Anda di halaman 1dari 5

PENDAHULUAN

Glaukoma berasal dari kata Yunani glaukos yang berarti hijau kebiruan, yang memberi
kesan warna tersebut pada pupil penderita glaukoma. Kelainan ini ditandai oleh meningkatnya
tekanan intraokuler yang disertai oleh pencekungan diskus optikus dan pengecilan lapangan
pandang. Pada glaukoma akan terdapat melemahnya fungsi mata dengan terjadinya cacat lapang
pandang dan kerusakan anatomi berupa ekstravasasi (penggaungan/cupping) serta degenerasi
papil saraf optik, yang dapat berakhir dengan kebutaan.
Glaukoma adalah penyebab kebutaan kedua terbesar di dunia setelah katarak. Diperkirakan 66
juta penduduk dunia sampai tahun 2010 akan menderita gangguan penglihatan karena glaukoma.
Kebutaan karena glaukoma tidak bisa disembuhkan, tetapi pada kebanyakan kasus glaukoma dapat
dikendalikan.
Di Indonesia, glaukoma diderita oleh 3% dari total populasi penduduk. Umumnya penderita
glaukoma telah berusia lanjut. Pada usia diatas 40 tahun, tingkat resiko menderita glaukoma meningkat
sekitar 10%. Hampir separuh penderita glaukoma tidak menyadari bahwa mereka menderita penyakit
tersebut.
Glaukoma tidak hanya disebabkan oleh tekanan yang tinggi di dalam mata. Sembilan puluh
persen (90%) penderita dengan tekanan yang tinggi tidak menderita glaukoma, sedangkan sepertiga dari
penderita glaukoma memiliki tekanan normal. Glaukoma dibagi menjadi Glaukoma primer sudut terbuka
(glaukoma kronis), Glaukoma primer sudut tertutup (sempit / akut), Glaukoma sekunder, dan glaukoma
kongenital (Glaukoma pada bayi).
Glaukoma akut didefenisikan sebagai peningkatan tekanan intraorbita secara mendadak dan
sangat tinggi, akibat hambatan mendadak pada anyaman trabekulum. Glaukoma akut ini merupakan
kedaruratan okuler sehingga harus diwaspadai, karena dapat terjadi bilateral dan dapat menyebabkan
kebutaan tetapi resiko kebutaan dapat dicegah dengan diagnosis dan penatalaksanaan yang tepat.

Patofisiologi Glaukoma
Tingginya tekanan intraokuler tergantung pada besarnya produksi aquoeus humor oleh
badan siliar dan pengaliran keluarnya. Besarnya aliran keluar aquoeus humor melalui sudut
bilik mata depan juga tergantung pada keadaan sudut bilik mata depan, keadaan jalinan
trabekulum, keadaan kanal Schlemm dan keadaan tekanan vena episklera.
Gambar 4. Aliran Aqueous Humor

Tekanan intraokuler dianggap normal bila kurang daripada 20 mmHg pada pemeriksaan
dengan tonometer aplanasi. Pada tekanan lebih tinggi dari 20 mmHg yang juga disebut
hipertensi oculi dapat dicurigai adanya glaukoma. Bila tekanan lebih dari 25 mmHg pasien
menderita glaukoma (tonometer Schiotz).3,6
Mekanisme utama penurunan penglihatan pada glaukoma adalah atrofi sel ganglion difus,
yang menyebabkan penipisan lapisan serat saraf dan inti bagian dalam retina dan
berkurangnya akson di saraf optikus. Iris dan korpus siliar juga menjadi atrofi, dan prosesus
siliaris memperlihatkan degenerasi hialin.6
Diskus optikus menjadi atrofi disertai pembesaran cekungan optikus diduga disebabkan oleh
gangguan pendarahan pada papil yang menyebabkan degenerasi berkas serabut saraf pada
papil saraf optik (gangguan terjadi pada cabang-cabang sirkulus Zinn-Haller), diduga
gangguan ini disebabkan oleh peninggian tekanan intraokuler. Tekanan intraokuler yang
tinggi secara mekanik menekan papil saraf optik yang merupakan tempat dengan daya tahan
paling lemah pada bola mata. Bagian tepi papil saraf optik relatif lebih kuat daripada bagian
tengah sehingga terjadi cekungan pada papil saraf optik 3,6
Glaukoma sudut tertutup primer terjadi pada mata dengan predisposisi anatomis tanpa
disertai kelainan lain. Peningkatan tekanan intraocular terjadi karena sumbatan aliran keluar
aqueous akibat adanya oklusi anyaman trabekular oleh iris perifer. Keadaan ini dapat
bermanifestasi sebagai suatu kedaruratan oftalmologik atau dapat tetap asimptomatik sampai
timbul penurunan penglihatan. Diagnosis ditegakan dengan melakukan pemeriksaan segmen
anterior dan gonioskopi yang cermat. Istilah glaukoma sudut tertutup primer hanya
digunakan bila penutupan sudut primer telah menimbulkan kerusakan nervus optikus dan
kehilangan lapangan pandang.6

