Pembimbing:
dr. Vanessa Maximiliane Tina, Sp.M
Disusun oleh:
Virginia Marsella T
112017206
Mata adalah salah satu indera yang penting bagi manusia, melalui mata manusia menyerap
>80% informasi visual yang digunakan untuk melaksanakan berbagai kegiatan. Namun,
gangguan terhadap penglihatan banyak terjadi, mulai dari gangguan ringan hingga gangguan
yang berat yang dapat mengakibatkan kebutaan. Penyakit katarak merupakan penyakit mata yang
ditandai dengan kekeruhan lensa mata sehingga mengganggu proses masuknya cahaya ke mata.
Katarak dapat disebabkan karena terganggunya mekanisme kontrol keseimbangan air dan
elektrolit, karena denaturasi protein lensa atau gabungan keduanya.Sekitar 90% kasus katarak
berkaitan dengan usia; penyebab lain adalah kongenital dan trauma.1-3
Katarak atau kekeruham lensa mata merupakan penyebab utama kebutaam di Indonesia
77,7% kebutaan disebabkan oleh katarak. Sedangkan prevalensi kebutaan akibat katarak pada
penduduk umur 50 tahun keatas di Indonesia sebesar 1,9%. Referat berikut adalah penjelasan
dari jenis – jenis katarak. 1-3
BAB II
ISI
Katarak adalah kekeruhan pada lensa mata, secara fisiologis sifat lensa yang seharusnya
bening dan transparan berubah menjadi keruh akibat hidrasi cairan lensa, denaturasi protein lensa
atau keduanya dan gangguan metabolisme lensa. Kekeruhan dapat mengenai kedua mata dan
berjalan progresif sehingga menyebabkan menurunnya tajam penglihatan hingga berakhir
dengan kebutaan apabila tidak diberikan intervensi. Berat dan ringannya penurunan tajam
penglihatan bergantung pada derajat kekeruhan lensa . Kekeruhan lensa akan mengakibatkan
lensa kehilangan sifat transparannya sehingga pupil akan tampak berwarna putih atau keabuan.
1. Katarak kongenital, merupakan katarak yang telah terlihat pada usia dibawah 1 tahun
2. Katarak juvenile, adalah katarak yang terjadi setelah usia 1 tahun
3. Katarak senilis merupakan katarak yang terjadi setelah usia 50 tahun. 4,5
2.2 Jenis- Jenis Katarak
Katarak kongenital adalah katarak yang mulai terjadi sebelum atau segera setelah lahir
dan bayi berusia kurang dari 1 tahun. Katarak kongenital merupakan penyebab kebutaan pada
bayi yang cukup berarti terutama akibat penanganannya yang kurang tepat.
Pada katarak kongenital, kelainan utama terdapat di nukleus lensa, nukleus fetal, atau
nukleus embrional, bergantung pada waktu stimulus kataraktogenik. Dapat pula terletak di kutub
anterior atau posterior lensa apabila katarak terjadi di kapsul lensa. Bentuk katarak berwarna
putih padat dapat terlihat sebagai leukokoria (pupil putih), hal ini banyak disadari oleh orang tua.
Katarak unilateral, padat, diameter >2mm, dapat menyebabkan ambliopia deprivasi permanen
jika tidak ditangani dalam 2 bulan pertama kelahiran dengan operasi. Penyebabnya biasanya
sporadic dan terkait dengan abnormalitas mata, trauma, infeksi intrauterine, infeksi rubella.
Katarak bilateral simetris membutuhkan penatalaksanaan yang tidak terlalu segera, tetapi jika
penanganan ditunda tanpa alasan dapat terjadi ambliopia deprivasi bilateral. Penyebabnya
biasanya akibat penyakit metabolic, infeksi, sistemik, dan genetic. Penyebab tersering adalah
hipoglikemia, trisomy, distrophi miotonik, premature, dsb.
