Anda di halaman 1dari 17

EPIDEMIOLOGI DIABETES MELITUS

DISUSUN OLEH :
KELOMPOK 4 / 5D GIZI
1. Risa Novianti (1905025034)
2. Fitri Octaviani (1905025119)
3. Nur Kholilah Nasution (1905025142)
4. Puspa Endah Sukmawati (1905025160)
5. Puput Eka Safitri (1905025161)
6. Hasya Amatullah (1905025179)
7. Eka Fitrotu Syifa (1905025184)

PROGRAM STUDI ILMU GIZI


FAKULTAS ILMU-ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PROF. DR. HAMKA
JAKARTA SELATAN
2021
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Dampak
Penyakit Diabetes Melitus dapat menimbulkan berbagai komplikasi baik
makrovaskuler maupun mikrovaskuler (Brunner and Suddarth, 2013). Diabetes terkait
dengan peningkatan risiko penyakit kronis berat, disabilitas, dan mortalitas prematur
(Joan Webster-Gandy, Angela Madden and Michelle Holdsworth, 2012)
Selain penyakit kardiovaskuler, DM juga merupakan salah satu penyebab utama
penyakit ginjal dan kebutaan pada usia di bawah 65 tahun, dan juga amputasi (Marshall
dan Flyvbjerg, 2006 dalam Hill, 2011). Selain itu, diabetes juga menjadi penyebab
terjadinya amputasi (yang bukan disebabkan oleh trauma), disabilitas, hingga kematian.
Dampak lain dari diabetes adalah mengurangi usia harapan hidup sebesar 5-10 tahun.
Usia harapan hidup penderita DM tipe 2 yang mengidap penyakit mental serius, seperti
Skizofrenia, bahkan 20% lebih rendah dibandingkan dengan populasi umum. (Goldberg,
2007 dalam Garnita, 2012)
Masyarakat lebih banyak terkena penyakit DM tipe 2. Berbagai macam
komplikasi dapat muncul akibat DM yang tidak ditangani dengan baik. Selain itu, DM
juga merupakan salah satu faktor penyebab Gangguan Fungsi Kognitif (GFK). DM Tipe
2 juga menyebabkan turunnya kualitas SDM, karena kesehatan fisik dan pikiran yang
terganggu serta meningkatnya pengeluaran biaya kesehatan untuk pengobatan.
Diabetes dan komplikasinya membawa kerugian ekonomi yang besar bagi
penderita diabetes dan keluarga mereka, sistem kesehatan dan ekonomi nasional melalui
biaya medis langsung, kehilangan pekerjaan dan penghasilan. Termasuk komponen biaya
utama adalah rumah sakit dan perawatan rawat jalan, faktor lain yang membutuhkan
biaya besar adalah kenaikan biaya untuk insulin analog 1 yang semakin banyak
diresepkan meskipun sedikit bukti bahwa insulin tipe tersebut memberikan efek yang
signifikan dibandingkan insulin manusia yang lebih murah.
B. Besaran Masalah
Diabetes Melitus (DM) merupakan salah satu masalah kesehatan yang besar
penyakit tidak menular ini merupakan penyebab kematian terbanyak di Indonesia. Dan
penyakit Diabetes merupakan salah satu penyakit tidak menular dan terus meningkat dari
waktu ke waktu.
Berdasarkan data dari Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) tahun 2018 oleh
Departemen Kesehatan, menunjukan bahwa prevalensi Diabetes Mellitus di Indonesia
mengalami peningkatan dari tahun 2013 sebesar 6,9% menjadi 8,5% pada tahun 2018.
Jumlah penderita diabetes meningkat dari 108 juta pada tahun 1980 menjadi 422 juta
pada tahun 2014. Organisasi Internasional Diabetes Federation (IDF) memperkirakan
sedikitnya 463 juta orang pada usia 20-79 tahun di dunia menderita diabetes pada tahun
2019 atau setara dengan angka prevalensi 9,3% dari total penduduk pada usia yang sama.
