Anda di halaman 1dari 18

SHOLAT

Dosen Pengampu: Siti Mahmadatun. S. Sy., M. H

Disusun oleh:

Ahmad Luthfi Afnaufal 12230210634

Ahmad Riadin 12230212313

Ridho Hasibuan 12230211454

Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir

Fakultas Ushuluddin

Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau

2022/2023
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum wr.wb. Alhamdulillah puji syukur penulis ucapkan kehadirat


Allah Swt. Atas rahmat-Nya sehingga penulisan makalah yang berjudul”Sholat”
ini dapat diselesaikan dengan baik. Penulis mengucapkan terima kasih kepada
dosen pengampu mata kuliah Fiqih, Siti Mahmadatun. S. Sy., M. H yang telah
memberikan masukan dan arahan hingga selesainya makalah ini selesai tepat
waktu. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada teman-teman yang telah
memberikan dukungan dan partisipasinya dalam penulisan makalah ini. Penulisan
makalah ini masih terdapat kekurangan. Oleh karena itu, penulis harapkan kritik
dan saran pembaca. Akhir kata, penulis berharap semoga makalah ini dapat
bermanfaat bagi pembaca.

Wassalamualaikum wr. wb.

Pekanbaru, 25 September 2022

Penyusun

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.............................................................................................2
DAFTAR ISI............................................................................................................3
BAB I.......................................................................................................................4
PENDAHULUAN...................................................................................................4
A. Latar Belakang..............................................................................................4
B. Rumusan Masalah.........................................................................................5
C. Tujuan...........................................................................................................5
BAB II......................................................................................................................6
PEMBAHASAN......................................................................................................6
BAB III..................................................................................................................17
PENUTUP..............................................................................................................17
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................18

3
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Shalat adalah sebuah perkara yang sangat besar di dalam Islam,
dan mempunyai kedudukan yang tidak bisa disamakan dengan Ibadah-
ibadah lainnya, shalat adalah perkara pertama yang diwajibkan
peribadahan, ia merupakan rukun Islam terpenting setelah Syahadatain,
dan sebuah amalan yang paling afdhol dan dicintai oleh Allah subhanahu
wata’ala. Allah telah agungkan perkara ini di dalam Al Qur’an dan
memuliakan para pelakunya, dan Dia sebutkan dan Wasiatkan secara
khusus di antara bentuk-bentuk keta’atan yang Lainnya. Nabi sallallahu
alaihi wasallam pun telah menjadikan perkara ini Sebagai sesuatu yang
paling dia cintai dan dapat menenangkan Jiwanya. Beliau ajarkan
keutamaan Sholat kepada para Sahabatnya supaya hati-hati dan jiwa raga
mereka menjadi khusyu perangai dan mereka menjadi baik, oleh sebab itu
mereka menjadi Pemimpin dan penguasa yang mulia.
Masyarakat Islam pada masa salafus shalih sangat memperhatikan
masalah shalat, sampai mereka menempatkan shalat itu sebagai”mizan”
atau standar, yang dengan neraca itu ditimbanglah kadar kebaikan
seseorang dan diukur kedudukan dan derajatnya. Jika mereka ingin
mengetahui agama seseorang sejauh mana istiqamahnya maka mereka
bertanya tentang shalatnya dan sejauh mana ia memelihara shalatnya,
bagaimana ia melakukan dengan baik
Tidak diragukan lagi bahwa Shalat yang dilakukan secara Benar
dan khusyu’ adalah merupakan sebab utama kemenangan, dan jalan
menuju kepada keselamatan di dunia dan akherat.
Berdasarkan hal diatas, maka pemakalah akan membahas masalah
sholat, agar kita memiliki pengetahuan tentang nya sehingga dapat
melasanakan sholat dengan baik dan benar.

4
B. Rumusan Masalah
1. Apa definisi Sholat.
2. Apa saja syarat Sholat.
3. Kapan waktu dilaksanakannya Sholat.
4. Apa itu Adzan.
5. Apa itu Iqamah.

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui apa itu definisi dari Sholat.
2. Untuk mengetahui apa saja syarat Sholat.
3. Memberitahu kapan waktu dilaksanakannya Sholat.
4. Untuk mengetahui apa itu Adzan.
5. Untuk mengetahui apa itu Iqamah.

