Anda di halaman 1dari 22

IBADAH SHALAT MENURUT MAZHAB IMAM SYAFI’I

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Ulumul Hadits

Dosen Pengampu : Dr. H. Mukhtar, LC, MA

Oleh :

Rafy Kautsar (2342115001)

FAKULTAS USHULUDDIN ADAB DAN DAKWAH


PROGRAM STUDI ILMU AL-QUR’AN DAN TAFSIR
UNIVERSITAS ISLAM NEGRI SULTAN AJI
MUHAMMAD IDRIS (UIN SI)
SAMARINDA
2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT., yang telah memberikan rahmat serta
hidayahnya sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul
“Ibadah Shalat menurut mazhab imam syafi’I” ini tepat pada waktunya. Sholawat
serta salam kita haturkan keharibaan jujungan kita Nabi Muhammad SAW dimana
beliau telah berjasa besar dalam menyebarluaskan agama yang penuh barokah ini
hingga akhir zaman. Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk
memenuhi tugas mata kajian barat atas alquran.
Kami ucapkan terima kasih kepada Ustadz Dr. H. Mukhtar, LC, MA. selaku
dosen pengampu mata kuliah kajian barat atas alquran. Kami juga berterima kasih
kepada semua pihak yang telah membagi pengetahuannya sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah ini. Kami menyadari makalah ini masih jauh dari kata
sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun akan Kami nantikan
untuk kesempurnaan makalah ini.
Semoga makalah ini memberikan informasi bagi teman-teman mahasiswa
dan bermanfaat untuk pengembangan wawasan dan peningkatan ilmu pengetahuan
bagi kita semua.

Samarinda, 15 Septemer 2023

Rafy Kautsar

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.............................................................................................. i
DAFTAR ISI ........................................................................................................... ii
BAB I ...................................................................................................................... 1
PENDAHULUAN ................................................................................................... 1
A. Latar Belakang.................................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ............................................................................................... 2
C. Tujuan Penulisan ................................................................................................ 2
BAB II ..................................................................................................................... 3
PEMBAHASAN ..................................................................................................... 3
A. Syarat Wajib Shalat ............................................................................................ 3
B. Syarat Sahnya Sholat .......................................................................................... 6
C. Rukun-Rukun Shalat ........................................................................................... 8
D. Hal Hal Yang Disunnahkan Dalam Shalat ....................................................... 10
E. Hal-Hal Yang Di Makruhkan Dalam Shalat ..................................................... 15
F. Hal-Hal Yang Membatalkan Shalat .................................................................. 16
BAB III .................................................................................................................. 19
PENUTUP ............................................................................................................. 19
A. Kesimpulan ....................................................................................................... 19

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Sholat adalah merupakan salah satu syariat Islam yang tak seorangpun
diperbolehkan meninggalkanya dalam kondisi apapun. Hanya saja Islam yang
rahmatan lil‟alamin memberikan keringanan bagi siapa yang hilang qudrah
(kemampuan) dalam tatacara pelaksanaanya, tanpa kebolehan untuk
meninggalkanya. Dalam sholat, Allah telah menashkan baik secara dhahir
maupun khofy tatacara pelaksanaanya. Salat merupakan salah satu rukun Islam
yang paling utama setelah kalimat syahadat. Sebagai salah satu rukun Islam,
salat wajib dilaksanakan oleh seluruh muslim. Ia telah menggariskan sebuah
rukun dan syarat yang harus dilaksanakan bagi seorang hamba ketika hendak
melaksanakan sholat. Melihat betapa urgenya sebuah rukun yang merupkan
syarat sahnya Sholat.
Rukun secara bahasa yaitu salah satu unsur yang dijadikan sandaran
atas suatu perkara. Dikatakan pula bahwa rukun ialah bagian dari sesuatu itu
sendiri.Shalat secara bahasa ialah ad-du’a yang berarti doa. Adapun sholat
secara istilah yaitu suatu ibadah yang terdiri dari berbagai gerakan yang diawali
dengan takbiratul ihram dan diakhiri dengan salam. Para ulama’ sepakat
bahwasanya perintah salat lima waktu tersebut adalah wahyu Allah kepada
Rasulullah ketika Isra‟ Mi‟raj. Salat menurut bahasa diambil dari kata
(shala,yushalli, shalatan) yang berarti doa. Dalam Kamus Ilmiah Populer, salat
diartikan dengan Salat yaitu penulisan kata Arab dengan bahasa Indonesia yang
berarti sembahyang. Dalam istilah ilmu fikih, salat adalah salah satu macam
atau bentuk ibadah yang diwujudkan dengan melakukan perbuatan-perbuatan
tertentu disertai dengan ucapan-ucapan dengan syarat-syarat tertentu pula.
Dalam Fikih Empat Mazhab disebutkan salat adalah segala perkataan dan
perbuatan yang diawali dengan takbir dan diakhiri dengan salam dengan
syarat-syarat yang ditentukan.