Posterior
Chamber

Gambar 5 : Glaukoma Sudut Tertutup

Glaukoma primer sudut tertutup terjadi apabila terbentuk iris bombe yang menyebabkan
sumbatan pada bilik mata depan oleh iris perifer. Hal ini menyumbat aliran humor aquos dan
tekanan intraokuler meningkat dengan cepat, menimbulkan nyeri hebat, kemerahan, dan
kekaburan penglihatan. Glaukoma sudut tertutup terjadi pada mata yang sudah mengalami
penyempitan anatomik pada bilik mata depan( dijumpai terutama pada hipermetrop).
Serangan akut biasanya terjadi pada pasien berusia tua seiring dengan pembeasran lensa
kristalina yang berkaitan dengan penuaan. Pada glaukoma sudut tertutup, pupil berdilatasi
sedang, disertai sumbatan pupil. Hal ini biasanya terjadi pada malam hari, sat tingkat
pencahayaan berkurang. Dapat juga disebabkan oleh obat-obatan dengan efek antikolinergik
atau simpatomimetik (mis., atropine sebagai obat praoperasi, antidepresan, bronkodilator
inhalasi, dekongestan hidung atau tokolitik).
Diagnosis Banding

Komplikasi

KOMPLIKASI
Sinekia anterior perifer; apabila glaucoma akut tidak cepat diobati, terjadilah perlekatan
antara iris bagian tepid an jaringan trabekulum. Akibatnya adalah bahwa penyaluran keluar
akuous humor terhambat. Bisa terjadi katarak. Di atas permukaan kapsul depan lensa
acapkali terlihat bercak putih sesudah suatu serangan akut. Tampaknya seperti susu yang
tertumpah di atas meja. Gambaran ini dinamakan Glaukomflecke yang menandakan pernah
terjadi serangan akut pada mata tersebut. Atrofi papil saraf optic karena serangan yang
mendadak dan hebat, papil saraf optic mengalami pukulan yang berat hingga menjadi atrofi.
Kalau glaukomanya tidak diobati dan berlangsung terus, dapat terjadi ekskavasi dan atrofi.
Glaukoma absolute adalah istilah untuk suatu glaucoma yang sudah terbengkalai sampai
buta total. Bola mata nyeri karena TIO tinggi dan kornea mengalami degenerasi hingga
menggelupas (keratopati bulosa).
Daftar Pustaka
1. Suhardjo. Hartono. Ilmu Kesehatan Mata. Jogjakarta; Bagian Ilmu Penyakit Mata FK
Universitas Gadjah Mada; 2007; pp 147-68.
2. Hartono. Buku Saku Ringkasan Anatomi dan Fisiologi Mata. Bola Mata. Jogjakarta;
Rasmedia Grafika Bagian Ilmu Penyakit Mata FK Universitas Gadjah Mada; 2012. P 3.
3. Ilyas S, Tanzil M, Salamun, Azhar Z. Sari Ilmu Penyakit Mata. Balai Penerbit FKUI.
Jakarta. 2000. hal : 155-72
4. Khurana, A.K. Comprehensive Opthalmology. 4th edition. New Age International (P)
limited. New Delhi. 2007. Hal 205-208
5. Barbara C, Marsh, Louis B, Cantor. The speath Gonioscopic Grading System. Last
updated maret 2014. Available from
http://www.glaucomatoday.com/art/0505/clinstrat.pdf.
6. Vaughan DG, Eva RP, Asbury T. Oftalmologi Umum. Edisi 14. Widya Medika. Jakarta.
2000.hal : 212-38.
7. Rosita CE. Glaukoma. Last updated 2014. Available from
http://www.scribd.com/doc/35013418/refrat-mata-revis
8. Glaukoma. Last updated 2014. Available from
http://www.klikdokter.com/illness/detail/36
9. Ilyas S., Mailangkay HB., Taim H., Saman RR, Simarmata, Widodo P.S. Ilmu Penyakit
Mata Untuk Dokter Umum Dan Mahasiswa Kedokteran. Edisi 2. Jakarta; Sagung Seto;
2010; Pp 239-62.

Anda mungkin juga menyukai