Disusun Oleh :
Disusun oleh :
KELOMPOK 5
3E – GIZI
2020
1
KATA PENGANTAR
Puji syukur kita panjatkan kepada Allah SWT karena atas limpahan rahmat dan
karunianya penulis diberi kesehatan dan kesempatan sehingga bisa menyelesaikan Makalah
ini tepat pada waktunya.
Tugas ini merupakan tugas dari mata kuliah Ibadah Akhlak. Tugas ini telah kami
susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan dari berbagai pihak sehingga dapat
memperlancar pembuatan tugas ini. Untuk itu kami menyampaikan banyak terima kasih
kepada semua pihak yang telah membantu dalam pembuatan Makalah ini.
Terlepas dari semua itu, kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan
baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu dengan tangan
terbuka, kami menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar kami dapat memperbaiki
Makalah Hukum Seputar Shalat ini. Akhir kata kami berharap semoga Makalah ini dapat
memberikan manfaat maupun inpirasi terhadap pembaca.
Penyusun
2
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR......................................................................................2
DAFTAR ISI....................................................................................................3
A. BAB I PENDAHULUAN.........................................................................4
1. Latar Belakang.......................................................................................
2. Rumusan Masalah................................................................................5
3. Tujuan.....................................................................................................
B. BAB II PEMBAHASAN..........................................................................6
1. Hukum Meninggalkan Shalat.................................................................
2. Khusyu’ Dalam Shalat.........................................................................9
3. Efek Medis Shalat..............................................................................12
4. Zikir dan Doa Setelah Shalat..............................................................15
5. Shalat (Jama’ dan Qashar) Bagi yang
Tidak Mampu Sempurna ...................................................................19
C. BAB V PENUTUP...................................................................................22
1. Kesimpulan..............................................................................................
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................23
3
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pada umumnya, shalat ada yang wajib dan ada yang sunah. Shalat yang paling
penting adalah shalat lima waktu yang dilakukan setiap hari. Dari Mu’adz bin Jabal, Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “Inti (pokok) segala perkara adalah Islam dan
tiangnya (penopangnya) adalah shalat.” (HR. Tirmidzi). Dari ‘Abdullah bin ’Umar
radhiyallahu ’anhuma, Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam bersabda : “Islam
dibangun atas lima perkara, yaitu : (1) bersaksi bahwa tidak ada sesembahan yang
benar untuk diibadahi kecuali Allah dan bersaksi bahwa Muhammad adalah utusan-Nya,
(2) mendirikan shalat, (3) menunaikan zakat, (4) naik haji ke Baitullah -bagi yang
mampu-, (5) berpuasa di bulan Ramadhan.” (HR. Bukhari dan Muslim).
Semua orang islam sepakat bahwa orang yang menentang kewajiban ini atau
meragukannya, ia bukan termasuk orang islam. Para ulama mazhab berbeda pendapat
tentang hukum orang yang meninggalkan shalat, karena malas dan meremehkan, dan ia
meyakini bahwa shalat itu wajib.
Syafi’i, Maliki, dan Hambali berpendapat bahwa, orang yang meninggalkan shalat
harus dibunuh. Hanafi bependapat bahwa orang yang meninggalkan shalat harus ditahan
selama-lamanya atau sampai ia melakukan shalat. Imamiyah juga berpendapat bahwa
setiap orang yang meninggalkan ibadah wajib, seperti shalat, zakat, puasa, maka bagi
hakim (pemerintah) yang melihatnya harus mendidiknya kalau ia patuh (mau
mengikutinya). Bila tidak, ia (pemerintah) harus mendidiknya lagi. Bila orang tersebut
tetap tidak mau mengikuti, sang hakim (pemerintah) harus mendidiknya lagi, dan apabila
pada keempat kalinya tetap tidak mau mengikuti, maka ia harus dibunuh. (Kasyful
Ghita’, Karya Al-Syekh Al-Kabir, halaman 79, cetakan tahun 1317 H).
Mengingat pentingnya ibadah shalat, maka kita sebagai umat Islam tidak seharusnya
melaksanakan ibadah sholat dengan asal-asalan atau tidak khusyu. Kita harus
mengerjakan ibadah shalat dengan ikhlas dan khusyu menghadap Allah SWT. Jangan
melaksanakan sholat hanya untuk menggugurkan kewajiban saja.
