Disusun oleh:
Fakultas Ushuluddin
2022/2023
KATA PENGANTAR
Penyusun
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.......................................................................................................2
DAFTAR ISI......................................................................................................................3
BAB I.................................................................................................................................4
PENDAHULUAN.............................................................................................................4
1.3 Tujuan................................................................................................................4
BAB II...............................................................................................................................5
PEMBAHASAN................................................................................................................5
BAB III............................................................................................................................15
PENUTUP.......................................................................................................................15
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................................16
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Shalat adalah sebuah perkara yang sangat besar di dalam Islam,
dan mempunyai kedudukan yang tidak bisa disamakan dengan Ibadah-
ibadah lainnya, shalat adalah perkara pertama yang diwajibkan
peribadahan, ia merupakan rukun Islam terpenting setelah Syahadatain,
dan sebuah amalan yang paling afdhol dan dicintai oleh Allah subhanahu
wata’ala. Allah telah agungkan perkara ini di dalam Al Qur’an dan
memuliakan para pelakunya, dan Dia sebutkan dan Wasiatkan secara
khusus di antara bentuk-bentuk keta’atan yang Lainnya. Nabi sallallahu
alaihi wasallam pun telah menjadikan perkara ini Sebagai sesuatu yang
paling dia cintai dan dapat menenangkan Jiwanya. Beliau ajarkan
keutamaan Sholat kepada para Sahabatnya supaya hati-hati dan jiwa raga
mereka menjadi khusyu perangai dan mereka menjadi baik, oleh sebab itu
mereka menjadi Pemimpin dan penguasa yang mulia.
Masyarakat Islam pada masa salafus shalih sangat memperhatikan
masalah shalat, sampai mereka menempatkan shalat itu sebagai”mizan”
atau standar, yang dengan neraca itu ditimbanglah kadar kebaikan
seseorang dan diukur kedudukan dan derajatnya. Jika mereka ingin
mengetahui agama seseorang sejauh mana istiqamahnya maka mereka
bertanya tentang shalatnya dan sejauh mana ia memelihara shalatnya,
bagaimana ia melakukan dengan baik
Tidak diragukan lagi bahwa Shalat yang dilakukan secara Benar
dan khusyu’ adalah merupakan sebab utama kemenangan, dan jalan
menuju kepada keselamatan di dunia dan akherat.
Berdasarkan hal diatas, maka pemakalah akan membahas masalah
sholat, agar kita memiliki pengetahuan tentang nya sehingga dapat
melasanakan sholat dengan baik dan benar.
B. Rumusan Masalah
1. Apa definisi Sholat.
2. Apa saja syarat Sholat.
3. Kapan waktu dilaksanakannya Sholat.
4. Apa itu Adzan.
5. Apa itu Iqamah.
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui apa itu definisi dari Sholat.
2. Untuk mengetahui apa saja syarat Sholat.
3. Memberitahu kapan waktu dilaksanakannya Sholat.
4. Untuk mengetahui apa itu Adzan.
5. Untuk mengetahui apa itu Iqamah.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Definisi Sholat
Dalam mendefinisikan tentang arti kata shalat, Imam Rafi’i
mendefinisikan bahwa shalat dari segi bahasa berarti do’a, dan menurut
istilah syara’ berarti ucapan dan pekerjaan yang dimulai dengan takbir, dan
diakhiri/ditutup denngan salam, dengan syarat tertentu.1
Namun secara hakikinya ialah berhadapan hati (jiwa) kepada Allah,
secara yang mendatangkan takut kepada-Nya serta menumbuhkan di
dalam jiwa rasa kebesarannya dan kesempurnaan kekuasaan-Nya atau
melahirkan hajat dan keperluan kita kepada Allah yang kita sembah
dengan perkataan dan pekerjaan atau dengan kedua – duanya.
Sholat terbagi 2, yaitu sholat fardhu(wajib) dan sunnah.