Rubela pada ibu dapat menyebabkan katarak pada lensa fetus, terdapat 2 bentuk
kekeruhan yaitu kekeruhan sentral dengan perifer jernih seperti Mutiara atau kekeruhan di luar
nucleus yaitu korteks anterior dan posterior atau total. Mekanisme terjadinya tidak jelas, akan
tetapi diketahui bahwa rubella dapat dengan mudah melalui barrier plasenta, dan bertahan selama
3 tahun dalam lensa.3
Katarak juvenil adalah katarak yang lembek dan terdapat pada orang muda, yang mulai
terbentuknya pada usia kurang dari 9 tahun dan lebih dari 3 bulan. Katarak juvenile merupakan
kelanjutan dari katarak kongenital. Katarak juvenile biasanya merupakan penyulit penyakit
sistemik ataupun metabolic dan penyakit lainnya seperti katarak metabolik, otot, katarak
traumatik, katarak komplikata, kelainan kongenital lain, dan katarak radiasi.
Katarak juvenile dapat juga disebabkan oleh beberapa jenis obat seperti eserin (0,25-
0,5%), kortikosteroid, ergot, antikolinesterase topikal, kelainan sistemik atau metabolik yang
dapat menimbulkan katarak juvenile adalah diabetes mellitus, galaktosemi, dan distrofi miotonik.
Sebagian besar katarak timbul akibat pajanan kumulatifterhadap pengaruh lingkungan seperti
merokok, radiasi UV serta nutrisi yang buruk. Katarak biasanya berkembang tanpa penyebab
yang nyata, bagaimana pun katarak bisa juga timbul akibat trauma pada mata, paparan yang lama
terhadap obat seperti kortikosteroid menyebabkan katarak. Akibat induksi kortikosteroid
menyebabkan katarak subkapsul posterior, Phenotiazin dan amiodaron menyebabkan deposit
pigmen di epitel lensa anterior. Katarak juvenile juga dapat disebabkan karena kelainan
herediter.6
Katarak senilis merupakan kekeruhan lensa mata yang terjadi karena faktor usia.
Biasanya terjadi pada usai diatas 50 tahun. Gangguan ini ditandai dengan adanya penebalan
progresif secara bertahap dari lensa mata. Katarak senilis merupakan salah satu penyebab utama
gangguan penglihatan dan kebutaan di dunia.2,3
Perubahan lensa pada usia lanjut meliputi :
Epitel: makin tipis, sel epitel (germinatif) pada ekuator bertambah besar, epitel bengkak
dan vakuolisasi mitokondria
Serat lensa: lebih ireguler, pada korteks terjadi kerusakan serat sel, sinar UV lama
kelamaan merubah protein nukleus (histidin, triptofan, metionin, sistein dan tirosin)
lensa menjadi brown sclerotic nucleus
Korteks: tidak berwarna karena kadar asam askorbat tinggi dan menghalangi
fotooksidasi, serat tidak banyak mengubah protein pada serat muda
Katarak nuklearis. Katarak ini ditandai dengan kekeruhan sentral dan perubahan warna
lensa menjadi kuning atau cokelat secara progresif perlahan-lahan yang mengakibatkan
turunnya tajam penglihatan. Derajat kekeruhan lensa dapat dinilai menggunakan
slitlamp. Katarak jenis ini biasanya terjadi bilateral, namun dapat juga asimetris.
Perubahan warna mengakibatkan penderita sulit untuk membedakan corak warna.
Katarak nuklearis secara khas lebih mengganggu gangguan penglihatan jauh daripada
penglihatan dekat. Nukleus lensa mengalami pengerasan progresif yang menyebabkan
naiknya indeks refraksi, dinamai miopisasi. Miopisasi menyebabkan penderita
presbiopia dapat membaca dekat tanpa harus mengenakan kacamata, kondisi ini disebut
sebagai second sight.
Gambar 1. Katarak nuklearis3
Katarak kortikal. Katarak ini berhubungan dengan proses oksidasi dan presipitasi
protein pada sel-sel serat lensa. Katarak jenis ini biasanya bilateral, asimetris, dan
menimbulkan gejala silau jika melihat ke arah sumber cahaya. Tahap penurunan
penglihatan bervariasi dari lambat hingga cepat. Pemeriksaan slitlamp berfungsi
untuk melihat ada tidaknya vakuola degenerasi hidropik yang merupakan
degenerasi epitel posterior, dan menyebabkan lensa mengalami elongasi ke anterior
dengan gambaran seperti embun.