4
Sebagaimana firman Allah :
ِ قَ ْد أَ ْفلَح الْم ْؤ ِمنُو َن الَّ ِذين الَّ ِذين هم فِي صاَل تِ ِهم َخ
اشعُو َن ْ َ ُْ َ َ ُ َ
Artinya : “Sesungguhnya beruntunglah orang-orang yang beriman, (yaitu) orang-orang
yang khusyu’ dalam shalatnya”. (Q.S Al-Mu’minuun : 1-2).
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan
5
BAB II
PEMBAHASAN
Bagi orang yang meninggalkan shalat dengan sengaja dan disertai dengan
pengingkaran akan kewajibannya, sementara dia hidup di lingkungan kaum muslimin
yang banyak didirikan masjid dan dikumandangkan adzan, , muslimin sepakat bahwa
orang yang seperti itu adalah kafir.
Orang yang meninggalkan shalat akan dihukum di dunia dan juga di akhirat.
Hukuman di akhirat telah disebutkan dalam Al-Qur'an :
Artinya : “Apa yang menyebabkan kamu masuk ke dalam (neraka) Saqar? Mereka
menjawab, 'Dahulu kami tidak termasuk orang-orang yang melaksanakan shalat."'
(Al-Muddatstsir : 42-43).
ِ
صلِّْي َن ُ صاَل تِ ِه ْم َس
ُ اه ْو َن َف َويْ ٌل لِّل
َ ْم َ الَّذيْ َن ُه ْم َع ْن
Artinya : Maka celakalah orang yang shalat, (yaitu) orang-orang yang lalai
terhadap shalatnya." (Al-Ma'un: 4-5).
6
Rasulullah SAW bersabda : "Siapa yang meninggalkan shalat dengan sengaja, maka
Allah dan Rasul-Nya berlepas tanggung jawab untuk melindunginya.” Diriwayatkan
oleh Imam Ahmad dengan sanad dari Makhul.
Imam Malik, Syafi’i dan Ahmad berpendapat bahwa hukum untuk orang yang
meninggalkan shalat adalah dipancung dengan sebilah pedang. Al-Imam An-Nawawi
berkata : “Orang yang meninggalkan shalat karena mengingkari kewajibannya, maka
orang itu kafir menurut kesepakatan kaum muslimin.”. Ibnu Qayyim Al Jauziyah –
rahimahullah- mengatakan, ”Kaum muslimin bersepakat bahwa meninggalkan shalat
lima waktu dengan sengaja adalah dosa besar yang paling besar dan dosanya lebih
besar dari dosa membunuh, merampas harta orang lain, berzina, mencuri, dan minum
minuman keras. Orang yang meninggalkannya akan mendapat hukuman dan kemurkaan
Allah serta mendapatkan kehinaan di dunia dan akhirat.” (Ash Sholah, hal. 7).
1. Hukuman di Dunia
Sedangkan para ulama lainnya mengatakan bahwa bila ada seorang muslim
yang malas tidak mau mengerjakan shalat tanpa ‘udzur syar’i, maka dia dituntut
untuk bertaubat dengan masa waktu tiga hari. Artinya, bila selama masa tiga hari
7
itu dia tidak bertaubat dan kembali menjalankan shalat, maka halal darahnya atau
boleh dibunuh.
2. Hukuman di Akhirat
Setidaknya ada dua nama neraka yang disebutkan di dalam Al-Quran buat mereka
yang tidak mengerjakan shalat. Neraka yang pertama bernama Neraka Saqar dan yang
kedua bernama Neraka Wail.
a. Neraka Saqar
b. Lembah Wail
Dalil tentang Neraka Wail terdapat dalam Q.S. Al- Ma’un ayat 4-5 :
ِ
ُ صاَل تِ ِه ْم َس
اه ْو َن َ صلِّْي َن الَّذيْ َن ُه ْم َع ْن
َ َف َويْ ٌل لِّل ُْم
Yang memiliki arti “Maka celakalah bagi orang-orang yang shalat, yaitu yang
lalai dari terhadap shalatnya.”
- Bukan Tidak Khusyu. yang perlu digaris-bawahi dari ayat ini adalah
penggunaan kata ‘an-shalatihim’ yang artinya lalai dari mengerjakan shalat.
Lalai dari mengerjakan bukan tidak khusyu’, tetapi tidak mengerjakan shalat
alias meninggalkan shalat.