B. Syarat Sholat
1. Syarat wajib sholat
Syarat wajib adalah sesuatu hal yang menyebabkan seseorang
berkewajiban menjalankan suatu perbuatan (ibadah), kalau
disandingkan dengan shalat maka suatu hal yang menyebabkan
seseorang berkewajiban menjalankan shalat. Adapun syarat wajib shalat
ada 4 antara lain2:
a) Islam
Orang yang bukan islam tidak diwajibkan shalat, berarti ia
tidak dituntut untuk mengerjakannya di dunia hingga ia masuk
islam, karena meskipun dikerjakannya tetap tidak sah
b) Berakal
Jadi tiada wajib bagi orang gila, karena Nabi Muhammad
bersabda3:
1
Syekh Syamsidin abu Abdillah, Terjemah Fathul Mu‟in (Surabaya: Al-Hidayah, 1996)
2
Bidayatul mubtadin wa U’mdatul Awlad. (Medan, sumber Ilmu jaya,-). h.29
3
Abu Bakr Jabir Al- Jazairi, Ensiklpoedi Muslim, (Jakarta, Darul Fallah, 2007). h.301
:" ُرفِ َع ْالقَلَ ُم عن ثالثة : هللا عنه عن النبي صلى هللا عليه وسلم قالTعن علي رضي
وعن المجنون حتى يَ ْعقِ َل، وعن الصبي حتى يَحْ تَلِ َم،َ"عن النائم حتى يَ ْستَ ْيقِظ
Dari Ali -raḍiyallāhu 'anhu-, dari Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa
sallam-, beliau bersabda, “Pena (pencatat amal) akan diangkat
dari tiga orang, yaitu: dari orang yang tidur sampai dia bangun,
dari anak-anak sampai dia balig, dan dari orang yang gila sampai
dia sadar (berakal
c) Baligh
Seseorang yang sudah baligh dapat diketahui melalui tanda berikut
ini4:
1) Cukup berumur 15 tahun (bagi laki-laki dan perempuan)
2) Mimpi berjima’ (bagi laki-laki dan perempuan)
3) Haid (bagi perempuan)
م َعلَ ْيهَا لِ َع ْش ِر ِسنِ ْينَ َوفَرِّ قُوْ بَ ْينَهُ ْمTُْصاَل ِة لِ َسب ِْع ِسنِ ْينَ َواضْ ِربُوْ ه
َّ ُمرُوْ ا اَ ْبنَا َء ُك ْم بِال
ضا ِج ِع َ فِى ْال َم
Artinya: “suruhlah olehmu anak-anak itu untuk shalat apabila ia
sudah berumur tujuh tahun. Apabila ia sudah berumur sepuluh
tahun, hendaklah kamu pukul jika ia meninggalkan shalat.” (HR
Tirmizi)
4
Bidayatul Mubtadin.... h. 30
5
Abu Bakr Jabir Al- Jazairi, Ensiklopedi....h.303
6
Bidayatul Mubtadin....h. 26
َّ ضةُ فَد َِع َي ال
صاَل ة َ ت ْا
َ لح ْي ِ َفَاِ َذا اَ ْقبَل
Artinya: “Apabila datang haid, tinggalkanlah shalat.”
(Muttafaquna’alaihi)
a) Islam
Orang yang bukan islam tidak diwajibkan shalat, berarti ia
tidak dituntut untuk mengerjakannya didunia hingga ia masuk
islam, karena meskipun dikerjakannya tetap tidak sah.
b) Mumayiz
Mumayyiz yaitu anak yang telah dapat membedakan baik
dan buruk namun belum sampai akil baligh, tidak sah shalat bagi
anak yang tiada muayyiz.
