Anda di halaman 1dari 31

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Dasar Diabetes Mellitus

1. Pengertian

Diabetes Melitus adalah suatu penyakit metabolik yang ditandai

dengan adanya hiperglikemia yang terjadi karena pankreas tidak

mampu mensekresi insulin, gangguan kerja insulin, ataupun keduanya.

Dapat terjadi kerusakan jangka panjang dan kegagalan pada berbagai

organ seperti mata, ginjal, saraf, jantung, serta pembuluh darah apabila

dalam keadaaan hiperglikemia kronis (American Diabetes Association,

2020).

Diabetes Melitus atau sering disebut dengan kencing manis adalah

suatu penyakit kronik yang terjadi ketika tubuh tidak dapat

memproduksi cukup insulin atau tidak dapat menggunakan insulin

(resistensi insulin), dan didiagnosis melalui pengamatan kadar glukosa

di dalam darah. Insulin merupakan hormon yang dihasilkan oleh

kelenjar pankreas yang berperan dalam memasukkan glukosa dari

aliran darah ke sel-sel tubuh untuk digunakan sebagai sumber energi

(International Diabetes Federation, 2019).

6
Diabetes Melitus merupakan suatu kelompok penyakit metabolik

dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi

insulin, kerja insulin atau kedua-duanya (PERKENI, 2015).

Diabetes Melitus merupakan kondisi saat gula darah dalam tubuh tidak

terkontrol akibat gangguan sensitivitas sel beta pankreas untuk

menghasilkan hormon insulin yang berperan sebagai pengontrol kadar

gula darah dalam tubuh (Dewi, 2014).

Dari pengertian di atas penulis dapat menyimpulkan bahwa Diabetes

Mellitus merupakan suatu penyakit metabolik kronis yang terjadi

didalam tubuh tidak terkontrol disebabkan oleh ketidakmampuan

tubuh memproduksi insulin berdasarkan dengan kebutuhan tubuh yang

di tandai dengan terjadinya peningkatan kadar gula darah atau

hiperglikemia.

2. Patofisiologi

Patofisiologi Diabetes Mellitus (DM) dikaitkan dengan

ketidakmampuan tubuh untuk merombak glukosa menjadi energi

karena tidak ada atau kurangnya produksi insulin di dalam tubuh.

Insulin adalah suatu hormon pencernaan yang, dihasilkan oleh kelenjar

pankreas dan berfungsi untuk memasukkan gula ke dalam sel tubuh

untuk digunakan sebagai sumber energi. Pada penderita Diabetes

Mellitus, insulin yang 15 dihasilkan tidak mencukupi sehingga gula

menumpuk dalam darah (Agoes dkk, 2013).

7
Patofisiologi pada Diabetes Mellitus tipe 1 terdiri atas autoimun dan

non-imun. Pada autoimun-mediated Diabetes Mellitus, faktor

lingkungan dan genetik diperkirakan menjadi faktor pemicu kerusakan

sel beta pankreas. Tipe ini disebut tipe 1-A. Sedangkan tipe non-imun,

lebih umun dari pada autoimun Tipe non-imun terjadi sebagai akibat

sekunder dari penyakit lain seperti pankreatitis atau gangguan

idiopatik (Brashers dkk, 2014).

Diabetes Mellitus tipe 2 adalah hasil dari gabungan resistensi insulin

dan sekresi insulin yang tidak adekuat hal tersebut menyebabkan

predominan resistensi insulin sampai dengan predominan kerusakan

sel beta. Kerusakan sel beta yang ada bukan suatu autoimun mediated.

Pada Diabetes Mellitus tipe 2 tidak ditemukan pertanda auto antibody.

Pada resistensi insulin, konsentrasi insulin yang beredar mungkin

tinggi tetapi pada keadaan gangguan fungsi sel beta yang berat

kondisinya dapat rendah.

Pada dasarnya resistensi insulin dapat terjadi akibat perubahan-

perubahan yang mencegah insulin untuk mencapai reseptor

(prareseptor), perubahan dalam pengikatan insulin atau transduksi

sinyal oleh reseptor, atau perubahan dalam sala hsatu tahap kerja

insulin pascareseptor. Semua kelainan yang menyebabkan gangguan

transport glukosa dan resistensi insulin akan menyebabkan

8
hiperglikemia sehingga menimbulkan manifestasi Diabetes Mellitus

(Rustama dkk, 2010).

3. Anatomi Fisiologi

Pankreas adalah salah satu organ yang terbentang secara horizontal

dari cincin duodenum ke lien pada vertebra 1 dan 2 di belakang

lambung terletak di retroperitoneal bagian atas dengan panjang sekitar

10-20 cm dan lebar 2,5-5 cm. Pankreas terdiri dari 3 bagian yaitu :

Kepala pankreas, badan pankreas, dan ekor pankreas.

Anatomi pankreas di tunjukan pada gambar berikut :

Gambar 2.1 Anatomi Fisiologi

Sumber :

(Masmuculo,

2009).