- Makna Wail, sebagian ulama mengatakan bahwa makna wail adalah celaka,
juga merupakan nama sebuah lembah di dalam neraka. Diriwayatkan bahwa
Rasulullah SAW bersabda: “Telah diperlihatkan neraka Jahannam
8
kepadaku, maka Aku tidak melihat lembah yang lebih besar dari Al-Wail”.
Diriwayatkan bahwa Al-Wail adalah lembah di dalam neraka Jahannam yang
mengalirkan nanah dari para penduduk Jahannam.
1. Definisi Khusyu’
Khusyu’ dari segi bahasa memiliki arti khudu’ (patuh), dan berasal dari kata
khasya’a, yakhsya’u, untuk menggambarkan kerendahan dan ketaatan. Yang
dimaksud khusyu adalah khusyu’ secara hati maupun jasad, seperti yang terdapat
dalam doa Nabi Muhammad SAW : “Aku berlindung kepada-Mu dari hati yang tidak
khusyu’”. Dan hadist Ali bin Abi Thalib R.A ketika beliau menjelaskan sifat shalat
Nabi SAW : “Telah khusyu’ kepada-Mu pendengaranku, penglihatanku, pikiranku,
tulangku, emosiku, dan semua anggota tubuhku kepada Allah Tuhan Semesta Alam”.
Hati merupakan faktor utama khusyu’, kemudian diikuti oleh jasad. Jika hati
telah khusyu, maka jasad akan menjadi khusyu’. Seseorang yang hatinya tidak
khusyu’. Meskipun semua anggota tubuhnya tenang tidak bergerak, kekhusyu’annya
bukan merupakan kekhusyu’an hakiki. Amirul Mu’minin Ali bin Abi Thalib R.A
berkata : “Kekhusyu’an yang hakiki adalah kekhusyu’an hati”.
Kekhusyu’an dapat muncul dari rasa takut dan mengetahui Allah SWT. Oleh
karena itu, terkadang khusyu’ diungkapkan dengan kata-kata “takut”, karena takut
merupakan sebab khusyu’. Adapun arti khusyu’ adalah kehadiran hati disaat hati
diliputi oleh ketaatan kepada Allah SWT yang diiringi dengan diam/tenangnya hati
baik dzahir maupun bathin. Khusyu’ mencangkup semua kondisi ahlul iman (orang
yang memegang teguh keimanan) karena mereka selalu taat dan tunduk dalam semua
keadaan. Orang yang khusyu’ dalam segala keadaan, maka ia akan khusyu’ dalam
shalat dan ibadahnya.
9
2. Hukum Khusyu’ dalam Shalat
Khusyu’ dalam sholat hukumnya fardlu wajib. Khusyu’ merupakan inti, ruh,
dan makna shalat. Sebagaimana firman Allah SWT :
Apabila khusyu dalam shalat hukumnya wajib, yang mencangkup sikap tenang dan
tunduk, maka barangsiapa yang mempercepat (shalatnya) seperti burung gagak
mematuk (makanan) dengan paruhnya, berarti ia tidak khusyu’ dalam sujudnya.
Ibnu Taimiyah memberikan penjelasan bahwa terdapat dua hal yang dapat membantu
kita mencapai kekhusyu’an dalam shalat, yaitu :
10
kali seseorang dapat merasakan manis (nikmat) nya shalat, maka ia akan
selalu terdorong untuk mengerjakan shalat. Daya tarik sesorang untuk
mengerjakan shalat bergantung dengan kekuatan imannya.
b. Hilangnya penghalang, hal ini bisa dilakukan dengan cara berusaha dengan
segenap kemampuan untuk membendung sesuatu yang dapat menyibukkan
hati dan dapat memahami tujuan shalat.
Hal ini berdasarkan sabda Nabi SAW “Ingatlah kematian dalam shalatmu,
karena apabila seseorang mengingat kematian dalam shalat nya, sudah pasti
ia akan berusaha keras untuk menyempurnakan shalat nya. Dan shalatlah
kamu seperti shalatnya seseorang yang tidak membayangkan bahwa dirinya
bisa mengerjakan shalat sesudah itu.” (As-Silsilah ash-Shahiihah, oleh Al-
Albani).
