau operasi Caesar saat persalinan.
6. Masalah pada sistem kekebalan tubuh
Ada kemungkinan bahwa masalah dengan sistem kekebalan tubuh
mungkin membuat tubuh tidak dapat mengenali dan menghancurkan
jaringan endometrium yang tumbuh di luar rahim.Sistem kekebalan tubuh
yang tidak baik memainkan peran penting karena memungkinkan sel-sel
abnormal terus tumbuh di luar rahim.
 Faktor Risiko Endometriosis
Risiko meningkat jika ada anggota keluarga yang mengidap endometriosis.
a. Faktor keturunan
Ada kemungkinan bahwa endometriosis dipengaruhi oleh faktor
keturunan. Seorang wanita dengan anggota keluarga yang memiliki
endometriosis lebih rentan.
b. Tidak pernah melahirkan
c. Menopause terjadi pada usia yang lebih lanjut
d. Mengalami siklus menstruasi yang pendek (yaitu kurang dari 27 hari)
e. Memiliki kadar estrogen yang tinggi di dalam tubuh
f. Indeks massa tubuh yang rendah
g. Mengkonsumsi alcohol
h. Adanya sanak saudara relative yang memiliki endometriosis
i. Terjadi kelainan pada rahim
j. Kondisi medis lainnya yang dapat mengganggu aliran menstruasi.
k. Mengalami menstruasi pertama sebelum berusia 12 tahun.
l. Vagina, leher rahim, atau rahim memiliki bentuk abnormal yang membuat
mentruasi bisa terhambat.
 Diagnosis Endometriosis
a) Anamnesis
Keluhan utama pada endometriosis adalah nyeri.Nyeri pelvik kronis yang
disertai infertilitas juga merupakan masalah klinis utama pada
endometriosis. Endometrium pada organ tertentu akan menimbulkan efek
yang sesuai dengan fungsi organ tersebut, sehingga lokasi penyakit dapat
diduga. Riwayat dalam keluarga sangat penting untuk ditanyakan karena
penyakit ini bersifat diwariskan. Kerabat jenjang pertama berisiko tujuh
kali lebih besar untuk mengalami hal serupa. Endometriosis juga lebih
mungkin berkembang pada saudara perempuan monozigot daripada
dizigot. Rambut dan nevus displastik telah diperlihatkan berhubungan
dengan endometriosis.
b) Pemeriksaan pelvis. Pada pemeriksaan pelvis, dokter akan menggunakan
tangan atau kekuatan fisik untuk memeriksa adanya kelainan pada pelvis,
seperti kista pada organ reproduksi atau luka di belakang rahim.
c) Ultrasound. Ultrasound memerlukan gelombang suara berfrekuensi tinggi
untuk menciptakan gambar dari bagian dalam tubuh. Walau dokter
mungkin tidak mengetahui kondisi persis pasien, dengan ultrasound
imaging dokter dapat mengenali kista yang terkait dengan penyakit ini.
d) Laparoskopi. Apabila penanganan di atas tidak dapat memastikan kondisi
Anda, direkomendasikan untuk ahli bedah melihat bagian dalam perut
dengan prosedur operasi laparoskopi. Dengan bantuan laparoskopi, dokter
dapat mengetahui lokasi, tingkat, dan ukuran implan endometrium untuk
membantu memilih alternatif penanganan terbaik.
 Tanda dan Gejala Endometriosis
a. Nyeri setelah berhubungan seksual
b. Pendarahan berat saat menstruasi
c. Nyeri di perut bagian bawah sebelum dan selama menstruasi
d. Kram perut
e. Nyeri pada punggung bawah selama siklus menstruasi
f. Terdapat darah dalam urine dan feses
g. Nyeri saat buang air besar
Stadium Endometriosis
Endometriosis terbagi menjadi empat tingkatan, yang tergantung kepada lokasi,
jumlah, ukuran, dan kedalaman lapisan endometrium. Berikut ini adalah empat
tingkatan endometriosis dan ciri-cirinya:
a. Endometriosis minimal. Muncul jaringan endometrium yang kecil dan
dangkal di indung telur. Peradangan juga dapat terjadi di sekitar rongga
panggul.
b. Endometriosis ringan. Terdapat jaringan endometrium yang kecil dan
dangkal di indung telur dan dinding panggul.
c. Endometriosis menengah. Terdapat beberapa jaringan endometrium yang
cukup dalam di indung telur.
d. Endometriosis berat. Terdapat jaringan endometrium yang dalam di
indung telur, dinding panggul, saluran indung telur, dan usus.
 Pengobatan Endometriosis
Karena sampai sekarang penyebab endometriosis belum diketahui, maka
pengobatan untuk mengatasi kondisi ini secara akurat pun belum dapat
ditentukan. Pengobatan yang ada umumnya hanya untuk meringankan gejala,
memperlambat pertumbuhan jaringan abnormal endometrium, meningkatkan
kesuburan, serta mencegah kambuhnya gejala. Secara umum, berikut ini beberapa
pilihan pengobatan untuk penyakit endometriosis adalah:
a) Minum obat pereda nyeri
Dokter mungkin akan menyarankan pasiennya mengonsumsi obat pereda
nyeri. Pasien dapat mengonsumsi obat pereda nyeri
jenis NSAID seperti ibuprofen atau naproxen untuk meringankan nyeri
haid yang menyakitkan. Namun, penting untuk diperhatikan bahwa obat-
obatan pereda nyeri terdiri dari beberapa tingkatan dari obat untuk nyeri
skala ringan hingga nyeri skala berat. Penggunaan obat-obatan pereda
nyeri skala berat harus berada di bawah pengawasan dokter karena dapat
berdampak buruk jika digunakan secara berlebihan dan dalam jangka
waktu yang panjang.
b) Terapi hormone
Terapi hormon terkadang efektif untuk mengurangi atau menghilangkan
rasa sakit akibat gejala penyakit ini. Meski begitu, terapi hormon bukanlah
pengobatan permanen untuk kondisi ini. Gejala penyakit ini bisa saja
kambuh kembali setelah menghentikan pengobatan. Berikut ini beberapa
terapi hormon yang digunakan untuk mengobati penyakit endometriosis:
- Kontrasepsi hormon. Pil KB, patch, ataupun cincin vagina dapat
membantu menghambat proses penebalan jaringan endometrium setiap
bulan. Sebagian besar wanita melaporkan menstruasinya jadi lebih
ringan dan lebih sebentar ketika menggunakan kontrasepsi hormon.
- Terapi progestin. Terapi yang hanya mengandung hormon progestin
saja seperti seperti kontrasepsi implan atau suntik dapat meringankan
gejala endometriosis.
- Danazol. Pengobatan ini dapat menghambat pertumbuhan jaringan
endometrium dengan menghalangi produksi hormon perangsang
ovarium, mencegah menstruasi, serta meringankan gejala
endometriosis. Namun, pengobatan ini tidak disarankan jika sedang
hamil karena dapat menyebabkan efek samping serius yang dapat
berbahaya bagi janin .
c) Operasi endometriosis
Operasi endometriosis adalah tindakan medis paling akhir jika berbagai
pengobatan yang sudah disebutkan di atas tidak berjalan maksimal.
Meskipun operasi tidak dapat menyembuhkan penyakit ini, setidaknya ini
dapat mengendalikan gejala endometriosis yang dirasakan. Berikut adalah
beberapa jenis operasi endometrosis:
- Operasi endometriosis dengan laparoskopi
Operasi endometriosis adalah prosedur paling umum yang digunakan
untuk mendiagnosis atau mengatasi penyakit ini. Laparoskopi
dilakukan dengan mengangkat kista atau jaringan parut yang ada di
dalam perut dengan menggunakan panas atau laser untuk
menghancurkan jaringan. Setelah operasi selesai, sayatan lalu ditutup
dengan beberapa jahitan. Karena sayatan yang diberikan hanya kecil,
maka efek laparoskopi tidak banyak menimbulkan rasa sakit, bahkan
beberapa pasien boleh pulang di hari yang sama setelah operasi.
Meskipun operasi endometriosis dengan laparoskopi dapat membantu
meringankan gejala, gejala endometriosis tetap dapat kambuh
sewaktu-waktu.
- Operasi endometriosis dengan angkat rahim
Dalam kasus  yang parah, operasi histerektomi dan ooforektomi
merupakan perawatan terbaik. Kedua operasi endometriosis ini sama-
sama melibatkan pengangkatan rahim. Karena melibatkan
pengangkatan rahim, operasi endometriosis ini hanya dilakukan bagi
wanita yang sudah tidak memiliki rencana untuk hamil lagi. Akan
tetapi, hati-hati dengan kemungkinan risiko komplikasi yang mungkin
terjadi dari operasi endometriosis jenis ini. Oleh karena itu, selalu
konsultasikan ke dokter sebelum memutuskan untuk melakukan
operasi endometriosis. Pertimbangkan dengan baik segala efek
samping dan risiko komplikasi operasi endometriosis yang dilakukan.
 Dampak Komplikasi Endometriosis
Endometriosis yang dibiarkan berkembang tanpa diobati dapat menyebabkan
beberapa komplikasi, seperti:
- Gangguan kesuburan atau infertilitas
Endometriosis dapat menutupi tuba falopi, sehingga menghalangi sel
telur bertemu dengan sperma. Pada kasus yang jarang terjadi, penyakit
ini dapat merusak sel telur dan sperma. Sepertiga hingga setengah
penderita endometriosis diketahui menderita gangguan kesuburan.
Meski demikian, wanita dengan endometriosis ringan sampai sedang
masih berpeluang untuk hamil. Dokter akan menyarankan penderita
tidak menunda untuk memiliki anak, sebelum kondisinya makin serius.
Kanker ovarium
- Beberapa penelitian menunjukkan bahwa risiko terserang kanker
ovarium (indung telur) sedikit meningkat pada penderita
endometriosis. Selain kanker ovarium, wanita dengan riwayat
endometriosis juga berisiko terserang kanker endometrium, meski
sangat jarang terjadi.
- Adhesi
Jaringan endometriosis dapat membuat sejumlah organ tubuh saling
menempel. Sebagai contoh, kandung kemih dan usus dapat melekat ke
rahim.
- Kista ovarium
Kista ovarium adalah kantong berisi cairan yang tumbuh pada
ovarium. Kondisi ini terjadi bila jaringan endometriosis terletak di
dalam atau di dekat ovarium. Pada sejumlah kasus, kista dapat
membesar dan menimbulkan nyeri parah.
 Pencegahan Endometriosis
Cara mencegah penyakit endometriosis bisa dilakukan dengan perubahan gaya