Pankreas memiliki 2

fungsi penting

yaitu :

a. Fungsi Eksokrin

Fungsi eksokrin pankreas berupa sekresi beberapa jenis enzim yang

berguna dalam proses pencernaan 3 jenis nutrient yaitu karbohidrat,

lemak dan protein. Enzim masuk ke dalam duodenum melalui

saluran pankreas.

b. Fungsi Ensokrin

9
Fungsi endokrin pankres berupa sekresi hormon yang berfungsi

untuk mengatur metabolisme nutrisi seluler baik karbohidrat,

lemak, maupun protein. Hormon yang di sekresi oleh pankreas

dicurahkan langsung kedalam pembuluh darah organ-organ yang

akan di tuju.

Pankreas terdiri atas 2 jenis jaringan utama yaitu :

a. Sel asini, yang mengeksekresi enzim pencernaan ke dalam

duodenum.

b. Pulau langerhans terdiri atas 3 jenis sel yaitu : sel alpa yang

menghasilkan glukagon, sel beta yang menghasilkan insulin, dan

sel delta yang menghasilkan somatostatin.

Pulau langerhans ditunjukan pada gambar berikut :

Gambar 2.2 Pulau Langerhans

Sumber :

(Perkeni, 2015)

Hormon yang dihasilkan oleh pankreas berperan utama dalam

mempertahakan keseimbangan glukosa darah melalui mekanisme

10
umpan balik positif dan negatif, mekanisme kerja insulin dan

glukagon bersifat antagonis satu dengan lainnya.

a.) Glukagon

Sekresi glukagon dirangsang oleh penurunan kadar glukosa

darah dan peningkatan kadarasm amino darah. Dalam sistem

kerjanya glukagon merupakan mekanisme humoral yang

menyediakan energi untuk jaringan, bilamana tidak ada

makanan yang tersedia untuk diabsorpsi. Glukagon

merangsang pemecahan glukagon cadangan, mempertahankan

produksi glukosa hati dari pemecahan asam amino

(glukoneolisis). Glukagon bersifat glukogenilitik,

glukoneogenetik, lipolitik, dan ketogenetik.

b.) Insulin

Insulin adalah suatu protein yang terdiri dari 51 asam amino

yang terkandung dalam dua rantai peptide. Fungsi utama

insulin adalah memudahkan penyimpanan zat-zat gizi dihati,

otot, dan lemak melalui proses glikogenesis.

c.) Somatostatin

Horomon ini berfungsi memperlambat pengosongan lambung,

menurunkan produksi asam lambung dan gastrin, mengurangi

sekresi pankreas, dan menurunkan aliran darah.

4. Etiologi

11
Etiologi diabetes mellitus menurut M. Clevo Rendy dan Margareth Th,

2019 yaitu:

1.) Diabetes mellitus tergantung insulin (DM tipe I)

1. Faktor genetik

Penderita diabetes tidak mewarisi diabetes tipe I itu sendiri

tetapi mewarisi suatu predisposisi atau kecenderungan genetik

ke arah terjadinya diabetes tipe I. Kecenderungan genetik ini

ditentukan pada individu yang memiliki tipe antigen HLA

(Human Leucocyte Antigen) tertentu. HLA merupakan

kumpulan gen yang bertanggung jawab atas antigen

transplantasi oleh proses imun lainnya.

2. Faktor imunologi

Pada diabetes tipe I terdapat bukti adanya suatu respon

autoimun. Ini merupakan respon abnormal dimana antibody

terarah pada jaringan normal tubuh dengan cara bereaksi

terhadap jaringan tersebut yang dianggapnya seolah-olah

sebagai jaringan asing.

3. Faktor lingkungan

Faktor eksternal yang dapat memicu destruksi sel beta pankreas

sebagai contoh hasil penyelidikan menyatakan bahwa virus atau

toksin tertentu dapat memicu proses autoimun yang dapat

menimbulkan destruksi sel beta pankreas.

12
Faktor lingkungan diyakini memicu perkembangan DM tipe I.

Pemicu tersebut dapat berupa infeksi virus (campak, rubela, atau

koksakievirus B4) atau bahkan kimia beracun, misalnya yang

dijumpai di daging asap dan awetan. Akibat pajanan terhadap

virus atau bahan kimia, respon autoimun tidak normal terjadi

ketika antibody merespon sel beta islet normal seakan-akan zat

asing sehingga akan menghancurkannya (Priscilla LeMone, dkk,

2016).

2.) Diabetes mellitus tidak tergantung insulin (DM tipe II) Secara pasti

penyebab dari DM tipe II ini belum diketahui, faktor genetik

diperkirakan memegang peranan dalam proses terjadinya resistensi

insulin. Resistensi ini ditingkatkan oleh kegemukan, tidak

beraktivitas, penyakit, obat-obatan dan pertambahan usia. Pada

kegemukan, insulin mengalami penurunan kemampuan untuk

mempengaruhi absorpsi dan metabolisme glukosa oleh hati, otot 9

rangka, dan jaringan adiposa. DM tipe II yang baru didiagnosis

sudah mengalami komplikasi.

