Anda di halaman 1dari 36

HADIS TENTANG TATA CARA DAN HIKMAH SHOLAT

Makalah

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah Tafsir Muamalah
Jurusan Pendidikan Agama Islam Fakultas Tarbiyah dan Keguruan

UIN Alauddin Makassar

Dosen Pengampu: Dr. M. Rusdi, M. Ag.

Disusun Oleh: Kelompok 6

Nur hanisa
20100121044

Reskianti
20100121021

Suri Ramadhani Ishaq Mahmud


20100121056

FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

UIN ALAUDDIN MAKASSAR

2023

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Allah swt. Yang telah melimpahkan
nikmat serta hidayahnya sehingga kita dapat menyelesaikan makalah ini dengan
lancar tanpa ada halangan satupun. Shalawat serta salam semoga tetap
tercurahkan kepada Nabi besar muahammad saw. Atas perjuangan beliau dari
zaman jahiliyah menuju zaman terang benderang ini dengan cahaya islam, dan
kepada para keluarganya, para istri-istrinya, para sahabatnya dan sampailah
kepada kita selaku ummatnya.

Makalah ini kami persembahkan untuk memenuhi tugas mata kuliah


Tafsir Muamalah serta menjadi bahan materi dalam diskusi. Jika ada pribahasa
yang tidak baik, kami mohon maaf atas kekurangan dari yang tersaji dalam isi
makalah ini. Kami berharap kepada seluruh pembaca untuk memberikan kritik
dan saran yang membangun guna untuk kedepannya kami dapat menghasilan
karya-karya yang lebih baik lagi.

Samata, 16 November 2023

Kelompok 6

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR............................................................................................
DAFTAR ISI ..........................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................
A. Latar Belakang.............................................................................................
B. Rumusan Masalah.......................................................................................
C. Tujuan..........................................................................................................
BAB II PEMBAHASAN........................................................................................
A. Pengertian Shalat........................................................................................
B. Tata Cara Shalat.........................................................................................
C. Hikmah Shalat..........................................................................................
BAB III PENUTUP..............................................................................................
A. Kesimpulan..................................................................................................
B. Saran............................................................................................................
DAFTAR PUSTKA..............................................................................................

3
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah

Shalat merupakan kewajiban utama bagi seorang muslim. Kedudukan

shalat sebagai ibadah wajib terdapat dalam nash (al-Qur’an dan hadis). Selain

itu, al-Qur’an juga menyebutkan bahwa shalat ialah kewajiban yang

pelaksanaannya dibagi kedalam beberapa waktu yang ditentukan. 1Shalat adalah

ibadah yang tak bisa ditinggalkan. Dalam mengerjakan shalat lima waktu, kaum

muslimin sepakat bahwa shalat lima waktu harus dikerjakan pada waktunya dan

sesuai dengan pembagian waktu-waktunya.

Terlepas dari pergantian waktu shalat satu dengan waktu shalat

selanjutnya, ulama berselisih pendapat mengenai kapan dimulainya atau

dilaksanakannya shalat lima waktu tersebut. Meskipun secara kasat mata dalam

persoalan penentuan waktu shalat tidak nampak adanya suatu persoalan yang

sangat besar, tetapi bagaimana jika perbedaan tersebut telah melebihi dari 4

menit atau 5 menit. Tentu itu akan jadi persoalan bagi kita, semisalnya yang
mana seharusnya waktu tersebut sudah memasuki waktu shalat Magrib, tetapi

masih ada yang masih melaksanakan shalat Azhar. Pada dasarnya dalam

mengetahui waktu seperti waktu terbitnya matahari, waktu tergelincirnya

matahari, waktu terbenamnya matahari, dan lain sebagainya itu merupakan suatu

hal yang tidak ada dasar hukum yang pasti, namun apabila dikaitkan dengan

ibadah seperti shalat maka hukumnya menjadi wajib. Jadi sebelum mengerjakan

shalat, kaum muslimin diwajibkan untuk menentukan dan mengetahui awal

waktu shalat terlebih dahulu.

1
Ismail “Metode Penentuan Awal Waktu Shalat dalam Perspektif Ilmu Falak” Jurnal
Ilmiah Islam Futura (2015), h. 219.

4
Salah satu cara untuk mengetahui masuknya waktu shalat tersebut Allah

swt telah mengutus malaikat Jibril untuk memberi arahan kepada Rasulullah saw

tentang waktu-waktu shalat tersebut dengan acuan matahari dan fenomena

cahaya langit yang notabene juga disebabkan oleh pancaran sinar matahari. Jadi

sebenarnya petunjuk awal untuk mengetahui masuknya awal waktu shalat adalah

dengan melihat (rukyat) matahari.