1
B. Rumusan Masalah

1. Apa saja syarat wajib dan sahnya shalat menurut mazhab imam Syafi’i?

2. Apa saja rukun-rukun Shalat menurut mazhab imam Syafi’i?

3. Apa saja hal-hal yang disunnahkan dan dimakruhkan dalam shalat menurut
mazhab imam Syafi’i?

4. Apa saja hal-hal yang bisa membatalkan shalat menurut mazhab imam
Syafi’i?

C. Tujuan Penulisan

1. Untuk mengetahui apa saja syarat wajib dan sahnya shalat menurut
mazhab imam Syafi’i
2. Untuk mengetahui apa saja rukun-rukun shalat menurut mazhab imam
Syafi’i
3. Untuk mengetahui apa saja hal-hal yang disunnahkan dan dimakruhkan
dalam shalat menurut mazhab imam Syafi’i
4. Untuk mengetahui apa saja hal-hal yang membatalkan shalat menurut
mazhab imam Syafi’i

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Syarat Wajib Shalat


Yang dimaksud dengan syarat wajib shalat adalah hal-hal yang jika
terpenuhi pada diri seseorang maka ia wajib melaksanakan shalat. Dengan
demikian, syarat-syarat ini berkaitan dengan pelaku shalat (manusia) bukan
shalat yang dilakukan (perbuatan).Syarat wajib shalat ada enam, yaitu islam,
balig, berakal, suci dari haida dan nifas, sampai kepadanya dakwah Islam, dan
sehat indera.
1. Islam
Orang kafir asli tidak wajib melaksanakan shalat dan tidak pula wajib
mengqadha shalat selama masa kekafirannya jika ia masuk Islam. Allah SWT
berfirman:

“Katakanlah kepada orang-orang yang kafir itu: “Jika mereka berhenti


(dari kekafirannya), niscaya Allah akan mengampuni mereka tentang dosa-
dosa mereka yang sudah lalu.”

Diriwayatkan dari Abu Thawil Syathab al-Mamdud, bahwa Rasulullah SAW


bersabda:

ُ‫ا ِلََ َْ َْ ْسالَ ُم َيجُبُّ َما قبْ ََ لَه‬

“Islam memutus (menutup) apa yang telah lalu.” (HR. Thabrani).

Adapun orang murtad maka wajib mengqadha shalat yang ia tinggalkan


selama masa murtad hingga kembali kepada Islam memperberat hukuman
atasnya. Adapun shalat yang ia lakukan sebelum murtad maka tidak perlu
diqadha karena ibadah tersebut tidak batal dengan kemurtadan kecuali jika
mati dalam keadaan murtad.

3
Allah berfirman:

ِ ‫هوَُ كَافِ ٌر فَ ْأوَُ لئ َِكََ َح‬


ْ ََ‫بط‬
‫ت أعََْ َمالهَُُ ْم‬ ْ ََ‫َو َم ْن َي ْرتدََِ دْ ِم ْن ُك ْم َع ْن ِد ْينِ ِه ف َي ُم‬
َ ‫ت َو‬

“Barangsiapa yang murtad di antara kamu dari agamanya, lalu dia mati dalam
kekafiran, maka mereka itulah yang sia-sia amalannya.” (Al-Baqarah: 217).

2. Baligh
Tidak wajib bagi anak kecil meskipun telah mumayiz (mampu
membedakan baik dan buruk), yaitu berusia kurang lebih 7 tahun. Rasulullah
SAW bersabda:
“Kewajiban diangkat (tidak berlaku) bagi tiga: orang yang tidur hingga
terbangun, anak kecil hingga balig, dan orang gila hingga sadar.” (HR.
Abu Daud, Tirmidzi, Nasai, Ibnu Majah dan Ahmad).
Seseorang dianggap telah balig jika ditemukan salah satu tanda berikut
pada dirinya, yaitu:
a. Mencapai usia 15 tahun dengan perhitungan kalender qamariah (bulan
Hijriah) baik laki-laki maupun perempuan.
b. Mimpi basah, baik bagi laki-laki maupun perempuan dalam usia minimal
9 tahun qamariah.
c. Haid bagi perempuan dalam usia minimal 9 tahun qamariah.
Namun demikian, meskipun seorang anak belum balig tapi kedua
orang tuanya harus memerintahkannya untuk melaksanakan shalat jika ia
telah berumur 7 tahun. Mereka juga boleh dipukul jika telah berusia 10 tahun.
Rasulullah SAW bersabda:
“Perintahkanlah anak-anak kalian untuk melaksanakan shalat ketika
berusia tujuh tahun. Dan pukullah mereka karenanya ketika berusia sepuluh
tahun.” (HR. Ahmad).

