Anda di halaman 1dari 20

Tugas Baca

Glaukoma Akut Kongestif

Oleh:

Gelvia Awaeh, S.Ked


1930912320098

Pembimbing:

dr.Hj.Etty Eko Setyowati, Sp.M-KVR

BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT MATA


FAKULTAS KEDOKTERAN ULM/RSUD ULIN
BANJARMASIN
Desember, 2022
DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ................................................................................................ i

DAFTAR ISI.............................................................................................................. ii

BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................... 1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA............................................................................. 3

A. Anatomi dan Fisiologi Humor Akuos ..................................................... 3

B. Definisi .................................................................................................... 5

C. Epidemiologi ........................................................................................... 5

D. Faktor Risiko ........................................................................................... 6

E. Etiologi dan Patofisiologi ........................................................................ 7

F. Manifestasi Klinis.................................................................................... 8

G. Diagnosis ................................................................................................. 8

H. Diagnosis Banding .................................................................................. 10

I. Tata Laksana............................................................................................ 11

J. Komplikasi .............................................................................................. 14

K. Edukasi dan Pencegahan ......................................................................... 16

L. Prognosis ................................................................................................. 16

BAB III PENUTUP ................................................................................................. 17

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................... 18

ii
BAB I

PENDAHULUAN

Glaukoma merupakan penyebab kebutaan nomor dua setelah katarak dan

penyebab gangguan penglihatan nomor empat di dunia. Glaukoma berasal dari

kata Yunani glaukos yang berarti hijau kebiruan, yang memberi kesan warna pada

pupil penderita glaukoma. Kelainan ini ditandai oleh meningkatnya tekanan

intraokuler (TIO) sebagai salah satu faktor risiko utama yang disertai oleh

pencekungan diskus optikus dan pengecilan lapang pandang. Pada glaukoma akan

terdapat melemahnya fungsi mata dengan terjadinya cacat lapang pandang dan

kerusakan anatomi berupa ekstravasasi (penggaungan/cupping) serta degenerasi

papil saraf optik, yang dapat berakhir dengan kebutaan. Glaukoma dibagi mejadi

beberapa golongan besar, yaitu: glaukoma primer, glaukoma sekunder, glaukoma

kongenital, dan glaukoma absolut.1

Glaukoma primer adalah glaukoma yang terjadi tanpa dikaitkan dengan

penyakit mata lain. Glaukoma sekunder adalah glaukoma yang kejadiannya

berkaitan dengan penyakit mata lain. Glaukoma kongenital adalah glaukoma yang

terjadi sejak neonatus. Dan glaukoma absolut merupakan jenis glaukoma yang

tidak terkontrol karena terapi yang tidak adekuat, biasanya keras, nyeri hebat, dan

disertai kebutaan.1

Peningkatan tekanan intraokuler pada glaukoma terjadi karena

terganggunya aliran humor akuos yang berdampak pada kelainan sistem drainase

pada camera occuli anterior/COA (pada glaukoma sudut terbuka) atau

1
terganggunya jalan humor akuos ke sistem drainase (pada glaukoma sudut

tertutup).1

Dari statistik angka kebutaan di dunia, didapatkan bahwa 6 juta dari 60

juta penderita glaukoma mengalami kebutaan, 3 juta penderita diantaranya

disebabkan oleh karena glaukoma primer sudut tertutup dan setengahnya (1,5 juta

penderita) kebutaan disebabkan oleh karena glaukoma akut, sedangkan 3 juta

penderita lagi disebabkan oleh glaukoma primer sudut terbuka.3 Glaukoma sudut

tertutup saat ini mengenai 20 juta penduduk dunia, angka ini terus naik dengan

perkiraan di tahun 2020 sebanyak 23 juta penduduk dan 32 juta pada tahun 2040.4

Glaukoma akut kongestif merupakan salah satu glaukoma sudut tertutup

primer. Glaukoma akut kongestif adalah suatu kondisi dimana terjadi aposisi iris

dengan jalinan trabekular pada sudut bilik mata. Saat kondisi iris terdorong atau

menonjol kedepan maka outflow humor akuos akan terhambat, keadaan ini dapat

menyebabkan peningkatan TIO. Jika penutupan sudut terjadi secara mendadak,

maka gejala yang ditimbulkan sangat berat seperti: nyeri pada mata, sakit kepala,

pandangan kabur, halo, mual dan muntah.1-3

Glaukoma akut kongestif merupakan suatu keadaan darurat mata yang

memerlukan penanganan segera untuk mencegah kerusakan nervus optikus yang

dapat menyebabkan kebutaan. Pengobatan medikamentosa harus dimulai secepat

mungkin untuk menurunkan TIO, sebelum terapi definitif iridektomi laser atau

bedah dilakukan.1-3

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Anatomi dan Fisiologi Humor Akuos