Menurut Priscilla LeMone, dkk, 2016 adapun faktor-faktor resiko

DM tipe II yaitu:

1. Riwayat DM pada orang tua dan saudara kandung. Meski tidak

ada kaitan HLA yang terindentifikasi, anak dari penyandang

DM tipe II memiliki peningkatan resiko dua hingga empat kali

menyandang DM tipe II dan 30% resiko mengalami,

13
intoleransi aktivitas (ketidakmampuan memetabolisme

karbihodrat secara normal).

2. Kegemukan, didefinisikan kelebihan berat badan minimal 20%

lebih dari berat badan yang diharapkan atau memiliki indeks

massa tubuh (IMT) minimal 27 kg/m. Kegemukan, khususnya

viseral (lemak abdomen ) dikaitkan dengan peningkatan

resistensi insulin.

3. Tidak ada aktivitas fisik.

4. Ras/etnis.

5. Pada wanita, riwayat DM gestasional, sindrom ovarium

polikistik atau melahirkan bayi dengan berat lebih dari 4,5 kg.

6. Hipertensi (≥ 130/85 pada dewasa), kolesterol HDL ≥ 35

mg/dl dan atau kadar trigliserida ≥ 250 mg/dl.

5. Proses penyakit

Proses terjadinya kaki diabetik diawali oleh angiopati, neuropati, dan

infeksi. Gangguan motorik menyebabkan atrofi otot tungkai sehingga

mengubah titik tumpu yang menyebabkan ulserasi kaki. Angiopati

akan mengganggu aliran darah ke kaki, penderita dapat merasa nyeri

tungkai sesudah berjalan dengan jarak tertentu. Infeksi merupakan

komplikasi akibat berkurangnya aliran darah atau neuropati. Ulkus

diabetik bisa menjadi gangren kaki diabetik. Penyebab timbulnya

gangren pada penderita DM adalah bakteri anaerob, yang tersering

14
Clostridium. Bakteri ini akan menghasilkan gas, yang disebut dengan

gas gangren (Kartika, 2017).

Identifikasi faktor resiko penting, biasanya diabetes lebih dari 10

tahun,

laki-laki, kontrol gula darah buruk, ada komplikasi kardiovaskuler,

retina, dan ginjal. Hal-hal yang meningkatkan resiko antara lain

neuropati perifer dengan hilangnya sensasi protektif, perubahan

biomekanik, peningkatan tekanan pada kaki. Penyakit vaskular perifer

(penurunan pulsasi arteri dorsalis pedis), riwayat ulkus atau amputasi

serta kelainan kuku berat (Kartika, 2017).

6. Manifestasi Klinis

Menurut (Smeltzer et al, 2013 dan Kowalak, 2011), yaitu :

a.) Poliuria (air kencing keluar banyak) dan polydipsia (rasa haus

yang berlebih) di sebabkan karena osmolalitas serum yang tinggi

akibat kadar glukosa serum yang meningkat.

b.) Anoreksia dan polifagia (rasa lapar yang berlebih) terjadi karena

glukosuria yang menyebabkan keseimbangan kalori negatif.

c.) Keletihan (rasa cepat lelah) dan kelemahan yang disebabkan

penggunaan glukosa oleh sel menurun.

d.) Kulit kering, lesi kulit atau luka yang lambat pemulihannya,dan,

dan rasa gatel pada kulit.

15
e.) Sakit kepala, mengantuk, dan gangguan pada aktivitas di

sebabkan kadar glukosa intrasel yang rendah.

f.) Kram pada otot, iritabilitas, serta emosi yang labil akibat

ketidakseimbangan elektrolit.

g.) Gangguan penglihatan seperti, pemandangan kabur yang

disebabkan adanya pembengkakan akibat glukosa

h.) Sensasi kesemutan atau kebas di tangan dan kaki yan disebabkan

kerusakan jaringan saraf.

i.) Gagguan rasa nyaman dan nyeri pada abdomen yang di sebabkan

karena neuropati otonom yang menimbulkan konstipasi.

j.) Mual, diare, dan konstipasi yang di sebabkan karena dehidrasi

dan ketidakseimbangan elektrolit serta neuropati otonom.

7. Komplikasi

Komplikasi dari diabetes mellitus menurut Smeltzer et al, (2013) dan

Tanto et al, (2014) diklasifikasikan menjadi komplikasi akut dan

komplikasi kronik. Komplikasi akut terjadi karena intoleransi glukosa

yang berlangsung dalam jangka pendek yang mencakup.

a. Hipoglikema

Hipoglikema adalah keadaan dimana glukosa dalam darah

mengalami penurunan dibawah 50 hinga 60 mg/mL disertai dengan

gejala pusing, gemetar, lemas, pandangan kabur, keringat dingin,

serta penuruan kesadaran.

b. Ketoasidosis Diabetes (KAD)

16
KAD adalah suatu keadaan yang ditandai dengan asidosis

metabolik akibat pembentukan keton yang berlebih.

c. Sindrom nonketotik hiperosmolar hiperglikemik (SNHH)

Suatu keadaan dkoma dimana terjadi gangguan metabolisme yang

menyebabkan kadar glukosa dalam darah sangat tinggi,

menyebabkan dehidrasi hipertonik tanpa disertai ketosis serum.