Dalam hal itu pula Nabi SAW pernah berpesan kepads Abu Ayyub R.A
“Apabila kamu berdiri dalam mengerjakan shalat, maka hendaklah shalat
seperti shalatnya orang yang mau meninggal dunia.” (HR.Ahmad). Hadist
11
tersebut memiliki arti bahwa shalatnya seseorang yang berasumsi bahwa
dirinya tidak akan melaksanakan shalat lagi sesudahnya. Apabila orang
tersebut tahu bahwa ia pasti mati, maka shalatnya saat itu dianggap sebagai
shalatnya yang terakhir. Dengan keyakinan seperti ini, orang tersebut akan
berusaha keras agar bisa khusyu’ dalam shalat nya.
Salah sati usaha agar kita khusyu’ dalam shalat adalah dengan menghadap
aling-aling (tabir/penghalang) pada waktu shalat, karena dapat membatasi
pandangan orang yang shalat sekaligus dapat lebih menjaga dirinya dari
gangguan setan. Selain itu juga dapat menghindarkan diri dari lalu-lalang
orang dihadapannya, karena hal itu dapat mengganggu konsentrasi shalatnya.
Nabi Muhammad SAW bersabda : “Apabila salah seorang dari kalian shalat,
hendaklah ia menghadap ke arah tabir dan dekat kepadanya.” (HR. Abu
Daud). Dekat dengan tabir memiliki manfaat yang besar, sebagaimana Nabi
Muhammad SAW bersabda : “Apabila salah seorang kamu menghadap ke
arah tabir, hendaklah mendekatinya, maka setan tidak dapat memutuskan
shalatnya.” (HR.Abu Daud).
Menurut sunnah Rasulullah SAW, jarak antara orang yang shalat dan
tabir/pembatas itu sekitar tiga hasta (135 cm). Nabi Muhammad SAW pernah
berpesan (memerintahkan) kepada orang yang shalat agar tidak sekali-kali
membiarkan orang lewat di antara dia dan tabir/pembatas. Beliau bersabda :
“Apabila kamu sedang shalat, maka janganlah membiarkan orang lewat
dihadapanmu. Tolaklah dia sedapat mungkin. Jika dia tidak mau, maka
pukullah karena dia itu setan.” (HR. Muslim). Imam an-Nawawi berkata :
“Hikmah yang dapat dipetik dari tindakan membuat tabir/pembatas ketika
shalat ialah dapat membatasi pandangan dari melihat sesuatu yang berada
dibelakang tabir itu, menolak orang yang melintas didekatnya, dan
menghindar dari setan yang berusaha merusak shalatnya.” (Syarah Shahih
Muslim).
12
gerakan, urutan, waktu, dan bacaan shalat, meskipun dengan alasan untuk menambah
manfaat shalat. Jika ada seseorang yang berani mengubah tata cara shalat, sudah
dipastikan umat muslim akan menolaknya dan menganggapnya sesat.
Shalat yang dicontohkan oleh Nabi Muhammad SAW adalah sesuai dengan petunjuk
yang beliau terima dari Allah SWT. Oleh karena itu, sikap tubuh yang dipraktikkan dalam
shalat bukanlah gerakan-gerakan sembarangan. Umat muslim meyakini bahwa segala hal
yang sudah diperintahkan Allah SWT merupakan kebaikan. Demikian pula shalat, yang
tidak mungkin membawa efek yang merugikan jasmani.
Pada saat berdiri dalam shalat, telapak kaki akan menjadi tumpuan berat badan.
Berat badan yang menumpu di telapak kaki bisa merangsang titik-titik akupuntur pada
telapak kaki. membuat kompaksitas susunan tulang-tulang penyangga tubuh menjadi
rata. Selain itu, manfaat gerakan berdiri dalam shalat juga dapat melatih postur tubuh
yang tegap dan lurus. Ini bisa berdampak positif terhadap bentuk dan kondisi tulang
tubuh agar tampak lebih indah. Posisi kaki yang terbuka selebar jarak antara kedua
bahu dengan tumit mengarah ke luar bisa mencegah terjadinya kesleo atau kaki
terkilir.
13
3. Gerakan Rukuk
Posisi kaki pada saat rukuk sama seperti saat berdiri dalam shalat tetapi kedua
lengan menyangga sambil memegang lutut. Manfaat gerakan sholat pada saat rukuk
sangat baik untuk otot dan tulang jika dilakukan dengan posisi yang sempurna.
Gerakan rukuk yang sempurna yang memiliki tanda adanya sensasi tarikan pada
tulang punggung bisa mengurangi kompresi antar ruas tulang belakang dan
merelaksasi otot-otot punggung yang sebelumnya tegang.
