Anda di halaman 1dari 31

Referat

KATARAK HIPERMATUR DENGAN KOMPLIKASI GLAUKOMA

FAKOLITIK

Oleh :

Winda Wati

NIM. 2030912320008

Pembimbing :

dr. H. Agus Fitrian Noor Razak, Sp.M

DEPARTEMEN/KSM ILMU PENYAKIT MATA

FAKULTAS KEDOKTERAN ULM/RSUD ULIN

BANJARMASIN

Desember, 2022
DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL i

DAFTAR ISI ii

DAFTAR GAMBAR iii

BAB I PENDAHULUAN 1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3

2.1 Definisi ................................................................................ 3

2.2 Epidemiologi ....................................................................... 4

2.3 Etiologi dan Faktor Risiko .................................................. 5

2.4 Klasifikasi ........................................................................... 6

2.5 Patofisiologi ........................................................................ 12

2.6 Gejala Klinis ....................................................................... 15

2.7 Diagnosis............................................................................. 16

2.8 Tatalaksana ......................................................................... 18

2.9 Komplikasi .......................................................................... 23

2.10 Pencegahan ......................................................................... 23

2.11 Prognosis ............................................................................ 24

BAB III PENUTUP 25

DAFTAR PUSTAKA 26

ii
DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

2.1 Karakteristik Struktur Lensa dan Berbagai Jenis Katarak 7

2.2 Katarak Imatur 9

2.3 Katarak Matur 9

2.4 Katarak Hipermatur dan Katarak Morgagni 10

2.5 Skema Katarak Hipermatur 13

2.6 Mekanisme Glaukoma Fakolitik 15

2.7 Glaukoma Fakolitik 15

2.8 Glaukoma Fakolitik dan Katarak Hipermatur dengan


Glaukoma Fakolitik 18

iii
BAB I

PENDAHULUAN

Katarak berasal dari Bahasa Yunani yaitu Kataarhakies yang berarti air terjun.

Katarak merupakan suatu keadaan dimana terjadi penurunan kejernihan pada lensa

yang menyebabkan kelemahan atau penurunan daya penglihatan. Katarak matur

adalah katarak yang mengandung semua substansi lensa buram; katarak yang belum

matang memiliki beberapa daerah transparan. Glaukoma berasal dari kata Yunani

glaukos yang berarti hijau kebiruan. Glaukoma adalah neuropati optik kronis

didapat yang ditandai oleh cupping disk optik dan hilangnya bidang visual.

Biasanya berhubungan dengan peningkatan tekanan intraokular. Glaukoma

fakolitik disebabkan oleh kebocoran molekul protein berat melalui kapsul katarak

hipermatur.1-4

Penyebab katarak antara lain usia tua (paling umum), terkait dengan penyakit

mata dan sistemik lainnya, terkait dengan pengobatan sistemik, trauma dan benda

asing intraocular, radiasi pengion (sinar-X dan UV), bawaan. Glaukoma

berkembang ketika saraf optik menjadi rusak. Kerusakan saraf ini biasanya terkait

dengan peningkatan tekanan pada mata. Tekanan mata yang meningkat terjadi

akibat penumpukan cairan yang mengalir ke seluruh bagian dalam mata.5-8 Menurut

penyebabnya, katarak dapat diklasifikasikan sebagai katarak terkait usia (katarak

senilis), katarak anak dan katarak sekunder akibat penyebab lain. Berdasarkan

lokasi kekeruhan di dalam lensa, katarak terkait usia dapat dibagi menjadi tiga jenis

yaitu nuklear, kortikal, dan katarak subcapsular posterior. Katarak senilis kortikal

dapat diklasifikasikan berdasarkan tingkat maturasi yaitu lamelar, insipien, imatur,

matur dan hipermatur. Glaukoma akibat kelainan lensa dapat dalam berbagai

1
2

bentuk yaitu fakolitik, fakoantigenik dan fakomorfik.9-11

Pada katarak yang dibiarkan, lama kelamaan korteks lensa bisa mencair

kemudian keluar dari kapsul. Produk protein lensa yang keluar dari kapsul dapat

berperan sebagai antigen yang kemudian mengakibatkan reaksi radang dalam mata

(uveitis). Debris protein dan sel-sel radang yang tersangkut dalam celah trabekulum

mengakibatkan terhambatnya aliran keluar humor aqueus. Glaukoma semacam ini

disebut glaukoma fakolitik.12,13 Setelah TIO dikontrol secara medis, bahan protein

dicuci keluar dari ruang anterior dan katarak diangkat. Perawatan harus diambil

untuk tidak memecahkan zonula, yang mungkin lebih rapuh dari biasanya.

Glaukoma fakolitik biasanya ditangani sebagai keadaan darurat. Segala upaya

dilakukan untuk mengurangi peradangan dan TIO secara medis dengan steroid

topikal dan penekan aqueous topikal (beta-blocker, alpha-2 agonis dan karbonat

anhydrase inhibitor [CAI]).10


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Katarak merupakan suatu keadaan dimana terjadi penurunan kejernihan pada

lensa yang menyebabkan kelemahan atau penurunan daya penglihatan. Katarak

berasal dari Bahasa Yunani yaitu Kataarhakies yang berarti air terjun karena dahulu

diperkirakan katarak terjadi akibat adanya cairan yang membeku yang berasal dari

otak kemudian mengalir ke depan lensa. Normalnya lensa memusatkan arah sinar.

Kekeruhan pada lensa akan menyebabkan sinar menjadi menyebar atau terhalang.

