Anda di halaman 1dari 11

TUGAS SISTEM INDERA

KERATOKONUS

NAMA : ATHIYAH ULYA ARIF

NIM : 70600117009

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UIN ALAUDDIN MAKASSAR

2018
KERATOKONUS

DEFINISI

Keratokus merupakan kelainan dari kornea. Bentuk kornea mengalami


penonjolan dari bentuk normal. Keratokonus adalah penyakit kornea yang bersifat
kronis dan non inflamasi dimana daerah sentral dan parasentral dari kornea
mengalami penipisan dan penonjolan sehingga kornea tampak berbentuk kerucut.
Efeknya penderita mengalami gangguan penglihatan saat melihat suatu benda.

EPIDEMIOLOGI

Keratokonus mempunyai onset pada masa pubertas dan mengalami


progresivitagas sampai dekade ketiga atau keempat kehidupan. Kelainan yang
menyertai keratokonus yang paling sering adalah sindroma Down, amaurosis
kongenital Leber (Leber’s congenital amaurosis), dan kelainan jaringan
penyangga (connective tissue). Keratokonus terjadi pada semua ras dan tidak
mempunyai predisposisi pada jenis kelamin tertentu.

ETIOLOGI

- Penelitian Biokimia
Terjadinya penipisan stroma pada keratokonus diduga disebabkan
meningkatnya enzim protease, yang disebabkan menurunya enzim inhibitor
protease. Pada pemeriksaan biokimia didapatkan penurunan enzim alpha1-
proteinase inhibitor, alpha2 macroglobulin dan TMP-1.
- Faktor Genetik
Pada penelitian silsilah keluarga didapatkan bahwa keratokonus
diturunkan secara autosomal dominan dengan penetrasi yang bervariasi.
- Hubungan Keratokonus dengan Penyakit Lain
Sindroma Down dilaporkan mempunyai angka kejadian keratokonus yang
lebih tinggi dibanding angka kejadian pada populasi umum, yaitu sebesar 5-15%
(100-300 kali lebih besar).
Kebiasaan menggosok-gosok mata (eye rubbing) juga dikaitkan dengan
patogenensis terjadinya keratokonus. Beberapa literatur menyebutkan
hubungan keratokonus dengan kelainan jaringan penyangga (connective tissue
disorders). Keratokonus juga disebutkan terjadi pada Osteogenesis imperfecta,
sindroma Ehlers-Danlos dan 58% dari pasien keratokonus yang dilakukan
tindakan operatif ternya mempunyai kelainan prolaps katup jantung.
Pemakainan lensa kontak juga
Diduga merupakan salah satu penyebab keratokonus. Namun sulit
dibuktikan mana yang lebih dahulu terjadi, pemakainan lensa kontak atau
keratokonus.

KLASIFIKASI

Secara keratometri, keratokonus di bagi menjadi 3 yaitu ringan (<48 D),


sedang (48-54 D) dan berat (>54 D).
Secara morfologi di bagi sebagai berikut :
1. Nipple cones
Ditandai dengan ukuran yang kecil (<5mm). Pusat dari puncaknya terletak
pada sentral atau parasentral dan berpindah ke arah infero nasal.

Nipple Cones
2. Oval cones
Ditandai dengan ukuran yang lebih besar (5-6mm).

3. Globus cone
Ukurannya terbesar (>6mm)

Globus cone

GEJALA KLINIS

Simptom:

- Gangguan penglihatan (disebabkan miopia progresif dan astigmatisme


ireguler, yang tidak membaik dengan koreksi kacamata)
- Silau
- Penglihatan ganda
- Kesulitan berkendara di malam hari
- Halo sign
- Kebiasaan sering mengganti lensa atau kacamata
Sign :

- Perubahan window reflex


- Pemeriksaan placido disc menunjukkan lingkaran ireguler.
- Keratometri : malalignmen mires yang ekstrim
- Fotokeratoskopi : distorsi lingkaran.
- Slit lamp : penipisan dan ektasia kornea sentral, opaksitas pada apeks dan
cincin Fleischer’s pada dasar konus, lipatan pada membran Descemet’s
dan Bowman’s.

PENEGAKAN DIAGNOSA

Anamnesis

Keratokonus adalah suatu kondisi dimana kornea terbentuk mirip kerucut


sebagai akibat dari proses penipisan stroma kornea. Penipisan kornea ini
menyebabkan astigmatisme irregular, miopia dan penonjolan yang pada akhirnya
menyebabkan menurunnya tajam penglihatan. Penyakit ini bersifat progresif dan
bilateral, walaupun pada awalnya hanya mengenai satu mata.
Pada awalnya mungkin berupa penurunan tajam penglihatan yang ringan.
Pada stadium lanjut akan timbul gangguan penglihatan yang bermakna sejalan
dengan semakin progresifnya penyakit, namun pasien dengan keratokonus tidak
pernah sampai buta total akibat penyakit ini.

Visus penderita keratokonus


Tanda-tanda keratokonus antara lain penglihatan kabur, ada perubahan
persepsi terhadap benda yang dipandang, astigmatisme buruk, penglihatan ganda
pada satu mata, rabun malam, cahaya terlihat melebar, sensitif terhadap cahaya
dan mata gatal.
Pemeriksaan penunjang

a. Pemeriksaan Luar
1. Tanda dari Munson
Adanya bentuk seperti huruf V pada kelopak mata bawah saat pasien
melirik disebabkan kelainan bentuk dari koenea.