5
BAB II

PEMBAHASAN

A. Definisi Sholat
Dalam mendefinisikan tentang arti kata shalat, Imam Rafi’i
mendefinisikan bahwa shalat dari segi bahasa berarti do’a, dan menurut
istilah syara’ berarti ucapan dan pekerjaan yang dimulai dengan takbir, dan
diakhiri/ditutup denngan salam, dengan syarat tertentu.1
Namun secara hakikinya ialah berhadapan hati (jiwa) kepada Allah,
secara yang mendatangkan takut kepada-Nya serta menumbuhkan di
dalam jiwa rasa kebesarannya dan kesempurnaan kekuasaan-Nya atau
melahirkan hajat dan keperluan kita kepada Allah yang kita sembah
dengan perkataan dan pekerjaan atau dengan kedua – duanya.
Sholat terbagi 2, yaitu sholat fardhu(wajib) dan sunnah.
B. Syarat Sholat
1. Syarat wajib sholat
Syarat wajib adalah sesuatu hal yang menyebabkan seseorang
berkewajiban menjalankan suatu perbuatan (ibadah), kalau
disandingkan dengan shalat maka suatu hal yang menyebabkan
seseorang berkewajiban menjalankan shalat. Adapun syarat wajib shalat
ada 4 antara lain2:

a) Islam
Orang yang bukan islam tidak diwajibkan shalat, berarti ia
tidak dituntut untuk mengerjakannya di dunia hingga ia masuk
islam, karena meskipun dikerjakannya tetap tidak sah
b) Berakal
Jadi tiada wajib bagi orang gila, karena Nabi Muhammad
bersabda3:

1
Syekh Syamsidin abu Abdillah, Terjemah Fathul Mu‟in (Surabaya: Al-Hidayah, 1996)
2
Bidayatul mubtadin wa U’mdatul Awlad. (Medan, sumber Ilmu jaya,-). h.29
3
Abu Bakr Jabir Al- Jazairi, Ensiklpoedi Muslim, (Jakarta, Darul Fallah, 2007). h.301

6
:‫" ُرفِ َع ْالقَلَ ُم عن ثالثة‬ :‫ هللا عنه عن النبي صلى هللا عليه وسلم قال‬V‫عن علي رضي‬
‫ وعن المجنون حتى يَ ْعقِ َل‬،‫ وعن الصبي حتى يَحْ تَلِ َم‬،َ‫"عن النائم حتى يَ ْستَ ْيقِظ‬
Dari Ali -raḍiyallāhu 'anhu-, dari Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa
sallam-, beliau bersabda, “Pena (pencatat amal) akan diangkat
dari tiga orang, yaitu: dari orang yang tidur sampai dia bangun,
dari anak-anak sampai dia balig, dan dari orang yang gila sampai
dia sadar (berakal
c) Baligh
Seseorang yang sudah baligh dapat diketahui melalui tanda berikut
ini4:
1) Cukup berumur 15 tahun (bagi laki-laki dan perempuan)
2) Mimpi berjima’ (bagi laki-laki dan perempuan)
3) Haid (bagi perempuan)
d) Suci daripada Haid dan Nifas
Haid ialah darah yang ada pada perangai perempuan dan tempat
keluarnya diujung rahim pada ketika sehat badan, sedangkan nifas
ialah darah yang keluar setelah melahirkan5. Dan tiada wajib bagi
perempuan yang berhaid dan nifas untuk shalat seperti Sabda
Rasullullah SAW:
َّ ‫ضةُ فَد َِع َي ال‬
‫صاَل ة‬ َ ‫ت ْا‬
َ ‫لح ْي‬ ِ َ‫فَاِ َذا اَ ْقبَل‬
Artinya: “Apabila datang haid, tinggalkanlah shalat.”
(Muttafaquna’alaihi)

e) Telah sampai dakwah (perintah Rasulullah SAW


kepadanya)
Orang yang belum sampai dakwah keislaman
kepadanya tidak dituntut dengan hukum6.
f) Melihat dan mendengar
Melihat dan mendengar menjadi syarat wajib mengerjakan
shalat, walaupun pada suatu waktu untuk kesempatan
mempelajari hukum-hukum syara’. Orang buta dan tuli sejak
4
Bidayatul Mubtadin.... h. 30
5
Bidayatul Mubtadin....h. 26
6
Abu Bakr Jabir Al- Jazairi, Ensiklopedi....h.303

7
dilahirkan tidak dituntut dengan hukum karena tidak ada
jalan baginya untuk belajar hukum-hukum syarat.
2. Syarat sah sholat
Syarat sah ialah suatu hal yang membuat seseorang itu sah
hukummya melakukan suatu perbuatan (ibadah). Kalau disbanding kan
dengan shalat maka suatu hal yang membuat shalat seseorang
dihukumkan sah. Adapun syarat sah shalat itu ada 8 antara lain7:

a) Islam
Orang yang bukan islam tidak diwajibkan shalat, berarti ia
tidak dituntut untuk mengerjakannya didunia hingga ia masuk
islam, karena meskipun dikerjakannya tetap tidak sah.
b) Mumayiz
Mumayyiz yaitu anak yang telah dapat membedakan baik
dan buruk namun belum sampai akil baligh, tidak sah shalat bagi
anak yang tiada muayyiz.