Komplikasi kronik menurut Smeltzer et al, (2013) biasanya terjadi

pada pasien yang menderita diabetes mellitus lebih dari 10 – 15 tahun.

Komplikasinya mencakup :

a. Penyakit makrovaskular (Pembuluh darah besar)

Penyakit ini mempengaruhi sirkulasi koroner, pembuluh darah

perifer, dan pembuluh darah otak.

b. Penyakit mikrovaskular (Pembuluh darah kecil)

Penyakit ini mempengaruhi mata (retinopati) dan ginjal (nefropati)

kontrol kadar gula darah untuk menunda atau mencegah

komplikasi

mikrovaskular maupun makrovaskular.

c. Penyakit neuropatik

Penyakit ini mempengaruhi saraf sensori motorik dan otonom yang

mengakibatkan beberapa masalah, seperti impotensi dan ulkus

kaki.

8. Penatalaksanaan

17
Terdapat beberapa tindakan yang dapat dilakukan pada pasien yang

menderita diabetes melitus, yaitu :

a.) Penatalaksanaan umum penderita diabetes melitus bertujuan

untuk mengevaluasi kondisi medis pasien, seperti skrining

riwayat penyakit pasien termasuk gaya hidup, riwayat penyakit

dan pengobatan, serta faktor resiko terjadinya penyakit DM.

Selanjutnya adalah pemeriksaan fisik lengkap head to toe dan

tanda-tanda vital untuk mengetahui status vital pasien secara

aktual, pemeriksaan laboratorium juga perlu dilakukan untuk

mengukur kadar glukosa darah puasa dan HbA1c.

Selain itu penting juga dilakukan beberapa tes untuk mengetahui

adanya komplikasi pada pasien yang sudah terdiagnosa Diabetes

Mellitus Tipe 2, seperti tes kolesterol total, tes fungsi hati dan

ginjal, rontgen thoraks dan lain-lain (Perkeni, 2015).

b.) Penatalaksanaan khusus

Berikut adalah beberapa tindakan yang digolongkan pada

penatalaksanaan khusus pasien Diabetes Mellitus :

1.) Edukasi

Pemberian materi edukasi dapat dilakukan melalui materi

edukasi tingkat awal dan tingkat lanjut. Materi edukasi

tingkat awal dilakukan pada pelayanan kesehatan primer

bertujuan memperkenalkan penyakit Diabetes Mellitus terkait

18
perjalanan, faktor risiko, pencegahan dan lain-lain.

Sedangkan edukasi tingkat lanjut yang dilakukan di

pelayanan kesehatan sekunder untuk mengontrol kesehatan

penderita Diabetes Mellitus dan mencegah terjadinya

komplikas seperti pencegahan penyulit DM, penelitian terkini

terkait DM, perawatan kaki DM dan lain-lain (Perkeni,

2015).

2.) Terapi Nutrisi Medis (TNM)

Susunan makanan yang direkomendasikan terdiri dari

karboohidrat 45-65%, lemak 20-25%, protein 10-20%, serat

20-35 g/hari dan natrium < 200 mg/hari (Perkeni, 2015).

3.) Jasmani Latihan

jasmani dianjurkan dengan intensitas 3-5 kali perminggu

selama 30-45 menit tiap latihan, hal ini bertujuan untuk

menjaga kebugaran pasien, selain itu juga menurunkan berat

badan dan memperbaiki sensitivitas glukosa (Perkeni, 2015).

4.) Terapi Farmakologi

Pemberian terapi medis atau pengobatan meliputi obat anti

hiperglikemia oral yang berdasarkan kerjanya dibagi lima 23

golongan yaitu pemacu sekresi insulin, meningkatkan

sensitivitas insulin, penghambat absorpsi glukosa di saluran

pencernaan, dan penghambat sodium glucose co-transporter

2 (GLP 1). Selanjutnya Obat antihiperglikemia suntik

19
termasuk insulin, agonis GLP-1 dan kombinasi antara insulin

pada agonis GLP-1 (Perkeni, 2015).

5.) Terapi kombinasi Terapi ini merupakan gabungan dari diet

terkontrol dan latihan jasmani serta terapi farmakologi obat

anti hiperglikemi oral atau suntik. (Perkeni, 2015).

. Konsep Edukasi

1. Definisi edukasi

Edukasi yaitu suatu proses interaktif yang mendorong terjadinya

pembelajaran, untuk upaya bertambahnya pengetahuan baru, sikap,

serta keterampilan melalui penguatan praktik dan pengalaman tertentu

(Potter & perry, 2009). Edukasi kesehatan adalah proses perubahan

perilaku yang dinamis, dimana perubahan tersebut bukan sekedar

seperangkat prosedur, akan tetapi perubahan tersebut terjadi karena

adanya kesadaran dari dalam individu, kelompok, atau masyarakat

(Mubarak dan Chayatin, 2009).