(Kementrian kesehatan republik indonesia, 2020)
Ada beberapa Prevalensi Diabetes Melitus yang telah meningkat lebih cepat
Menurut Riskesdas tahun 2013 - 2018 Prevalensi Diabetes Melitus Berdasarkan Jenis
Kelamin prevalensi DM pada perempuan lebih tinggi dibandingkan laki-laki pada tahun
2013 sebesar 1,7% terhadap 1,4% , tahun 2018 1,78% terhadap 1,21% dan pada tahun
2019 meningkat pada laki-laki mencapai 9,65% sementara pada perempuan 9%.
Namun Peningkatan prevalensi berdasarkan umur dari tahun 2013-2018 terjadi
pada Kelompok umur 45-54 tahun, 55-64 tahun, 65-74 tahun dan ≥ 75 tahun. Prevalensi
diabetes diperkirakan meningkat seiring pertambahan umur penduduk menjadi 19,9%
atau 111,2 juta orang pada umur 65-79 tahun. Angka tersebut diprediksi akan meningkat
di tahun 2030 mencapai 578 juta dan di tahun 2045 mencapai 700 juta. Dan Prevalensi
penderita DM menurut tingkat Pendidikan yaitu menunjukan bahwa pada tingkat
Pendidikan tamat akademi/universitas memiliki proporsi tertinggi pada Riskesdas tahun
2013 dan tahun 2018, yaitu sebesar 2,5% dan 2,8%. dibandingkan tingkat Pendidikan
lebih rendah dari universitas hanya memiliki prevalensi kurang dari 2%. Hal ini dapat
diasumsikan terkait dengan gaya hidup pada Kelompok tingkat Pendidikan
Akademi/Universitas.
Adapun Prevalensi Diabetes Melitus Berdasarkan Tempat Tinggal dimana
wilayah perkotaan prevalensi DM lebih tinggi dibandingkan yang tinggal di pedesaan,
yaitu 2% berbanding 1% pada Riskesdas 2013 dan 1,89% berbanding 1,01% pada
Riskesdas 2018. Dan Prevalensi Diabetes Melitus Berdasarkan Provinsi terutama di
Indonesia ada 4 Provinsi dengan prevalensi tertinggi pada tahun 2013 dan 2018 yaitu DI
Yogyakarta, DKI Jakarta, Sulawesi Utara dan Kalimantan Timur. Dan beberapa provinsi
dengan peningkatan prevalensi tertinggi sebesar 0,9% yaitu Riau, DKI Jakarta, Gorontalo
dan Papua Barat. Sedangkan prevalensi DM menurut provinsi pada tahun 2018
menunjukkan bahwa provinsi Nusa Tenggara Timur memiliki prevalensi terendah sebesar
0,9%, diikuti oleh Maluku dan Papua sebesar 1,1%. Dan Prevalensi Diabetes Melitus
Berdasarkan Regional Wilayah Asia Tenggara menempati peringkat ke-3 dengan
prevalensi sebesar 11,3%. Menurut International Diabetes Federation (IDF, 2019),
Indonesia menempati peringkat ke-7 di antara 10 negara dengan jumlah penderita DM
terbanyak, yaitu sebesar 10,7 juta. Indonesia menjadi satu-satunya negara di Asia
Tenggara yang ada pada daftar tersebut, sehingga Indonesia berkontribusi besar terhadap
prevalensi kasus diabetes di Asia Tenggara.
BAB 2
KAJIAN EPIDEMIOLOGI
A. Penjelasan Penyakit
Diabetes Mellitus (DM) merupakan penyakit metabolik yang terjadi oleh interaksi
berbagai faktor: genetik, imunologik, lingkungan dan gaya hidup (Parkeni 2015).
Diabetes Mellitus (DM) juga salah satu penyakit kronis yang menjadi tantangan di dalam
dunia kesehatan. Diabetes mellitus termasuk salah satu Penyakit Tidak Menular (PTM)
yang menyebabkan 1,6 juta kematian di dunia pada tahun 2010. Diabetes adalah kondisi
serius, jangka panjang (atau 'kronis') yang terjadi ketika ada peningkatan kadar glukosa
dalam darah seseorang karena tubuhnya tidak dapat memproduksi salah satu atau cukup
hormon insulin, atau tidak dapat menggunakan insulin yang dihasilkannya secara efektif
(IDF 2019).