Jika kekeruhan lensa berukuran kecil dan berada pada daerah perifer lensa, hanya

akan sedikit atau tidak ada gangguan pada penglihatan. Sebaliknya, ketika

kekeruhan terletak di tengah lensa dan bersifat padat atau tebal, arah sinar akan

terganggu. Hal ini akan menyebabkan penglihatan menjadi kabur.1

Katarak matur adalah katarak yang mengandung semua substansi lensa

buram; katarak yang belum matang memiliki beberapa daerah transparan. Pada

katarak hipermatur, protein kortikal telah menjadi cair. Cairan ini dapat keluar

melalui kapsul utuh, meninggalkan lensa menyusut dengan kapsul keriput. Katarak

hipermatur di mana nukleus lensa mengapung bebas di dalam kantong kapsuler

disebut katarak morgagnian.2

Glaukoma berasal dari kata Yunani glaukos yang berarti hijau kebiruan, yang

memberikan kesan warna tersebut pada pupil penderita glaukoma. Kelainan mata

glaukoma ditandai dengan meningkatnya tekanan bola mata, atrofi saraf optikus

dan menciutnya lapang pandang. Glaukoma adalah neuropati optik kronis didapat

yang ditandai oleh cupping disk optik dan hilangnya bidang visual. Biasanya

3
4

berhubungan dengan peningkatan tekanan intraokular.2 Glaukoma yang diinduksi

lensa adalah tipe glaukoma sekunder dimana lensa kristal terlibat dalam mekanisme

peningkatan tekanan intraocular (TIO). Glaukoma mungkin terjadi pada sudut

terbuka atau sudut tertutup dan ada 4 varian berbeda yaitu fakolitik, partikel lensa,

fakoantigenik dan fakomorfik.3

Glaukoma fakolitik, pertama kali dijelaskan oleh Flocks dan rekannya,

awalnya dianggap disebabkan oleh obstruksi trabekula meshwork oleh makrofag

oleh bahan lensa dan cairan morgagnian yang keluar dari lensa kristal utuh.

Glaukoma yang diinduksi lensa adalah glaukoma sekunder di mana lensa berperan

penting sebagai patogen, baik karena peningkatannya ketebalan, perubahan

posisinya atau oleh suatu proses inflamasi. Glaukoma fakolitik disebabkan oleh

kebocoran molekul protein berat melalui kapsul katarak hipermatur. Presentasi

klinis biasanya terdiri dari mata yang sakit, penurunan penglihatan dan hiperemia

konjungtiva.4

2.2 Epidemiologi

World Health Organization (WHO) memperkirakan ada 95 juta orang

tunanetra akibat katarak pada tahun 2014. Beberapa studi skala besar berbasis

populasi telah melaporkan bahwa prevalensi katarak meningkat dengan usia, dari

3,9% pada usia 55 64 tahun menjadi 92,6% pada usia 80 tahun ke atas. Katarak

masih tetap menjadi penyebab utama kebutaan di kelas menengah dan negara-

negara berpenghasilan rendah, terhitung 50% dari kebutaan, sedangkan

bertanggung jawab hanya 5% dari kebutaan di negara maju. Setiap tahun katarak

didiagnosis pada 210.000 orang Indonesia atau 0,1 % dari total populasi 250 juta.

Jumlah penderita katarak di Indonesia masih tertinggi di Asia Tenggara.5


5

Epidemiologi glaukoma fakolitik bervariasi di negara maju dan berkembang.

Varietas bawaan membentuk proporsi yang lebih besar di negara maju dengan akses

ke perawatan kesehatan mudah. Perkiraan prevalensi ectopia lentis kongenital

adalah 6,4/100.000 populasi. Di negara berkembang dan negara dengan sumber

daya yang lebih terbatas, glaucoma fakolitik yang didapat dari katarak hipermatur

adalah subtipe yang lebih umum. Glaukoma fakolitik biasanya terjadi pada orang

dewasa yang lebih tua. Pasien termuda yang dilaporkan berusia 35 tahun.6

2.3 Etiologi dan Faktor Risiko

Kataraktogenesis merupakan proses multifaktorial. walaupun

perkembangan katarak pada sebagian besar pasien berkaitan dengan usia, risiko

yang teridentifikasi dan faktor protektif memberikan informasi tentang pencegahan

perkembangan katarak. Penyebab katarak antara lain usia tua (paling umum),

terkait dengan penyakit mata dan sistemik lainnya, terkait dengan pengobatan

sistemik (steroid dan fenotiazin), trauma dan benda asing intraocular, radiasi

pengion (sinar-X dan UV), bawaan (dominan, sporadis atau bagian dari suatu

sindrom, abnormal metabolisme galaktosa atau hipoglikemia), terkait dengan

kelainan bawaan (myotonic dystrophy, Marfan's sindrom, sindrom Lowe, rubella

dan miopia tinggi). Semua individu akan mengalami katarak jika mereka hidup

cukup lama. Namun, keadaan tertentu mempercepat perkembangan katarak. Faktor

risiko sistemik yang dapat menyebabkan katarak adalah diabetes melitus, distrofi

miotonik, penyakit Wilson, penyebab ocular (penyakit radang mata, operasi mata

sebelumnya), trauma, kondisi bawaan (gangguan metabolisme) dan riwayat obat

(steroid, amiodaron, fenotiazin).7

Glaukoma berkembang ketika saraf optik menjadi rusak. Saat saraf ini
6

berangsur-angsur memburuk, bintik-bintik buta berkembang dalam penglihatan.

Kerusakan saraf ini biasanya terkait dengan peningkatan tekanan pada mata.

Tekanan mata yang meningkat terjadi akibat penumpukan cairan yang mengalir ke

seluruh bagian dalam mata. Cairan ini juga dikenal sebagai aqueous humor.