Tanda dari Munson pada keratokonus


2. Tanda dari Rizzuti
Bila lampu senter disinarkan dari arah temporal akan tampak reflek dari ea
sebelah nasal. Tanda ini merupakan tanda awal dari keratokonus.
b. Pemeiksaan Visus dan Refraksi
Pada stadium awal didapatkan kelainan refraksi berupa myopia dan
astigmatisme regular yang bisa dikoreksi dengan kaca mata. Pada stadium lanjut
berupa astigmatisme irregular yang sudah tidak dapat lagi dikoreksi dengan kaca
mata melainkan dengan lensa kontak keras.
c. Pemeriksaan Lampu Celah Biomikroskop
Didapatkan:
1. Penipisan stroma kornea, umumnya didaerah inferior atau infero-temporal.
2. Garis dari Vogt, ditemukan garis-garis halus sejajar dengan aksis dari kerucut
distroma bagian dalam yang hilang sementara pada penekanan bola mata
dengan jari.

3. Cincin dari Fleisher, merupakan deposit besi pada epitel yang mengelilingi
dasar kerucut.

Cincin dari Flischer pada keratokonus


Jaringan parut kornea pada keratokonus stadium lanjut
d. Pemeriksaan Lain
Ditemukan reflek gunting atau terpotongnya reflek dari retinioskopi,
adanya refleks tetesan minyak (oil-droplet reflek) pada pemeriksaan dengan
oftalmoskop direk pada jari sekitar 30 cm.

Reflek tetesan minyak pada keratokonus


e. Pemeriksaan Tapografi Kornea
Pada pemeriksaan dengan piring plasido dapat dideteksi perubahan kornea
pada keratokonus yang sub klinis. Rabinowitz menemukan adanya pembelokan
pada meridian horizontal.

Piring placido videografi –komputer pada keratokonus


DIAGNOSA BANDING

Degenerasi Pellucid Marginal


Terjadi penipisan kornea bagian inferior. Onset pada dekade ketiga sampai
kelima dari kehidupan, bersifat progresif dan tidak mempunyai predileksi pada
jenis kelamin tertentu.

Pellucid Marginal
Keratoglobus
Seluruh kornea mengalami penipisan. Penyakit ini timbul sejak lahir,
bersifat bilateral dan diduga disebabkan oleh kelainan sintesa kolagen.

Keratoglobus

PENATALAKSANAAN

1. Kaca Mata
Untuk mengkoreksi astigmatisme regular atau astigmatisme irregular yang ringan.
2. Lensa Kontak Keras
Dibutuhkan pada derajat astigmat yang berat dan menghasilkan permukaan
refraktif yang regular.
3. Tindakan Bedah
Prosedur Keratoplasti :
a. Keratoplasti Tembus
Di indikasikan pada pasien keratokonus yang timbul jaringan parut
pada apeks dari kornea dan pasien yang tidak bisa dikoreksi atau tidak
toleran terhadap lensa kontak.
b. Keratoplasti Lamellar Dalam (deep lamellar keratoplasty/DLK)
Keratoplasti lamellar adalah prosedur transplantasi kornea dengan
ketebalan tertentu.
c. Keratoplasti Termal (Thermokeratoplasti)
Membuat kornea lebih flat/datar dengan menggunakan aplikasi
panas. Sumber panas yang bisa digunakan adalah Laser holmium-YAG
non kontak.

PROGNOSIS

Keratokonus adalah suatu bentuk dari kornea mata berupa penipisan pada
kornea didaerah sentral dan parasentral yang berakibat kornea menjadi tipis dan
menonjol seperti kerucut. Penyakit ini merupakan penyakit non inflamasi, bersifat
kronis dan progresif. Bila terjadi jaringan parut pada kornea bagian sentral akan
menyebabkan penurunan visus yang bermakna dan tidak dapat dikoreksi dengan
lensa kontak.

KOMPLIKASI

Komplikasi setelah tindakan Keratoplasty umumnya jarang terjadi. Tetapi


mungkin bisa terjadi : penolakan, astigmatisme pasca OP, dilatasi tetap pupil, dan
kekambuhan keratokonus.
DAFTAR PUSTAKA

1. Kymes SM, Walline JJ, Zadnik K et al. Quality of life in keratokonus. Am J


opthalmology. 2004. 138:527-525
2. Mandell RB. Contempory management of keratokonus. ICLC. 2008. 24: 43-58
3. Rabinowitz. Keratoconus: major review. Suerv of Opthalmology. 2009.
42:297-319
4. Siganos CS, Kymionis GD, Kartakis N et all. Management keratoconus with
intacs. Am J opthalmology. 2003. 135:64-79
5. Surphin JE, Chodosh J, Dana MR et all. BSCS 2003-2004 Section 8: External
disease and cornea. San Fransisco: The Foundation of The American Academy
of Opthamlmology. 2003. 9, 311-316, 425-444,456,496,-497
6. Wachler BS, Chandra NS, Chou B et a. Intact for Keratoconus. Opthalmology.
2003. 110:1031-1040
7. Abelson MB, Collin HB, Gillete TE, Dohlman CH. Recurrent keratoconus
after keratoplasty. Am J Ophthalmol . 1980. 90:672–676

Anda mungkin juga menyukai