3. Berakal
Shalat tidak wajib bagi orang gila, anak kecil yang belum mumayiz dan
orang pingsan. Mereka juga tidak wajib mengqadhanya. Ini berdasarkan

4
penjelasan Nabi SAW mengenai orang yang tidak dikenai kewajiban syariat
yang diantaranya adalah:
“Dan orang gila hingga sadar.” (HR. Abu Daud, Tirmidzi, Nasai, Ibnu
Majah dan Ahmad).

4. Suci dari haid dan nifas

Perempuan yang kedatangan haid maupun nifas tidak boleh melaksanakan


shalat bahkan dianggap berdosa jika tetap melakukannya sementara ia tahu
larangan tersebut. Tapi ia tidak perlu mengqadhanya jika telah suci.

Aisyah RA pernah ditanya mengapa perempuan haid mengqadha


puasa tapi tidak mengqadha shalat. Ia menjawab: “Kami mendapati hal itu
bersama Rasulullah SAW maka kami diperintahkan mengqadha puasa tapi
tidak diperintahkan mengqadha shalat.” (HR.
Bukhari dan Muslim).
5. Sampai kepadanya dakwah Islam

Jika seseorang hidup di suatu tempat yang terpencil sekali sehingga


tidak pernah sampai kepadanya dakwah Islam atau apapun tentang syariat
Islam maka ia tidak wajib shalat dan tidak pula mengqadhanya. Allah SWT
berfirman:

“Dan Kami tidak akan mengazab sebelum Kami mengutus seorang rasul.”
(Al-Isrâ`: 15).

6. Sehat Indera
Seseorang yang dilahirkan dalam keadaan buta dan tuli, atau kedua cacat
tersebut terjadi sebelum balig, maka ia tidak wajib melaksanakan shalat
meskipun dapat berbicara. Ia juga tidak wajib mengqadhanya jika kecacatan
itu hilang darinya.Karena informasi tentang kewajiban ibadah dan
tatacaranya hanya dapat diketahui melalui indera mata dan telinga. Sehingga
jika keduanya tidak berfungsi maka mustahil seorang dapat melakukan
sebuah perintah atau meninggalkan sebuah larangan syariat.

5
B. Syarat Sahnya Sholat
Sholat tak sekadar melakukan gerakan-gerakan dan melafalkan
bacaan tanpa sesuai dengan persyaratannya. Ada lima syarat sah sebelum
melakukan ibadah sholat. Syarat sah sholat adalah hal-hal yang
menyebabkan sah-tidaknya sholat. Jika tidak memenuhi, maka sholatnya
menjadi tidak sah.
Artinya: Syarat sah sholat sebelum masuk ke dalam sholat ada lima: sucinya
badan dari hadas dan najis, menutup aurat dengan pakaian yang suci, berada
di tempat yang suci, tahu pasti akan masuknya waktu sholat, dan menghadap
kiblat.
1. Suci dari hadas besar dan hadas kecil
Yang dimaksud dengan hadas besar ialah keadaan diri seseorang tidak
bersih dan baru dinyatakan bersih apabila ia telah mandi, yaitu perempuan
yang baru selesai haid dan nifas, laki-laki atau perempuan selesai bersetubuh,
keluar mani dan baru masuk Islam. Sedangkan hadas kecil ialah keadaan diri
seseorang dalam sifat tidak bersih dan baru menjadi bersih bila ia telah
berwudhu’ ketika: bangun dari tidur, keluar sesuatu dari badan melalui dua
jalan (keluar angin, kencing atau buang air besar), dan lain-lain.
2. Suci badan, pakaian dan tempat dari najis
Orang yang shalat harus bersih badannya, pakaiannya dan tempat
shalatnya dari najis. Yang disebut najis itu adalah setiap kotoran seperti urine
dan tinja dan segala sesuatu yang dilarang untuk konsumsi seperti: darah,
khamar dan lainnya. Kotoran yang melekat di badan atau pakaian atau tempat
shalat harus dibersihkan dengan air.
3. Menutup aurat
Aurat ditutup dengan sesuatu yang dapat menghalangi terlihatnya warna
kulit. Aurat lakilaki antara pusat sampai lutut, sedangkan aurat perempuan
seluruh badannya kecuali muka dan dua tapak tangan