Menurut Buratto, tingkat kekerasan lensa pada katarak senilis dapat dibagi menjadi lima
grade yaitu : 9
Grade 1 : Nukleus lunak. Ditandai dengan visus yang masih lebih baik dari 6/12,
lensa tampak sedikit keruh dengan warna agak keputihan, dan refleks fundus juga
masih dengan mudah diperoleh.
Grade 2: Nukleus dengan kekerasan ringan. Ditandai oleh nukleus yang mulai
sedikit berwarna kekuningan, visus biasanya antara 6/12 sampai 6/30 dan refleks
fundus juga masih mudah diperoleh.
Grade 3 : Nukleus dengan kekerasan sedang. Ditandai nukleus tampak berwarna
kuning disertai dengan kekeruhan korteks yang berwarna keabu-abuan, visus
biasanya antara 3/60 sampai 6/30.
Grade 4 : Nukleus keras. Ditandai dengan nukleus yang sudah berwarna kuning
kecoklatan, visus biasanya antara 3/60 sampai 1/60, refleks fundus dan keadaan
fundus sudah sulit dinilai, usia penderita biasanya sudah lebih dari 65 tahun.
Grade 5 : Nukleus sangat keras. Ditandai dengan nukleus berwarna coklat hingga
kehitaman, visus biasanya kurang dari 1/60. 9
Segera setelah masuk benda asing, lensa menjadi putih, karena lubang pada kapsul lensa
menyebabkan humor uqueus dan kadang-kadang korpus vitreum masuk ke dalam struktur lensa.
Pasien mengeluh penglihatan kabur secara mendadak. Mata menjadi merah, lensa opak, dan
mungkin terjadi perdarahan intraokular. Apabila humor aqueusatau korpus vitreum keluar dari
mata, mata menjadi sangat lunak. Penyulit adalah infeksi, uveitis, ablasio retina, dan glaukoma.
Benda asing magnetik intraokular harus segera dikeluarkan. 3,5,7,8
Katarak dapat terbentuk sebagai efek langsung penyakit intraokular pada fisiologi lensa
(misalnya uveitis rekuren yang parah). Katarak biasanya berawal di daerah subkapsul posterior
dan akhirnya mengenai seluruh struktur lensa. Penyakit-penyakit intraokular yang sering
berkaitan dengan pembentukan katarak adalah uveitis kronik atau rekuren, glaukoma, retinitis
pigmentosa, dan pelepasan retina. Katarak ini iasanya unilateral. Prognosis visualnya tidak
sebaik katarak senilis biasa Katarak pada polus posterior terjadi akibat penyakit koroiditis,
retinitis pigmentosa, ablasio retina , kontusio retina dan miopia tinggi yang mengakibatkan
kelainan badan kaca. Biasanya kelainan ini berjalan aksial yang biasanya tidak berjalan cepat di
dalam nukleus, sehingga sering teriihat nukleus lensa tetap jernih. Katarak akibat miopia tinggi
dan ablasi retina memberikan gambaran agak berlainan.
Katarak akibat kelainan polus anterior bola mata biasanya akibat kelainan komea
berat, iridoksiklitis, kelainan neoplasma dan glaukoma. Pada iridosiklitis akan mengakibatkan
katarak subkapsularis anterior. Pada katarak akibat glaukoma akan terlihat katarak disiminata
pungtata subkapsular anterior (katarak Vogt). Contoh katarak sekunder akibat dari penyakit
okular lain adalah (gambar 7): 2,5
Dapat menyebabkan kekeruhan (berwarna abu-abu – putih dan berukuran kecil) pada
anterior, subkapsular atau kapsul lensa dalam area pupil. Gambaran yang terbentuk
menunjukkan infark fokal pada epitelium lensa dan merupakan patognomonik dari
glaukoma sudut tertutup akut di masa lampau.2,5
Katarak bilateral dapat terjadi karena gangguan-gangguan sistemik berikut ini: diabetes
mellitus, hipoparatiroidisme, distrofi miotonik, dermatitis atopik, galaktosemia, dan sindrom
Lowe, Werner, dan Down. Katarak diabetik merupakan katarak yang terjadi akibat adanya
penyakit diabetes melitus.