Sudut bilik mata dibentuk oleh tautan antara kornea dan iris perifer, yang

diantaranya terdapat jalinan trabekular. Jalinan trabekular (trabecular

meshwork) sendiri terdiri dari 3 bagian yaitu:2,3

1. Jalinan uveal (uveal meshwork).

2. Jalinan korneosklera (corneoscleral meshwork).

3. Jalinan endotelial (juxtacanalicular atau endothelial meshwork).

Ke tiga bagian ini terlibat dalam proses outflow humor akuos. Struktur

lain yang terlibat adalah kanalis sklemm, kanalis berbentuk sirkumferensial

dan dihubungkan oleh septa-septa. Bagian dalam kanalis dilapisi oleh sel-sel

endotel berbentuk kumparan yang mengandung vakuol-vakuol besar, dan di

bagian luar dilapisi oleh sel-sel datar halus yang mengandung ujung dari

kanalis-kanalis kolektor. Bagian selanjutnya yang berperan adalah kanalis

kolektor. Kanalis ini meninggalkan kanalis sklemm dan berhubungan dengan

vena episklera.

TIO ditentukan oleh kecepatan pembentukan humor akuos dan tahanan

terhadap aliran keluarnya dari mata.

a. Komposisi humor akuos

Humor akuos adalah suatu cairan jernih yang mengisi COA dan COP

mata, yang berfungsi memberikan nutrisi dan oksigen pada kornea dan

lensa.Volumenya adalah sekitar 250 µL, dan kecepatan pembentukannya,

3
yang bervariasi diurnal, adalah 1,5 – 2 µL/menit. Tekanan osmotik sedikit

lebih tinggi daripada plasma.Komposisi humor akuos serupa dengan

plasma kecuali bahwa cairan ini memiliki konsentrasi askorbat, piruvat,

dan laktat yang lebih tinggi dan protein, urea, dan glukosa yang lebih

rendah.2,3

b. Pembentukan dan Aliran Humor Akuos

Humor akuos setelah disekresikan oleh prosesus siliaris ke bilik mata

belakang lalu mengalir ke bilik mata depan melalui pupil, dan dikeluarkan

melalui dua jalur outflow yang berbeda yaitu:

1. Outflow melalui jalur trabekulum (jalur konvensional). Yang merupakan

jalur utama, dimana sekitar 90% outflow humor akuos melalui jalinan

trabekular menuju kanalis sklemm dan berlanjut ke sistem vena kolektor

atau berakhir di vena episklera,

2. Outflow melalui jalur uveoskleral (jalur unkonvensional). Dimana

sekitar 10% outflow humor akuos melalui jalur ini. Proses outflow humor

akuos dapat juga terjadi melalui iris, tapi dalam jumlah yang sangat sedikit

(gambar 2.1).2,3

Gambar 2.1 Normal outflow humor akuos. (a) melalui trabekular; (b) melalui
uveoskleral; ( c) melalui iris.2