hidup, seperti memperhatikan asupan makanan sehari-hari, berolahraga dengan
teratur, serta menghindari stres.
1. Memperhatikan Kesehatan Makanan
Cara mencegah penyakit endometriosis yang pertama adalah dengan pola
makan sehat. Asupan makanan yang tepat mampu membantu mengatasi
peradangan dan rasa sakit yang disebabkan karena endometriosis.
Mengonsumsi sayur dan buah yang mengandung banyak macam vitamin
dan antioksidan seperti vitamin A, vitamin C, dan beta-karoten yang baik
untuk tubuh. Selain sayur dan buah, pilih menu dengan kandungan omega-
3 yang tinggi, seperti ikan tuna, ikan salmon, ikan sarden, atau telur. Jadi
makanan sangat perlu diperhatikan dalam hal ini.
2. Olahraga Teratur
Berolahraga dengan teratur dapat mengurangi nyeri menstruasi akibat
endometriosis. Selain itu, berolahraga bagi penderita endometriosis juga
bisa melancarakan sirkulasi darah ke organ tubuh, menjaga nutrisi dan
aliran oksigen ke sistem dalam tubuh, mengurangi stress, serta memicu
hormon endorfin dalam otak yang dapat mengurangi rasa sakit. Para
wanita yang rajin berolahraga akan lebih kecil kemungkinannya terserang
penyakit endometriosis ini.
3. Menghindari Stres
Mengelola stres merupakan salah satu hal penting yang harus dilakukan
dalam mencegah dan mengatasi endometriosis. Melakukan relaksasi otot,
dan gerakan-gerakan yoga bisa membantu kamu menghindari stress.
Gejala penyakit ini dapat menjadi lebih berat bila seseorang merasa stres.
Bila perubahan gaya hidup belum bisa mengatasi masalah yang dirasakan,
konsultasikan kepada dokter untuk mendapatkan pemeriksaan lebih lanjut
serta pilihan terapi yang cocok.
b. AMENORE
 Pengertian Amenore
Amenore adalah tidak terjadinya atau abnormalitas siklus menstruasi seorang
wanita pada usia reproduktif. Menstruasi merupakan tanda penting maturitas
organ seksual seorang wanita. Secara umum amenore dibedakan menjadi 2 yaitu
amenore primer dan sekunder. Amenore primer adalah tidak terjadinya menstruasi
pertama kali (menarche) pada usia 13 tahun dengan pertumbuhan seks sekunder
normal atau tidak terjadinya menarche dalam waktu lima tahun setelah
pertumbuhan payudara, apabila terjadi sebelum usia 10 tahun.Sedangkan,
amenore sekunder adalah berhentinya siklus menstruasi yang teratur selama 3
bulan atau berhentinya siklus menstruasi yang tidak teratur selama 6 bulan.
 Epidemiologi Amenore
Dewasa ini, insidensi terjadinya amenore primer mengalami peningkatan.
Berdasarkan data penelitian, insidensi amenore primer di Amerika < 1%.9
Sedangkan, di Indonesia menurut penelitian yang dilakukan oleh Tri Indah
Winarni pada tahun 2009, insidensi amenore primer di Semarang sebesar 11,83%.
Menurut sejumlah penelitian menyebutkan bahwa persentase frekuensi penyebab
amenore primer antara lain abnormalitas gonadal (50,4%), abnormalitas
hipotalamus dan kelenjar pituitari (27,8%), abnormalitas saluran genitalia
(21,8%), dan hymen imperforata atau septum transversal vagina (3%-5%). Pada
50,4% pasien dengan amenore primer karena abnormalitas gonadal, disebabkan
adanya kelainan kromosom. Berdasarkan analisis kromosom, penyebab amenore
primer pada 45% kasus disebabkan karena disgenesis gonadal, adanya
abnormalitas kromosom atau agenesis duktus mülleri.
 Faktor Risiko Amenore
Beberapa faktor risiko terjadinya amenorrhea, antara lain:
1. Riwayat keluarga yang mengalami amenorrhea.
2. Gangguan pola makan, seperti anoreksia atau bulimia.
3. Olahraga dengan intensitas tinggi.
4. Organ Reproduksi
Faktor yang mempengaruhi amenorrhea adalah vagina tidak tumbuh
dan berkembang dengan baru, rahim yang tidak tumbuh, indung telur yang
tumbuh Tidak jarang ditemukan kelainan lebih kompleks pada rahim atau
rahim tidak tumbuh dengan sempurna. Kelainan ini disebut ogenesis
genital
bersifat permanen artinya wanita tersebut tidak akan mendapatkan haid sel
ama-lamanya (Pardede, 2002).
5. Penyakit
Beberapa penyakit kronis yang menjadi penyebab terganggunya siklus
haid,Kanker payudara dan lain-lain. Kelainan ini menimbulkan berat
badan yangsangat rendah sehingga datangnya haid akan terganggu
(Suhaemi, 2006).
 Diagnosis Amenore
Selain menanyakan gejala dan riwayat kesehatan pasien, dokter akan melakukan
pemeriksaan fisik terutama pemeriksaan di sekitar panggul. Sejumlah tes lanjutan
yang dapat dilakukan oleh dokter pada pasien amenorrhea adalah:
1. Tes Kehamilan : Pada wanita yang aktif secara seksual, bila mengalami
amenorrhea sekunder, pertama kali yang akan disarankan oleh dokter
adalah tes kehamilan.
2. Tes darah : Bertujuan untuk melihat kelainan kadar hormon yang mungkin
menjadi penyebab amenorrhea, seperti hormon prolaktin, estrogen,
tiroid, follicle-stimulating hormone (FSH), dehydroepiandrosterone
sulfate (DHEA-S), dan testosteron.
3. USG : pemeriksaan pencitraan ini berguna untuk melihat organ-organ
dalam tubuh Anda seperti ovarium, rahim, dan memeriksa ada tidaknya
pertumbuhan massa yang abnormal.
4. CT-scan : pemeriksaan pencitraan ini menghasilkan gambar yang lebih
jelas daripada USG. Melalui pemeriksaan ini dokter dapat melihat dengan
lebih jelas apakah terdapat tumor atau massa pada kelenjar atau organ
Anda.
5. Pencitraan resonansi magnetik (MRI) : pada otak dapat dilakukan bila
diduga terdapat kelainan kelenjar hipofisis atau hipotalamus
6. Tomografi komputer (CT) : pada bagian perut dan panggul merupakan tes
lain yang dilakukan jika diduga terdapat kelainan rahim atau indung telur
 Tanda dan Gejala Amenore
Tanda dan gejala yang muncul diantaranya :
a. Tidak terjadi haid atau periode menstruasi tidak normal
b. Produksi hormon estrogen dan progesteron menurun.
c. Nyeri kepala
d. Badan lemah
e. Keluarnya cairan dari puting susu
f. Rambut rontok
g. Perubahan penglihatan
h. Rambut wajah yang berlebihan
i. Nyeri pada panggul
j. Jerawat
Tanda dan gejala tergantung dari penyebabnya :
- Jika penyebabnya adalah kegagalan mengalami pubertas, maka tidak
akan ditemukan tanda-tanda pubertas seperti pembesaran payudara,
pertumbuhan rambut kemaluan dan rambut ketiak serta perubahan
bentuk tubuh.
- Jika penyebabnya adalah kehamilan, akan ditemukan morning sickness
dan pembesaran perut.
- Jika penyebabnya adalah kadar hormon tiroid yang tinggi maka
gejalanya adalah denyut jantung yang cepat, kecemasan, kulit yang
hangat dan lembab.
- Sindroma Cushing menyebabkan wajah bulat ( moon face ), perut
buncit, dan lengan serta tungkai yang lurus.
Gejala lainnya yang mungkin ditemukan pada amenore :
- Sakit kepala
- Galaktore ( pembentukan air susu pada wanita yang tidak hamil dan
tidak sedangmenyusui )
- Gangguan penglihatan ( pada tumor hipofisa )
- Penurunan atau penambahan berat badan yang berarti
- Vagina yang kering
- Hirsutisme ( pertumbuhan rambut yang berlebihan, yang mengikuti
pola pria ), perubahan suara dan perubahan ukuran payudara.
 Pengobatan Amenore
Pengobatan yang dilaksanakan tergantung kepada penyebab dari amenorrhea.
Beberapa metode pengobatan yang disarankan oleh dokter sesuai dengan
penyebab amenorrhea, misalnya:
a. Pengobatan pada wanita yang memiliki sindrom ovarium polikistik
(PCOS), penanganan akan berfokus untuk mengurangi kadar hormon
androgen.
b. Pemakaian pil kontrasepsi atau obat-obatan hormon yang memicu
terjadinya siklus haid.
c. Terapi sulih hormon estrogen (estrogen replacement therapy/ERT) yang
membantu menstabilkan hormon untuk memicu siklus haid, pada kondisi
insufisiensi ovarium primer. ERT akan menggantikan estrogen yang tidak
dihasilkan oleh ovarium untuk mengatur siklus menstruasi secara normal.
Dokter juga akan memberikan progestin atau progesteron untuk
mengurangi risiko kanker rahim.
d. Amenorrhea yang disebabkan oleh faktor gaya hidup bisa ditangani
dengan menjaga berat badan tetap ideal, mengontrol stres, dan
menetapkan jadwal olahraga yang tepat dan teratur.
 Dampak Komplikasi Amenore
Komplikasi yang paling ditakutkan adalah infertilitas.Komplikasi lainnya muncul
gejala-gejala lain akibat hormon seperti osteoporosis.
 Pencegahan Amenore
1. Ibu muda sebaiknya berkonsultasi terlebih dahulu pada dokter atau bidan
yang terkait jika ingin memutuskan penggunaan kontrasepsi agar bisa
diketahui kontrasepsi mana yang lebih cocok tanpa menyebabkan gejala
munculnya amenorea.
2. Hanya mengkonsumsi obat obatan yang telah dianjurkan oleh dokter
terhadap penyakit yang mungkin sedang diderita Menghindari segala
bentuk minuman yang mengandung alkohol dan jauhi narkoba yang dapat
memicu kelainan pada jaringan rahim atau gejala amenorea.
3. Mengkonsumsi suplemen makanan yang mengandung vitamin E atau
nutrisi lain yang memiliki kemampuan melindungi organ reproduksi
wanita termasuk rahim dan indung telur agar terhindar dari munculnya
amenorea.
4. Menjaga berat badan seimbang dengan mengkonsumsi makanan sehat dan
olahraga ringan yang dilakukan secara rutin dan tidak berlebihan serta di
imbangi dengan istirahat yang cukup
5. Hindari atau kurangi kadar stres yang sedang terjadi agar tidak
mempengaruhi kadar hormon yang ada didalam tubuh yang biasanya akan
berdampak buruk pada organ reproduksi termasuk rahim.