c) Suci dari hadas kecil dan hadas besar


Adapun cara menyucikan hadast kecil dengan wudhu’ dan
cara menyucikan hadats besar dengan mandi janabat. Orang yang
ingin menunaikan ibadah shalat maka mestilah ia suci, jika tidak
maka tiada sah shalatnya sebagai mana sabda Rasululah SAW:

‫هّٰللا‬
َ ُ ‫اَل يَ ْقبَ ُل‬
‫صاَل ةً بِ َغي ِْر طَه ُْو ٍر‬
Artinya: “Allah SWT tidak menertima shalat tanpa bersuci” (HR Muslim)

d) Suci badan, pakaian, dan tempat dari najis


Suci badan, pakaian dan tempat dari najis merupakan salah
satu syarat sah dari shalat, jika ada najis pada salah satunya maka
tiada sha shalatnya.

e) Menutup aurat

7
Bidayatul Mubtadin....h. 30

8
Menutup aurat merupakan syarat sah shalat. Adapun batas
aurat laki – laki antara pusat dan lutut, sedangkan perempuan seluruh
tubuh kecuali muka dan tapak tangan (pergelangan tangan)8.
f) Mengetahui masuknya waktunya shalat
Mengetahui masuknya waktu merupakan salah satu syarat
sahnya shalat9, karena firman Allah SWT dalam surat An-Nisaa
ayat 103:

ْ ‫ َّوقُعُوْ دًا َّوع َٰلى ُجنُوْ بِ ُك ْم ۚ فَاِ َذا‬V‫م الص َّٰلوةَ فَ ْاذ ُكرُوا هّٰللا َ قِيَا ًما‬Vُ ُ‫ض ْيت‬
‫م‬Vُْ‫اط َمْأنَ ْنت‬ َ َ‫فَاِ َذا ق‬
ْ ‫فَاَقِ ْي ُموا الص َّٰلوةَ ۚ اِ َّن الص َّٰلوةَ َكان‬
V‫َت َعلَى ْال ُمْؤ ِمنِ ْينَ ِك ٰتبًا َّموْ قُوْ تًا‬
Artinya: “Maka apabila kamu telah menyelesaikan
shalat(mu), ingatlah Allah di waktu berdiri, di waktu duduk dan di
waktu berbaring. Kemudian apabila kamu telah merasa aman,
Maka dirikanlah shalat itu (sebagaimana biasa). Sesungguhnya
shalat itu adalah fardhu yang ditentukan waktunya atas orang-
orang yang beriman”
g) Menghadap ke kiblat (ka’bah)
Para ulama telah bersepakat bahwa orang yang mengerjakan
shalat wajib menghadap Masjidil Haram (Ka’bah), walaupun dalam
keadaan sakit juga wajib menghadap kiblat, Karena Rasulullah
SAW bersabda10:

َ‫ ْال ُوضُوْ َء ثُ َّم ا ْستَ ْقبِ ِل ْالقِ ْبلَة‬V‫صاَل ِة فَا َ ْسبِ ِغ‬
َّ ‫اِ َذا قُ ْمتَ اِلَى ال‬
Artinya: “Jika kamu hendak shalat sempurnakanlah wudhu
kemudian menghadaplah kearah kiblat.” (HR Muslim)

h) Mengetahui shalat itu fardhu dan dapat membedakan antara rukun


dan sunah
Jika seseorang meyakini bahwa rukun itu merupakan sunat
atau sebaliknya, maka yang demikian itu tiada sah shalatnya.
8
Sayid Sabiq, Fiqih Sunnah, (Kuala Lumpur , Victory Agencie, 2001). Jil.1. h.272
9
M. Khalilurarrahman Al- Mahfani, Buku pintar Shalat, (Jakarta, Kawah Media, 2008).h. 67

10
Ibid.......h. 68

9
C. Waktu Sholat
Di dalam shalat tersirat berbagai hikmah, salah satunya melatih kita
untuk terbiasa berdisiplin waktu karena shalat memiliki waktu waktu
tertentu, sehingga mengharuskan kita menyisihkan waktu untuk
mengerjakan ibadah ini. Allah Ta’ala telah menjelaskan bahwa shalat
diwajibkan itu mempunyai waktu tertentu. Shalat lima waktu tidak dapat
dilakukan di sembarang waktu tanpa ada alasan yang membolehkannya.
Dasar perintah shalat lima waktu dijelaskan dalam:11
1. Q.S. An Nisa: 103
V‫َت َعلَى ْال ُمْؤ ِمنِينَ ِكتَبَا َموقُوتَا‬
ْ ‫صاَل ةَ َكا ن‬
َّ ‫اِ َّن ال‬...
Artinya: ... Sesungguhnya shalat itu adalah fardhu yang ditentukan
waktunya atas orang-orang yangg beriman.