4
B. Definisi

Glaukoma akut kongestif adalah episode akut peningkatan TIO diatas nilai

normal (10-20 mmHg) akibat tersumbatnya aliran humor akuos secara tiba-

tiba, dimana produksi humor akuos dan resistensi trabecular normal.4

Glaukoma akut kongestif dikenal sebagai glaukoma sudut tertutup primer

(primary angle closure glaucoma/PACG) terjadi apabila terbentuk iris bombe

yang menyebabkan sumbatan sudut kamera anterior oleh iris perifer, sehingga

menyumbat aliran humor akuos dan TIO meningkat dengan cepat sehingga

menimbulkan nyeri hebat, kemerahan dan kekaburan penglihatan. Glaukoma

akut merupakan kedaruratan okuler sehingga harus diwaspadai, karena dapat

terjadi bilateral dan dapat mengancam penglihatan hingga menyebabkan

kebutaan bila tidak segera ditangani dalam 24 – 48 jam.5

C. Epidemiologi

Kasus glaukoma primer sudut terbuka banyak terjadi pada ras kulit hitam

(negroid) dan ras kulit putih (caucasian). Sedangkan kasus glaukoma primer

sudut tertutup banyak terjadi pada ras Asia dan Inuit. Studi epidemiologi yang

diterbitkan oleh British Journal of Ophthalmology melaporkan pada tahun

2010 bahwa jumlah angka kejadian glaukoma di wilayah Asia Tenggara

sebesar 2,38%. Angka kejadian glaukoma sudut tertutup di Asia Tenggara

sebesar 13,6% dari total kejadian glaukoma sudut tertutup di seluruh dunia.

Glaukoma akut terjadi pada 1 dari 1000 orang yang berusia di atas 40

tahun dengan angka kejadian yang bertambah sesuai usia. Perbandingan

wanita dan pria pada penyakit ini adalah 4:1. Glaukoma primer sudut tertutup

5
2 – 4 kali lebih sering terjadi pada wanita dibandingkan pria. Beberapa

penelitian menyebutkan bahwa wanita mempunyai segmen anterior mata yang

lebih kecil dan axial length yang lebih pendek dari pria. Studi yang

dilaksanakan di Rumah Sakit Muhammadiyah Palembang tahun 2015

menunjukkan bahwa jumlah penderita glaukoma lebih banyak terjadi pada

perempuan (62,3%) dibandingkan dengan laki-laki (37,7%). Pasien dengan

glaukoma sudut tertutup kemungkinan besar rabun dekat karena mata rabun

dekat berukuran kecil dan struktur bilik mata anterior lebih padat.1-5

D. Faktor Resiko4

Peningkatan TIO merupakan faktor risiko utama pada glaukoma. Selain

itu, faktor risiko terjadinya glaukoma adalah ras, jenis kelamin, usia,

jenis/tipe glaukoma, adanya riwayat dalam keluarga, adanya penyakit yang

mempengaruhi vaskular dan penglihatan dan riwayat pengobatan yang

didapatkan.

E. Etiologi dan Patofisiologi6

Bentuk anatomis mata dengan BMD yang dangkal dapat mengganggu

aliran humor akuos pada pupil. Blok pupil akan meningkatkan tekanan bilik

mata belakang yang akan mendorong iris kedepan kearah trabecular

meshwork dan secara tiba-tiba memblok aliran humor akuos (angle closure)

sehingga menghambat humor akuos mengalir ke sistem drainase melalui

saluran schlemm. Hal ini menyebabkan terjadinya peningkatan TIO secara

tiba-tiba. (Gambar 2.2).

6
Gambar 2.2 Blok pupil pada glaukoma akut, normal angle dan angle closure.

Terhambatnya drainase dari humor akuos ini menyebabkan TIO dapat

meningkat hingga 60 – 80 mmHg, menyebabkan iskemia pada iris, kerusakan

saraf optik dan edema pada kornea. Jika hal ini terjadi berkepanjangan dapat

menyebabkan injeksi siliaris, inflamasi di kornea dan bilik anterior mata

sehingga menyebabkan mata merah dan nyeri. Nyeri dapat menyebar ke

kepala dan gigi serta dapat menyebabkan gejala abdomen sekunder dan mual

melalui stimulasi vagus. Peningkatan TIO juga menyebabkan kerusakan pada

endotel kornea. Hal ini menyebabkan ketebalan stroma pada kornea dapat

meningkat sehingga terjadi edema pada kornea dan penurunan transparansi

kornea dan pada akhirnya akan terjadi penurunan fungsi penglihatan dan

terjadinya persepsi cincin berwarna (halo).

Pergerakan iris ke depan dapat karena peningkatan tekanan vitreus,

penambahan cairan di ruang posterior atau lensa yang mengeras dan menebal

karena usia tua. Peningkatan TIO akan mendorong perbatasan antara saraf

optikus dan retina di bagian belakang mata. Akibatnya pasokan darah ke saraf

optikus berkurang sehingga sel-sel sarafnya mati. Karena saraf optikus

mengalami kemunduran, maka akan terbentuk bintik buta pada lapang

pandang mata. Yang pertama terkena adalah lapang pandang tepi, lalu diikuti

oleh lapang pandang sentral. Jika tidak diobati, glaukoma pada akhirnya bisa

menyebabkan kebutaan.