c. DISMENORE
 Pengertian Dismenore
Dismenore berasal dari kata dalam Bahasa Yunani Kuno yaitu dys yang berarti
sulit, nyeri, abnormal ; meno yang berarti bulan; dan rrhea yang berarti aliran atau
arus. Secara singkat dismenore dapat didefinisikan sebagai aliran menstruasi yang
sulit atau menstruasi yang mengalami nyeri. Dismenore dalam Bahasa Indonesia
yaitu nyeri pada saat menstruasi. Selain itu dismenore dikarekteristikan sebagai
nyeri singkat sebelum atau selamaa menstruasi. Nyeri ini berlangsung selama satu
sampai beberapa hari selama menstruasi. Dismenore merupakan masalah yang
yang sering terjadi pada wanita yang sedang mengalami haid dan sering
dikeluhkan. Dismenore dibagi menjadi 2, yaitu :
a. Dismenore primer
Dismenore primer adalah nyeri haid yang terjadi tanpa adanya kelainan
ginekologik yang nyata. Dismenore primer terjadi sesudah menarche (12 bulan
atau lebih) dikarenakan siklus menstruasi bersifat anovulatoir yang tidak disertai
nyeri. Rasa nyeri timbul sebelum atau bersama-sama haid dan berlangsung
beberapa jam. Sifat nyeri yang dirasakan seperti kejang yang berjangkit-jangkit,
terjadi pada perut bagian bawah menjalar ke pinggang dan paha. Gejala lain yang
menyertai nyeri antara lain rasa mual, muntah, sakit kepala dan diare.
b. Dismenore Sekunder
Dismenore sekunder adalah nyeri haid yang disebabkan oleh penyakit, gangguan
atau kelainan di dalam maupun di luar rahim. Nyeri pada dismenore sekunder
dimulai sejak 1-2 minggu sebelum menstruasi dan terus berlangsung beberapa
hari setelah menstruasi. Dismenore sekunder adalah nyeri menstruasi yang
berkembang dari dismenore primer.