Klasifikasi:
a. Diabetes Melitus Tipe 1
DM tipe 1 terjadi karena adanya destruksi sel beta pankreas karena sebab autoimun.
Pada DM tipe ini terdapat sedikit atau tidak sama sekali sekresi insulin dapat
ditentukan dengan level protein c-peptida yang jumlahnya sedikit atau tidak terdeteksi
sama sekali. Manifestasi klinik pertama dari penyakit ini adalah ketoasidosis.

b. Diabetes
Melitus
Tipe 2
Pada
penderita
DM tipe
ini terjadi
hiperinsulinemia tetapi insulin tidak bisa membawa glukosa masuk ke dalam jaringan
karena terjadi resistensi insulin yang merupakan turunnya kemampuan insulin untuk
merangsang pengambilan glukosa oleh jaringan perifer dan untuk menghambat
produksi glukosa oleh hati.
c. Diabetes Melitus Tipe Lain
DM tipe ini terjadi akibat penyakit gangguan metabolik yang ditandai oleh kenaikan
kadar glukosa darah akibat faktor genetik fungsi sel beta, defek genetik kerja insulin,
penyakit eksokrin pankreas, penyakit metabolik endokrin lain, iatrogenik, infeksi
virus, penyakit autoimun dan sindrom genetik lain yang berkaitan dengan penyakit
DM.
d. Diabetes Melitus Gestasional
DM tipe ini terjadi selama masa kehamilan, dimana intoleransi glukosa didapati
pertama kali pada masa kehamilan, biasanya pada trimester kedua dan ketiga. Ibu
hamil yang menderita diabetes gestasional tetap dapat melahirkan bayi yang sehat.
Tetapi bila kondisi ini tidak ditangani dengan tepat, beberapa komplikasi dapat terjadi
pada bayi saat lahir, seperti: Kelebihan berat badan saat lahir yang disebabkan oleh
tingginya kadar gula dalam darah (macrosomia), Lahir prematur yang mengakibatkan
bayi kesulitan bernafas (respiratory distress syndrome), Lahir dengan gula darah
rendah (hipoglikemia) akibat produksi insulin yang tinggi. Kondisi ini dapat
mengakibatkan kejang pada bayi, namun dapat ditangani dengan memberinya asupan
gula, dan Risiko mengalami obesitas dan diabetes tipe 2 ketika dewasa.

Diabetes Melitus tipe 2 (DM tipe 2) merupakan salah satu penyakit kronis
dengan karakteristik kadar gula darah puasa ≥126 mg/dl atau gula darah 2 jam
pasca-pembebanan ≥200 mg/dl. Kondisi yang berperan pada terjadinya DM tipe 2
adalah disfungsi sel β pankreas dan resistensi insulin. Resistensi insulin merupakan
suatu keadaan di mana insulin tidak dapat bekerja optimal pada sel-sel targetnya
seperti sel otot, sel lemak dan sel hepar. Hal ini menyebabkan sel β-pankreas
mensekresi insulin dalam kuantitas yang lebih besar untuk mempertahankan
homeostasis glukosa darah, sehingga terjadi hyperinsulinemia kompensatoir untuk
mempertahankan keadaan glikemia. Pada fase tertentu dari perjalanan penyakit DM
tipe 2, kadar glukosa darah mulai meningkat walaupun dikompensasi dengan
hiperinsulinemia; di samping itu juga terjadi peningkatan asam lemak bebas dalam
darah. Keadaan glukotoksisitas dan lipotoksisitas akibat kekurangan insulin relative
(walaupun telah dikompensasi dengan hiperinsulinemia) mengakibatkan sel β-
pancreas mengalami disfungsi dan terjadilah gangguan metabolisme glukosa berupa
Gula Darah Puasa Terganggu (GDPT), Toleransi Glukosa Terganggu (TGT) dan
akhirnya menjadi DM tipe 2.

Gejala klinis
Gejala diabetes melitus dibedakan menjadi akut dan kronik.
1) Gejala akut diabetes melitus yaitu: poliphagia (banyak makan), polidipsia (banyak
minum), poliuria (banyak kencing/sering kencing di malam hari), nafsu makan
bertambah namu berat badan turun dengan cepat (5-10 kg dalam waktu 2-4
minggu), mudah lelah.
2) Gejala kronik diabetes melitus yaitu: Kesemutan, kulit terasa panas atau seperti
tertusuk-tusuk jarum, rasa kebas di kulit, kram, kelelahan, mudah mengantuk,
pandangan mulai kabur, gigi mudah goyah dan mudah lepas, kemampuan seksual
menurun bahkan pada pria bisa terjadi impotensi, pada ibu hamil sering terjadi
keguguran atau kematian janin dalam kandungan atau dengan bayi berat lahir
lebih dari 4 kg.