7
F. Manifestasi Klinis6

Serangan dapat mengenai kedua mata pada satu saat. Biasanya bila

tidak terdapat pada serangan pada kedua mata, maka mata yang lain

mendapat serangan sesudah 2-5 tahun kemudian. Bila serangan sudah

berulang kali atau serangan terlalu lama maka akan terjadi perlengketan

antara pangkal iris dan kornea .

Gejala Tanda
 Nyeri akut dan bersifat  Konjungtiva kemosis dan kongesti disertai
sangat nyeri terjadi oleh injeksi konjungtiva (mata merah dan
karena peningkatan TIO bengkak)
akan merangsang persarafan  Edema kornea (kornea suram)
kornea (nervus oftalmikus  BMD sangat dangkal
atau V.1)  Iris pattern hilang dan mungkin berubah
 Mual dan muntah yang warna. Bercak atrofi (berwarna putih atau
timbul akibat iritasi nervus abu-abu) tampak karena iskemia.
vagus dan dapat menyerupai  Pupil mid-dilatasi atau dilatasi vertikal, dan
gejala pada kelainan saluran tidak ada reflex cahaya
cerna.  Lensa—Glaucoma fleckens adalah
 Tajam penglihatan kurang kekeruhan subkapsular anterior kecil
(kabur mendadak) dan berwarna putih keabu-abuan yang terlihat di
melihat ―halo‖ disekitar lensa di area pupil. Mereka disebabkan oleh
cahaya lampu. Hal ini atrofi serat lensa yang baru terbentuk.
disebabkan oleh edema Mereka menjadi penanda diagnostik ada
epitel kornea serangan glaukoma kongestif akut
 Mata berair, fotofobia sebelumnya.
 diskus optikus terlihat merah dan bengkak

Gambar 2.3 Glaukoma klinis akut. Konjungtiva tampak hiperemis, dengan edema
kornea dan pupil mid-dilatasi.6

8
G. Diagnosis1-10

Berdasarkan penjelasan di atas, maka diagnosis dapat ditegakan dari

anamnesis, pemeriksaan status umum dan oftalmologis, serta penunjang.

1. Anamnesis

Berdasarkan ananmnesis, pasien akan mengeluhkan pandangan kabur,

melihat pelangi atau cahaya di pinggir objek yang sedang dilihat (halo), sakit

kepala, sakit bola mata, pada kedua matanya, muntah – muntah.

2. Pemeriksaan Fisik

Pada pemeriksaan akan ditemukan tanda-tanda, antara lain : visus sangat

menurun, mata merah, tekanan intra okular meningkat, injeksi pericorneal,

kornea oedem, COA dangkal, iris oedem dan berwarna abu – abu, pupil

sedikit melebar dan tidak bereaksi terhadap sinar, serta diskus optikus terlihat

merah dan bengkak.

3. Pemeriksaan Penunjang

Selain itu, dapat juga dilakukan pemeriksa penunjang, diantaranya:

 Mengukur TIO, pemeriksaan tekanan intra okular dengan digital palpasi

atau digital dengan jari telunjuk, indentasi dengan tonometer schiotz, dan

aplanasi dengan tonometer aplanasi goldman.

 melihat sudut COA dengan gonioskopi (untuk melihat sudut iridokorneal dan

kontak iridotrabekular).

 Mengevaluasi ada atau tidaknya kerusakan saraf mata dengan oftalmoskopi.

 Perimetri (untuk melihat progresivitas penurunan lapang pandang).

 Pemeriksaan funduskopi sukar dilakukan karena terdapat kekeruhan pada

daerah penglihatan.

9
 Tes Kamar Gelap. Pada kamar gelap, saat membaca atay saat bersujud,

pupil pasien akan midriasis. Pasien dinyatakan glaukoma bila TIO naik >

10 mmHg.

Gambar 2.4 Tonometri Schiotz. Normal intraocular pressure = 10–20 mm Hg; Suspicious
case = 20–25 mm Hg; Glaucoma = Above 25 mm Hg; Hypotony = Below 10 mm Hg

Gambar 2.5 Pemeriksaan applanasi Goldmann, Alat pemeriksaan applanasi Goldmann

H. Diagnosis Banding6,8

- Gejala umum seperti mual dan muntah dapat lebih mendominasi dan mirip

dengan gejala apendisitis dan tumor otak.