7
Abu Bakr Jabir Al- Jazairi, Ensiklopedi....h.303
8
Bidayatul Mubtadin....h. 30
Adapun cara menyucikan hadast kecil dengan wudhu’ dan
cara menyucikan hadats besar dengan mandi janabat. Orang yang
ingin menunaikan ibadah shalat maka mestilah ia suci, jika tidak
maka tiada sah shalatnya sebagai mana sabda Rasululah SAW:
هّٰللا
َ ُ اَل يَ ْقبَ ُل
صاَل ةً بِ َغي ِْر طَه ُْو ٍر
Artinya: “Allah SWT tidak menertima shalat tanpa bersuci” (HR Muslim)
e) Menutup aurat
Menutup aurat merupakan syarat sah shalat. Adapun batas
aurat laki – laki antara pusat dan lutut, sedangkan perempuan seluruh
tubuh kecuali muka dan tapak tangan (pergelangan tangan)9.
f) Mengetahui masuknya waktunya shalat
Mengetahui masuknya waktu merupakan salah satu syarat
sahnya shalat10, karena firman Allah SWT dalam surat An-Nisaa
ayat 103:
ْ َّوقُعُوْ دًا َّوع َٰلى ُجنُوْ بِ ُك ْم ۚ فَاِ َذاTم الص َّٰلوةَ فَ ْاذ ُكرُوا هّٰللا َ قِيَا ًماTُ ُض ْيت
مTُْاط َمْأنَ ْنت َ َفَاِ َذا ق
ْ فَاَقِ ْي ُموا الص َّٰلوةَ ۚ اِ َّن الص َّٰلوةَ َكان
Tَت َعلَى ْال ُمْؤ ِمنِ ْينَ ِك ٰتبًا َّموْ قُوْ تًا
Artinya: “Maka apabila kamu telah menyelesaikan
shalat(mu), ingatlah Allah di waktu berdiri, di waktu duduk dan di
waktu berbaring. Kemudian apabila kamu telah merasa aman,
Maka dirikanlah shalat itu (sebagaimana biasa). Sesungguhnya
shalat itu adalah fardhu yang ditentukan waktunya atas orang-
orang yang beriman”
g) Menghadap ke kiblat (ka’bah)
9
Sayid Sabiq, Fiqih Sunnah, (Kuala Lumpur , Victory Agencie, 2001). Jil.1. h.272
10
M. Khalilurarrahman Al- Mahfani, Buku pintar Shalat, (Jakarta, Kawah Media, 2008).h. 67
Para ulama telah bersepakat bahwa orang yang mengerjakan
shalat wajib menghadap Masjidil Haram (Ka’bah), walaupun dalam
keadaan sakit juga wajib menghadap kiblat, Karena Rasulullah
SAW bersabda11:
َ ْال ُوضُوْ َء ثُ َّم ا ْستَ ْقبِ ِل ْالقِ ْبلَةTصاَل ِة فَا َ ْسبِ ِغ
َّ اِ َذا قُ ْمتَ اِلَى ال
Artinya: “Jika kamu hendak shalat sempurnakanlah wudhu
kemudian menghadaplah kearah kiblat.” (HR Muslim)
3. Q.S. Al Isra’: 78
ِ َّق ال
َيل َوقُر َءان ِ ك ال َّش ْم
ِ س اِلَى َغ َس َّ قُر َءانَ ْالفَجْ ِر َكان َم ْشهُودًا اَقِ ِم ال
ِ صالَةَ لِ ُد لُو
ْالفَجْ ِرصا اِ َّن
Artinya: Dirikanlah shalat dari sesudah matahari tergelincir sampai
gelap malam dan (dirikanlah pula shalat) subuh. Sesungguhnya shalat
subuh itu disaksikan (oleh para malaikat).
Dari ayat di atas dapat ditentukan tiga waktu yang pokok yaitu:
a. Waktu Dhuhur pada saat tergelincirnya matahari,
b. Waktu Maghrib pada saat matahari terbenam, dan
c. Waktu Subuh pada saat fajar terbit.