B. Besaran Masalah
Diabetes menjadi penyebab utama kebutaan, gagal ginjal, serangan jantung,
stroke dan amputasi anggota tubuh bagian bawah. Jumlah penderita diabetes meningkat
dari 108 juta pada tahun 1980 menjadi 422 juta pada tahun 2014.Antara tahun 2000 dan
2016, ada peningkatan 5% dalam kematian dini akibat diabetes. Berdasarkan data dari
Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) tahun 2018 oleh Departemen Kesehatan,
menunjukan bahwa prevalensi Diabetes Mellitus di Indonesia mengalami peningkatan
dari tahun 2013 sebesar 6,9% menjadi 8,5% pada tahun 2018.Prevalensi telah meningkat
lebih cepat di negara-negara berpenghasilan rendah dan menengah daripada di negara-
negara berpenghasilan tinggi.Organisasi Internasional Diabetes Federation (IDF)
memperkirakan sedikitnya 463 juta orang pada usia 20-79 tahun di dunia menderita
diabetes pada tahun 2019 atau setara dengan angka prevalensi 9,3% dari total penduduk
pada usia yang sama. (Kementrian kesehatan republik indonesia, 2020)

1. Prevalensi Diabetes Melitus Berdasarkan Jenis Kelamin

Berdasarkan Riskesdas 2018, prevalensi DM pada perempuan lebih tinggi


dibandingkan laki-laki dengan perbandingan 1,78% terhadap 1,21%, sementara pada
Riskesdas 2013 prevalensi pada perempuan terhadap laki-laki sebesar 1,7% terhadap
1,4%. Prevalensi DM berdasarkan jenis kelamin di tahun 2019 meningkat pada laki-
laki mencapai 9,65% sementara pada perempuan 9%.

2. Prevalensi Diabetes Melitus Berdasarkan Umur


Prevalensi diabetes melitus menunjukkan peningkatan seiring dengan
bertambahnya umur penderita yang mencapai puncaknya pada umur 55-64 tahun dan
menurun setelah melewati rentang umur tersebut. Peningkatan prevalensi dari tahun
2013-2018 terjadi pada Kelompok umur 45-54 tahun, 55-64 tahun, 65-74 tahun dan ≥
75 tahun. Prevalensi diabetes diperkirakan meningkat seiring pertambahan umur
penduduk menjadi 19,9% atau 111,2 juta orang pada umur 65-79 tahun. Angka
tersebut diprediksi akan meningkat di tahun 2030 mencapai 578 juta dan di tahun
2045 mencapai 700 juta.

3. Prevalensi Diabetes Melitus BerdasarkanTingkat Pendidikan

Proporsi
penderita DM menurut tingkat Pendidikan menunjukan bahwa responden tingkat
Pendidikan tamat akademi/universitas memiliki proporsi tertinggi pada Riskesdas
tahun 2013 dan Riskesdas tahun 2018, yaitu sebesar 2,5% dan 2,8%. Sedangkan
responden dengan tingkat Pendidikan lebih rendah dari universitas memiliki
prevalensi kurang dari 2%. Hal ini dapat diasumsikan terkait gaya hidup dan akses
terhadap deteksi kasus di pelayanan kesehatan pada Kelompok dengan tingkat
Pendidikan akademi/universitas memiliki prevalensi kurang dari 2%. Hal ini dapat
diasumsikan terkait dengan gaya hidup dan akses terhadap deteksi kasus di
pelayanan kesehatan pada Kelompok tingkat Pendidikan Akademi/Universitas.

4. Prevalensi Diabetes Melitus Berdasarkan Tempat Tinggal

Prevalensi DM pada responden yang tinggal di wilayah perkotaan lebih tinggi


dibandingkan yang tinggal di pedesaan, yaitu 2% berbanding 1% pada Riskesdas
2013 dan 1,89% berbanding 1,01% pada Riskesdas 2018. Hal ini diasumsikan
adanya akses terhadap deteksi kasus di pelayanan kesehatan yang lebih baik pada
wilayah perkotaan dibandingkan pedesaan. Selain itu diduga disebabkan oleh faktor
risiko obesitas dan kurangnya aktifitas fisik akibat gaya hidup yang tidak sehat di
perkotaan.

5. Prevalensi Diabetes Melitus Berdasarkan Provinsi di Indonesia


Berdasarkan data dari Riskesdas pada tahun 2018, menunjukan bahwa
prevalensi DM di Indonesia berdasarkan diagnosis dokter pada umur ≥ 15 tahun
sebesar 2%. Namun, prevalensi DM menurut hasil pemeriksaan gula darah pada
tahun 2018 sebesar 8,5%. Angka ini menunjukkan bahwa hanya sekitar 25%
penderita diabetes yang mengetahui bahwa dirinya menderita diabetes.
Hampir semua provinsi menunjukan peningkatan prevalensi pada tahun 2013-
2018, kecuali Provinsi Nusa Tenggara Timur. 4 Provinsi dengan prevalensi tertinggi
pada tahun 2013 dan 2018 yaitu DI Yogyakarta, DKI Jakarta, Sulawesi Utara dan
Kalimantan Timur. Adapun beberapa provinsi dengan peningkatan prevalensi
tertinggi sebesar 0,9% yaitu Riau, DKI Jakarta, Gorontalo dan Papua Barat.