 Epidemiologi Dismenore
Berbagai penelitian di seluruh dunia telah menunjukkan bahwa angka kejadian
dismenore cukup tinggi yaitu 43-93% wanita mengalami dismenore dan 5-10%
dari mereka mengalami dismenore yang sangat berat dan meninggalkan kegiatan
mereka 1-3 hari dalam sebulan(Neinsten, 2007). Menurut Riyanto, tidak ada
angka yang pasti mengenai jumlah penderita dismenore di Indonesia. Dismenore
primer sering terjadi pada remaja, persentasenya sebesar 40-50%. Dari penelitian
yang dilakukan di Sweden didapatkan bahwa 72% wanita dilaporkan mengalami
dismenore, 38% memerlukan pengobatan, 15% diantaranya harus membatasi
aktifitas mereka meskipun telah meminum obat serta 8% diantaranya harus
meninggalkan sekolah atau pekerjaan mereka selama menstruasi. Dismenore
merupakan permasalahan di bidang ginekologi yang banyak menyerang wanita
muda, namun dismenore yang sering terjadi adalah dismenore primer.
 Faktor Risiko Dismenore
Faktor risiko dismenore yaitu :
a. Faktor Menstruasi
 Menarche dini, gadis remaja dengan usia menarche dini insiden
dismenorenya lebih tinggi.
 Masa menstruasi yang Panjang terlihat bahwa perempuan dengan
siklus yan Panjang mengalami dismenore yang lebih parah.
b. Paritas
Insiden dismenore lebih rendah pada wanita multiparitas. Hal ini
menunjukkan bahwa insiden dismenore primer menurun setelah pertama
kali melahirkan juga akan menurun dalam hal tingkat keparahan.
c. Faktor Psikologis
Pada gadis-gadis yang secara emosional tidak stabil apalagi jika mereka
tidak mendapat penjelasan yang baik tentang proses haid mudah timbul
dismenore. Selain itu, stress emosional dan ketegangan yang dihubungkan
dengan sekolah atau pekerjaan memperjelas beratnya nyeri.
d. Memiliki riwayat dismenore pada keluarga
e. Mengalami perdarahan yang banyak saat haid
f. Faktor Endokrin
Kejang pada dismenore primer disebabkan oleh kontraksi yang berlebihan.
Hal ini disebabkan karena endometrium dalam fase sekresi memproduksi
prostaglandin F2 alfa yang menyebabkan kontraksi otot-otot polos. Jika
jumlah prostaglandin F2 alfa berlebih akan dilepaskan dalam peredaran
darah, maka selain dismenorea, dijumpai pula efek umum, seperti diare,
nausea, dan muntah.
g. Indeks Massa Tubuh yang tidak normal
Wanita dengan indeks masa tubuh (IMT) kurang dari berat badan normal
dan kelebihan berat badan (overweight) lebih mungkin untuk menderita
dismenore jika dibandingkan dengan wanita dengan IMT normal.
h. Olahraga
Dengan berolahraga maka akan menurunkan gejala dismenore primer.
Dengan berolahraga akan menurunkan kadar prostaglandin serta
melepaskan endorphin yang dapat memberikan efek penurunan rasa sakit.
 Diagnosis Dismenore
Dokter akan mulai dengan menanyakan beberapa pertanyaan seputar keluhan
nyeri haid yang dirasakan dan dilanjutkan dengan pemeriksaan fisik yang meliputi
pemeriksaan panggul.
Bila dokter mencurigai penyakit lain yang menyebabkan nyeri haid, maka dokter
akan menganjurkan beberapa pemeriksaan penunjang untuk memastikan
penyebabnya, di antaranya:
a. Pemeriksaan USG
b. Pemeriksaan CT-scan atau MRI
Bila diagnosis tidak dapat ditegakkan dengan cara-cara tersebut, dokter akan
menganjurkan prosedur laparaskopi yaitu dengan membuat sayatan kecil pada
perut. Dokter akan menyisipkan selang fleksibel yang memiliki kamera kecil
untuk melihat apakah ada kelainan dalam organ reproduksi. Laparaskopi dapat
dengan mudah mendeteksi endometriosis, perlengketan, miom, dan kista ovarium
sebagai penyebab nyeri haid.
 Tanda dan Gejala Dismenore
Tanda dan gejala dismenore sesuai dengan jenis dismenore yaitu:
a. Dismenore Primer
Gejala-gejala umum seperti rasa tidak enak badan, lelah, mual, muntah ,
diare, nyeri punggung bawah, sakit kepala, kadang-kadang dapat juga
disertai vertigo atau sensasi jatuh, perasaan cemas dan gelisah, hingga
jatuh pingsan. Nyeri dimulai beberapa jam sebelum atau bersamaan
dengan menstruasi dan berlangsung selama 48 jam atau 72 jam. Nyeri
yang berlokasi di area suprapubis dapat berupa nyeri tajam, dalam kram
dan sakit. Sering kali terdapat sensasi penuh di daerah pelvis atau sensasi
mulas yang menjalar ke paha bagian dalam dan area lumbosakralis.
Beberapa wanita mengalami mual dan muntah, pegal-pegal pada mulut
vagina, sakit kepala, letih, pusing pingsan, dan diare serta kelabilan emosi
selaa menstruasi.
b. Dismenore Sekunder
Nyeri dengan pola yang berbeda didapatkan pada dismenore sekunder
yang terbatas pada onset haid. Dismenore terjadi selaa siklus pertama dan
kedua setelah haid pertama, dismenore dimulai setelah 25 tahun. Gejala
dan tanda dismenore sekunder yaitu :
 Darah keluar dalam jumlah banyak dan kadang tidak beraturan
 Nyeri saat berhubungan seksual
 Nyeri bagian bawah yang muncul di luar waktu haid
 Nyeri tekan pada panggul
 Ditemukan adanya cairan yang keluar dari vagina
 Teraba adanya benjolan pada rahim atau rongga panggul