2. Q.S. Hud: 114

ِ َّ‫ار َو ُزلَفَا ِمنَ ال‬


‫يل ج‬ ِ َ‫صالَةَ طَ َرفِ َى النَّه‬ ِ ِ‫ ال ِم َّذا‬V‫ك ِذ ْك َرى‬
ّ ‫م ال‬Vِِ‫كرينَ َواَق‬ َ ِ‫ت ج َذل‬
ِ ‫يُذ ِه ْبنَ ال َّسيَِّئا‬
ِ َ‫اِ َّن ال َح َسن‬
‫ت‬
Artinya: Dan dirikanlah shalat itu pada kedua tepi siang (pagi dan
petang) dan pada bagian permulaan daripada malam. Sesungguh
perbuatan yang buruk. Itulah peringatan bagi orang-orang yang ingat-
perbuatan yang baik itu menghapus (dosa) perbuatan-perbuatan

3. Q.S. Al Isra’: 78

ِ َّ‫ق ال‬
َ‫يل َوقُر َءان‬ ِ ‫ك ال َّش ْم‬
ِ ‫س اِلَى َغ َس‬ َّ ‫قُر َءانَ ْالفَجْ ِر َكان َم ْشهُودًا اَقِ ِم ال‬
ِ ‫صالَةَ لِ ُد لُو‬
‫ْالفَجْ ِرصا اِ َّن‬
Artinya: Dirikanlah shalat dari sesudah matahari tergelincir sampai
gelap malam dan (dirikanlah pula shalat) subuh. Sesungguhnya shalat
subuh itu disaksikan (oleh para malaikat).

4. Q.S. Thaha: 130


ْ‫ صا َو ِمنَ َأنَا ِء اللَّي َْل فَ َسبِّح‬V‫س َو قَ ْب َل ُغرُوبِهَا‬ ِ ُ‫ك قَ ْب َل طُل‬
ِ ‫وع ال َّش ْم‬ َ ِّ‫َو َسبِّحْ بِ َح ْم ِد َرب‬
V‫ضى‬ َ َّ‫ار لَ َعل‬
َ ْ‫ك تَر‬ ِ َ‫طرافَ النَّه‬ َ َ‫َوا‬
11
Ahmad Junaidi, Seri Ilmu Falak, (Ponorogo: STAIN Ponorogo Press, 2011), 19

10
Artinya: Dan bertasbihlah dengan memuji Tuhanmu, sebelum terbit
matahari dan sebelum terbenamnya dan bertasbih pulalah pada waktu-
waktu di malam hari dan pada waktu-waktu di siang hari, supaya kamu
merasa senang.12

Dari ayat di atas dapat ditentukan tiga waktu yang pokok yaitu:
a. Waktu Dhuhur pada saat tergelincirnya matahari,
b. Waktu Maghrib pada saat matahari terbenam, dan
c. Waktu Subuh pada saat fajar terbit.