Gambaran prevalensi DM menurut provinsi pada tahun 2018 juga


menunjukkan bahwa provinsi Nusa Tenggara Timur memiliki prevalensi terendah
sebesar 0,9%, diikuti oleh Maluku dan Papua sebesar 1,1%.

6. Prevalensi Diabetes Melitus Berdasarkan Regional


Negara
di wilayah Arab-Afrika Utara dan Pasifik Barat menempati peringkat pertama dan
ke-2 dengan prevalensi DM pada umur 20-79 tahun tertinggi di dunia, yaitu sebesar
12,2% dan 11,4%. Wilayah Asia Tenggara menempati peringkat ke-3 dengan
prevalensi sebesar 11,3%. Menurut International Diabetes Federation (IDF, 2019),
Indonesia menempati peringkat ke-7 di antara 10 negara dengan jumlah penderita
DM terbanyak, yaitu sebesar 10,7 juta. Indonesia menjadi satu-satunya negara di
Asia Tenggara yang ada pada daftar tersebut, sehingga Indonesia berkontribusi besar
terhadap prevalensi kasus diabetes di Asia Tenggara.

C. Penyebab Diabetes
Faktor risiko kejadian penyakit Diabetes Mellitus tipe dua antara lain usia,
aktifitas fisik, terpapar asap, indeks massa tubuh (IMT), tekanan darah, stres, gaya hidup,
adanya riwayat keluarga, kolesterol HDL, trigliserida, DM kehamilan, riwayat
ketidaknormalan glukosa dan kelainan lainnya (Morton et al, 2012; Koes Irianto 2012;
De Graaf et al, 2016). Penelitian yang dilakukan oleh Trisnawati (2012) menyatakan
bahwa riwayat keluarga, aktifitas fisik, umur, stres, tekanan darah serta nilai kolesterol
berhubungan dengan terjadinya DM tipe dua, dan orang yang memiliki berat badan
dengan tingkat obesitas berisiko 7,14 kali terkena penyakit DM tipe dua jika
dibandingkan dengan orang yang berada pada berat badan ideal atau normal.

1. Penyebab langsung:
a. Faktor genetik
Menurut American Diabetes Association, diabetes melitus tipe 2 memiliki hubungan
yang sangat kuat dengan riwayat dan keturunan keluarga, dibandingkan dengan diabetes
tipe 1. Umumnya penderita diabetes tidak mewarisi diabetes type 1 namun mewarisi
sebuah predisposisis atau sebuah kecendurungan genetik kearah terjadinya diabetes type
1. Kecendurungan genetik ini ditentukan pada individu yang memiliki type antigen HLA
(Human Leucocyte Antigen) tertentu. HLA ialah kumpulan gen yang bertanggung jawab
atas antigen tranplantasi & proses imunnya. Orang tua yang menderita diabetes tidak
akan menurunkan diabetes kepada keturunan mereka, akan tetapi mempunyai orang tua
yang menderita diabetes menjadi sebuah faktor risiko terjadinya diabetes untuk keturunan
mereka. Orang dengan keluarga yang memiliki penyakit DM harus meningkatkan
kewaspadaan. Jika satu orang tua terkena DM maka risiko terkena DM sebanyak 15%,
dan jika kedua orang tua ayah dan ibu keduanya memiliki DM maka risiko memiliki DM
sebanyak 75% (Diabates UK, 2010). Risiko untuk mendapatkan DM dari ibu lebih besar
10-30% dari pada ayah dengan DM. Hal ini dikarenakan penurunan gen sewaktu dalam
kandungan lebih besar dari ibu. Jika saudara kandung menderita DM maka risiko untuk
menderita DM adalah 10% dan 90% jika yang menderita adalah saudara kembar identik
(Diabetes UK, 2010).
b. Usia
Bayi dan balita yang masih rentan terhadap perubahan lingkungan, sehingga mempunyai
resiko yang tinggi terkena diabetes mellitus tipe 1. Sedangkan pada usia dewasa dan
lanjut mempunyai resiko untuk terkena penyakit diabetes mellitus tipe 2. Seiring
bertambahnya usia, maka risiko terkena penyakit diabetes pun akan meningkat. Semakin
tua usia, fungsi tubuh juga akan mengalami penurunan, termasuk organ pancreas dalam
memproduksi insulin dan tingkat sensifitas insulin yang mulai menurun sehingga kadar
gula akan terakumulasi dalam darah dan terjadi hiperglikemia.
c. Riwayat diabetes saat kehamilan
Ibu hamil yang menderita diabetes gestasional tetap dapat melahirkan bayi dengan
beberapa komplikasi kesehatan salah satunya berisiko lebih besar mengalami obesitas
dan diabetes tipe 2 ketika dewasa.
d. Imunologi
Pada diabetes type 1 terdapat fakta adanya sebuah respon autoimum. Ini adalah respon
abdomal dimana antibodi terarah pada jaringan normal tubuh secara bereaksi terhadap
jaringan tersebut yang dianggapnya sebagai jaringan asing.