2. Tujuan Edukasi

Sasaran edukasi kesehatan bertujuan meningkatkan pengetahuan dan

kesadaran untuk memelihara serta meningkatkan kesehatannya sendiri.

Oleh karena itu, tentu diperlukan upaya penyediaan dan penyampaian

informasi untuk mengubah, menumbuhkan, atau mengembangkan

perilaku positif.

20
Tujuan dari pendidikan kesehatan menurut Undang – undang

Kesehatan No. 23 tahun 1992 maupun WHO yang meningkatkan

kemampuan masyarakat untuk memelihara kesehatan baik fisik,

mental dan sosialnya, sehingga produktif secara ekonomi maupun

secara sosial, dengan cara meningkatkan upaya kesehatan itu sendiri

(Maulana, 2009).

Menurut mubarak dan Chayatin (2009) berpendapat bahwa sasaran

pendidikan kesehatan dibagi menjadi dalam tiga kelompok yaitu :

1. Sasaran primer (Primary Target), yaitu sasaran langsung pada

masyarakat segala upaya pendidikan atau promosi kesehatan.

2. Sasaran sekunder (Secondary Target), yaitu sasaran para tokoh

masyarakat adat, diharapkan kelompok ini pada umumnya akan

memberikan pendidikan kesehatan pada masyarakat disekitarnya.

3. Sasaran tersier (Tersiery Target), sasaran pada pembuat keputusan

atau penentu kebijakan baik ditingkat pusat maupun di tingkat

daerah, diharapkan dengan keputusan dari kelompok ini akan

berdampak kepada perilaku kelompok sasaran sekunder yang

kemudian pada kelompok primer.

3. Prinsip Edukasi

Menurut Mubarak & Chayatin (2009) prinsip-prinsip pendidikan

kesehatan adalah :

21
1.) Belajar mengajar berfokus pada klien, pendidikan klien adalah

hubungan klien yang berfokus pada kebutuhan klien yang spesifik.

2.) Belajar mengajar bersifat menyeluruh, artinya dalam memberikan

pendidikan kesehatan harus dipertimbangkan klien secara

kesehatan tidak hanya berfokus pada muatan spesifik saja.

3.) Belajar mengajar negoisasi. Dimana petugas kesehatan dan klien

bersama-sama menentukan apa yang telah diketahui dan apa yang

penting untuk diketahui.

4.) Belajar mengajar yang interaktif, dimana proses belajar-mengajar

adalah suatu proses yang dinamis dan interaktif, yang melibatkan

partisipasi dari petugas kesehatan dan klien

5.) Pertimbangan usia dalam pendidikan kesehatan, untuk menumbuh

kembangkan seluruh kemampuan dan perilaku manusia melalui

pengajaran, sehingga perlu dipertimbangkan usia klien dan

hubungan dengan proses belajar mengajar.

4. Metode Edukasi

Metode Edukasi / Pendidikan Kesehatan pada dasarnya merupakan

pendekatan yang digunakan dalam proses pendidikan untuk

penyampaian pesan kepada sasaran pendidikan kesehatan yaitu :

individu, kelompok atau keluarga, dan masyarakat. Dalam buku

(Mubarak & Chayatin, 2009) macam-macam metode pembelajaran

dalam pendidikan kesehatan berupa :

1.) Metode pendidikan individual

22
Metode pendidikan individual pada pendidikan kesehatan

digunakan untuk membina perilaku baru serta membina perilaku

individu yang mulai tertarik pada perubahan perilaku sebagai

proses inovasi. Metode pendidikan individual yang biasa

digunakan adalah bimbingan dan penyuluhan, konsultasi pribadi,

serta wawancara.

2.) Metode pendidikan kelompok

Dalam memilih metode pendidikan kelompok, harus mengingat

besarnya kelompok sasaran serta tingkat pendidikan formal pada

sasaran. Untuk kelompok yang besar, metodenya akan lain

dengan kelompok yang kecil. Efektivitas suatu metode akan

tergantung pula pada besarnya sasaran pendidikan.

a. Kelompok besar

Apabila peserta penyuluhan lebih dari 15 orang. Metode yang

baik untuk kelompok besar ini, antara lain:

1) Ceramah

Ceramah adalah pidato yang disampaikan oleh seorang

pembicara didepan sekelompok pengunjung. Ceramah

pada hakikatnya adalah proses transfer informasi dari

pengajar kepada sasaran belajar. Dalam proses transfer

informasi ada tiga elemen yang penting, yaitu pengajar,

materi pengajaran, dan sasaran belajar.