5. Sabda Nabi SAW yang diriwayatkan oleh Ahmad, An Nasai dan At-
Turmudi dari Jabir bin Abdullah r.a.:
‫لَّى‬V‫ص‬
َ َ‫ ف‬،‫لِّ ِه‬V‫ص‬ َّ ‫صلَى هللاُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم َجا َءهُ ِجب ِْر ْي ُل َعلَ ْي ِه‬
َ َ‫ قُ ْم ف‬: ُ‫ه‬Vَ‫ا َل ل‬VVَ‫اَل ُم فَق‬V‫الس‬ َّ ِ‫اَ َّن النَّب‬
َ ‫ي‬
َ‫ َر ِح ْين‬V‫ص‬ْ ‫لَى ال َع‬V‫ص‬ َ َ‫ ف‬، ‫لِّ ِه‬V‫ص‬
َ َ‫ قُ ْم ف‬: ‫ا َل‬VVَ‫ َر فَق‬V‫ص‬ْ ‫ ا َءهُ ال َع‬V‫ ثُ َّم َج‬، ُ‫ت ال َّش ْمس‬ ِ َ‫الظَّ ْه َر ِح ْينَ زَ ال‬
َ‫ب ِح ْين‬َ ‫ر‬V َ َ‫ ف‬، ‫لِّ ِه‬V‫ص‬
ِ V‫لَى ال َم ْغ‬V‫ص‬ َ َ‫ قُ ْم ف‬: ‫ال‬V
َ Vَ‫ب فَق‬ ِ V‫ ثُ َّم َجا َءهُ ال َم ْغ‬،ُ‫ار ِظلُّ كُاِّل َش ْي ٍء ِم ْثلَه‬
َ ‫ر‬V َ ‫ص‬ َ
‫ ثُ َّم‬،ُ‫َاب ال َشفَق‬ ِ ‫صلَى‬
َ ‫الع َشا َء ِح ْينَ غ‬ َ َ‫ ف‬، ‫صلِّ ِه‬ َ َ‫ قُ ْم ف‬: ‫ال‬ ِ ُ‫ ثُ َّم َجا َءه‬، ُ‫َو َجبَتَ ال َّش ْمس‬
َ َ‫الع َشا َء فَق‬
‫ قُ ْم‬:‫ال‬VV ُّ ‫ ثُ َّم َجا َءهُ ِمنَ ال َغ ِد‬،ُ‫ َسطَ َع الفَجْ ر‬:‫ اَوْ قَا َل‬،ُ‫ق الفَجْ ر‬
َ َ‫ فَق‬،‫للظه ِْر‬ َ ‫َجا َءهُ الفَجْ َر ِح ْينَ بَ َر‬
‫ قُ ْم‬: ‫ا َل‬VVَ‫ َر فَق‬V‫ص‬ْ ‫ ا َءهُ ال َع‬V‫ ثُ َّم َج‬،ُ‫ه‬Vَ‫ ْي ٍء ِم ْثل‬V‫ لُّ كُاِّل َش‬V‫ار ِظ‬ َ V‫ص‬َ َ‫ َر ِح ْين‬V‫ الظُ ْه‬V‫لَى‬V‫ص‬
َ َ‫ ف‬،‫لِّ ِه‬V‫ص‬
َ َ‫ف‬
ِ ‫ َو‬V‫ا‬Vً‫ب َو ْقت‬
‫ دًا‬V‫اح‬ ِ V‫ ثُ َّم َجا َءهُ ال َم ْغ‬، ‫صا َر ِظلُّ كُاِّل َش ْي ٍء ِم ْثلَ ْي ِه‬
َ ‫ر‬V َ َ‫ ال َعصْ َر ِح ْين‬V‫صلَى‬ َ َ‫ ف‬،‫صلِّ ِه‬َ َ‫ف‬
‫لَى‬V‫ص‬ َ َ‫ ف‬،‫ ِل‬V‫ث الَّ ْي‬ ِ V‫فُ الَّ ْي‬V‫ص‬
ُ ُ‫ ثُل‬: ‫ا َل‬VVَ‫ اَوْ ق‬، ‫ل‬V َ ‫ا َء ِح ْينَ َذه‬V‫ ا َءهُ ال ِع َش‬V‫ ثُ َّم َج‬. ُ‫ه‬V‫لَ ْم يَزَ لْ َع ْن‬
ْ ِ‫َب ن‬
َ Vَ‫ ثُ َّم ق‬،‫صلَى الفَجْ َر‬
‫ َذي ِْن‬Vَ‫ابَ ْينَ ه‬VV‫ َم‬:‫ال‬V َ َ‫ قُ ْم ف‬: ‫ ثُ َّم َجا َءهُ ِح ْينَ اَ ْسفَ َر ِج ًّدا فَقَا َل‬،‫الع َشا َء‬
َ َ‫ ف‬،‫صلِّ ِه‬ ِ
ِ ‫الو ْقتَي ِْن َو ْق‬.
‫ت‬ َ
Artinya: “Bahwa Nabi saw. di datangi oleh Jibril a.s. yang mengatakan
kepadanya: “Bangunlah dan shalatlah!” Maka Nabi pun shalat Dhuhur
sewaktu tergelincirnya matahari. Kemudian ia datang pula di waktu
‘Ashar, katanya: “Bangun dan shalatlah!” Nabi mengerjakkan pula
shalat ‘Ashar, yakni ketika bayang-bayang sesuatu, telah sama panjang
dengan badannya. Lalu ia datang di waktu Maghrib, katanya: “Bangun
dan shalatlah!” Nabi pun melakukan shalat Maghrib sewaktu matahari
telah terbenam atau jatuh. Setelah ia datang pula di waktu Isya’, dan
12
Ibid., 19-20