2. Penyebab tidak langsung:


a. Indeks massa tubuh (IMT) berlebihan
Menurut American Diabetes Association mengatakan bahwa obesitas dapat
meningkatkan risiko diabetes melitus hingga 80 persen. Faktor risiko diabetes ini
menimbulkan perubahan metabolisme tubuh yang mengakibatkan sel-sel di tubuh tidak
dapat merespons insulin dengan baik.
b. Gaya hidup
Menurut badan kesehatan dunia, WHO, gaya hidup sedentari adalah salah satu dari 10
penyebab kematian diabetes terbanyak di dunia, salah satunya akibat diabetes melitus
yang berujung pada komplikasi. Gaya hidup yang dimaksud adalah pola makan yang
tidak sehat dan minimnya gerak. Pada era globalisasi ini banyak sekali terdapat restoran
makanan cepat saji. Sehingga tidak sedikit manusia yang berpola makan tidak sehat yang
mampu menaikkan kadar gula darahnya. Selain itu, globalisasi membawa masyarakat ke
arah modern yang canggih akan teknologi sehingga membuat masyarakat minim
aktivitas. Saat tubuh semakin jarang bergerak maka tubuh lebih berisiko mengalami
resistansi insulin karena pengeluaran tenaga dan energi hanya sedikit. Kondisi ini
merupakan penyebab umum dari diabetes melitus tipe 2.
c. Stress
Stress kronis cenderung membuat seseorang mencari makanan yang manis-manis dan
berlemak tinggi untuk meningkatkan kadar serotonin otak. Serotonin ini memiliki efek
penenang sementara untuk meredakan stress, tetapi gula dan lemak itulah yang berbahaya
bagi mereka yang beresiko terkena diabetes mellitus.
d. Pola Makan yang Salah
Kurang gizi atau kelebihan berat badan keduanya meningkatkan resiko terkena diabetes
mellitus. Kurang gizi (malnutrisi) dapat merusak pankreas, sedangkan berat badan lebih
(obesitas) mengakibatkan gangguan kerja insulin ( resistensi insulin).
e. Merokok
Sebuah universitas di Swiss membuat suatu analisis 25 kajian yang menyelidiki
hubungan antara merokok dan diabetes yang disiarkan antara 1992 dan 2006, dengan
sebanyak 1,2 juta peserta yang ditelusuri selama 30 tahun. Mereka mendapati resiko
bahkan lebih tinggi bagi perokok berat. Mereka yang menghabiskan sedikitnya 20 batang
rokok sehari memiliki resiko terserang diabetes 62% lebih tinggi dibandingkan dengan
orang yang tidak merokok. Merokok dapat mengakibatkan kondisi yang tahan terhadap
insulin, kata para peneliti tersebut. Itu berarti merokok dapat mencampuri cara tubuh
memanfaatkan insulin. Kekebalan tubuh terhadap insulin biasanya mengawali
terbentuknya Diabetes tipe 2.
f. Hipertensi
Pada orang dengan diabetes mellitus, hipertensi berhubungan dengan resistensi insulin
dan abnormalitas pada sistem renin-angiotensin dan konsekuensi metabolik yang
meningkatkan morbiditas. Abnormalitas metabolik berhubungan dengan peningkatan
diabetes mellitus pada kelainan fungsi tubuh/ disfungsi endotelial. Sel endotelial
mensintesis beberapa substansi bioaktif kuat yang mengatur struktur fungsi pembuluh
darah.
g. Virus & Bakteri
Virus penyebab Diabetes Mellitus adalah Rubela, Mumps, dan Human coxsackievirus B4.
Melalui mekanisme infeksi sitolitik dalam sel β, virus ini mengakibatkan destruksi atau
perusakan sel. Bisa juga, virus ini menyerang melalui reaksi otoimunitas yang
menyebabkan hilangnya otoimun dalam sel beta. Diabetes Mellitus akibat bakteri masih
belum bisa dideteksi. Namun, para ahli kesehatan menduga bakteri cukup berperan
menyebabkan penyakit ini.
h. Bahan Kimia
Bahan beracun yang mampu merusak sel β secara langsung adalah alloxan, pyrinuron
(rodentisida), dan streptozoctin (produk dari sejenis jamur). Bahan lain adalah sianida
yang berasal dari singkong.
i. Sosial Ekonomi
Tingkat sosial ekonomi yang rendah mempunyai resiko terkena penyakit infeksi
sedangkan tingkat sosial yang tinggi mempunyai resiko terkena Diabetes Mellitus, karena
pada tingkat sosial ekonomi yang tinggi mempunyai kecenderungan untuk terjadinya
perubahan pola konsumsi makanan, seperti fast food. Mereka yang makan fast food 2 kali
seminggu atau lebih bisa menambah berat badannya sebanyak 10 pound dan dua kali
menjadi insulin resistance (sel tubuh tidak sensitif lagi/tidak merespon terhadap hormon
insulin), dimana berhubungan dengan diabetes, dibandingkan dengan mereka yang
makan fast food kurang dari sekali seminggu, meskipun pola hidup lainnya telah
diperhitungkan sebelumnya.
D. WOC Diabetes Melitus
Reaksi Autoimun, Genetik Sosial Ekonomi Obesitas, Usia, Genetik, Kebiasaan Hidup