Efek osmotik.
Fluktuasi kadar gula darah dapat menyebabkan variasi pada ketebalan lensa dan
mempengaruhi osmotiknya. Lensa bersifat menyerap air dan mata cenderung menjadi
miopi ketika kadar gula tinggi karena jalur heksokinase pada metabolisme glukosa lensa
menjadi tersaturasi dan glukosa yang berlebihan akan diubah menjadi sorbitol dan
fruktosa. Hal ini menyebabkan air dari aqueous humor masuk ke lensa secara osmosis.
Katarak toksik jarang terjadi. Obat lain yang diduga berhubungan dengan terjadinya
katarak meliputi fenotiazin, amiadaron, busulfan, dan tetes mata miotikum kuat seperti fosfolin
iodide.
Dapat menyebablan deposisi dengan gambaran seperti garpu atau cabang, granul warna
kuning kecoklatan pada kapsul lensa posterior dalam area pupil. Gambaran difus, deposit
granular area endothelium. kornea dan pada stroma juga dapat terjadi Deposit pada
lentikular dan korneal terkait dengan dosis obat dan biasanya ireversibel. Pada dosis yang
sangat tinggi (> 2400 mg per hari) obat tersebut dapat menyebabkan retinotoksisitas.
Busulphan.
Amiodarone.
Digunakan untuk pengobatan aritimia jantung. Obat ini menyebabkan deposit pada
anterior subkapsular lensa pada sekitar 50% pasien dengan dosis sedang hingga tinggi.
Allopurinol.
Digunakan untuk pengobatan hiperurisemia dan gout kronik. Obat ini meningkatkan
risiko terbentuknya katarak pada pasien lanjut usia, jika dosis kumulatif melebihi 400
gram atau durasi pemberiannya melebihi 3 tahun. 2,3,8
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Katarak adalah kekeruhan pada lensa mata, secara fisiologis sifat lensa yang seharusnya
bening dan transparan berubah menjadi keruh akibat hidrasi cairan lensa, denaturasi protein lensa
atau keduanya dan gangguan metabolisme lensa.
1. Simanjuntak R,Lesta YD, Ismandati R. Infodatin: Pusat Data dan Informasi Kementrian
Kesehatan RI. Situasi Gangguan Penglihatan. Kementrian Kesehatan RI.2018
2. Astrari P. 2018. Katarak: Klasifikasi, Tatalaksana, dan Komplikasi Operasi. Cermin
Dunia Kedokteran.45(10) :748-53
3. Cantor LB, Rapuano CJ, Cioffi GA. Lens and cataract. 2014-2015 Basic and clinical
Science course. San Francisco, CA: American Academy of Ophthalmology; 2015.
4. Ilyas HS, Yulianti SR. Ilmu penyakit mata. Edisi 5. Jakarta : FKUI. 2017; h. 210-222
5. Astari P. Katarak: klasikasi, tatalaksana, dan komplikasi operasi. Jurnal CDK. 2018. 45
(10); h.748-53
6. Mutiarasari D, Handayani F. Katarak juvenil. Jurnal INSPIRASI. 2011. Nomor XIV; h.
37-50
7. Ibrahim MF. Antioksidan dan katarak. Jurnal biomedika dan kesehatan. 2019. 2(4);
h.154-61
8. Ikatan Dokter Indonesia. Panduan praktik klinis bagi dokter di fasilitas pelayanan
kesehatan primer. 2014. Jakarta : IDI; h. 185-86\
9. Soekardi I, Hutauruk JA. Transisi menuju fakoemulsifikasi, langkah-langkah menguasai
teknik & menghindari komplikasi. Edisi 1. Jakarta : Kelompok Yayasan Obor Indonesia.
2004; h.1-7