Biasanya mengalir melalui jaringan yang terletak di sudut pertemuan iris dan

kornea. Jaringan ini juga disebut trabecular meshwork. Kornea penting untuk

penglihatan karena membiarkan cahaya masuk ke mata. Saat mata mengeluarkan

terlalu banyak cairan atau sistem drainase tidak berfungsi dengan baik, tekanan

mata bisa meningkat. Faktor risiko glaukoma antara lain tekanan mata internal yang

tinggi, juga dikenal sebagai tekanan intraocular, usia di atas 55 tahun, ras kulit

hitam, Asia atau Hispanik, riwayat keluarga glaukoma, kondisi medis tertentu

(diabetes, migrain, tekanan darah tinggi dan anemia sel sabit), kornea yang tipis di

tengah, rabun jauh atau rabun jauh ekstrim, cedera mata atau jenis operasi mata

tertentu, mengonsumsi obat kortikosteroid (terutama obat tetes mata dalam waktu

lama), sudut drainase yang sempit membuat peningkatan risiko glaukoma sudut

tertutup.8

2.4 Klasifikasi

Menurut penyebabnya, katarak dapat diklasifikasikan sebagai katarak terkait

usia (katarak senilis), katarak anak dan katarak sekunder akibat penyebab lain.

Katarak terkait usia (senilis) adalah yang tipe umum paling banyak pada orang

dewasa, dengan onset antara usia 45 tahun dan 50 tahun. Keburaman lensa akibat

langsung dari stres oksidatif. Berdasarkan lokasi kekeruhan di dalam lensa, katarak

terkait usia dapat dibagi menjadi tiga jenis yaitu nuklear, kortikal, dan katarak

subcapsular posterior.5 (Gambar 2.1)


7

Gambar 2.1 Karakteristik Struktur Lensa dan Berbagai Jenis Katarak.5

Katarak kortikal sering berbentuk baji, mulai dari korteks dan meluas ke pusat

lensa. Pada katarak subkapsular posterior, opasitas seperti plak berkembang di

lapisan kortikal posterior aksial. Di sebagian besar ditemukan lebih dari satu jenis

katarak. Katarak kongenital mengacu pada kekeruhan lensa yang muncul saat lahir,

sedangkan katarak infantil mengacu pada kekeruhan lensa yang berkembang

selama tahun pertama kehidupan. Katarak anak bisa unilateral atau bilateral,

tergantung pada penyebabnya.5 Katarak senilis kortikal dapat diklasifikasikan

berdasarkan tingkat maturasi yaitu lamelar, insipien, imatur, matur dan hipermatur.

Katarak insipien secara dini dapat terdeteksi apabila pada pemeriksaan didapatkan

bagian yang jernih diantara lapisan lensa. Pada keadaan katarak imatur kekeruhan

lensa akan terlihat berwarna putih keabuan, sehingga bayangin iris masih dapat

terlihat. Keadaan katarak imatur mengakibatkan bentuk lensa menjadi lebih

cembung, sehingga proses hidrasi akan terjadi lebih cepat. Fase ini akan berlanjut

menjadi maturasi dan membentuk katarak intumesen yang membuat sudut bilik

mata depan menjadi lebih sempit. Kekeruhan pada katarak matur sudah mengenai

bagian korteks lensa, sehingga akan terlihat lensa barwarna putih terang. Fase
8

katarak hipermatur akan mengakibatkan bagian korteks mencair dan menyebabkan

nukleus berada di bagian posterior, yang biasa disebut dengan Katarak Morgagni.9

Berdasarkan kekeruhan pada lensa, maka katarak senilis dibedakan menjadi 4

stadium, yaitu :9

1) Katarak insipien

Pada stadium ini mulai timbul kekeruhan akibat proses degenerasi lensa.

Kekeruhan lensa berupa bercak-bercak teratur di perifer dan jernih diantaranya.

Kekeruhan biasanya terletak di korteks anterior atau posterior. Kekeruhan ini mula-

mula hanya dapat tampak apabila pupil dilebarkan sedangkan pada stadium lanjut

puncak baji dapat tampak pada pupil normal. Pada stadium ini proses degenerasi

belum menyerap cairan mata ke dalam lensa sehingga akan terlihat bilik mata depan

normal, iris dalam posisi normal disertai dengan kekeruhan ringan pada lensa.

Tajam penglihatan pasien belum terganggu. Kekeruhan ini dapat menimbulkan

poliopia oleh karena indeks refraksi yang tidak sama pada semua bagian lensa.

Stadium ini kadang menetap untuk waktu yang lama.9

2) Katarak imatur

Kekeruhan belum mengenai seluruh lapisan lensa sehingga masih ditemukan

bagian-bagian yang jernih. Pada stadium ini dapat terjadi hidrasi korteks. Lensa

yang degeneratif mulai meningkat tekanan osmotiknya dan menyerap cairan mata

sehingga lensa akan mencembung (katarak intumesen). Pencembungan lensa ini

akan menyebabkan bilik depan mata dangkal, sudut bilik mata menyempit dan daya

biasnya bertambah menyebabkan miopisasi. Penglihatan mulai berkurang karena

refrakta media tertutup kekeruhan lensa yang menebal.9 (Gambar 2.2)


9

Gambar 2.2 Katarak Imatur

3) Katarak matur

Pada katarak matur kekeruhan telah mengenai seluruh masa lensa. Kekeruhan

ini terjadi sebagai akibat deposisi ion kalsium yang menyeluruh. Tekanan cairan di

dalam lensa sudah dalam keadaan seimbang dengan cairan dalam mata. Oleh karena

itu, pada katarak imatur atau intumesen yang tidak dikeluarkan, cairan lensa akan

keluar sehingga lensa kembali pada ukuran yang normal. Akan terjadi kekeruhan

lensa yang bila lama akan mengakibatkan kalsifikasi lensa. Bilik mata depan

normal kembali, sudut bilik mata depan terbuka normal dan uji bayangan iris

negatif. Tajam penglihatan sangat menurun dan dapat hanya tinggal proyeksi sinar

positif.9 (Gambar 2.3)

Gambar 2.3 Katarak Matur.10


10

4) Katarak hipermatur

Katarak yang mengalami proses degenerasi lebih lanjut, dapat menjadi keras

atau lembek dan mencair. Pada stadium ini terjadi degenerasi kapsul lensa dan

mencairkannya korteks lensa sehingga masa korteks ini dapat keluar melalui kapsul

dan masuk ke dalam bilik mata depan. Hal ini menyebabkan lensa menjadi lebih

kecil, berwarna kuning dan kering. Bila proses katarak berjalan disertai dengan

kapsul yang tebal maka korteks yang berdegenerasi dan cair tidak dapat keluar.