6
Allah Berfirman:
Artinya: “Hai anak Adam, pakailah pakaianmu yang indah di setiap
(memasuki) mesjid, makan dan minumlah, dan janganlah berlebih-lebihan.
Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang- orang yang berlebih-lebihan.”.
(Al-A’raf: 31)
Yang dimaksud dengan “pakaian” dalam ayat ini ialah pakaian untuk
shalat. Jadi, tidak sah shalatnya orang yang terbuka auratnya, sebab hiasan
dalam pakaian ialah pakaian yang menutupi aurat. Rasulullah SAW pernah
ditanya tentang shalatnya wanita dengan menggunakan baju besi dan
kerudung tanpa kain luar, maka beliau bersabda, “jika baju besi menutupi
bagian luar kedua telapak kakinya, maka boleh”
4. Waktunya telah tiba
Jadi, shalat tidak di wajibkan sebelum waktunya tiba, karena dalil-dalil
berikut: firman Allah SWT dalam surat an-Nisa’ ayat 103 yang berbunyi:
Artinya: “Maka apabila kamu telah menyelesaikan shalat(mu), ingatlah Allah
di waktu berdiri, di waktu duduk dan di waktu berbaring. Kemudian apabila
kamu telah merasa aman, maka dirikanlah shalat itu (sebagaimana biasa).
Sesungguhnya shalat itu adalah fardhu yang ditentukan waktunya atas orang-
orang yang beriman”. (an-Nisa’: 103)
Penetapan waktu adalah pembatasan. Allah SWT telah menentukan
waktu-waktu shalat. Artinya, Allah SWT menentukan waktu-waktu shalat di
sepanjang rentang waktu. Kaum Muslimin telah berijma’ bahwa shalat lima
waktu itu memiliki waktu-waktunya yang khusus dan terbatas, shalat tidak
diterima jika dilakukan sebelum waktunya.
5. Menghadap kiblat (ka’bah)
Shalat tidak sah tanpa menghadap kiblat. Sebagaimana Allah SWT
berfirman dalam surah al-Baqarah ayat 144.
Artinya: “Sungguh kami (sering) melihat mukamu menengadah ke langit maka
sungguh kami akan memalingkan kamu ke kiblat yang kamu sukai.

7
Palingkanlah mukamu ke arah Masjidil Haram. Dan dimana saja kamu
berada, palingkanlah mukamu ke arahnya. Dan sesungguhnya orang-orang
(Yahudi dan Nasrani) yang diberi al Kitab (Taurat dan Injil) memang
mengetahui, bahwa berpaling ke Masjidil Haram itu adalah benar dari
Tuhannya; dan Allah sekali-kali tidak lengah dari apa yang mereka kerjakan”
(QS. al-Baqaarah: 144)
C. Rukun-Rukun Shalat
Rukun atau fardhu shalat adalah segala perbuatan dan perkataan dalam
shalat yang apabila di tiadakan, maka shalat tidak sah. Dalam mazhab Imam
Syafi'i shalat dirumuskan menjadi 13 rukun. Perumusan ini bersifat ilmiah
dan memudahkan bagi kaum muslimin untuk mempelajari dan
mengamalkannya. Hal yang perlu penulis tekankan disini adalah Imam Syafi'i
adalah imam mujtahid yang ilmunya sangat luas dan tidak perlu di ragukan
lagi. Begitu pula dengan murid-muridnya yang mengikuti mazhab Imam
Syafi'i adalah imam-imam besar yang luas pula ilmunya.
Rukun shalat itu ada 13 perkara, yaitu sebagai berikut:
1. Niat, yaitu sengaja atau menuju sesuatu dibarengi dengan (awal)
pekerjaan tersebut, tempatnya di hati (diucapkan oleh suara hati).
2. Berdiri tegak bagi yang kuasa, berdiri bisa duduk bagi yang lemah,
diutamakan bagi yang lemah duduk iftirasy (pantat berlandaskan rumit
dan betis kaki kiri, sedangkan yang kanan tegak).
3. Takbiratul ihram, diucapkan bagi yang bisa mengucapkan dengan
lisannya: “Allahu Akbar”.
4. Membaca al-Fatihah, atau bagi yang tidak hafal surah al-Fatihah, bisa
diganti dengan surah al-Qur’an lainnya. Hal ini baik dalam shalat fardhu
atau sunnah.
5. Ruku’, paling tidak bagi yang kuat adalah berdiiri, badan lurus pada
ruku’nya, letakkan kedua tangan di atas kedua lutut, sekiranya
membungkuk tanpa tegap dengan kadar telapak kedua tangan mencapai
lutut, kalau berkehendak meletakkan tangan pada lutut. Bagi yang tidak