Pyrinuron,
Virus Rubela, Mumps Streptozoctin
DM Tipe I dan Human DM Tipe II
, Alloxan dan
Coxsackievirus B4 Sianida

Sel Beta Pancreas Hancur Sel Beta Pancreas Rusak

Defisiensi Insulin

Liposis Meningkat
Anabolisme Proses Penurunan Pemakaian
Glukosa

Gliserol Asam Lemak Bebas


Kerusakan Pada Antibodi
Hiperglikemia

Aterosklerosis Ketogenesis
Kekebalan Tubuh
Poliphagi Viskolita

Ketonuria
Neoropati Sensori Perifer Polidipsi Darah

Ketoasidosis Poliurea Aliran Darah


Mati rasa, kesemutan, Melambat
kelemahan, nyeri pada
tangan dan kaki.

Ischemic
Makro Vaskuler Mikro Vaskuler Jaringan

Ketidakefektifan
Jantung Cerebral Retina Ginjal Gula Darah

Miokard Penyumbatan Neoropati Ketidakefektifan


Infark Perfusi Jaringan
Perifer
Nekrosis Luka

Ganggren Kerusakan Integritas


Kulit

Intoleransi Aktivitas Aktivitas Terganggu


E. Tipe Hubungan Kausal
Tipe hubungan kausal pada penyakit ini adalah Neither Sufficient Nor Necessary
dimana pada penyakit ini faktor-faktor yang terkait saling berkaitan satu sama lain
sehingga penyakit ini dapat terjadi. Seperti obesitas, pola makan yang salah, minim
aktivitas fisik, meroko, hipertensi dan hereditas merupakan factor yang saling berkaitan
satu sama lain yang menimbulkan terjadinya penyakit diabetes melitus ini.

Obesitas
Faktor
Genetik
Pola Makan /Hereditas
yang Salah

Minim Aktivitas
Fisik
Usia Diabetes

Merokok
Hiperglikemia
Hipertensi
F. Riwayat Alamiah Penyakit
Insulin
pelawanan
kegagalan sel B
Hiperinsulemia
kompensasi
kadar glukosa

plasma

kadar

insulin plasma

Toleransi Glukosa gangguan Toleransi Diabetes tipe 2 yang Diagnosis


Normal Glukosa tidak terdiagnosis diabetes tipe 2

Usia 0 30 45 60
(tahun)

Faktor lingkungan (Hansen,2002)