Korteks akan membayangkan bentuk seperti kantong susu disertai dengan nukleus

yang terbenam di dalam korteks lensa karena lebih berat. Keadaan ini disebut

sebagai katarak Morgagni.9 (Gambar 2.4)

Gambar 2.4 Katarak Hipermatur dan Katarak Morgagni.10

Glaukoma dibedakan menjadi glaukoma primer dan glaukoma sekunder.

Glaukoma primer ialah peningkatan tekanan intraocular yang tidak disertai adanya

suatu kelainan pada mata. Terdiri dari glaukoma sudut terbuka (open angle),

glaukoma sudut tertutup (angle closure) dan glaukoma kongenital (developmental).

Glaukoma sekunder ialah peningkatan tekanan intraokular yang disebabkan oleh

kelainan mata atau kelainan diluar mata yang menghambat aquos out flow. Terdapat

beberapa keadaan yang dapat menyebabkan glaukoma sekunder, seperti uveitis,

pasca bedah katarak intra atau ekstrakapsular, pasca trauma kornea perforasi,

hifema dan glaukoma yang disebabkan oleh kelainan lensa.11 Glaukoma akibat
11

kelainan lensa dapat dalam berbagai bentuk yaitu fakolitik, fakoantigenik dan

fakomorfik.12

Glaukoma sekunder yang terjadi akibat katarak senilis ini terjadi bersama-

sama dengan kelainan lensa pada:

1. Stadium Imatur (Intumesen)

Lensa yang degeneratif menyerap cairan mata ke dalam lensa sehingga lensa

menjadi cembung. Kemudian terjadi pembengkakan lensa yang disebut sebagai

katarak intumesen. Akibat lensa yang bengkak, iris terdorong ke depan, bilik mata

yang dangkal dan sudut bilik mata akan sempit atau tertutup sehingga timbul

glaukoma sekunder yang mengakibatkan glaukoma fakomorfik.12

2. Stadium hipermatur

Pada stadium ini terjadi proses degenerasi lanjut lensa dan korteks lensa

(katarak morgagni). Terjadi juga degenerasi kapsul lensa sehingga bahan lensa

ataupun korteks lensa yang cair akan keluar dan masuk ke dalam bilik mata depan.

Akibat bahan lensa yang keluar dari kapsul, maka akan timbul reaksi peradangan

pada jaringan uvea berupa uveitis yang dapat menimbulkan glaukoma fokotoksik.

Bahan lensa ini juga dapat menutup jalan keluar cairan bilik mata sehingga timbul

glaukoma fakolitik. Banyak penderita katarak senilis yang dengan alasan takut

ataupun kurang biaya tidak mau dioperasi. Hal ini akhirnya dapat menyebabkan

penderita katarak senilis tersebut menderita glaukoma sekunder.12

Glaukoma fakolitik adalah glaukoma sudut terbuka yang timbul secara tiba-

tiba yang disebabkan oleh kebocoran katarak matur atau hipermatur. Glaukoma

fakolitik termasuk dalam glaukoma yang diinduksi lensa. Glaukoma yang diinduksi

lensa (LIGs) dapat dibagi menjadi tipe non-traumatik dan traumatis. Jenis LIG non-

traumatik umumnya terlihat dalam bentuk glaukoma fakomorfik, glaukoma


12

fakolitik, uveitis fakoantigenik dan glaukoma partikel lensa. LIG traumatis

berhubungan dengan subluksasi/dislokasi lensa, ruptur lensa, atau jarang glaukoma

hipersekresi.13

Glaukoma sekunder yang terjadi akibat katarak senilis adalah salah satu

bentuk glaukoma sekunder yang disebabkan oleh kelainan lensa. Glaukoma dan

katarak yang ditemukan pada orang berusia lanjut yaitu sekitar 40 tahun ke atas.

Proses kekaburan lensa mata biasanya dimulai pada mata yang satu kemudian

diikuti mata sebelahnya. Terjadinya keadaan ini karena suatu perubahan degenerasi

dari pada lensa yang menyebabkan berkurangnya transparansi substansi lensa.11

2.5 Patofisiologi

Katarak senilis adalah jenis katarak yang paling banyak ditemukan (±90%)

dibandingkan dengan katarak-katarak lain. Secara klinik dikenal empat stadium

katarak senilis, yaitu insipien, imatur, matur dan hipermatur. Glaukoma sekunder

yang terjadi akibat katarak senilis ini terjadi bersama-sama dengan kelainan lensa