Dismenore dibagi 4 tingkatan menurut derajat keparahannya, yaitu:

1. Derajat 0: tanpa rasa nyeri dan aktifitas sehari-hari tidak terganggu


2. Derajat 1: nyeri ringan dan memerlukan obat rasa nyeri, namun
aktivitas seharihari tidak terpengaruh
3. Derajat 2: nyeri sedang dan tertolong dengan obat penghilang rasa
nyeri, tetapi menggangu aktivitas sehari-hari
4. Derajat 3: nyeri sangat berat dan tidak berkurang walaupun telah
memakan obat dan tidak mampu beraktivitas. Kasus ini harus
segera diatasi dengan berobat kedokter

 Pengobatan Dismenore
Pengobatan dimenore yaitu :
a. Dismenore Primer
Penatalaksanaan medis pada dismenore primer yaitu terdiri atas pemberian
kontrasepsi oral dan NSAID’s. Pada kontrasepsi oral bekerja dengan
mengurangi volume darah menstruasi dengan menekan endometrium dan
ovulasi sehingga kadar prostaglandin menjadi rendah. Golongan obat
NSAID yang diberikan pada pasien dismenore primer yaitu ibuprofen,
naproksen dan asam mefenamat. Medikasi diberikan setelah nyeri
dirasakan dan dilanjutkan selama 2 sampai 3 hari pertama pada saat
menstruasi.
b. Dismenore Sekunder
Penatalaksanaan atau terapi fisik untuk dismenore sekunder bergantung
dengan penyebabnya. Pemberian terapi NSAID’s karena nyeri yang
disebabkan oleh peningkatan prostaglandin. Antibiotik dapat diberikan
ketika ada infeksi dan pembedahan dapat dilakukan jika terdapat
abnormalitas anatomi dan struktural.
c. Cara alami
Cara berikut dapat dilakukan untuk mengurangi nyeri haid:
 Aktif bergerak/berolahraga
 Berendam dalam air hangat atau mengompres perut menggunakan
kompres hangat
 Mengkonsumsi suplemen vitamin E, asam lemak omega 3, vitamin B1,
vitamin B6, dan suplemen magnesium.
 Kurangi stress
d. Pembedahan
Bila nyeri haid disebabkan penyakit lain seperti endometriosis atau miom,
maka pembedahan adalah pilihan pengobatan yang tepat.
 Dampak Komplikasi Dismenore
Dismenore bukanlah persoalan yang mengancam nyawa penderitanya. Dismenore
apabila dibiarkan, maka akan menimbulkan terganggunya aktivitas sehari-hari.
Meskipun dismenore tidak mengancam nyawa tetapi bukan berarti
dibiarkan begitu saja. Dismenore yang dibiarkan tanpa penanganan akan
menimbulkan gejala yang merugikan bagi penderitanya. Dismenore tanpa
penanganan dapat menyebabkan :
a. Depresi
b. Infertilitas
c. Gangguan fungsi seksual
d. Penurunan kualitas hidup akibat tidak bisa menjalankan aktivitas seperti
biasanya.
e. Dismenore akan menurunkan kualitas hidup penderitanya dan akan sangat
merugikan penderita dismenore tersebut apabila dibiarkan.
 Pencegahan Dismenore

d. HIPOMENORE
 Pengertian Hipomenore
Hipomenorea adalah kondisi ketika perdarahan menstruasi lebih sedikit daripada
menstruasi normal. Selain periodenya yang singkat, jumlah darah yang keluar
juga relatif lebih sedikit.
Siklus menstruasi pada setiap manusia memang berbeda-beda yaitu antara 21
hingga 35 hari. Menstruasi ini rata-rata dapat terjadi selama 2-7 hari. Periode
menstruasi setiap wanita juga dapat berubah-ubah dipengaruhi oleh faktor internal
maupun eksternal. Wanita yang hamil tidak mengalami menstruasi karena lapisan
rahimnya tidak meluruh. Sedangkan faktor lain yang dapat memengaruhi siklus
menstruasi adalah seperti stres, kondisi hormonal, dan juga pengaruh penggunaan
obat tertentu.
 Epidemiologi Hipomenore
 Faktor Risiko Hipomenore
Faktor risiko hipomenore yaitu :
a. Berat badan
Hipomenorea juga dapat terjadi disebabkan oleh berat badan yang jauh
dari batas wajar. Berat dan lemak di badan dapat mempengaruhi
menstruasi karena hormon yang bekerja secara tidak normal. Kurangnya
berat badan yang disebabkan oleh anoreksia dan bulimia juga dapat
memunculkan kondisi ini. Oleh karena itu, kekurangan berat badan bisa
membuat tubuh berovulasi tidak secara teratur.
b. Hamil
Biasanya, menstruasi akan berhenti pada ibu hamil. Akan tetapi, tidak
menutup kemungkinan bahwa bercak darah atau flek terjadi pada mereka.
Jika darah menstruasi keluarnya lebih sedikit dibandingkan biasanya,
periksakan diri untuk mengetahui apakah hamil atau tidak. Hal tersebut
bisa menjadi pertanda awal dari kehamilan.
c. Polycystic ovary syndrome (PCOS)
Polycystic ovary syndrome adalah kelainan hormon wanita yang
memproduksi banyak kista kecil pada indung telur. Selain dapat
menghasilkan hormon pria (androgen), penyakit ini juga mempengaruhi
siklus dan perdarahan menstruasi yang berujung pada hipomenorea. Oleh
karena itu, jika mengalami gejala PCOS dan darah menstruasi juga sedikit,
segera periksakan ke dokter untuk perawatan lebih lanjut.
d. Stres
Jika mengalami stres berkepanjangan, hal tersebut dapat berdampak pada
menstruasi . Otak dapat mengubah hormon siklus haid, sehingga
terkadang tidak mengalami menstruasi atau justru darah yang keluar hanya
sedikit. Apabila sudah tidak stres, biasanya hipomenorea akan hilang dan
menstruasi kembali normal.