4. Gerakan Sujud
Sujud akan menghasilkan posisi kepala yang sama rata dengan posisi kaki.
Selain itu, pada saat melakukan gerakan sujud, posisi otak akan lebih rendah daripada
jantung. Hal ini bermanfaat untuk mempermudah aliran darah yang kaya oksigen ke
otak. Semua posisi tubuh pada saat sujud dapat menimbulkan adanya tarikan di tulang
belakang bagian tengah punggung. Manfaat dari tarikan ini bisa membuat ruas-ruas
tulang belakang menjadi teratur dan lurus serta berkurangnya kompresi dan terjadi
peregangan. Peregangan tersebut akan membuat otot-otot punggung berelaksasi.
Setelah gerakan sujud pertama maka gerakan shalat yang berikutnya adalah
duduk. Duduk di dalam shalat dengan kaki di tekuk menyebabkan hilangnya denyut
nadi dan saturasi menjadi tidak terdeteksi. Hal ini pun akan menghentikan alirah
darah utama di tungkai tetapi akan meningkatkan debit aliran darah ke otak dan
organ-organ dalam lainnya.
Manfaat gerakan sholat yang satu ini juga akan membuat pembuluh darah
menjadi lebih elastis sehingga mencegah terjadinya penyumbatan arteri dan vena. Di
samping itu, seluruh sendi yang ada di tungkai, kaki, dan jari jemari menjadi lentur,
aktif, dan tidak kaku.
6. Gerakan Salam
Salam adalah gerakan shalat yang terakhir dilakukan. Gerakan salam dilakukan
dengan cara menoleh ke arah kanan dan kiri sambil melihat bahu pada sisi tersebut.
Manfaat gerakan sholat yang ini sangat terkait dengan bagian leher. Didalam leher
terdapat banyak bagian tubuh yang vital seperti saraf, kelenjar-kelenjar, pembuluh
14
darah, otot-otot, tulang-tulang, dan lainnya. Gerakan salam bisa menjaga bagian-
bagian vital tersebut. Selain itu, gerakan salam memiliki manfaat untuk membuat
leher menjadi lebih lentur. Manfaat gerakan salam juga dapat menguatkan otot-otot
dan seluruh bagian leher. Hal ini bisa menurunkan risiko terjadinya penjepitan saraf di
leher yang terkait kejadian kepala ‘tengleng’.
Zikir berasal dari kata dzakara-yadzkuru-dzikiran. Kata ini secara bahasa memiliki
beragam arti seperti menyebut, mengingat, memerhatikan, mengenang, menuturkan,
menjaga, mengambil pelajaran, mengenal dan mengerti. Sedangkan menurut istilah,
mengingat Allah SWT, dengan maksud mendekatkan diri kepada Allah SWT.
Kata zikir pada mula nya berarti “mengucapkan dengan lidah atau menyebut sesuatu”.
Makna ini kemudian berkembang menjadi “mengingat”, karena mengingat sesuatu
seringkali mengantar lidah menyebutnya. Demikian juga menyebut dengan lidah dapat
mengantarkan hati untuk mengingat lebih banyak lagi apa yang disebut-sebut itu.
Doa menurut bahasa adalah memanggil atau memohon sesuatu, sedangkan menurut
istilah adalah permohonan sesuatu yang disampaikan manusia sebagai makhluk kepada
Allah SWT sebagai sang pencipta dengan merendahkan diri dan tunduk kepada-Nya, baik
untuk kepentingan hidup didunia maupun di akhirat.
Bagi seorang mukmin yang ingin berhasil dalam kehidupan ini, ada dua cara yang
harus ditempuhnya yaitu: berusaha dan berdoa kepada Allah. Kedua hal ini harus
ditempuh, karena di dalam kehidupan ini ada hal- hal yang dapat dijangkau oleh
pemikiran manusia, tetapi ada pula yang tidak dijangkaunya. Oleh karena itu kedua cara
ini harus ditempuh secara bersama- sama.
15
- Akan terhindar dari sifat gampang putus asa
- Akan memberi motivasi atau dorongan yang kuat dalam menjalani kehidupan
ini.
- Memberikan perlindungan dalam menempuh kehidupan.
- Kita akan merasa semakin dekat dengan Allah SWT.