pada stadium imatur/intumesen dimana lensa yang degenerative mulai menyerap

cairan mata ke dalam lensa sehingga lensa menjadi cembung. Kemudian terjadi

pembengkakan lensa yang disebut sebagai katarak intumesen. Akibat lensa yang

bengkak, iris terdorong ke depan, bilik mata dangkal dan sudut bilik mata akan

sempit atau tertutup sehingga timbul glaukoma sekunder yang dinamakan

glaukoma fakomorfik.2

Pada stadium hipermatur terjadi proses degenerasi lanjut lensa dan korteks

lensa (katarak morgagni). Terjadi juga degenerasi kapsul lensa sehingga bahan

lensa ataupun korteks lensa yang cair akan keluar dan masuk kedalam bilik mata

depan. Akibat bahan lensa yang keluar dari kapsul, maka akan timbul reaksi
13

peradangan pada jaringan uvea berupa uveitis, yang dapat menimbulkan glaukoma

fokotoksik. Bahan lensa ini juga dapat menutup jalan keluar cairan bilik mata

sehingga timbul glaukoma fakolitik. Banyak penderita katarak senilis yang dengan

alasan takut ataupun kurang biaya tidak mau dioperasi. Hal ini akhirnya dapat

menyebabkan penderita katarak senilis tersebut menderita glaukoma sekunder dan

bila dibiarkan terus perlangsungannya maka akan terjadi kebutaan.2,10

Pada katarak yang dibiarkan, lama kelamaan korteks lensa bisa mencair

kemudian keluar dari kapsul. Produk protein lensa yang keluar dari kapsul dapat

berperan sebagai antigen yang kemudian mengakibatkan reaksi radang dalam mata

(uveitis). Debris protein dan sel-sel radang yang tersangkut dalam celah trabekulum

mengakibatkan terhambatnya aliran keluar humor aqueus. Glaukoma semacam ini

disebut glaukoma fakolitik. (Gambar 2.5)

Gambar 2.5 Skema Katarak Hipermatur

Gambar diatas menjelaskan skema terjadinya katarak hipermatur, yaitu:

(A) Lensa bening

(B) Katarak nuclear

(C) Katarak kortikal atau Morgagnian

(D) Katarak hipermatur dengan peningkatan permeabilitas atau ruptur kapsul

anterior, luapan kortikal dan pelepasan nukleus lensa ke dalam bilik mata depan.
14

(E) Katarak hipermatur dengan peningkatan permeabilitas atau ruptur kapsul

posterior, luapan kortikal dan pelepasan nukleus lensa ke dalam rongga vitreus.

(F) Katarak hipermatur dengan absorpsi spontan korteks lensa dan pelepasan

nukleus lensa ke dalam bilik mata depan dari lubang ruptur kapsul.

(G) Katarak hipermatur dengan absorpsi spontan korteks lensa dan pelepasan

nukleus lensa ke dalam rongga vitreus dari lubang ruptur kapsul.

(H) Katarak hipermatur dengan absorpsi spontan dari nukleus lensa dan sisa

kantong kapsul lensa dan korteks.14

Patogenesis glaukoma fakolitik dikaitkan dengan kebocoran bahan lensa yang

ditelan oleh makrofag. Makrofag yang mengalami distensi ini selanjutnya

memblokir trabecular meshwork, memengaruhi aliran keluar akuos sehingga

meningkatkan TIO. Studi mikroskopis elektron telah menunjukkan makrofag

dengan bahan lensa yang difagositosis hadir dalam aqueous humor dan trabecular

meshwork. Epstein et al. melaporkan kebocoran protein dengan berat molekul

tinggi (HMWPs) melalui kapsul utuh di mata yang diidentifikasi sebagai glaukoma

fakolitik. Protein larut ini memiliki berat molekul lebih dari 150 × 106 dalton dan

mampu menyumbat trabecular meshwork. Korteks katarak hipermatur memiliki

jumlah HMWP 14 kali lipat lebih besar dibandingkan dengan lensa imatur. Saat ini,

baik makrofag dan HMWP dianggap memainkan peran penting dalam patogenesis

glaukoma fakolitik.13 (Gambar 2.6 dan 2.7)


15

Gambar 2.6 Mekanisme Glaukoma Fakolitik.

Gambar 2.7 Glaukoma fakolitik.

(A) Makrofag yang mengandung protein lensa di sudut; (B) katarak hipermatur,

makrofag yang mengandung protein lensa mengambang di aqueous; (C)

cairan susu padat dengan pseudohipopion; (D) partikel residu di ruang

anterior mengikuti irigasi tidak lengkap setelah operasi yang rumit

2.6 Gejala klinis

Keluhan okular yang umum pada pasien glaukoma diinduksi lensi adalah:15

• Kemerahan mata (onset tiba-tiba)


16

• Nyeri mata unilateral (onset mendadak, bisa disertai sakit kepala, mual dan

muntah)

• Penurunan penglihatan (progresif secara bertahap dalam kasus katarak)

• Halo berwarna, fotofobia dan epiphora

Glaukoma fakolitik biasanya muncul pada pasien usia lanjut yang

mengeluhkan nyeri akut, kemerahan dan penglihatan yang memburuk. Pasien

kemungkinan akan memiliki faktor kontribusi yang signifikan dalam sejarah

mereka yang menyebabkan keterlambatan ekstraksi katarak (potensi penglihatan

yang rendah, kesulitan dalam mendapatkan perawatan kesehatan). Pemeriksaan slit

lamp menunjukkan injeksi konjungtiva, edema kornea stroma dan epitel,

peningkatan TIO, reaksi bilik mata depan, pseudohipopion, partikel pada kapsul

lensa dan kerutan kapsul anterior. Kerutan kapsul anterior merupakan akibat

sekunder dari kehilangan volume dan pelepasan bahan lensa kortikal. Peradangan

biasanya tidak membentuk sinekia dan jarang menunjukkan presipitat keratik.16

2.7 Diagnosis

Katarak senilis muncul dalam berbagai bentuk morfologi dan berkembang

melalui tahap imatur, matur, dan hipermatur. Katarak matur didiagnosis ketika

seluruh korteks menjadi buram. Katarak hipermatur digambarkan ketika korteks

dicairkan. Saat serat kortikal menjadi buram, protein yang terdenaturasi

memberikan lebih banyak tekanan osmotik sehingga lensa menjadi intumescent.