Diagnosis Hipomenore

 Tanda dan Gejala Hipomenore


Berikut adalah beberapa gejala yang mungkin mengindikasikan hipomenorea:
a. Perdarahan terjadi kurang dari dua hari
b. Darah yang keluar sangat sedikit hampir seperti bercak saja
c. Melewatkan satu atau lebih siklus menstruasi
d. Mengalami menstruasi ringan lebih sering daripada siklus 21 hingga 35
hari.
 Pengobatan Hipomenore
Penanganan hipomenorea pada dasarnya harus disesuaikan dengan pemicunya.
Kondisi ini dapat terjadi hanya sekali dan tidak perlu mendapatkan penanganan.
Apabila kondisi berlanjut selama beberapa bulan, baru lah seseorang
membutuhkan penanganan khusus. Dokter akan mencari tahu kemungkinan
penyebab menstruasi ringan dan menguji dengan berbagai kondisi tertentu.
Tujuannya adalah untuk menentukan rencana perawatan yang tepat.
Hipomenorea dapat diatasi dengan cara memperbaiki gaya hidup dan dengan
konsumsi obat-obatan tertentu (apabila penyebabnya adalah kondisi medis
tertentu). Dokter juga mungkin akan meresepkan atau merekomendasikan
kontrasepsi hormonal. Bagi sebagian orang, kontrasepsi hormonal dapat membuat
siklus menstruasi menjadi lebih teratur. Mengalami sedikit perubahan pada siklus
menstruasi bukan merupakan hal yang dikhawatirkan. Salah satu cara untuk
menjaga siklus menstruasi tetap normal adalah dengan menjaga pola hidup sehat.
 Dampak Komplikasi Hipomenore
 Pencegahan Hipomenore
a. Hindari Aktifitas Fisik yang Berat
Terlalu lelah adalah salah satu penyebab utama terlambatnya proses siklus
haid. Hal ini karena tubuh membutuhkan sejumlah energi untuk
meneruskan proses menstruasi secara teratur. Ketika jumlah energi habis
karena adanya aktifitas yang berat, maka haid tidak datang tepat pada
waktunya. Dan ketika siklus tidak lancar, maka sindrom pra-menstruasi
datang mengancam. Untuk itu hindarilah kelelahan berlebihan. Tubuh
setiap manusia memiliki ambang lelah yang berbeda-beda, tergantung dari
ketahanan stamina tubuh seseorang. Stamina dapat dilatih dengan
berolahraga secara teratur Untuk memulai, cobalah jogging selama 15
menit dahulu, kemudian dilatih untuk menambah waktu minimal hingga
30 menit sehari.
Hindari Stres
Di atas batang otak manusia, terdapat satu struktur yang disebut hipotalamus.
Hipotalamus memiliki beberapa fungsi dan yang terpenting adalah
menghubungkan sistem saraf dengan kelenjar endokrin melalui kelenjar hipofisis
atau pituitasi. Hipotalamus mengatur berbagai tingkatan hormon, termasuk
hormon-hormon reproduksi wanita, yaitu esterogen dan progesteron. Bila seorang
wanita berada pada tekanan mental ekstrim seperti stres, maka produksi esterogen
dan progesteronnya akan terganggu. Ketidakseimbangan ini dapat  menyebabkan
siklus haid tidak teratur.Sama dengan stamina, ambang stres setiap orang juga
berbeda- beda tergantung dari ketahanan jiwanya. Ketahanan jiwa berhubungan
dengan tubuh yang sehat. Oleh karena itu, dengan melatih tubuh berolahraga
teratur, tubuh akan menjadi lebih segar dan memiliki stamina yang baik sehingga
tidak mudah terserang stres.
c)Asupan Gizi
Asupan nutrisi tepat untuk kebutuhan gizi tubuh sangat diperlukan. Karena
status kualitas dari asupan nutrisi dan gizi mempengaruhi kinerja kelenjar
hipotalamus yang memiliki peran mengendalikan kelancaran siklus haid yang
ada.Hindari minuman bersoda, minuman keras apalagi rokok. Mulailah dengan
menjaga pola makan yang berkualitas. Yang penting bukan kuantitasnya, tapi
kualitas nutrisi yang ada di setiap makanan atau minuman. Mulailah
mengonsumsi makanan yang sehat seperti buah-buahan segar, sayur, gandum dan
tinggalkan junk food dan makanan berlemak.Hindari juga konsumsi obat-obatan
termasuk yang dijual bebas,Hindari merokok, obat-obatan terlarang, dan alkohol.
e. HIPERMENORE
 Pengertian Hipermenore
Menoragia atau hipermenorea adalah pendarahan haid yang lebih banyak dari
norma (lebih dari 80ml/hari) atau lebih lama dari normal (lebih dari 8 hari),
kadang disertai dengan bekuan darah sewaktu haid. Siklus Haid yang normal
antara 21 – 35 hari, selama 2 – 8 hari dengan jumlah darah haid sekitar 25 – 80
ml/hari.
 Epidemiologi Hipermenore
 Faktor Risiko Hipermenore
 Diagnosis Hipermenore
 Tanda dan Gejala Hipermenore
 Pengobatan Hipermenore
 Dampak Komplikasi Hipermenore
 Pencegahan Hipermenore
f. OLIGOMENORE
 Pengertian Oligomenore
Oligomenore adalah suatu kondisi di mana periode menstruasi tidak teratur yang
biasanya diderita oleh wanita usia subur.Normalnya jarak antara haid satu bulan
dengan bulan selanjutnya biasanya 21-35 hari. Seseorang dikatakan menderita
oligomenore bila antar haid lebih dari 35 hari atau sama sekali tidak mendapat
haid selama 90 hari. Seseorang juga bisa juga dikatakan menderita oligomenore
bila mengalami kurang dari 9 kali menstruasi dalam periode setahun.
 Epidemiologi Oligomenore
Menurut laporan WHO (2008) prevalensi oligomenore pada wanita sekitar
50%.Penelitian Bieniasz J et al, dalam Sianipar et al (2011) mendapatkan
prevalensi gangguanmenstruasi di dunia ditaksirkan amenorea primer sebanyak
5,3%, amenorea sekunder 18,4%,oligomenorea 50%, polimenorea 10,5%, dan
gangguan campuran sebanyak 15,8%.
 Penyebab Oligomenore
Berikut ini beberapa penyebab haid yang tidak teratur (Oligomenore) :
a. Adanya kista indung telur, fibfinoid atau masalah rahim lainnya.
Wanita yang mengalami PCOS (polysyctic ovary syndrome), yaitu dimana
indung telur berisi kista mengakibatkan haid yang tidak teratur
berupa oligomenorea,amenore atau bahkan haid yang sangat banyak.
Kondisi ini berkaitan dengan kadar hormon androgen yang berlebih di
dalam tubuh.
b. Penyakit hipotiroid/ hipertiroid
c. Penyakit Cushing
d. Stress
Wanita yang mengalami stres, biasanya juga akan mengalami gangguan
hormonal. Hipothalamus saat stres akan mensekresi CRF (corticotropin
releasing factor) yang memacu hipofise anterior untuk memproduksi
ACTH (adenocorticotrophic hormone).Pelepasan ACTH menyebabkan
kelenjar adrenal mensekresi hormon kortisol. Adanya sekresi hormon
kortisol menimbulkan respon kewaspadaan yang merupakan salah satu
respon tubuh terhadap stres. Akibatnya produksi seks hormon (estrogen
dan progesteron) ditekan sedemikian rupa sehingga tidak berkompetisi
mendapatkan energi. Hal ini mengakibatkan tidak terjadinya ovulasi.
e. Disfungsi kelenjar pituitary
Kelenjar pituitary berfungsi merangsang produksi hormon yang