5. Sabda Nabi SAW yang diriwayatkan oleh Ahmad, An Nasai dan At-
Turmudi dari Jabir bin Abdullah r.a.:
لَّىTص
َ َ ف،لِّ ِهTص َّ صلَى هللاُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم َجا َءهُ ِجب ِْر ْي ُل َعلَ ْي ِه
َ َ قُ ْم ف: ُهTَا َل لTTَاَل ُم فَقTالس َّ ِاَ َّن النَّب
َ ي
َ َر ِح ْينTصْ لَى ال َعTص َ َ ف، لِّ ِهTص
َ َ قُ ْم ف: ا َلTTَ َر فَقTصْ ا َءهُ ال َعT ثُ َّم َج، ُت ال َّش ْمس ِ َالظَّ ْه َر ِح ْينَ زَ ال
َب ِح ْينَ رT َ َ ف، لِّ ِهTص
ِ Tلَى ال َم ْغTص َ َ قُ ْم ف: الT
َ Tَب فَق ِ T ثُ َّم َجا َءهُ ال َم ْغ،ُار ِظلُّ كُاِّل َش ْي ٍء ِم ْثلَه
َ رT َ ص َ
ثُ َّم،َُاب ال َشفَق ِ صلَى
َ الع َشا َء ِح ْينَ غ َ َ ف، صلِّ ِه َ َ قُ ْم ف: ال ِ ُ ثُ َّم َجا َءه، َُو َجبَتَ ال َّش ْمس
َ َالع َشا َء فَق
قُ ْم:الTT ُّ ثُ َّم َجا َءهُ ِمنَ ال َغ ِد،ُ َسطَ َع الفَجْ ر: اَوْ قَا َل،ُق الفَجْ ر
َ َ فَق،للظه ِْر َ َجا َءهُ الفَجْ َر ِح ْينَ بَ َر
ْ ا َءهُ ال َعT ثُ َّم َج،ُهTَ ْي ٍء ِم ْثلT لُّ كُاِّل َشTار ِظ
قُ ْم: ا َلTTَ َر فَقTص َ َ َر ِح ْينT الظُ ْهTلَىTص
َ Tص َ َ ف،لِّ ِهTص
َ َف
13
Ibid., 19-20
ِ َوTاTًب َو ْقت
دًاTاح ِ T ثُ َّم َجا َءهُ ال َم ْغ، صا َر ِظلُّ كُاِّل َش ْي ٍء ِم ْثلَ ْي ِه
َ رT َ َ ال َعصْ َر ِح ْينTصلَى َ َ ف،صلِّ ِهَ َف
لَىTص َ َ ف، ِلTث الَّ ْي
ُ ُ ثُل: ا َلTTَ اَوْ ق، لT ِ Tفُ الَّ ْيTص َ ا َء ِح ْينَ َذهT ا َءهُ ال ِع َشT ثُ َّم َج. ُهTلَ ْم يَزَ لْ َع ْن
ْ َِب ن
َ Tَ ثُ َّم ق،صلَى الفَجْ َر
َذي ِْنTَابَ ْينَ هTT َم:الT َ َ قُ ْم ف: ثُ َّم َجا َءهُ ِح ْينَ اَ ْسفَ َر ِج ًّدا فَقَا َل،الع َشا َء
َ َ ف،صلِّ ِه ِ
ِ الو ْقتَي ِْن َو ْق.