8
biasa ruku’, maka hendaknya membungkuk atau sesuai dengan kekuatan
fisiknya atau hanya isyarat kedipan mata. Ukuran sempurna dalam ruku’
yaitu meluruskan punggung rata dengan lehernya, seperti satu papan, dan
kedua tulang betis tegak lurus, tangan memegang kedua lutut. Serta
Tuma’ninah, tenang sebentar setelah bergerak dalam ruku’.
6. Bangkit dari ruku’ lalu I’tidal berdiri tegak seperti keadaan semula, yakni
berdiri bagi yang kuat dan duduk tegak bagi yang lemah.
7. Sujud 2x, untuk setiap rakaat, paling tidak bagian dahi mukanya
menempel pada tempat sujud, baik di tanah atau lainnya. Sujud yang
sempurna yakni ketika turun sujud sambil takbir tanpa mengangkat kedua
tangan, lalu menekankan dahinya pada tempat sujud, meletakkan kedua
lutut, kemudian kedua tangan dan disusul dengan dahi dan hidung. Serta
tuma’ninah dalam sujud, sekiranya memperoleh tempat sujud, menurut
kadar beratnya kepala.
8. Duduk di antara dua sujud, pada setiap rakaat, itu berlaku bagi yang
shalatnya dalam keadaan berdiri, duduk atau telentang (berbaring). Serta
tuma’ninah, sewaktu duduk di antara 2 sujud.
9. Duduk akhir, yang mengiringi salam (duduk tahiyat).
10. Membaca tasyahud, sewaktu duduk akhir.
11. Membaca shalawat atas Nabi Muhammad SAW.
12. Mengucapkan salam (seraya menoleh ke arah kanan) hukumnya wajib
dan masih dalam keadaan duduk.
13. Tertib yaitu mengerjakan rukun-rukun shalat tersebut dengan berurutan.
Rukun sholat terdiri dari tiga kategori utama, yakni rukun fi’li, rukun
qalbi, dan rukun qauli. Seperti disebutkan sebelumnya, rukun fi’li adalah
rukun yang membahas tentang gerakan sholat meliputi gerakan berdiri
tegak, ruku, itidal, sujud, duduk di antara dua sujud, dan duduk tasyahud
akhir.

9
Sementara rukun qalbi adalah rukun yang melibatkan hati. ada dua
rukun qalbi yaitu niat dan tertib. Niat termasuk dalam rukun qalbi karena
melibatkan hati. Sedangkan tertib termasuk ke dalam rukun qalbi karena
hati berperan memastikan semua rukun dilaksanakan secara tepat.
Kemudian, kategori rukun sholat yang ketiga adalah rukun qauli.
Rukun ini membahas tentang perkataan dan bacaan-bacaan sholat. Rukun
qauli wajib dibaca hingga dapat didengar oleh telinga sendiri. Kecuali
bagi imam, ada bacaan yang perlu dinyaringkan agar dapat didengar oleh
makmum. Adapun rukun qauli terdiri dari:

• Takbiratul ihram
• Membaca Al-Fatihah
• Membaca tahiyat akhir
• Sholawat kepada Nabi dalam tahiyat akhir
• Salam yang pertama
D. Hal Hal Yang Disunnahkan Dalam Shalat
Sunnah-sunnah dalam shalat adalah segala sesuatu yang dianjurkan
untuk dilaksanakan dalam shalat (bukan rukun) denagn adanya pahala bagi
yang mengerjakannnya namun tidak ada dosa bagi yang meninggalkannya
serta tidak membatalkan shalat. Pengertian lain menyebutkan yang disebaut
dengan sunnah-sunnah shalat adalah semua ucapan atu perbuatan yang
mendapat pahala jika dilakukan, dan tidak mendapat siksa jika ditinggalkan,
namun hanya dicela.
Sunnah dalam shalat terbagi menjadi dua, yaitu sunnah ab’adl dan
sunnah hai’at.
a. Sunnah Ab’ad
Sunnah Ab’ad ialah sunnah dalam shalat yang apabila ditinggalkan karena
lupa maka orang tersebut disunnahkan untuk melaksanakan sujud sahwi.
Adapun pelaksanaanya, sujud sahwi dilaksanakan sebelum salam. Sunnah-
sunnah yang termasuk sunnah ab’ad secara ijmal atau global ada tujuh,

10
namun secara rinci ada dua puluh. Berikut akan kami sebutkan sunnah-
sunnah yang termasuk sunnah ab’ad secara global. Dalam Syarh Kāsyifatu
as-Sajā ‘alā Safinatu an-Naja disebutkan:
‫أبعاض الصالة سبعة التشهد األول وقعوده والصالة على النبي صلى هللا عليه وسلم فيه و الصالة‬
‫على األل في التشهد‬
‫األخير والقنوت وقيامه والصالة والسالم على النبي صلى هللا عليه وسلم وأله و صحبه فيه‬
Terjemahan:
(Sunnah) Ab’adl dalam shalat ada tujuh, yaitu tasyahhud awal, duduk
tasyahhud awal, membaca shalawat Nabi pada tasyahhud awal, membaca
Sshalawat Ali pada tasyahhu akhir, membaca doa qunut, berdiri pada waktu
membaca doa qunut, membaca shalawat atas Nabi, para keluarga, dan
sahabat-sahabatnya.