mempengaruhipertumbuhan dan reproduksi, sehingga bila kelenjar
pituitary mengalami malfungsi maka akan mengakibatkan
ketidakseimbangan hormon, terutama hormon yang berperan dalam
reproduksi, sehingga terjadilah oligomenore.
f. Stres emosional
Pada saat stres, hormone stres yaitu hormon kortisol sebagai
produk dari glukokortioid korteks adrenal yang disintesa pada zona
fasikulata bisa mengganggu siklus menstruasi karena mempengaruhi
jumlah hormon progesterone dalam tubuh. Jumlah hormon dalam darah
yang terlalu banyak inilah yang dapat menyebabkan perubahan siklus
menstruasi.
g. Sakit kronis.
Akibat menderita penyakit kronis, tubuh mengalami kekurangan nutrisi.
Akibatnya kebutuhan sel-sel tubuh tidak tercukupi termasuk kebutuhan
untuk berovulasi.
h. Adanya ketidakseimbangan hormone
Olligominore dapat juga disebabkan ketidakseimbangan hormonal seperti
pada awal pubertas dan pada saat menjelang menopause. Oligomenorea
sering terjadi pada 3-5 tahun pertama setelah haid pertama ataupun
beberapa tahun menjelang terjadinya menopause. Oligomenorea yang
terjadi pada masa-masa itu merupakan variasi normal yang terjadi
karena kurang baiknya koordinasi antara hipotalamus, hipofisis dan
ovarium pada awal terjadinya menstruasi pertama dan menjelang
terjadinya menopause, sehingga timbul gangguan keseimbangan
hormon dalam tubuh.
i. Nutrisi, adanya kelainan makan seperti pada penderita anorexia nervosa
dan latihan fisik berlebih (atlit). Tubuh yang sangat gemuk atau kurus bisa
mempengaruhi siklus haid, karena sistim metabolisme di dalam tubuh
tidak bekerja dengan baik. Akibatnya kebutuhan sel-sel tubuh tidak
tercukupi termasuk kebutuhan untuk berovulasi sehingga siklus haid pun
terganggu.
j. Adanya tumor yang mempengaruhi pengeluaran hormon estrogen.
k. Penggunaan terlarang obat anabolik steroid untuk mendongkrak
kemampuan atletisOligomenorea biasanya terjadi akibat adanya gangguan
keseimbangan hormonal padaaksis hipotalamus-hipofisis-ovarium.
Gangguan hormon tersebut menyebabkan lamanya siklus menstruasi
normal menjadi memanjang, sehingga menstruasi menjadi lebih jarang
terjadi.
 Faktor Risiko Oligomenore
a. Paling sering, kondisi ini merupakan efek samping dari penggunaan
hormon kontrasepsi. Beberapa wanita mengalami periode yang lebih
ringan selama tiga hingga enam bulan setelah mereka mulai menggunakan
kontrasepsi. Terkadang, haid mereka berhenti total.
b. Wanita muda yang berpartisipasi dalam olahraga atau melakukan olahraga
berat dapat mengembangkan kondisi ini.
c. Gangguan makan, seperti anoreksia nervosa dan bulimia, juga dapat
menyebabkan kondisi ini.
d. Oligomenore biasa terjadi pada remaja perempuan dan wanita
perimenopause karena kadar hormon yang berfluktuasi.
e. Oligomenore juga dapat terjadi pada wanita yang menderita diabetes atau
masalah tiroid.
f. Terjadi pada wanita dengan kadar protein tinggi yang disebut prolaktin
dalam darah. Obat-obatan, seperti antipsikotik dan anti-epilepsi, dapat
mengurangi menstruasi.
 Diagnosis Oligomenore
Oligomenore biasanya didiagnosis dari hasil wawancara, pemeriksaan fisik, tes
darah, dan pemeriksaan USG perut. Pada saat wawancara dokter akan
menanyakan tentang riwayat haid dan riwayat haid keluarga, termasuk apakah
ada masalah pada saat pertama kali mendapat haid di usia remaja.
Pemeriksaan fisik yang dilakukan oleh dokter untuk mendiagnosis penyebab
oligomenore di antaranya pemeriksaan wajah dan leher, payudara, serta perut.
Pemeriksaan panggul juga biasanya dilakukan.
Dokter juga mungkin akan melakukan pemeriksaan rektovaginal (pemeriksaan
dalam) yaitu dengan memasukkan jari ke dalam vagina dan anus untuk
mendeteksi ada tidaknya kelainan pada area tersebut. Dokter melakukan
pemeriksaan rektovaginal dengan menggunakan sarung tangan dan gel untuk
mengurangi ketidaknyamanan pasien.
Selain itu, dokter juga akan melakukan pemeriksaan vagina menggunakan alat
spekulum untuk melihat apakah ada kelainan di bagian dalam vagina dan mulut
rahim. Jika belum pernah melakukan hubungan seksual dokter akan melakukan
diagnosis dengan menggunakan metode lain.Bila dalam pemeriksaan-
pemeriksaan ini, merasa tidak nyaman, segeralah beritahukan dokter atau perawat.
Bila dokter belum dapat memastikan diagnosis oligemenore, dokter mungkin akan
menganjurkan pemeriksaan penunjang berupa:
a. Pemeriksaan darah untuk mendeteksi apakah ada tanda perdarahan,
kekurangan nutrisi, terjadi infeksi atau peradangan, dan lain-lain.
b. Pemeriksaan darah untuk mendeteksi kadar hormon dan fungsi tiroid
c. Pemeriksaan urin untuk mendeteksi tanda kehamilan, infeksi, atau
penyakit menular seksual
d. Pemeriksaan pap smear untuk mendeteksi tanda kanker mulut rahim dan
biopsi untuk mendeteksi kanker jenis lain dari sistem reproduksi
Selain itu, dokter juga mungkin menganjurkan pemeriksaan USG perut dan
panggul serta pemeriksaan CT-scan atau MRI.
 Tanda dan Gejala Oligomenore
a. Periode siklus menstruasi yang lebih dari 35 hari sekali, dimana hanya
terdapat 4 – 9 periode dalam 1 tahun
b. Haid yang tidak teratur dengan jumlah yang tidak tentu.
c. .Pada beberapa wanita yang mengalami oligomenore terkadang juga
mengalami kesulitan untuk hamil.
 Pengobatan Oligomenore
Pengobatan yang diberikan kepada penderita oligomenore akan disesuaikan
dengan faktor penyebabnya. Bila oligomenore disebabkan pola hidup yang salah
misalnya berolahraga berlebihan, berat badan yang terlalu rendah atau akibat
stress berlebih, dokter akan menyarankan perubahan pola hidup menjadi lebih
sehat. Jika oligomenore disebabkan karena gangguan hormonal, maka dokter
mungkin menyarankan mengganti pil kontrasepsi hormonal yang sedang pasien
konsumsi dengan kontrasepsi jenis lain.
Bila oligomenore merupakan tanda dari penyakit lain yang mendasari, misalnya
penyakit menular seksual, maka dokter akan meresepkan obat antibiotik untuk
menangani masalah dasarnya.
Begitu pula pada oligomenore yang disebabkan penyakit lain, penanganannya
adalah sesuai dengan penanganan penyakit yang mendasari terjadinya
oligomenore.
 Dampak Komplikasi Oligomenore
Komplikasi yang paling menakutkan adalah terganggunya fertilitas dan stress
emosional pada penderita sehingga dapat meperburuk terjadinya kelainan haid
lebih lanjut. Prognosa akan buruk bila oligomenore mengarah pada infertilitas
 Pencegahan Oligomenore