23
a.) Penggunaan metode Metode ceramah digunakan

pada sifat sasaran sebagai berikut, sasaran belajar

mempunyai perhatian yang selektif, sasaran belajar

mempunyai lingkup perhatian yang terbatas, sasaran

belajar perlu menyimpan informasi, sasaran belajar

perlu menggunakan informasi yang diterima.

b.) Keunggulan metode ceramah.

1.) Dapat digunakan pada orang dewasa,

penggunaan waktu yang efisien.

2.) Dapat dipakai pada kelompok yang besar.

3.) Tidak terlalu banyak menggunakan alat bantu

pengajaran.

4.) Dapat dipakai untuk memberi pengantar pada

pelajaran atau suatu kegiatan.

c.) Kekurangan metode ceramah

1.) Menghambat respons dari yang belajar sehingga

pembicara sulit menilai reaksinya.

2.) Tidak semua pengajar dapat menjadi pembicara

yang baik, pembicara harus menguasai pokok

pembicaraannya.

3.) Dapat menjadi kurang menarik, sulit untuk

dipakai pada anakanak dan membatasi daya

ingat.

24
2.) Seminar

Metode ini hanya cocok untuk sasaran kelompok besar

dengan pendidikan menengah ke atas. Seminar adalah

suatu penyajian (presentasi) dari satu ahli atau beberapa

ahli tentang suatu topik yang dianggap penting dan

biasanya dianggap hangat di masyarakat.

b. Kelompok kecil

Apabila peserta kegiatan kurang dari 15 orang. Metode-

metode yang cocok untuk kelompok kecil ini antara lain :

diskusi kelompok, curah pendapat, bola salju, kelompok

kelompok kecil, Role play, dan permainan simulasi.

5. Media Edukasi / Pendidikan Kesehatan

Media Pendidikan Kesehatan Menurut Notoatmojo (2011) macam-

macam alat bantu/media pendidikan kesehatan antara lain:

1.) Alat bantu

Alat bantu adalah alat-alat yang digunakan oleh pendidik dalam

menyampaikan bahan pendidikan pengajaran.

2.) Alat peraga

Alat peraga ada tiga macam alat bantu pendidikan :

Alat bantu lihat (visual aids), Alat bantu dengar (audio aids), Dan

Alat bantu lihat-dengar (audio visual aids).

3.) Media pendidikan kesehatan

25
Yang dimaksud dengan media pendidikan kesehatan pada

hakekatnya adalah alat bantu pendidikan (AVA). Berdasarkan

fungsinya sebagai penyalur pesan-pesan kesehatan, media ini

dibagi menjadi 3 yaitu : media cetak, media elektronik, dan media

papan.

. Konsep Perawatan Kaki

Perawatan kaki merupakan sebagian dari upaya pencegahan primer pada

pengelolaan kaki diabetik yang bertujuan untuk mencegah terjadinya

luka. Perawatan kaki yang perlu dilakukan terdiri dari pemeriksaan kaki

dan perawatan kaki harian (Soegondo, 2005).

Kurangnya pengetahuan pasien tentang perawatan kaki menjadi salah

satu hambatan bagi pasien dalam melaksanakan perawatan kaki. Selain

itu penelitian Ekore et al. (2010), menunjukkan bahwa kesadaran untuk

melalukakn perawatan kaki pada klien diabetes mellitus sangat kurang

dan kurangnya pendidikan atau penyuluhan 23 dari penyedia layanan

kesehatan.

a) Cara perawatan kaki

Beberapa cara yang dapat dilakukan oleh penderita DM dalam

merawat kakinya sehingga mencegah terjadi ulkus kaki diabetik

yaitu (Indian Health Diabetes Best Practice, 2011) :

1. Menurut Heitzman (2010), memeriksa kondisi kaki setiap hari

dapat dilakukan dengan cara :

26
(a). Selalu mencuci tangan sebelum melakukan pemeriksaan

keadaan kaki

(b). Kenalilah kondisi punggung dan telapak kaki, perhatikan

jika terdapat tanda-tanda seperti kering, pecah-pecah, luka,

teraba hangat saat diraba (terjadi perubahan suhu), adanya

pembengkakan

(c). Kenali adanya bentuk kuku yang tumbuh kearah dalam

(ingrown toenails)

(d). Periksa kaki setiap hari dengan menggunakan cermin.

. Menurut Monalisa & Gultom (2009), menjaga kebersihan kaki

setiap hari dengan cara :

(a). Bersihkan kaki pada saat mandi dengan air bersih (suam-

suam kuku) dan sabun. Jangan memeriksa suhu air dengan

kaki, gunakan termometer atau siku.