- Diakhirat kelak akan mendapat tempat yang mulia disisi Allah yaitu surga
2. Cara berdzikir
a. Zikir dengan hati, dengan cara bertafakur memikirkan ciptaan Allah SWT,
sehingga imbul didalam pikiran kita bahwa Allah SWT adalah dzat yang maha
kuasa, semua yang ada didalam alam semesta ini pastilah ada yang menciptakan
dan mengaturnya, yaitu Allah SWT.
b. Zikir dengan perbuatan, dengan melakukan perintah Allah dan menjauhi
larangan-Nya. Semua itu harus diawali dengan niat untuk mendapatkan ridho
Allah SWT. Jadi, menuntut ilmu, bersilaturahmi, mencari nafkah, dan amalan-
amalan lainnya yang diperintahkan oleh agama adalah termasuk dalam lingkup
zikir dengan perbuatan.
c. Zikir dengan ucapan, dengan cara menyebut asma Allah atau dengan
mengucapkan kalimat- kalimat tayyibah. Sehingga setiap kali menyebut-Nya
akan semakin bertambah kaimanan kita kepada Allah SWT.
16
l. Pada waktu minum air zam-zam
Artinya : “Tidak ada Tuhan kecuali Allah sendiri, tak ada Sekutu bagi-Nya. Bagi-Nya
lah kerajaan dan bagi-Nya lah segala pujian. Ia menghidupkan dan mematikan, dan Ia
Maha Kuasa atas segala sesuatu”.
17
Artinya : “Tidak ada daya dan kekuatan kecuali beserta Allah Yang Maha Tinggi,
Mulia, lagi Maha Agung.”
18
ِ َّ ِالسالَ ُم فَ َحِّينَا َر َّبنَا ب َ السالَ ُم َو ِم ْن َ ْاَللَّ ُه َّم أَن
ْجنَّةَ َد َار َ السالَِم َوأَ ْد خل
َ ْن ال َّ ك َيعُ ْو ُد َ السالَ ُم َوإِلَْي
َّ ك َّ ت
ْجالَ ِل َواأْلِ ْك َر ِام
َ ت يَاذَال َ السالَِم َتَب َر ْك
َ ت َر َّبنَا َوَت َعا لَْي َّ
1. Sholat Jama’
Shalat jama’ artinya adalah shalat yang dikumpulkan. Dimana, dua shalat fardu
yang 5 waktu, dikerjakan dalam 1 waktu. Misalnya, shalat dzuhur dan ashar
dikerjakan di waktu dzuhur atai di waktu ashar. Shalat yang diperbolehkan untuk
dijamak hanya sholat dzuhur dengan ashar, magrib dengan isya. Sedangkan shalat
subuh, tetap wajib dikerjakan pada waktunya sendiri.
Hukum shalat jama’ diperbolehkan bagi orang yang sedang dalam perjalanan
dengan syarat berikut :
a. Jama’ taqdim (dahulu) = shalat dzuhur dan shalat ashar dikerjakan di waktu
dzuhur. Sedangkan, shalat magrib dan isya dikerjakan di waktu magrib.
b. Jama’ ta’khir (kemudian) = sholat dzuhur dan shalat ashar dikerjakan di
waktu ashar. Sedangkan, shalat magrib dan isya dikerjakan di waktu isya.
19
Syarat jama’ taqdim
a. Hendaklah dimulai dengan shalat yang pertama (dzuhur sebelum ashar, dan
magrib sebelum isya) karena waktunya adalah waktu yang pertama.
b. Berniat jama’ dalam shalat yang pertama, yaitu berniat dalam shalat dzuhur
atau dalam shalat maghrib menjama’kan shalat. Niat jama’ boleh dilakukan
selama belum selesai memberi salam dari shalat yang pertama.
c. Shalat yang dijama’ dikerjakan beriring-iringan, tidak boleh lama perpisahan
antara keduanya.
d. Perjalanan yang dilakukan bukan perjalanan maksiat.
- Berniat mengumpulkan shalat dalam waktu shalat yang pertama, yaitu dalam
waktu dzuhur atau maghrib, berniat akan mengumpulkan shalat zuhur dengan
ashar atau akan mengumpulkan shalat magrib dengan isya.
- Shalat yang dijama’ dikerjakan beriring-iringan, tidak boleh lama perpisahan
antara keduanya.
- Perjalanan yang dilakukan bukan perjalanan maksiat.