Pasien dengan katarak biasanya datang dengan keluhan gangguan penglihatan

(pandangan kabur), silau dan gangguan penglihatan warna.11

Diagnosis glaukoma fakolitik biasanya pasien datang dengan rasa sakit yang

parah, mata merah dan penglihatan kabur dengan riwayat penurunan penglihatan
17

secara bertahap selama beberapa bulan atau tahun sebelumnya. Penglihatan yang

buruk terjadi sekunder akibat katarak lanjut, penurunan penglihatan yang akut

biasanya merupakan akibat dari edema kornea yang terkait dengan glaukoma. Pada

pemeriksaan, TIO sangat tinggi. Sudut drainase terbuka tanpa kelainan yang

terlihat. Edema mikrokistik mungkin ada di kornea dan mungkin ada sel-sel yang

tersebar di endotelium atau presipitat endotel. Seringkali, reaksi peradangan

terdapat di seluruh mata. Pada glaukoma fakolitik, sel di aqueous mungkin lebih

besar daripada limfosit yang terlihat pada proses uveitik lainnya. Sel-sel yang lebih

besar ini dianggap sebagai makrofag yang bengkak dengan bahan lentikular yang

tertelan. Agregat makrofag juga dapat dilihat di sepanjang permukaan kapsul

lensa.17

Diagnosa sementara glaukoma fakolitik adalah diagnosis klinis, pemeriksaan

mikroskopis cairan ruang anterior yang disedot, studi biokimia dapat membantu

mengidentifikasi protein lensa dengan berat molekul tinggi yang telah bocor keluar

dari katarak. Makrofag yang membengkak juga dapat terlihat. Biomikroskopi slit

lamp menunjukkan edema kornea, katarak hipermatur dan ruang anterior yang

dalam. Mungkin ada yang partikel putih besar mengambang di AC, terdiri dari

protein lensa dan makrofag yang mengandung protein yang dapat memberikan

gambaran seperti susu pada cairan jika sangat padat dan dapat membentuk

pseudohipopion. Gonioskopi, menunjukkan suatu sudut terbuka dengan bahan

turunan lensa dan sel inflamasi yang paling substansial inferior.3,10


18

Gambar 2.8 Glaukoma Fakolitik dan Katarak Hipermatur dengan Glaukoma

Fakolitik.10

2.8 Tatalaksana

Setelah TIO dikontrol secara medis, bahan protein dicuci keluar dari ruang

anterior dan katarak diangkat. Perawatan harus diambil untuk tidak memecahkan

zonula, yang mungkin lebih rapuh dari biasanya.10 Glaukoma fakolitik biasanya

ditangani sebagai keadaan darurat. Segala upaya dilakukan untuk mengurangi

peradangan dan TIO secara medis dengan steroid topikal dan penekan aqueous

topikal (beta-blocker, alpha-2 agonis dan karbonat anhydrase inhibitor [CAI]). CAI

sistemik dan agen osmotik kadang-kadang diperlukan. Terlepas dari upaya ini,

peningkatan TIO dapat tetap membandel atau pulih kembali pada terapi medis;

pengobatan definitive untuk pasien dengan dugaan glaukoma fakolitik adalah

ekstraksi katarak.3
19

Pemberian obat-obatan untuk menurunkan TIO dimulai di klinik saat pasien

datang jika memungkinkan. TIO harus diukur kembali dalam 30 menit sampai 1

jam. Jika TIO sangat meningkat atau tidak responsif terhadap pengobatan topikal

awal, inhibitor karbonat anhidrase sistemik dan agen osmotik juga harus diberikan.

Jika tekanan intraokular masih sangat tinggi maka agen hiperosmotik seperti

gliserin dan infus Mannitol kadang perlu diberikan sebagai upaya cepat penurunan

tekanan intraokular pada perioperatif, dalam situasi dimana tanda vital dapat

dimonitor dengan baik. Kecukupan respons awal terhadap terapi medis membantu

menentukan urgensi penjadwalan ekstraksi katarak.19

A. Meningkatkan aliran keluar humor aquous

Analog prostaglandin, larutan bimatoprost 0,003%, latanoprost 0,005%,

tafluprost 0,0015% dan travoprost 0,004%, masing-masing sekali sehari pada

malam hari dan larutan unoprostone 0,15% dua kali sehari, meningkatkan aliran

keluar cairan uveoscleral. Obat-obatan ini sangat efektif sebagai terapi lini pertama.

Sebagai terapi tambahan, jika tersedia (kecuali unoprostone) dikombinasikan

dengan timolol 0,5% dalam larutan yang sama untuk penggunaan sekali sehari.

Semua analog prostaglandin dapat menyebabkan hiperemia konjungtiva,

hiperpigmentasi kulit periorbital, pertumbuhan bulu mata dan perubahan warna

permanen pada iris (terutama pada iris hijau-coklat dan kuning-coklat). Obat-

obatan ini juga jarang dikaitkan dengan reaktivasi uveitis dan herpes keratitis dan

pada individu yang memiliki kecenderungan, obat-obatan ini dapat menyebabkan

edema makula setelah operasi mata. Agen parasimpatomimetik meningkatkan

aliran keluar akuos melalui kerja pada anyaman trabekula melalui kontraksi otot

siliaris. Pilocarpine jarang digunakan karena ketersediaan analog prostaglandin

tetapi dapat berguna pada beberapa pasien. Diberikan sebagai larutan 1-4% yang
20

diberikan hingga empat kali sehari atau sebagai gel 4% yang diberikan sebelum

tidur.2

B. Penekan produksi Aquos

Agen penghambat beta adrenergik topikal dapat digunakan sendiri atau dalam

kombinasi dengan obat lain. Betaxolol 0,25% dan 0,5%, carteolol 1%, levobunolol

0,5%, metipranolol 0,3%, dan timolol maleate 0,25% dan 0,5% dua kali sehari dan

timolol maleat 0,25% dan 0,5% gel sekali sehari di pagi hari. Kontraindikasi utama