ت َ
Artinya: “Bahwa Nabi saw. di datangi oleh Jibril a.s. yang mengatakan
kepadanya: “Bangunlah dan shalatlah!” Maka Nabi pun shalat Dhuhur
sewaktu tergelincirnya matahari. Kemudian ia datang pula di waktu
‘Ashar, katanya: “Bangun dan shalatlah!” Nabi mengerjakkan pula
shalat ‘Ashar, yakni ketika bayang-bayang sesuatu, telah sama panjang
dengan badannya. Lalu ia datang di waktu Maghrib, katanya: “Bangun
dan shalatlah!” Nabi pun melakukan shalat Maghrib sewaktu matahari
telah terbenam atau jatuh. Setelah ia datang pula di waktu Isya’, dan
menyuruh: “Bangun dan shalatlah!” Nabi segera shalat Isya’ ketika
syafak atau awan merah telah hilang. Akhirnya ia datang di waktu fajar
ketika fajar telah bercahaya atau katanya ketika fajar. Kemudian
keesokan harinya Malaikat itu datang lagi di waktu Dhuhur, katanya:
“Bangunlah dan shalatlah!” Maka Nabi pun shalat, yakni ketika bayang-
bayang segala sesuatu, sama panjang dengan sesuatu itu. Di waktu
‘Ashar ia datang pula, katanya: “Bangunlah dan shalatlah!” Nabi pun
shalatlah, pada waktu bayang-bayang dua kali sepanjang badan. Lalu ia
datang lagi di waktu Maghrib pada saat seperti kemarin tanpa
perubahan, setelah itu ia datang lagi pada waktu ‘Isya ketika berlalu
seperdua malam atau katanya sepertiga malam dan Nabipun melakukan
shalat ‘Isya. Kemudian ia datang pula ketika malam telah mulai terang,
katanya: “Bangun dan shalatlah!” Nabipun mengerjakan shalat Fajar.
“Nah”, katanya lagi, ‘di antara kedua waktu itulah terdapat waktu-waktu
shalat.” (H.r. Ahmad, Nasa’i, dan Turmudzi).14
14
Sayid Sabiq, Fikih Sunnah, (Bandung: Al Ma’arif,1987), hal.211-212
1. Shalat Dhuhur dimulai pada saat matahari tergelincir, yakni titik pusat
matahari mulai terlepas dari lingkaran meridian sampai bayang-bayang
benda sama panjang bendanya.
2. Shalat Ashar dimulai pada saat bayangan matahari sama dengan
bayangan bendanya sampai pada saat bayang-bayang dua kali panjang
bendanya.
3. Shalat Maghrib dimulai pada saat matahari telah terbenam, yakni
piringan atas matahari bersinggungan dengan horizon/ufuk di belahan
langit barat
4. Shalat Isya’ dimulai pada saat mega merah telah hilang sampai
terbitnya fajar shadiq.
5. Shalat Subuh dimlai saat terbit fajar shadiq, yakni cahaya putih telah
tampak diufuk belahan langit timur sampai terbitnya matahari.15
D. Adzan
Adzan secara etimologi bermakna Al-I’lan, yaitu pengumuman,
pemberitahuan. Secara terminologi bermakna pemberitahuan masuknya
waktu shalat dengan lafadz khusus (seperti yang sering kita dengar).
15
Ahmad Junaidi, Seri Ilmu Falak, (Ponorogo: STAIN Ponorogo Press, 2011), hlm,23.
“Kaum muslimin dahulu ketika datang di Madinah, mereka berkumpul
lalu memperkira-kira waktu sholat, tanpa ada yang menyerunya, lalu
mereka berbincang-bincang pada satu hari tentang hal itu. Sebagian
mereka berkata, gunakan saja lonceng seperti lonceng yang digunakan
oleh Nashrani. Sebagian mereka menyatakan, gunakan saja terompet
seperti terompet yang digunakan kaum Yahudi. Lalu ‘Umar berkata,
“Bukankah lebih baik dengan mengumandangkan suara untuk memanggil
orang shalat.” Lalu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata,
“Wahai Bilal bangunlah dan kumandangkanlah azan untuk shalat.” (HR.
Bukhari no. 604 dan Muslim no. 377).16
صاَل ِة َ يَا َأيُّهَا الَّ ِذينَ َآ َمنُوا ِإ َذا نُو ِد
َّ ي لِل
E. Iqamah
16
Fathul Bari bi Syarh Shahih Al Bukhari, Ibnu Hajar Al Asqolani, terbitan Dar Thiybah, cetakan
keempat tahun 1432 H.