Adapun perinciannya adalah sebagai berikut:


1. Membaca tasyahhud awal
Para fuqaha sepakat bahwa duduk dan membaca tasyahhud awal itu
hukumnya sunnah.
2. Duduk pada saat membaca tasyahhud awal
Seperti yang telah disebutkan di atas bahwa hukumnya adalah sunnah.
3. Shalawat atas Nabi Muhammad SAW dalam tasyahhud awal
Kalau ia meninggalkan tasyahhud awal dan shalawat kepada Nabi saw
pada tasyahhud awal karena lupa niscaya tiada ia harus mengulanginya,
tetapi dia harus mengerjakan dua sujud sahwi karena meninggalkannnya.
4. Shalawat ali (Shalawat atas keluarga Nabi) pada tasyahhud akhir
5. Membaca doa Qunut dalam Shalat Subuh
Rasulullah saw pernah berdiam diri di rumah selama sebulan untuk
mendoakan celaka bagi orang-orang kafir, dan mendoakan bagi
keselamatan kaum muslimin yang tertindas. Dan bahwa ruku’ itu dibaca
sesudah ruku’ pada raat yang terakhir. Demikian pendapat para Khulafaur
rasyidin, Imam Asy-Syafi’i, dan Ibnu Habib dari Madzhab Maliki.

11
6. Berdiri ketika membaca Qunut
7. Membaca shalawat dan salam atas Nabi dalam doa Qunut

b. Sunnah Hai’at
Madzhab Syafi’i mendifinisikan sunnah hai’at sebagai segala sesuatu
(perbuatan) yang bukan termasuk kedalam rukun shalat dan bukan pula
termasuk dalam Sunnah Ab’ad-lnya shalat. Adapun yang termasuk Sunnah
Hai’at dalam shalat adalah sebagai berikut :
1. Mengangkat kedua tangan ketika takbiratul ikhram, ketika hendak ruku’,
dan ketika bangun dari ruku’
Menurut Syafi’i disunnahkan untuk mengankat kedua tangan dalam empat
tempat, yaitu :
‫يسن رفع اليدين في أربعة مواضع عند تكبيرة ْالحرام و عند الركوع و عند ْالعتدال و عند القيام‬
Terjemahan : ‫من التشهد األول‬
Disunnahkan untuk mengangkat kedua tangan dalam empat tempat, yaitu
pada waktu takbiratul ikhram, ketika hendak ruku’, ketika i’tidal (bangun
dari ruku’) dan ketika bangkit dari tasyahhud awal.
2. Meletakkan telapak tangan kanan diatas telapak tangan kiri ketika berdiri
Mengenai tata cara pelaksanaanya, Syafi’iyyah berpendapat bahwa
sunnah bagi laki-laki dan perempuan untuk meletakkan bathin telapak tangan
kanan diatas punggung telapak tangan kiri dibawah dadanya diatas pusarnya
sekira condong ke arah kiri.
3. Tawajjuh (membaca doa iftitah)
Doa iftitah atau tawajjuh menurut Syafi’iyyah adalah doa yang dibaca
oleh orang yang shalat setelah melakukah takbiratul ikhram, yang mana
bacaannya adalah :
‫ إن صالتي و نسكي‬.‫وجهت وجهي للذي فطر السموت و الرض حنيفا مسلما وما انا من المشركين‬
‫ومحياي و مماتي‬
‫ ل شريك له و بذلك أمرت وأنا من المسلمين‬.‫هلل رب العالمين‬.

12
4. Membaca ta’awudz
Membaca ta’awudz disunnahkan dalam setiap rakaat dari beberapa rakaat,
dan bentuk bacaan yang paling afdhal adalah
‫أعو ذ باهلل من الشيطان الرجيم‬
5. Men-jahr-kan bacaan pada tempatnya dan men-sirr-kan bacaan pada
tempatnya
Ulama Syafi’i berkata, disunnahkan membaca denagn suara keras pada
shalat Idul Fitri dan Idul Adha, shalat gerhana bulan, shalat istisqa’, shalat
Tarawih, Witir Ramadhan, dan dua rakaat setelah thawaf baik malam maupun
waktu subuh.
6. Membaca amin setelah Surah Al-Fatihah
Pengucapan amin dilakukan dengan suara keras dalam shalat-shalat
jahriyyah, dan dilakukan dengan suara rendah atau pelan dalam shalat-shalat
sirriyyah.
7. Membaca suratan setelah membaca Al-Fatihah pada dua rakaat pertama
Jumhur ulama berpendapat bahwa hal ini merupakan sunnah shalat.
Adapun mengenai bacaannya, sesuai dengan bacaan surah Al-Fatihah.
Artinya jika pada shalat jahriyyah, maka suraj atau ayat juga dibaca dengan
suara keras. Selain itu juga diutamakan memanjangkan surah pada rakaat
yang pertama dibanding rakaat yang kedua.