g. POLIMENORE
 Pengertian Polimenore
Polimenore yaitu siklus haid lebih pendek dari biasanya (kurang dari 21 hari
siklusnya atau masa bersih tanpa darah haid kurang dari 2 minggu). Secara awam
bisa terlihat sebagai haid yang terjadi dua kali atau lebih dalam satu bulan.
Banyaknya perdarahan bisa sama atau lebih banyak dari haid normal.
Penyebabnya antara lain gangguan hormonal sehingga siklus haid menjadi lebih
pendek.
 Epidemiologi Polimenore

 Faktor Risiko Polimenore


Faktor risiko polimenore yaitu :
a. Awal menstruasi pertama (3 hingga 5 tahun pertama menstruasi) maupun
beberapa tahun menjelang menopause.
b. Gangguan indung telur, seperti endometriosis dan PCOS (polycystic ovary
syndrome).
c. Stres dan depresi.
d. Pasien dengan gangguan makan, seperti anoreksia nervosa, bulimia, dan
diet yang berlebih.
e. Perubahan (peningkatan maupun penurunan) berat badan yang terlalu
cepat.
f. Berat badan berlebih atau obesitas.
g. Aktivitas berlebih seperti olahraga berlebihan.
h. Penggunaan obat-obatan tertentu, seperti antikoagulan, aspirin, NSAID,
dan kontrasepsi oral.
i. Penyakit menular seksual, seperti chlamydia dan gonorrhea.

 Diagnosis Polimenore
Penegakan diagnosis polimenorea dilakukan dengan melakukan anamnesis
melalui pemantauan beberapa parameter, seperti lama siklus periode mentruasi,
durasi menstruasi, maupun volume darah selama menstruasi. Selain itu, dapat
dilakukan pemeriksaan penunjang, seperti pemeriksaan darah lengkap, USG
(untuk memastikan tidak adanya kelainan organ), serta pemeriksaan kadar
hormon reproduksi, seperti progesteron, LH, FSH, dan prolaktin.
 Tanda dan Gejala Polimenore
Gejala dan tanda umum terjadinya polimenorea antara lain:
a. Siklus haid yang pendek (kurang dari 21 hari).
b. Frekuensi menstruasi yang meningkat (lebih dari 1-2 kali dalam sebulan).
c. Durasi menstruasi yang panjang.
d. Dapat juga disertai dengan peningkatan volume darah menstruasi.
e. Pasien dengan kondisi polimenorea dapat mengalami kondisi anemia.
 Pengobatan Polimenore
Pada umumnya, polimenorea bersifat sementara dan dapat disembuhkan.
Polimenorea yang berlangsung terus-menerus dapat menimbulkan gangguan
hemodinamik tubuh akibat darah yang keluar terus-menerus. Hal ini memicu
terjadinya anemia.
Selain itu, kondisi polimenorea dapat memicu terjadinya gangguan kesuburan,
karena adanya gangguan proses ovulasi. Tujuan terapi polimenorea adalah untuk
mengontrol perdarahan serta mencegah terjadinya perdarahan berulang yang
dapat menyebabkan komplikasi, seperti anemia dan gangguan kesuburan.
Terapi yang diberikan tergantung pada usia, resiko kesehatan, dan pilihan
kontrasepsi. Pada umumnya, terapi farmakologi kondisi polimenorea meliputi
terapi hormonal, seperti hormon estrogen dan hormonal kombinasi (estrogen dan
progesteron), serta tablet penambah darah untuk mengoreksi kondisi anemia.
Pemberian obat NSAIDs (nonsteroidal anti-inflammatory drugs), seperti
ibuprofen, naproxen, dan asam mefenamat, menunjukkan penurunan kejadian
perdarahan. Pemberian obat NSAIDs akan menurunkan level prostaglandin yang
tinggi pada pasien dengan kondisi perdarahan yang lebih intens.
 Dampak Komplikasi Polimenore
Dampak komplikasi dari polimenore yaitu anemia dikarenakan mengalami
menstruasi 2 kali atau lebih dalam sebulan sehingga mengalami anemia karena
darah keluar terus apabila tidak ditangani. Selain itu dampak komplikasi
polimenore yaitu gangguan kesuburan karena mempengaruhi ovulasi.
 Pencegahan Polimenore
Pencegahan kondisi polimenorea dilakukan dengan meminimalisasikan faktor
risiko penyebab terjadinya polimenorea, seperti:
a. Mengontrol berat badan ideal.
b. Menghindari stres dan depresi.
c. Menjalani pola hidup sehat dengan melakukan olahraga secara teratur dan
menerapkan pola makan yang sehat.
d. Segera konsultasikan ke dokter jika mengalami siklus menstruasi yang
singkat (kurang dari 21 hari), untuk mencegah terjadinya komplikasi
seperti anemia dan gangguan kesuburan.
e. Menjaga kesehatan genital untuk mencegah terjangkitnya penyakit
menular seksual.

Anda mungkin juga menyukai