Iqamah secara bahasa berasal dari bahasa arab aqaama – yuqiimu –
iqaamatan yang berarti mendirikan17. Adapun secara istilah berarti
pemberitahuan bahwa shalat akan segera dilaksanakan, dengan
menggunakan bacaan yang telah ditentukan18.
Dari pengertian di atas dapat disimpulkan iqamah adalah
memberitahukan kepada hadirin (jamaah) supaya bersiap-siap berdiri
melaksanakan shalat, dengan lafal yang telah ditentukan oleh syara‟.
Jawaban bagi yang mendengar iqamah:
Bagi yang mendengar iqamah, kalimat demi kalimat yang terdengar
dijawab sama seperti yang diucapkan oleh muadzin, kecuali pada kalimat:
"QAD QAAMATISH", maka dijawab dengan lafazh sbb:
وجعلني من صالحى أهلهاTأقامها هللا وادامها
Artinya: "Semoga Allah mendirikan shalat itu dengan kekarnya, dan
semoga Allah menjadikan aku ini, dari golongan orang yang
sebaikbaiknya ahli shalat"
Do'a setelah mendengar iqamah19:
ٰ
َ صاَل ِة ْالقَاِئ َم ِة
ص ِّل َعلَى َسيِّ ِدنَا ُم َح َّم ٍد َوآتِ ِه ُسْؤ لَهُ يَوْ َم َّ اللّهُ َّم َربَّ هَ ِذ ِه ال َّد ْع َو ِة التَّا َّم ِة َوال
ْالقِيَا َم ِة
Artinya: "Ya Allah Tuhan yang memiliki panggilan yang sempurna,
dan memiliki shalat yang ditegakkan, curahkanlah rahmat dan salam atas
junjungan kita Nabi Muhammad, dan berilah/kabulkanlah segala
permohonannya pada hari kiamat"
Orang yang bertugas melaksanakan Adzan dan Iqamah disebut
sebagai muadzin. Berikut syarat sebagai muadzin:
1. Beragama Islam.
17
Kamus Al-Munawwir
18
Masykuri Abdurrahman dan Mokh. Syaiful Bakhri, op. cit., h. 48
19
Drs. MOH. RIFA' I, Risalah TUNTUNAN SHALAT LENGKAP (Semarang: CV. TOH
PUTRA,1976). Hal 33
2. Tamyiz dan laki-laki. Makruh bagi orang yang berhadas kecil atau
besar. Dan disunatkan menyerukan adzan dengan suara yang nyaring dan
merdu.
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Sholat adalah salah satu ibadah yang mulia yang dicintai Allah dan
yang pertama kali ditetapkan kewajibannya. Rasululullah saw. langsung
menerima perintah sholat dari Allah pada malam Isra’ Mi’raj. Sholat juga
merupakan kunci ataupun tiang agama, dengannya agama bisa tegak
dengannya pula agama bisa runtuh. Sholat terbagi 2, yaitu sholat sunnah
dan wajib
B. SARAN
Untuk penulisan makalah selanjutnya, penulis menyarankan untuk
lebih menyempurnakan penyajian makalah ini dengan menjabarkan
pembahasan dan referensi terpercaya.
DAFTAR PUSTAKA
Junaidi, Ahmad, Seri ilmu falak. Ponorogo: STAIN Ponorogo Press, 2011
Sabiq, Sayid, Fikih Sunnah. Bandung: Al Ma’arif, 1987
Abu Bakr Jabir Al-Jazairi, Ensiklopedi Muslim. Jakarta: Darul Fallah, 2007
Abu Bakr Jabir Al-Jazairi, Ensiklopedi Muslim. Jakarta: Darul Fallah, 2007
Sayid Sabiq, Fiqih Sunnah Jil 1. Kuala Lumpur: Victory Agencie, 2001