penggunaannya adalah penyakit saluran napas obstruktif kronis terutama asma dan

cacat konduksi jantung. Brimonidine (larutan 0,2% dua kali sehari) adalah agonis

a-adrenergik yang terutama menghambat produksi akuos dan meningkatkan aliran

keluar akuos, digunakan sebagai lini pertama atau agen tambahan tetapi reaksi

alergi sering terjadi. Ini tersedia dikombinasikan dengan timolol dalam larutan yang

sama. Dorzolamide hidroklorida larutan 2% dan brinzol-amida 1% (dua atau tiga

kali sehari) adalah inhibitor karbonikanhidrase topikal yang sangat efektif bila

digunakan sebagai tambahan, meskipun tidak seefektif inhibitor karbonat anhidrase

sistemik. Efek samping utama adalah rasa pahit sementara dan

blefarokonjungtivitis alergi. Kedua obat ini tersedia dalam kombinasi dengan

timolol dalam larutan yang sama. Inhibitor karbonat anhidrase sistemik,

acetazolamide menjadi yang paling banyak digunakan, digunakan pada glaukoma

kronis ketika terapi topikal tidak mencukupi dan pada glaukoma akut ketika

tekanan intraokular yang sangat tinggi perlu dikontrol dengan cepat. Acetazolamide

mampu menekan produksi humor aquos hingga 40-60%. Acetazolamide dapat

diberikan secara oral dalam dosis 125-250 mg hingga empat kali sehari atau sebagai

Diamox Sequels 500 mg sekali atau dua kali sehari atau dapat diberikan secara

intravena (500 mg). Inhibitor karbonat anhidrase dikaitkan dengan efek samping
21

sistemik utama yang membatasi kegunaannya untuk terapi jangka panjang. Agen

hiperosmotik memengaruhi produksi akuos serta dehidrasi vitreous.20

C. Reduksi Volume Vitreous

Agen hiperosmotik membuat darah menjadi hipertonik sehingga menarik air

keluar dari vitreous dan menyebabkannya penyusutan. Hal ini juga sebagai

pengurangan produksi air. Pengurangan volume vitreus sangat membantu dalam

pengobatan glaukoma sudut tertutup akut dan pada glaukoma maligna ketika

perpindahan anterior lensa kristal (disebabkan oleh perubahan volume pada

vitreous atau koroid) menghasilkan penutupan sudut (glaukoma sudut tertutup

sekunder). Oral gliserin 1 mL/kg berat badan dalam larutan dingin 50% dicampur

dengan jus lemon adalah agen yang paling sering digunakan, tetapi harus digunakan

dengan hati-hati pada penderita diabetes. Alternatifnya adalah isosorbid oral dan

manitol intravena.20

Di negara-negara berpenghasilan rendah dan menengah, katarak hipermatur

masih menjadi penyebab sebagian besar operasi katarak. Usaha pengobatan untuk

mata yang terkena katarak mungkin tertunda ketika penglihatan pada mata

kontralateral masih baik. Katarak hipermatur dapat menyebabkan komplikasi serius

dan menyebabkan gangguan penglihatan permanen. Hasil buruk ini dapat dicegah

dengan operasi katarak dini yang.14

Glaukoma fakolitik membutuhkan ekstraksi katarak intra atau ekstra kapsuler

sehingga penting untuk mengontrol TIO dengan terapi medis sebelum operasi,

untuk mencegah komplikasi intraoperatif seperti efusi atau perdarahan

suprachoroidal dan perdarahan ekspulsif karena serangan mendadak. Ekstraksi

katarak sangat membantu dalam mengendalikan peradangan, tetapi kontrol TIO


22

mungkin memerlukan perawatan medis atau bedah tergantung pada kerusakan yang

disebabkan pada trabecular meshwork karena keterlambatan dalam pengobatan.19

Ekstraksi lensa, idealnya dilakukan setelah kontrol TIO yang memadai.

Ekstraksi lensa intrakapsular (ICE) adalah teknik bedah yang baik untuk glaukoma

fakolitik. Epstein DL dkk menjelaskan bahwa secara teoritis ekstraksi lensa

membersihkan jalinan trabekular dari protein dan makrofag, dengan periode pasca

operasi yang lebih lama dengan gejala sisa yang menyertainya. Sedangkan ekstraksi

katarak ekstrakapsular (ECCE) dapat memperburuk peradangan karena materi

lensa tersisa. Zeeman et al berpikir bahwa ECCE mungkin berbahaya dengan sistem

kapsuler dan zonula yang lemah dan kapsul lensa posterior yang rapuh dengan

defek mikroskopis, yang menyebabkan uveitis anafilaksis pascaoperasi yang parah.

Irvine dkk pada tahun 1957 adalah orang pertama yang menyarankan ECCE,

setelah pengenalan ECCE bedah mikro dengan implan lensa intraokular ruang

posterior, yang mencegah pergerakan maju vitreous dan mencegah kehilangan

vitreous. Gross et al dan Lane et al melaporkan hasil yang sangat baik dengan ECCE

dan tidak menemukan kapsul dan zonula yang lemah.21

Rehabilitasi Penglihatan, kasus-kasus dengan kapsul posterior utuh dan

stabilitas kantong yang memadai dapat memiliki implantasi primer lensa

intraokular ruang posterior (IOL). Untuk katarak subluksasi, perangkat cincin

Cionne menstabilkan kantong dan memfasilitasi implantasi IOL ruang posterior.