Ulama Syafi’iyyah berkata, disunnahkan membaca dengan suara keras pada


shalat Idul Fitri dan Idul Adha, shalat gerhana bulan, shalat istisqa’, shalat
Tarawih, Witir Ramadhan, dan dua rakaat setelah thawaf baik malam maupun
waktu subuh.
8. Membaca takbir ketika ketika naik dan turun
Membaca takbir tiap kali hendak ruku’ dan bangkit dari selain ruku’,
kecuali takbiratul ikhram karena hukumnya fardlu.
9. Membaca doa i’tidal (tasmi’ dan tahmid)

13
Syafi’iyyah mensunnhakan untuk menggabungkan pembacaan tasmi’ dan
tahmid ketika bangun dari ruku’ baik bagi imam makmum, maupun orang
yang shalat sendirian. Adapun bacaan tasmi’ dan tahmid adalah:
‫ ربنا لك الحمد‬, ‫سمع هللا لمن حمده‬
Bagi imam disunnahkan jahr sedangkan bagi makmum disunnahkan sirr.
10. Membaca tasbih ketika ruku’
Membaca tasbih sebanyak tiga kali dalam ruku’ dengan tambahan
wabihamdihi sebagai penyempurna.
11. Membaca tasbih ketika sujud
Membaca tasbih dalam sujud sebanyak tiga kali, Subhaana Rabbiyal
A’laa” dengan tambahan wabihamdih sebagai penyempurna.
12. Meletakkan kedua tangan diatas kedua paha ketika duduk
Meletakkan kedua tangan pada kedua paha dengan mengegnggam jari-
jari tangan kanan, kecuali jari telunjuk yang akan digunakan sebagai isyarat
ketika akan mengucapkan illallah, namun tanpa mengerak-gerakkannya.
Adapun jari-jari tnagn kiri, posisinya lurus merapat.
13. Duduk iftirasy pada semua duduk kecuali duduk tasyahhud akhir
Duduk iftirasy dalam duduk antara dua sujud dan duduk tasyahhud awal,
yaitu dengan menduduki kaki kiri dan menegakkan kaki kanan. Hikmah
duduk iftirasy adalah untuk lebih memudahkan dalam bergerak.
14. Duduk tawarruk pada waktu tasyahhud akhir
Duduk tawarruk pada tasyahhud akhir, yaitu dengan menempelkan
pinggul sebelah kiri pada lantai dan menegakkan kaki kanan,
15. Membaca salam yang kedua disertai niat keluar dari shalat. Apabila niat
keluar dari shalat pada saat salam yang pertama maka tidak mendapat sunnah.

14
E. Hal-Hal Yang Di Makruhkan Dalam Shalat
Makruh adalah sesuatu yang diganjar apabila meninggalkan menurut
syara’, dan tidak mendapat hukuman apabila mengerjakannya. Dari
pengertian tersebut dapat kita pahami bahwa makruh adalah kebalikan dari
sunnah. Dalam makruh ini apabila kita melaksanakan sesuatu yang
dimakruhkan maka kita tidak akan mendapat dosa akan tetapi akan dicela
sedangkan bagi yang meninggalkannya akan mendapat pahala.
Adapun hal-hal yang dimakruhkan dalam shalat sangat banyak. Karena
keterbatasan kemampuan kami, maka disini kami hanya akan memaparkan
beberapa hal yang dimakruhkan sesuai Madzhab Syafi’i. secara umum,
makruh hukumnya bagi yang shalat meninggalkan sunnah-sunnah yang telah
disebutkan. Adapun diantara hal-hal lain yang dimakruhkan dalam shalat
adalah :
1. Mempermainkan baju atau badan, kecuali jika memang kondisinya
mendesak maka tidak makruh
2. Menoleh ke kanan dan ke kiri tanpa ada sesuatu yang penting
3. Terlalu cepat melaksanakan shalat
4. Mempermainkan jari ketika shalat
5. Mengarahkan pandangan ke atas langit
6. Memfokuskan pandangan pada sesuatu yang menarik yang
melalaikan diri
7. Menutup rapat mulut dan menggantungkan surban (sadl )
8. Shalat ketika hidangan telah tersedia
9. Shalat dalam keadaan menahan dua hadats (kencing dan berak) yang
akan menghilangkan kekhusyu’an
10. Shalat dalam kondisi sangat mengantuk
11. Shalat di tempat pembuangan sampah, tempat penyembelihan hewan,
di tengah jalan, kandang onta, dan kuburan

15
F. Hal-Hal Yang Membatalkan Shalat
Shalat menjadi batal apabila salah satu dari beberapa perkara dilanggar
dalam mengerjakannya. Yang mana di dalam kitab fiqih manhaj, Imam
Syafi’i menyebutkan sejumlah perkara tersebut. Yaitu:
1. Bicara dengan sengaja, yakni berbicara perkataan selain ayat Alquran,
dzikir, dan doa
Imam Bukhari dan Imam Muslim meriwayatkan Zaid bin Arqam
berujar, “Dulu kami bicara sesama kami tentang sesuatu, hingga turunlah
sebuah ayat,” Ayat yang dimaksud adalah Alquran Surah Al Baqarah ayat
238, Allah SWT berfirman:

ْ ‫صلو ِة ْال ُوسْطى َو‬


َ‫قوَُ ُم ْوا ِل ِِّٰل قن ِتي ِ َْن‬ ِ ‫صل َو‬
َّ ‫ت َوال‬ َّ ‫افظَُ ْوا َع َل ى ال‬
ِ ‫َح‬
artinya: “Peliharalah semua sholat dan sholat wustha. Dan
laksanakanlah sholat karena
Allah dengan khusyuk”.