- Konjungtivitis akut, nyerinya ringan atau tidak ada dan tidak terdapat
gangguan penglihatan. Terdapat sekret dan konjungtiva yang meradang hebat

tetapi tidak terdapat injeksi siliaris. Respon pupil dan tekanan intraokular

normal, dan kornea jernih.

- Iritis dan iridosiklitis. Perbedaannya tidak ditemukan peningkatan tekanan


intraokuler. Iritis akut, menimbulkan fotofobia lebih besar daripada

glaukoma. TIO biasanya tidak meningkat, pupil konstriksi, dan kornea

10
biasanya tidak edematosa. Di kamera anterior tampak jelas sel – sel, dan

terdapat injeksi siliaris dalam.


I.
Penatalaksanaan7,8

Pengobatan glaukoma sudut tertutup primer atau glaukoma kongestif akut

pada dasarnya adalah pembedahan, pengobatan awal bersifat medikamentosa

untuk mengendalikan tekanan yang meningkat. Setelah mengontrol peningkatan

tekanan intraokular, laser iridotomy atau bedah peripheral iridectomy (PBI) harus

dilakukan ketika mata tenang. Tujuan terapi koservatif adalah menurunkan

tekanan intraocular, menjernihkan kornea, dan mengurangi nyeri.

Gambar 2.6 Pilihan terapi glaukoma kongestif akut

1. Terapi medikamentosa

 menurunkan atau menghambat produksi humor akuos

-Karbonik anhidrase inhibitor : Asetazolamid Hcl 500 mg, dilanjutkan

dengan 4x250 mg oral. Dosis alternatif intravena 500 mg bolus, efektif

terhadap pasien nausea. Penambahan dosis maksimal asetazolamid dapat

diberikan setelah 4-6 jam.

-Adrenergik beta blocker : Dapat digunakan tersendiri atau dikombinasi

dengan obat lain. Preparat yang tersedia antara lain Timolol maleat 0,25-

dan 0,5% 2x1 tetes perhari, pilihan lain betaksolol 0,25% dan 0,5%,

levobunolol 0,25%dan 0,5%, dan metipranolol 0,3%.

11
 meningkatkan outflow humor akuos

Parasimpatomimetik : Obat parasimpatomimetik meningkatkan aliran

keluar humor akuos dengan bekerja pada jalinan trabekuler melalui

kontraksi otot siliaris. Obat pilihan adalah pilokarpin, larutan 0,5-6% yang

diteteskan beberapa kali sehari atau gel 4% yang dioleskan sebelum tidur.

 Penurunan volume korpus vitreum

-Agen osmotik, obat-obat hiperosmotik menyebabkan darah menjadi

hipertonik sehingga air tertarik keluar dari korpus vitreum dan terjadi

penciutan korpus vitreum.

a. Gliserin, dosis efektif 1 - 1,5 gr/kg BB dalam 50% cairan dingin

dicampur dengan sari lemon. Dapat menurunkan tekanan intraokular

dalam waktu 30-90 menit setelah pemberian, dan dipastikan agen ini

bekerja selama 5 - 6 jam. Selama penggunaannya, gliserin dapat

menyebabkan hiperglikemia dan dehidrasi. Hati-hati terhadap pasien

diabetes dan lansia dengan gagal ginjal serta penyakit kardiovaskular.

Karena agen ini sendiri dapat menyebabkan mual dan muntah.

b. Mannitol, merupakan oral osmotik diuretik kuat yang dapat

memberikan keuntungan dan aman digunakan pada pasien diabetes karena

tidak dimetabolisme. Dosis yang dianjurkan adalah 1 - 2 gram/kgBB

dalam 50% cairan. Puncak efek hipotensif okular terlihat dalam 1 - 3 jam

dan berakhir dalam 3-5 jam. Bila intoleransi gastrik dan mual menghalangi

penggunaan agen oral, maka manitol dapat diberikan secara intravena

dalam 20% cairan dengan dosis 2 gr/kgBB selama 30 menit. Mannitol

12
dengan berat melekul yang tinggi, akan lebih lambat berpenetrasi pada

mata sehingga lebih efektif menurunkan tekanan intraokular. Maksimal

penurunan tekanan dijumpai dalam 1 jam setelah pemberian manitol

intravena.