11
menyuruh: “Bangun dan shalatlah!” Nabi segera shalat Isya’ ketika
syafak atau awan merah telah hilang. Akhirnya ia datang di waktu fajar
ketika fajar telah bercahaya atau katanya ketika fajar. Kemudian
keesokan harinya Malaikat itu datang lagi di waktu Dhuhur, katanya:
“Bangunlah dan shalatlah!” Maka Nabi pun shalat, yakni ketika bayang-
bayang segala sesuatu, sama panjang dengan sesuatu itu. Di waktu
‘Ashar ia datang pula, katanya: “Bangunlah dan shalatlah!” Nabi pun
shalatlah, pada waktu bayang-bayang dua kali sepanjang badan. Lalu ia
datang lagi di waktu Maghrib pada saat seperti kemarin tanpa
perubahan, setelah itu ia datang lagi pada waktu ‘Isya ketika berlalu
seperdua malam atau katanya sepertiga malam dan Nabipun melakukan
shalat ‘Isya. Kemudian ia datang pula ketika malam telah mulai terang,
katanya: “Bangun dan shalatlah!” Nabipun mengerjakan shalat Fajar.
“Nah”, katanya lagi, ‘di antara kedua waktu itulah terdapat waktu-waktu
shalat.” (H.r. Ahmad, Nasa’i, dan Turmudzi).13

Dari hadist Jabir ra. diatas dapat dirumuskan sebagai berikut:


1. Shalat Dhuhur dimulai pada saat matahari tergelincir, yakni titik pusat
matahari mulai terlepas dari lingkaran meridian sampai bayang-bayang
benda sama panjang bendanya.
2. Shalat Ashar dimulai pada saat bayangan matahari sama dengan
bayangan bendanya sampai pada saat bayang-bayang dua kali panjang
bendanya.
3. Shalat Maghrib dimulai pada saat matahari telah terbenam, yakni
piringan atas matahari bersinggungan dengan horizon/ufuk di belahan
langit barat
4. Shalat Isya’ dimulai pada saat mega merah telah hilang sampai
terbitnya fajar shadiq.
5. Shalat Subuh dimlai saat terbit fajar shadiq, yakni cahaya putih telah
tampak diufuk belahan langit timur sampai terbitnya matahari.14

13
Sayid Sabiq, Fikih Sunnah, (Bandung: Al Ma’arif,1987), hal.211-212

12
D. Adzan
Adzan secara etimologi bermakna Al-I’lan, yaitu pengumuman,
pemberitahuan. Secara terminologi bermakna pemberitahuan masuknya
waktu shalat dengan lafadz khusus (seperti yang sering kita dengar).

Menurut Kamus Bahasa Indonesia adzan adalah seruan untuk


mengajak orang melakukan shalat. Adzan dimaksudkan untuk
memberitahukan bahwa waktu shalat telah tiba dan menyerukan untuk
melakukan shalat berjamaah.

Adzan disyari’atkan di Madinah pada tahun pertama Hijriyah. Inilah


pendapat yang lebih kuat. Di antara dalil yang mendukung pendapat ini
adalah hadits Ibnu ‘Umar, di mana beliau berkata:

‫ا فِى‬VV‫وا يَوْ ًم‬VV‫ فَتَ َكلَّ ُم‬، ‫ا‬VVَ‫ادَى لَه‬VVَ‫ْس يُن‬


َ ‫ لَي‬، َ‫صالَة‬ َّ ‫َكانَ ْال ُم ْسلِ ُمونَ ِحينَ قَ ِد ُموا ْال َم ِدينَةَ يَجْ تَ ِمعُونَ فَيَتَ َحيَّنُونَ ال‬
. ‫و ِد‬VVُ‫رْ ِن ْاليَه‬VVَ‫ل ق‬Vَ V‫ضهُ ْم بَلْ بُوقًا ِم ْث‬
ُ ‫ َوقَا َل بَ ْع‬. ‫صا َرى‬َ َّ‫وس الن‬ ِ ُ‫ضهُ ْم اتَّ ِخ ُذوا نَاقُوسًا ِم ْث َل نَاق‬ ُ ‫ فَقَا َل بَ ْع‬، ‫ك‬َ ِ‫َذل‬
َّ ‫فَقَا َل ُع َم ُر َأ َوالَ تَ ْب َعثُونَ َر ُجالً يُنَا ِدى بِال‬
‫ا بِالَ ُل‬VVَ‫لم – « ي‬VV‫ه وس‬VV‫ فَقَا َل َرسُو ُل هَّللا ِ – صلى هللا علي‬. ‫صالَ ِة‬
َّ ‫» قُ ْم فَنَا ِد بِال‬
‫صالَ ِة‬
“Kaum muslimin dahulu ketika datang di Madinah, mereka berkumpul
lalu memperkira-kira waktu sholat, tanpa ada yang menyerunya, lalu
mereka berbincang-bincang pada satu hari tentang hal itu. Sebagian
mereka berkata, gunakan saja lonceng seperti lonceng yang digunakan
oleh Nashrani. Sebagian mereka menyatakan, gunakan saja terompet
seperti terompet yang digunakan kaum Yahudi. Lalu ‘Umar berkata,
“Bukankah lebih baik dengan mengumandangkan suara untuk memanggil
orang shalat.” Lalu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata,
“Wahai Bilal bangunlah dan kumandangkanlah azan untuk shalat.” (HR.
Bukhari no. 604 dan Muslim no. 377).15