(b). Rendam kaki dengan air hangat di dalam baskom atau

ember selama 2-3 menit (pada pasien dengan neuropati

sensorik atau kondisi tertentu, mintalah bantuan keluarga

untuk melakukan pengecekan suhu air terlebih dahulu)

(c). Gosok kaki hingga ke sela-sela jari kaki dengan sikat lunak

menggunakan sabun yang lembut

(d). Jika kuku kotor bersihkan kuku dengan sikat lunak

(e). Gunakan batu apung untuk melembutkan kapalan (callus)

(f). Bilas kaki dengan menggunakan air hangat

27
(g). Keringkan kaki dengan menggunakan handuk atau kain

bersih yang lembut sampai ke sela-sela jari kaki

(h). Gunakan pelembab (lotion) pada daerah kaki yang kering,

lotion dapat digunakan pada bagian atas atau bawah dan

jangan memakai pelembab pada sela-sela jari kaki karena

sela-sela jari akan menjadi lembab dan 24 dapat

menimbulkan tumbuhnya jamur. Jangan gunakan alkohol

70% untuk membersihkan area di sela-sela jari kaki. Saat

menggunakan pelembab diusahakan tidak menggosok

tetapi seperti memijat kaki.

. Menurut Waspadji (2009), memotong kuku yang baik dan

benar dengan cara :

(a). Potong kuku dilakukan minimial 1 minggu sekali

(b). Bila kuku keras sulit dipotong, rendam kaki dengan air

hangat (37oC) selama sekitar 5 menit. Potong kuku lebih

mudah dilakukan setelah mandi.

(c). Jangan menggunakan pisau cukur atau pisau biasa karena

dapat menyebabkan luka pada kaki, gunakanlah gunting

kuku khusus untuk memotong kuku.

(d). Gunting kuku kaki secara lurus jangan mengikuti bentuk

normal jari-jari kaki, jangan terlalu dekat dengan kulit,

kikir kuku agar tidak tajam. Bila kuku keras dan sulit

dipotong, rendam dengan air hangat selama 5 (lima) menit.

28
(e). Klien yang mengalami kesulitan melihat kaki mereka,

mencapai jari-jari kaki mereka, atau memiliki kuku kaki

menebal harus dibantu oleh orang lain atau perawat

kesehatan untuk memotong kuku kaki. Menghilangkan

kalus untuk mengurangi tekanan di bawah tulang dan dapat

membantu membebaskan beban tekanan setempat untuk

mengurangi kemungkinan pembentukan ulkus.

. Menurut Heitzmen (2010), memilah alas kaki yang baik dengan

cara :

(a). Selalu gunakan alas kaki di dalam rumah ataupun diluar

rumah.

(b). Alas kaki yang baik adalah sepatu karena dapat melindungi

kaki secara utuh. Jika klien ingin membeli sepatu

sebaiknya pada sore hari ketika kaki membesar. Kaki harus

diukur setiap membeli sepatu karena struktur berubah.

Kedua bagian sepatu kiri dan kanan, harus dicoba sebelum

membeli.

(c). Pakailah kaos kaki/stocking yang pas dan bersih terbuat

dari bahan yang mengandung katun dan wol. Jangan

menggunakan kaos kaki yang terlalu 25 ketat dan jangan

menggunakan bahan kaos kaki yang kasar sehingga tidak

melukai kulit. Kaos kaki harus diganti setiap hari untuk

mencegah kelembaban dari keringat yang bisa

menyebabkan iritasi kulit.

29
(d). Mengenakan pakaian hangat, pada musim dingin

menggunakan kaos kaki katun untuk melindungi kulit dari

cuaca dingin dan basah.

(e). Gunakan sepatu atau sandal sesuai dengan ukuran dan enak

dipakai.

(f). Pilih sepatu dengan ukuran yang pas dan tertutup atau

sebaiknya bentuk sepatu pada bagian ujung sepatu lebar

(sesuai lebar jari-jari kaki). Jari kaki harus masuk semua

kedalam sepatu, tidak ada yang menekuk. Sisakan

sebanyak kira-kira 2,5 cm antara ujung kaki dengan sepatu.

(g). Jangan memaksakan kaki menggunakan sepatu yang tidak

sesuai dengan ukuran kaki (kebesaran/kekecilan).

(h). Periksa bagian dalam sepatu sebelum digunakan

(i). Bagi wanita, jangan gunakan sepatu dengan hak yang

terlalu tinggi karena dapat membebani tumit kaki.

5. Komponen Edukasi Perawatan kaki

a. Pengetahuan dasar tentang Diabetes Mellitus meliputi :

Definisi, Patofisiologi, gejala, penyebab, Komplikasi,

Perawatan, dan cara pencegahan Diabetes.

b. Perawatan Kaki Meliputi : Insiden gangguan kaki,

Penyebab, Tanda gejala, Komplikasi, dan Pencegahan luka

Diabetes Melitus.

6. Tingkat Pembelajaran Edukasi

30
a. Survival / basic level

Edukasi yang diberikan kepada klien ditingkat ini meliputi

pengetahuan, keterampilan, dan motivasi untuk melakukan

perawatan diri dalam upaya pencegahan, mengidentifikasi,

dan mengobati komplikasi jangka pendek.

b. Intermediate level

Edukasi yang diberikan kepada klien ditingkat ini meliputi

pengetahuan, keterampilan, dan motivasi untuk melakukan

perawatan diri dalam upaya mecapai kontrol metabolik

yang direkomendasikan, mengurangi risiko komplikasi

jangka panjang dan memfasilitasi penyesuaian hidup klien.

c. Advanced level

pengetahuan, keterampilan, dan motivasi untuk melakukan

perawatan diri dalam upaya mendukung manajemen

Diabetes Mellitus secara intensif untuk kontrol metabolik

yang optimal dan integrasi penuh dalam kegiatan

perawatan kehidupan klien.