2. Banyak gerak
Yakni banyak gerak di luar gerakan sholat. Syaratnya, yaitu banyak
dan sering. Hal demikian dilarang karena tidak sesuai dengan aturan
sholat. Batasan banyak di sini adalah tiga gerakan atau lebih yang sering
dinilai dari kebiasaan. Jika demikian, maka sholat menjadi batal.
3. Pakaian atau badan terkena Najis
Terkena najis maksudnya najis mengenai salah satu bagian pakaian
atau badan dan tidak langsung dibuang. Sholat menjadi batal karena najis
merupakan hadas karena salah satu syarat sah sholatadalah bersih pakaian
dan badan dari najis. Jika pakaian atau badan terkena aroma najis atau hal
lain yang dapat langsung dibuang, maka sholatnya tidak batal.
4. Tersingkapnya bagian aurat
Jika secara sengaja seseorang menyingkap auratnya, maka sholatnya
batal secara mutlak. Seseorang yang sudah tahu batasan aurat baik itu
laki-laki maupun perempuan dalam sholat, maka wajib hukumnya

16
memperhatikan batasan aurat itu. Namun, jika aurat tersingkap tidak
dengan sengaja, maka hendaknya dia segera menutupnya begitu
menyadari hal demikian. Jika ini yang terjadi, maka sholatnya tidak batal.
Sebaliknya, jika tidak cepat-cepat ditutup, maka sholat menjadi batal
karena salah satu syarat sah telah dilanggar.
5. Makan atau minum
Makan atau minum bertolak belakang dengan gerakan dan aturan
sholat. Bagi yang disengaja, makanan atau minuman sdikit apa pun dapat
membatalkan sholat. Tapi bagi yang tidak disengaja, maka syaratnya
adalah banyak menurut kebiasaan.

Banyak ahli fikih yang menetapkan batasannya adalah bila


dikumpulkan sebesar biji kacang. Jika disela-sela gigi terdapat sisa-sisa
makanan tapi tidak sampai sebanyak itu, lalu tertelan bersama ludah,
maka sholat tidak batal. Termasuk batal apabila terdapat satu butir gula
di mulut yang meleleh dan tertelan.
6. Berhadas sebelum salam yang pertama
Tidak dibedakan apakah hadas terjadi dengan sengaja atau lupa.
Sholat batal karena salah satu syarat sahnya hilang sebelum semua
rukuknya dilaksanakan sempurna. Syarat sah yang hilang itu adalah suci
dari hadas. Namun jika hadas terjadi setelah salam yang pertama dan
sebelum salam kedua, sholat sudah sah menurut ijma ulama.
7. Terisak, tertawa, dan menangis (jika terucap dua huruf)
Keempat hal ini dapat membatalkan sholat jika sampai menyebabkan
terucapnya dua huruf, walaupun tidak ada artinya. Namun jika kurang
dari dua huruf, maka sholatnya tidaklah batal.
8. Niat berubah
Batasannya adalah niat untuk menghentikan sholat atau mensyaratkan
terjadinya sesuatu untuk itu.
9. Membelakangi kiblat

17
Shalat menjadi batal apabila membelakangi kiblat baik yang
disengaja maupun dipalingkan orang lain.

18
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Sholat merupakan inti (kunci) dari segala ibadah juga merupakan
tiang agama, dengannya agama bisa tegak dengannya pula agama bisa
runtuh. Sholat mempunyai dua unsur yaitu dzohiriyah dan batiniyah.
Unsur dzohiriyah adalah yang menyangkut perilaku berdasar pada gerakan
sholat itu sendiri, sedangkan unsur yang bersifat batiniyah adalah sifatnya
tersembunyi dalam hati karena hanya Allah-lah yang dapat menilainya.
Shalat banyak macamnya ada shalat sunnah, ada juga sholat fardhu yang
telah di tentukan waktunya, Khilafiyyah kaum muslimin tentang shalat
adalah hal yang biasa karena rajukan dan pengkajiannya semuanya
bersumber dari Al-Qur'an dan hadis, hendaknya perbedaanterschut
menjadi hikmah keberagaman umat islam

19

Anda mungkin juga menyukai