c. Ureum intravena, merupakan agen osmotik yang dahulu sering

digunakan, mempunyai berat melekul yang rendah. Urea lebih cepat

berpenetrasi pada mata, sehingga tidak seefektif mannitol dalam

menurunkan tekanan intraokular. Karena agen ini merupakan salah satu

alternatif, maka penggunaan urea harus dengan pengawasan yang ketat

untuk menghindari komplikasi kardiovaskular.2,7,10,

 terapi simptomatik (misal : antiemetik dan analgetik)

2. Terapi non medikamentosa

 Parasintesis

 Bedah laser

-Laser iridotomy

-Laser iridoplasti

 Bedah insisi

-Peripheral iridectomy

-Trabekulektomi (bedah drainase)

 Ekstraksi lensa

Penderita dengan kondisi ini harus segera dirawat inap, turunkan TIO, dan

evaluasi sudut iridokornea, apakah sudut iridokornea bisa terbuka atau tidak.

Kalau dapat terbuka, maka lakukan prevensi supaya sudut tidak menutup lagi

13
yaitu dengan operasi iridektomi, namun apabila tidak bisa terbuka, dilakukan

penanganan operasi filtrasi misal trabekulektomi.

Bila respon terhadap pemberian medikamentosa baik yang biasanya durasi

serangan akut baru terjadi kurang dari 48 jam, maka tindakan laser iridotomi

perifer memberikan hasil yang baik.9 Apabila durasi serangan akut lebih dari 1

minggu, respon terhadap medika mentosa kurang baik, sehingga TIO tetap diatas

21 mmHg, dan bila ditemukan SAP lebih 270 disertai telah terjadi kerusakan saraf

optik dan defek lapang pandang: maka dipilih tindakan trabekulektomi dengan

mitomicin C. Bila belum disertai kerusakan saraf optik dan kornea cukup jernih

dipilih tindakan ekstraksi katarak dengan teknik fakoemulsifikasi + lensa tanam

intraokular (LIO). Namun apabila TIO masih di atas 35 mmHg walaupun telah

diberikan infus mannitol 20%, lakukan dahulu trabekulektomi dengan mitomisin

C. Satu bulan kemudian lakukanlah ekstraksi lensa-fakoemulsifikasi ditambah

dengan lensa tanam.

Seringkali saat pasien datang dalam keadaan akut dimana TIO sampai mencapai

lebih dari 50 mmHg sehingga menyebabkan edema kornea berat, tindakan iridektomi

perifer akan sulit dilakukan, maka dapat dilakukan parasentesis BMB segera untuk

menurunkan TIO dan membuat kornea lebih jernih sehingga tindakan iridektomi perifer

dapat dilakukan.

Kriteria rujukan

Setelah dilakukan terapi awal, pasien segera dirujuk ke spesialis mata untuk

dilakukan tindakan pembedahan.

14
Gambar 2.6 Terapi laser iridotomi pada glaukoma akut/sudut tertutup (atas); posisi
iris sudah kembali normal setelah laser iridotomi, humor akuos mengalir melalui
lubang iridotomi (bawah)

9
J. Komplikasi

Apabila terapi tertunda, iris perifer dapat melekat ke jalinan trabekular

(sinekia anterior), sehingga menimbulkan sumbatan ireversibel sudut kamera

anterior yang memerulkan tindakan bedah untuk memperbaikinya. Kerusakan

saraf optikus sering terjadi hingga kebutaan.

K. Edukasi dan Pencegahan9

Pencegahan terhadap glaukoma akut dapat dilakukan pada orang yang

telah berusia 20 tahun sebaiknya dilakukan pemeriksaan tekanan bola mata

berkala secara teratur setiap 3 tahun, bila terdapat riwayat adanya glaukoma

pada keluarga maka lakukan pemeriksaan setiap tahun. Secara teratur perlu

dilakukan pemeriksaan lapang pandangan dan tekanan mata pada orang yang

dicurigai akan timbulnya glaukoma.Sebaiknya diperiksakan tekanan mata, bila

mata menjadi merah dengan sakit kepala yang berat, serta keluarga yang

pernah mengidap glaukoma.