7. Pelaksanaan Edukasi Perawatan Kaki

Pelaksanaan Edukasi / penyuluhan kesehatan dapat dilakukan

sebanyak 2 sesi dengan durasi waktu 1 jam, yaitu :

Sesi 1 membahas pengetahuan dasar tentang Diabetes Melitus

(pengertian, patofisologi, klasifikasi, manifestasi klinis,

penatalaksanaan dan komplikasi).

31
Sesi 2 membahas perawatan kaki (Insiden gangguan kaki,

penyebab, tanda gejala, komplikasi, dan pencegahan luka

Diabetes Melitus).

. Kerangka Teori

Bagan 2.1 Kerangka Teori.

Diabetes Mellitus

Penurunan sekresi insulin yang tidak

adekuat karena resistensi insulin

Reseptor

Gangguan transport

glukosa ke sel

Penumpukan gula dalam darah

Peningkatan kadar gula


Komplikasi
darah dalam tubuh
1. Angiopati
Rasa nyeri, kesemutan 2. Neuropati
Gangguan motorik
atau kebas, kulit kering 3. Infeksi
4. Ulkus

Kurangnya Edukasi Pencegahan luka


pengetahuan perawatan kaki Diabetes Mellitus

Sumber : American Diabetes Association, (2020)., Rustama dkk, (2010)., Kartika,

32
(2017)., Smeltzer et al, (2013)., Ekore et al. (2010)., Potter & perry,

(2009)., Indian Health Diabetes Best Practice, (2011).

33
34

. Kerangka Konsep

Kerangka konsep penelitian studi kasus ini dibuat untuk menggambarkan

penelitian yang meliputi input, proses, dan output. Mengenai pengaruh

Edukasi Perawatan Kaki Terhadap Pencegahan Luka Diabetes Melitus.

Kerangka Konsep penelitian ini digambarkan dalam skema berikut :

Bagan 2.2 Kerangka konsep

Pasien Edukasi perawatan kaki Pasien

Sebelum terhadap pencegahan luka Sesudah

34
35

DAFTAR PUSTAKA

American Diabetes Association (ADA). (2020). Foot Care Diabetic.

American Diabetes Association (ADA). (2016). Penatalaksanaan Diabetes

Melitus.

Agoes, dkk. (2013). Pengetahuan Diabetes Melitus. Banjarbaru, Indonesia’,

Kesmas: National Public Health Journal, 11(2), pp. 56–60. doi:

10.21109/kesmas.v11i2.583.

Dewi. (2014). Medikal bedah untuk mahasiswa. Banguntapan jogjakarta :


DIVAPress.
International Diabetes Federation (IDF). (2019). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam

Jilid II Edisi VI. Jakarta : FKUI.

Kartika. (2017). Pengaruh Pendidikan Kesehatan Terhadap Peningkatan

Pengetahuan dan Sikap Penderita Diabetes Melitus Dalam Pencegahan

Luka Kaki Diabetik di Desa Mranggen Polokarto Sukoharjo.

M. Clevo Rendy dan Margareth Th. (2019). Self-Care Behaviours and Health

Indicators in Adults with Type 2 Diabetes. Rev. Latino-Am.

Enfermagem.

Maulana. (2009). Umbi Ajaib Tumpas Penyakit Kanker, Diabetes, Hipertensi,

Stroke, Kolesterol, dan Jantung. Jakarta : PT.Gramedia Pustaka Utama.

Mubarak dan Chayatin. (2009). Buku Ajar Penyakit Dalam : Insulin : Mekanisme

Sekresi Dan Aspek Metabolisme, Jilid III, Edisi 4. Jakarta : FK UI.

35
36

Notoatmojo. (2011). Pengetahuan tentang Edukasi dan pendidikan kesehatan.

Buku Edukasi. Jakarta.

Perkeni. (2015). Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes mellitus Tipe

2 di Indonesia 2011. Jakarta : Perkumpulan Endokrinologi Indonesia

(Perkeni) Price, A., Lorraine Mc., Carty Wilson. 2011.

Potter & perry. (2009). Definisi Edukasi perawatan kaki. Edisi bahasa Indonesia.

Jakarta : EGC.

Priscilla LeMone, dkk. (2016). Life Healthy With Diabetes. Cetakan 1.

Yogyakarta : Rapha Publishing.

Smeltzer, Suzane C. 2013. Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth :

Edisi 8. Alih Bahasa Agung Waluyo. (et al) ; editor edisi bahasa Indonesia.

Monica Ester. (et al). Jakarta : EGC

36

Anda mungkin juga menyukai