2. Sholat Qashar
Makna kata qashar secara bahasa adalah mengurangi atau meringkas. Sedangkan
secara istilah definisi shalat qashr adalah mengurangi bilangan rakaat pada shalat
fardhu, dari empat rakaat menjadi dua rakaat. Dapat diartikan bahwa Shalat Qashar
merupakan shalat yang diringkaskan bilangan rakaatnya, yaitu diantara shalat fardu
yang lima; yang seharusnya 4 rakaat dijadikan 2 rakaat saja. Shalat 5 waktu yang
diperbolehkan untuk diqasar hanya dzuhur, ashar, dan isya. Sedangkan magrib dan
subuh tetap sebagaimana biasanya, tidak boleh diqashar.
c. Al-Qur’an
d. As-Sunnah
Penjelasan dari As-Sunah menegaskan bahwa shalat qashar itu bukan hanya
terbatas pada keadaan perang saja, meskipun ayatnya memang menyebutkan
demikian. Ya’la bin Umayyah bertanya kepada Umar bin Khattab, “Kenapa
kita tetap mengqahar shalat, padahal kita sudah berada dalam suasana
aman?”. Umar menjawab ”Aku juga pernah menanyakan hal serupa kepada
Nabi SAW, dan beliau menjawab “itu adalah sedekah yang Allah berikan
kepada kalian, maka terimalah sedekah itu”. (HR. Muslim).
Hadits shahih ini menepis berbagai penafsiran dan spekulasi bahwa shalat
qashar terbatas hanya pada situasi perang saja. Dan bahwa dalam keadaan
damaipun shalat qashar tetap berlaku.
21
BAB III
KESIMPULAN
Shalat adalah merupakan salah satu kewajiban yang disyariatkan oleh Allah kepada
hamba-Nya yang beriman. Shalat yang wajib adalah shalat lima waktu yang harus
ditunaikan oleh setiap muslim selama sehari semalam. Posisi shalat dalam syariat Islam
menduduki tempat yang sangat penting, sehingga meninggalkan shalat, khususnya shalat
lima waktu, akan berakibat fatal. Meninggalkan shalat lima waktu bukan hanya berdosa,
tetapi dalam kasus tertentu bisa juga berdampak sampai pada gugurnya keislaman
seseorang.
Khusyu’ dari segi bahasa memiliki arti khudu’ (patuh), dan berasal dari kata khasya’a,
yakhsya’u, untuk menggambarkan kerendahan dan ketaatan. Arti khusyu’ adalah
kehadiran hati disaat hati diliputi oleh ketaatan kepada Allah SWT yang diiringi dengan
diam/tenangnya hati baik dzahir maupun bathin. Hati merupakan faktor utama khusyu’,
kemudian diikuti oleh jasad. Jika hati telah khusyu, maka jasad akan menjadi khusyu’.
Orang yang khusyu’ dalam segala keadaan, maka ia akan khusyu’ dalam shalat dan
ibadahnya.
Dalam melakukan shalat, jika dilihat dari sisi medis, gerakan shalat memiliki manfaat
untuk kesehatan tubuh. Dari mulai gerakan berdiri, takbiratul ihram, rukuk, sujud, duduk
diantara dua sujud dan gerakan salam, masing-masing gerakan tersebut memiliki manfaat
untuk kesehatan tubuh manusia.
Setelah menunaikan shalat, ada baiknya kita melakukan dzikir dan berdoa kepada
Allah SWT. Karena dengan berdzikir dan berdoa dapat memberikan manfaat yaitu : dapat
menenangkan dan menentramkan hati, dapat menimbulkan kesabaran, menambah pahala
dan menambah rasa kasih sayang kepada sesama, akan terhindar dari sifat gampang putus
asa, dan dapat memberi motivasi atau dorongan yang kuat dalam menjalani kehidupan ini.
22
DAFTAR PUSTAKA
H. Sulaiman Rasjid. 2013. Fiqih Islam. Bandung: Penerbit Sinar Baru Algensindo Bandung.
Hoffman, Murad Wilfired. 1998. Kiat Shalat Khusyu. Jakarta: Gema Insani Press.
Lc MA, Ahmad Sarwat. 2015. Seri Fiqih Kehidupan (3): Shalat. Jakarta Selatan: Rumah
Fiqih
Publishing.
Mughniyah, Muhammad Jawad. 2011. Fiqih Lima Mazhab: Ja’fari, Hanafi, Maliki, Syafi’i,
23