Anjuran pada penderita dengan glaukoma sudut sempit :

1. emosi seperti bingung dan takut dapat menimbulkan serangan akut

2. Membaca dekat yang mengakibatkan miosis pupil kecil akan

menimbulkan serangan pada blokade pupil

15
3. Berbahaya memakai obat simpatomimetik karena dapat melebarkan

pupil yang menimbulkan serangan

4. Berbahaya penderita dengan hipermetropia dengan sudut bilik

mata dangkal memakai obat antihistamin dan antispasme.

L. Prognosis

Glaukoma akut merupakan kegawat daruratan mata, yang harus segera

ditangani dalam 24 – 48 jam. Prognosa baik apabila glaukoma akut cepat

terdeteksi dan mendapat terapi yang sesegera mungkin. Jika TIO tetap

terkontrol setelah terapi akut glaukoma sudut tertutup, maka kecil

kemungkinannya terjadi kerusakan penglihatan progresif.9,10

Sering diagnosa dibuat pada stadium lanjut, dimana lapangan pandang

telah hilang secara progresif, iris menjadi atrofi dan midriasis pupil telah

menetap. Penanganan episode akut yang terlambat akan menyebabkan sinekia

sudut tertutup permanen dan bahkan menyebabkan kebutaan permanen dalam

2-3 hari.9,10

16
BAB III

PENUTUP

Glaukoma dibagi menjadi Glaukoma primer sudut terbuka (glaukoma kronis),

glaukoma primer sudut tertutup (sempit / akut), glaukoma sekunder, dan glaukoma

kongenital (glaukoma pada bayi).

Glaukoma sudut tertutup primer dikenal juga sebagai glaukoma kongestif akut

terjadi apabila terbentuk oklusi pada iris yang menyebabkan sumbatan sudut kamera

anterior oleh iris perifer, sehingga menyumbat aliran humor akuos dan tekanan intraokular

meningkat dengan cepat sehingga menimbulkan nyeri, hebat, kemerahan dan kekaburan

penglihatan.

Glaukoma akut merupakan kegawat daruratan mata, yang harus segera

ditanganidalam 24 – 48 jam. Jika tekanan intraokular tetap terkontrol setelah terapi akut

glaukomasudut tertutup, maka kecil kemungkinannya terjadi kerusakan penglihatan

progresif. Tetapi bila terlambat ditangani dapat mengakibatkan buta permanen.

Prinsip dari pengobatan glaukoma akut yaitu untuk mengurangi produksi humor

akuos dan meningkatkan sekresi dari humor akuos sehingga dapat menurunkan TIO

sesegera mungkin dengan pemberian obat-obatan (penanganan lini pertama).

17
DAFTAR PUSTAKA

1. American Academy Of Ophthalmology: Acute Primary Anggle Closure Glaucoma in


Basic and Clinical Science Course, Section 10, 2005-2006, p.122-126.

2. Kansky. JJ, Acute Congestive Angle Closure Glaucoma in Clinical Ophthalmology A


Systemic Approach, Sixth Edition, ButterworthHeinemann Elsevier, 2005, p.391-397.

3. American Academy Of Ophthalmology: Fundamental and Principles of


Ophthalmology in Basic and Clinical Science Course, Section 2, 2003-2004, p.56-58

4. Mahendra BI, Gustianty E, Rifada RM. Karakteristik Klinis Glaukoma Primer Sudut
Tertutup di Pusat Mata Nasional Rumah Sakit Mata Cicendo pada Tahun 2020. Jurnal
Kedokteran dan Kesehatan: Publikasi Ilmiah Fakultas Kedokteran Universitas
Sriwijaya. 2022; 9(2):235-244.

5. Vaughan, D.G., Asbury, T., Riordan, P. Oftalmologi Umum. 14th Ed. Alih bahasa:
Tambajong J, Pendit BU. Jakarta: Widya Medika. 2012.

6. Ilyas S. Ilmu Penyakit Mata, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Edisi kelima.
Jakarta: Balai Penerbit FKUI. 2015.

7. Khurana A K. Comprehensive ophthalmology 4th edition. New Delhi: new aged


international limited publisher. 2007.

8. American Academy of Ophtalmology. Neuro Ophthalmology Section 5. San


Francisco, 2014-2015.

9. The Wilis Eye Manual : Office and Emergency Room Diagnosis and Treatment of Eye
Disease. 2008.

10. Syarif A, Ari E, Arini S, Armen M, Azalia A, Bahroelim B, dkk. Farmakologi dan
Terapi. Edisi lima. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2008

18

Anda mungkin juga menyukai