G. Upaya Pencegahan Penyakit
Pada prinsipnya hampir semua penyakit dapat dicegah. Pencegahan penyakit
dimulai pada beberapa tahap yang dimulai pada tahap prepatogenesis, patogenesis dan
tahap lanjut dengan pendekatan pencehagan primer, sekunder dan tersier. WHO (2004)
menganjurkan setiap orang yang mempunyai risiko Diabetes atau mempunyai riwayat
keluarga melakukan skrining Diabetes setiap 6 bulan sekali terutama bagi mereka yang
berusia 35 tahun keatas. Menurut Junaidi (2009) ada tiga jenis pencegahan yang dapat
dilakukan pada penderita Diabetes Mellitus:

a. Pencegahan primer
Pencegahan primer bertujuan untuk mencegah agar tidak terserang penyakit Diabetes.
Pencegahan primer dilakukan melalui:
1. Pola makan yang seimbang
2. Mempertahankan berat badan dalam batas normal
3. Olah raga secara teratur
4. Meningkatkan konsumsi sayur dan buah
5. Menghindari zat atau obat yang dapat mencetuskan Diabetes

b. Pencegahan sekunder
Pencegahan sekunder bertujuan mendeteksi Diabetes secara dini, mencegah penyakit
agar tidak bertambah parah dan mencegah timbulnya komplikasi. Pencegahannya
antara lain:
1. Tetap melakukan pencegahan primer
2. Pengendalian gula darah agar tidak terjadi komplikasi
3. Mengatasi gula darah dengan obat-obatan baik oral maupun insulin

c. Pencegahan tersier
Tujuan dari pencegahan ini adalah mencegah kecacatan lebih lanjut dari komplikasi
yang sudah terjadi, seperti komplikasi pembuluh darah pada mata (pemeriksaan
fundoskopi setiap 6-12 bulan), otak, tungkai.

Daftar Pustaka
Azriana. (2013). Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Upaya Pencegahan Komplikasi
Diabetes Mellitus Oleh Pasien Diabetes Mellitus Di Rumah Sakit Umum Daerah Cut Nyak
Dhien Meulaboh Kabupaten Aceh Barat. Skripsi. Universitas Teuku Umar Meulaboh. Aceh
Barat, 14-15.
Istianah, I., Septiani, S., & Dewi, G. K. (2020). Mengidentifikasi Faktor Gizi Pada Pasien
Diabetes Mellitus Tipe 2 Di Kota Depok Tahun 2019. Jurnal KesehatanIndonesia, 10(2),
72-78.
IDF. (2015). Available from: http://www.idf.org/about-diabetes/factsfigures.
Kemenkes, RI. 2018. Riset Kesehatan Dasar: Riskesdas 2018. Jakarta: Badan Penelitian Dan
Pengembangan Kesehatan Kemenkes RI.
Dinas Kesehatan Kota Depok: Profil Dinas Kesehatan Kota Depok 2017.
Bhatt, H., Saklani, S., & Upadhayay, K. (2016). Anti-oxidant and anti-diabetic activities of
ethanolic extract of Primula Denticulata Flowers. Indonesian Journal of Pharmacy,
27(2), 74–79. https://doi.org/10.14499/indonesianjpharm27iss2pp74X
Kementrian kesehatan republik indonesia. (2020). Tetap Produktif, Cegah Dan Atasi Diabetes
Mellitus. Pusat data dan informasi kementrian kesehatan RI.
Khairani. (2019). Hari Diabetes Sedunia Tahun 2018. Pusat Data Dan Informasi Kementrian
Kesehatan RI, 1–8.
Nur Isnaini, R. (2018). Faktor risiko mempengaruhi kejadian Diabetes mellitus tipe dua Risk
factors was affects of diabetes mellitus type 2. Jurnal Kebidanan Dan Keperawatan
Aisyiyah.
Saputri, R. D. (2020). Jurnal Ilmiah Kesehatan Sandi Husada ARTIKEL PENELITIAN
Komplikasi Sistemik Pada Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 Pendahuluan. 11(1), 230–236.
https://doi.org/10.35816/jiskh.v10i2.254
Sulistiowati, E., & Sihombing, M. (2018). Perkembangan Diabetes Melitus Tipe 2 dari
Prediabetes di Bogor , Jawa Barat Progression of Type 2 Diabetes Mellitus from
Prediabetes at Bogor , West Java. Jurnal Penelitian Dan Pengembangan Pelayanan
Kesehatan, 2(1), 59–69.
Varena, Muthia. 2019. Asuhan Keperawatan Pada Tn. Z Dengan Diabetes Melitus Di Ruang
Rawat Inap Ambun Suri Lantai 3 Rs Dr. Achmad Mochtar. STIKES Perintis Padang.
WHO. 2021. Diabetes.

Anda mungkin juga menyukai