Nah, inilah dalil yang menunjukkan kapan dimulai disyari’atkannya adzan,


yaitu pada awal-awal hijrah saat di Madinah. Sampai-sampai Yahudi

14
Ahmad Junaidi, Seri Ilmu Falak, (Ponorogo: STAIN Ponorogo Press, 2011), hlm,23.
15
Fathul Bari bi Syarh Shahih Al Bukhari, Ibnu Hajar Al Asqolani, terbitan Dar Thiybah, cetakan
keempat tahun 1432 H.

13
ketika mendengar kumandang azan tersebut, mereka berkata, “Wahai
Muhammad, engkau sudah membuat hal yang baru yang sebelumnya tidak
pernah dilakukan.” Lantas kala itu turunlah firman Allah,
َّ ‫َوِإ َذا نَا َد ْيتُ ْم ِإلَى ال‬
‫صاَل ِة‬

“Dan apabila kamu menyeru (mereka) untuk (mengerjakan) shalat.” (QS.


Al Maidah: 58).

Dapat pula diperhatikan pada firman Allah,

‫صاَل ِة‬ َ ‫يَا َأيُّهَا الَّ ِذينَ َآ َمنُوا ِإ َذا نُو ِد‬
َّ ‫ي لِل‬

“Apabila diseru untuk menunaikan shalat Jum’at.” (QS. Jumu’ah: 9).


Ayat ini juga menandakan bahwa adzan pertama kali disyari’atkan di
Madinah karena shalat Jum’at baru disyari’atkan saat di Madinah. Untuk
tahunnya sendiri, Ibnu Hajar lebih menguatkan pendapat adzan dimulai
pada tahun pertama Hijriyah.

Berikut syarat sebagai muadzin:


1. Beragama Islam.
2. Tamyiz dan laki-laki. Makruh bagi orang yang berhadas kecil atau
besar. Dan disunatkan menyerukan adzan dengan suara yang nyaring dan
merdu.
E. Iqamah
Iqamah secara bahasa berasal dari bahasa arab aqaama – yuqiimu –
iqaamatan yang berarti mendirikan16. Adapun secara istilah berarti
pemberitahuan bahwa shalat akan segera dilaksanakan, dengan
menggunakan bacaan yang telah ditentukan17.
Dari pengertian di atas dapat disimpulkan iqamah adalah
memberitahukan kepada hadirin (jamaah) supaya bersiap-siap berdiri
melaksanakan shalat, dengan lafal yang telah ditentukan oleh syara‟.

16
Kamus Al-Munawwir
17
Masykuri Abdurrahman dan Mokh. Syaiful Bakhri, op. cit., h. 48

14
Hukum iqamah sendiri adalah fardhu kifayah dalam shalat berjamaah.
Adapun untuk shalat sendiri, hukumnya mustahab (sunnah), dengan dalil
sabda Rasulullah n:

‫ فَِإ ْن َأقَا َم‬،‫ضْأ فَِإ ْن لَ ْم يَ ِج ْد َما ًء فَ ْليَتَيَ َّم ْم‬


َّ ‫صالَةُ فَ ْليَت ََو‬ ِ َ‫ فَ َحان‬،‫ض قِ ٍّي‬
َّ ‫ت ال‬ ٍ ْ‫ِإ َذا َكانَ ال َّر ُج ُل بَِأر‬
ُ‫صلَّى َخ ْلفَهُ ِم ْن ُجنُوْ ِد هللاِ َما الَ يُ َرى طَرْ فاَه‬ َ ‫ َوِإ ْن َأ َّذنَ َوَأقَا َم‬،ُ‫صلَّى َم َعهُ َملَ َكاه‬
َ
Artinya: “Bila seseorang berada di tanah yang tandus tidak berpenghuni
lalu datang waktu shalat, ia pun berwudhu dan bila tidak beroleh air ia
bertayammum. Maka jika ia menyerukan iqamah untuk shalat akan shalat
bersamanya dua malaikat yang menyertainya. Jika ia adzan dan iqamah
maka akan shalat di belakangnya tentara-tentara Allah yang tidak dapat
terlihat dua ujungnya.” (HR. Abdurrazzaq dan Ibnu Abi Syaibah,
sanadnya shahih di atas syarat As-Sittah, kata Al-Imam Al-Albani t, Ats-
Tsamarul Mustathab, 1/45)
Iqamah diserukan Setelah Imam datang dam siap untuk mengimami
sholat. Sebaiknya iqamah tidak diserukan terkecuali bila imam telah
datang, dengan dalil hadits Jabir ibnu Samurah:
ِ‫ فَالَ يُقِ ْي ُم َحتَّى ِإ َذا َرَأى َرسُوْ َل هللا‬،ُ‫ َكانَ ُمَؤ ِّذنُ َرسُوْ ِل هللاِ يَُؤ ِّذنُ ثُ َّم يُ ْم ِهل‬n َ‫صالَةَ ِح ْين‬
َّ ‫قَ ْد خَ َر َج َأقَا َم ال‬
ُ‫يَ َراه‬
Artinya “Adalah muadzin Rasulullah menyerukan adzan lalu ia
menangguhkan (iqamah), ia tidak menyerukan iqamah sampai ia melihat
Rasulullah n telah keluar, ia pun menyerukan iqamah tatkala melihat
beliau.” (HR. At-Tirmidzi no. 202 [ini lafadz beliau] dan Abu Dawud no.
537. Kata Al-Imam Al-Albani t dalam Shahih Sunan Abu Dawud: “Hadits
ini shahih.”)

15
BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Secara lahiriah shalat berarti beberapa ucapan dan perbuatan yang


dimulai dengan takbir dan diakhiri dengan salam, yang dengannya kita
beribadah kepada Allah menurut syarat – syarat yang telah ditentukan.
Sedangkan secara hakikinya ialah berhadapan hati (jiwa) kepada Allah,
secara yang mendatangkan takut kepada-Nya serta menumbuhkan di
dalam jiwa rasa kebesarannya dan kesempurnaan kekuasaan-Nya atau
melahirkan hajat dan keperluan kita kepada Allah yang kita sembah
dengan perkataan dan pekerjaan atau dengan kedua – duanya.

Sholat adalah salah satu ibadah yang mulia yang dicintai Allah dan
yang pertama kali ditetapkan kewajibannya. Rasululullah saw. langsung
menerima perintah sholat dari Allah pada malam Isra’ Mi’raj. Sholat juga
merupakan kunci ataupun tiang agama, dengannya agama bisa tegak
dengannya pula agama bisa runtuh. Sholat terbagi 2, yaitu sholat sunnah
dan wajib

B. SARAN
Untuk penulisan makalah selanjutnya, penulis menyarankan untuk
lebih menyempurnakan penyajian makalah ini dengan menjabarkan
pembahasan dan referensi terpercaya.

16
DAFTAR PUSTAKA

Drs. MOH. RIFA' I, Risalah TUNTUNAN SHALAT LENGKAP (Semarang: CV.


TOH A PUTRA, 1976).

Junaidi, Ahmad, Seri ilmu falak. Ponorogo: STAIN Ponorogo Press, 2011

Sabiq, Sayid, Fikih Sunnah. Bandung: Al Ma’arif, 1987

Abu Bakr Jabir Al-Jazairi, Ensiklopedi Muslim. Jakarta: Darul Fallah, 2007

Abu Bakr Jabir Al-Jazairi, Ensiklopedi Muslim. Jakarta: Darul Fallah, 2007

M. Fauzi Rachman, Ibadah Ibadah Utama Bagi Perempuan Haid. Bandung:


Penerbit Mizania, 2008

M. Khalilurarrahman Al-Mahfani, Buku Pintar Shalat. Jakarta: Kawah Media,


2008

Muhammad bin Ismail Daud Falambany, Muthlau’lbadrain wa Majmau’l


Bahraini. Semarang: Sumber Keluarga, tt

Sayid Sabiq, Fiqih Sunnah Jil 1. Kuala Lumpur: Victory Agencie, 2001

Bidayatul Mubtadin wa U’mdatul Awlad. Medan: Sumber Ilamu Jaya, tt

17
18

Anda mungkin juga menyukai