Untuk kasus ICCE dan lensektomi, IOL terfiksasi scleral primer atau sekunder atau

IOL ruang anterior memiliki tingkat keberhasilan yang bervariasi. Pada periode

pasca operasi, RUPS topikal mengontrol TIO. Gonio-sinechialysis, bersamaan

dengan operasi katarak, merupakan pilihan manajemen untuk pembentukan PAS


23

pada LIG kronis. Untuk mata buta yang menyakitkan, operasi katarak atau

perawatan laser siklodioda dapat dipertimbangkan untuk menurunkan TIO.15

2.9 Komplikasi

Komplikasi dari glaukoma yang diinduksi lensa antara lain:15

• Peradangan yang terus-menerus

• Deposit pigmen dan/atau protein pada IOL

• Pembentukan PAS - ACG synechial

• Peningkatan TIO yang persisten dengan kegagalan operasi filtrasi glaukoma

• Perolehan penglihatan yang buruk

• Atrofi optik glaukoma

• Endoftalmitis

• Perdarahan koroid ekspulsif

• Kehilangan penglihatan

• Bulbi atrofi yang menyakitkan

• Phtisis bulbi

Komplikasi potensial dari glaukoma fakolitik meliputi :16

1. Kehilangan penglihatan permanen dari glaukoma yang tidak terkontrol

dan/atau edema coneal persisten.

2. Komplikasi bedah seperti perdarahan suprachoroidal, ruptur kapsuler

dengan hilangnya fragmen lensa ke segmen posterior, cedera kornea dan

prolaps vitreus dapat terjadi.

2.10 Pencegahan

Pengangkatan katarak matur atau hipermatur segera dapat bersifat preventif.


24

2.11 Prognosis

Presentasi awal dan manajemen yang cepat memungkinkan prognosis visual

yang baik. Ekstraksi lensa awal di bawah kontrol TIO yang memadai adalah

landasan manajemen. Presentasi yang tertunda dan kronis memiliki prognosis yang

lebih buruk. Perkembangan PAS adalah indikator prognostik yang buruk dan

memerlukan pemantauan TIO secara teratur dengan manajemen medis dan/atau

bedah. Ekstraksi katarak gabungan dengan trabekulektomi memiliki kontrol TIO

yang baik pada periode pasca operasi segera. Namun, tingkat kegagalan

trabeculektomi dari operasi gabungan tinggi dalam jangka panjang.15


BAB III

PENUTUP

Katarak merupakan penyebab utama kebutaan di seluruh dunia. Sebagian

besar kasus katarak berkaitan dengan usia. Operasi katarak bertujuan untuk

mengoptimalkan fungsi penglihatan. Katarak senilis yang tidak ditangani dengan

baik akan menimbulkan komplikasi salah satunya glaukoma fakolitik. Gejala yang

timbul antara lain nyeri akut. Tatalaksana awal yaitu menurunkan tekanan

intraokular pasien dengan obat-obatan diikuti dengan pembedahan. Ekstraksi lensa

awal di bawah kontrol TIO yang memadai adalah landasan manajemen glaukoma

fakolitik.

25
DAFTAR PUSTAKA

1. Bickley LS, Szilagyi PG. Bates’ guide to physical examination and history

taking. 10th ed. Philadelphia: Lippincott Williams&Wilkins, 2009.

2. Vaughan D, Asbury J. Oftalmologi Umum. Edisi ke-18. Jakarta: EGC;

2013.

3. Laurenti K, Salim S. Lens-induced glaucoma: diagnosis and management.

Ophtalmic pearls.2016.

4. Macovei ML, Canache M, Neagoe BM. Phacolytic glaucoma-case report.

Romanian journal of ophthalmology.2021;65(2): 191-5.

5. Liu YC, Wilkins M, Kim T, Makyugin B, Mehta JS. Cataracts.

Lancet.2017;390: 600-12.

6. Kothari R, Tathe S, Gogri P, Bhandari A. Lens-Induced Glaucoma: The

Need to Spread Awareness about Early Management of Cataract among

Rural Population. ISRN Ophthalmol. 2013:581727.

7. Olver J, Lorraine C. Ophthalmology at Glance, Blackwell Science Ltd,

London. 2005.

8. What is glaucoma? American Academy of Ophthalmology. 2022.

9. Cantor LB, Rapuano CJ, Cioffi GA. Lens and Cataract. San Fransisco:

American Academy Of Ophthalmology;2016.

10. Jack J Kanski, 2015, Clinical Ophthalmology: A Systematic Approach 8th

Edition, Elsevier, Saunders Ltd.

11. Ilyas, Sidharta. Ilmu Penyakit Mata. Cetakan Keempat. Jakarta: Fakultas

Kedokteran Universitas Indonesia; 2008.


27

12. Arnia. Case report: management of secondary glaucoma due to senile

cataract in 56 years old man. J Agromed Unila. 2015.

13. Ahmad SS. Acute lens-induced glaucomas : a review. Journal of Acute

Disease. 2017 ;6(2).

14. Guan JY, Ma YC, Zhu YT, Xie LL, Aizezi M, Zhuo YH, Wumaier A. Lens

nucleus dislocation in hypermature cataract: Case report and literature

review. Medicine (Baltimore). 2022 Sep 2;101(35).

15. Shah SS, Meyer JJ. Lens Induced Glaucoma. StatPearls. 2022.

16. Venkatesh S, Dhivya R. Phacolytic glaucoma. JMSCR. 2019;07:05.

17. Conner IP et al. Lens-induced glaucoma. In: Kahook M et al, eds. Chandler

and Grant’s Glaucoma, 5th ed. Thorofare, N.J.; Slack; 2013:441-7.

18. Laurenti K, Sarwat S. Lens-induced glaucoma: diagnosis and management.

Ophthalmic Pearls. 2016.

19. Dhingra D, Grover S, Kapatia G, Pandav SS, Kaushik S. Phacolytic

glaucoma: a nearly forgotten entity. European Journal of Ophthalmology.

2019.

20. Yi K, Dersu II. Phacolytic glaucoma. Medscape. 2020.

21. Peram V et al. Phacolytic glaucoma: visual outcome. Int J Res Med Sci.

2017 June;5(6):2636-2640.

Anda mungkin juga menyukai