Adapun yang bisa memudahkan dalam mengetahui awal masuknya waktu

shalat adalah menggunakan perhitungan hisab, sehingga tidak harus melihat

matahari setiap kali akan melaksanakan shalat. Akan tetapi sebelum kita

menghitung awal masuknya waktu shalat, terlebih dahulu kita harus mengetahui

kriteria-kriteria masuknya waktu shalat yang telah digariskan oleh Allah swt.

B. Rumusan Masalah

1. Apa pengertian shalat fardhu?

2. Apa hadis tentang tata cara shalat fardhu?

3. Apa saja hikmah yang terkandung dalam shalat?

C. Tujuan Masalah

1. Untuk mengetahui pengertian shalat fardhu

2. Untuk Mengetahui hadis tentang tata cara shalat fardhu

3. Untuk Mengetahui hikmah yang terkandung dalam shalat

5
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Shalat

Shalat adalah rukun Islam yang kedua dan ia merupakan rukun yang

sangat ditekankan (utama) sesudah dua kalimat syahadat 2. Telah disyari’atkan

sebagai sesempurna dan sebaik-baiknya ibadah3. Shalat ini mencakup berbagai

macam ibadah: zikir kepada Allah, tilawah Kitabullah, berdiri menghadap Allah,

ruku’, sujud, do’a, tasbih, dan takbir4. Shalat merupakan pokok semua macam

ibadah badaniah. Allah telah menjadikannya fardhu bagi Rasulullah SAW

sebagai penutup para rasul pada malam Mi’raj di langit, berbeda dengan semua

syari’at. Hal itu tentu menunjukkan keagungannya, menekankan tentang

wajibnya dan kedudukannya di sisi Allah. Terdapat sejumlah hadits berkenaan

dengan keutamaan dan wajibnya shalat bagi perorangan. Hukum fardhunya

sangat dikenal di dalam agama Islam. Barang siapa yang mengingkari shalat, ia

telah murtad dari agama Islam. Ia dituntut untuk bertobat. Jika tidak bertobat, ia

harus dihukum mati menurut ijma’ kaum muslimin

Shalat secara etimologis adalah do’a-Doa. Allah SWT berfirman dalam

surah at-Taubah ayat 103 yang berbunyi:

‫ِإ‬ ‫ِهِل‬ ‫ِم‬


‫ُخ ْذ ْن َأْم َو ا ْم َص َدَقًة ُتَطِّه ُر ُه ْم َو ُتَز ِّك يِه ْم َهِبا َو َص ِّل َعَلْيِه ْم ۖ َّن َص اَل َتَك َس َك ٌن‬

21
Syaikh Muhammad Fadh & Syaikh Abdul Aziz bin Baz, “Sifat Wudhu & Shalat Nabi
saw” Penerjemah: Geis Umar Bawazier (Jakarta: al-Kautsar, 2011), h. 75.

32
Sentot Haryanto, “Psikologi Shalat Kajian Aspek-aspek Psikologi Ibadah Shalat oleh-
oleh Isra’ Mi’raj Nabi Muhammad saw”, (Yogyakarta: 2007), h. 59.

43
Abu Malik Kamal bin as-Sayyid Salim, Shahih Fikih Sunnah, Penerjemah, Khairul
Amru Harahap dan Faisal Saleh (Jakarta: Pustaka Azzam, 2007), h. 277.

6
ٌ‫ُهَلْم ۗ َو الَّلُه ِمَس يٌع َعِليم‬

Terjemahnya: “Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat


itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka dan mendoalah untuk
mereka. Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi) ketenteraman jiwa bagi
mereka. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui”. (Qs at-
Taubah: 103)5
Arti shalat secara terminologis adalah ucapan dan perbuatan tertentu

yang diawali dengan takbir dan diakhiri dengan salam. Dinamakan demikian

karena mengandung do’a. Orang yang melakukan shalat tidak lepas dari do’a

ibadah, pujian dan permintaan. Itulah sebabnya dinamakan shalat. Adapun hadis

tentang sholat adalah sebagai berikut:

‫ ِاَّن َاَّو َل ا ا ِبِه ْال ُد ْالِق ا ِة‬: ‫َل اِهلل ص ُق ُل‬ ‫ِم‬
‫َم ُيَح َس ُب َعْب َيْو َم َي َم‬ ‫َي ْو‬ ‫ َس ْعُت َرُسْو‬: ‫َعْن َاِبى ُه َر ْيَر َة َقاَل‬

‫ِا‬
‫ َه ْل َلُه ِم ْن َتَطُّو ٍع ؟ َفِاْن َك اَن َلُه َتَطُّو ٌع‬،‫ ُاْنُظُر ْو ا‬.‫الَّص َالُة ْالَم ْك ُتْو َبُة َفِاْن َاَتَّم َه ا َو َّال ِقْيَل‬

‫ فى‬،‫ الخمسة‬. ‫ ُثَّم ُيْف َعُل ِبَس اِئِر ْاَالْع َم اِل ْالَم ْف ُر ْو َض ِة ِم ْثُل ذِلَك‬،‫ُاْك ِم َلِت ْالَف ِر ْيَض ُة ِم ْن َتَطُّو ِعِه‬

‫نيل االوطا‬

Artinya:

Dari Abu Hurairah, ia berkata : Saya mendengar Rasulullah SAW bersabda,


“Sesungguhnya pertama-tama perbuatan manusia yang dihisab pada hari qiyamat,
adalah shalat wajib. Maka apabila ia telah menyempurnakannya (maka selesailah
persoalannya). Tetapi apabila tidak sempurna shalatnya, dikatakan (kepada
malaikat), “Lihatlah dulu, apakah ia pernah mengerjakan shalat sunnah! Jika ia
mengerjakan shalat sunnah, maka kekurangan dalam shalat wajib disempurnakan
dengan shalat sunnahnya”. Kemudian semua amal-amal yang wajib diperlakukan
seperti itu”. [HR. Khamsah, dalam Nailul Authar juz 1, hal. 345].
5
Abdul Aziz Muhammad Azzam dan Abdul Wahhab Sayyed Hawwas, “Fiqh Ibadah
(Thaharah, Shalat, Zakat, Puasa, dan Haji)” Penerjemah: Kamran As’at Irsyady, dkk, (Jakarta:
Bumi Aksara, 2013), h. 145.

7
B. Tata Cara Shalat

1. Niat

Niat berarti menyengaja untuk sholat, menghambakan diri kepada Allah Ta’ala

semata, serta menguatkannya dalam hati.Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam

bersabda:
‫إَّن ا األع ال بالِّنَّي اِت وِإَّنما ِلُك ِّل امريٍء ما ى َف َك اَنْت ِه ُت ُه إلى اِهلل و وِلِه‬
‫َرُس‬ ‫ْج َر‬ ‫َنَو َمْن‬ ‫َم‬ ‫َم‬
‫ٍة ِك‬ ‫ِل ِص‬ ‫ِه‬ ‫ِلِه‬ ‫ِهلل‬
‫فِه ْج َرُتُه إلى ا وَرُسْو وَمْن َك اَنْت ْج َرُتُه ُد ْنَيا ُي ْيُبها أو امرأ َيْن ُح َه ا فِه ْج َرُتُه إلى ما َه اَج َر‬
‫إليِه‬

Artinya: “Semua amal tergantung pada niatnya dan setiap orang akan
mendapat (balasan) sesuai dengan niatnya.” (HR. Bukhari, Muslim dan
lain-lain. Baca Al Irwa’, hadis no. 22).
Niat tidak dilafadzkan dan tidaklah disebutkan dari Nabi shallallahu ‘alaihi

wasallam dan tidak pula dari salah seorang sahabatnya bahwa niat itu dilafadzkan.

Abu Dawud bertanya kepada Imam Ahmad. Dia berkata, “Apakah orang shalat

mengatakan sesuatu sebelum dia takbir?” Imam Ahmad menjawab, “Tidak.”

(Masaail al Imam Ahmad hal 31 dan Majmuu’ al Fataawaa XXII/28).


As-Suyuthi berkata, “Yang termasuk perbuatan bid’ah adalah was-was

(selalu ragu) sewaktu berniat sholat. Hal itu tidak pernah diperbuat oleh Nabi

shallallahu ‘alaihi wasallam maupun para shahabat beliau. Mereka dulu tidak

pernah melafadzkan niat shalat sedikitpun selain hanya lafadz takbir.” Asy Syafi’i

berkata, “Was-was dalam niat sholat dan dalam thaharah termasuk kebodohan

terhadap syariat atau membingungkan akal.” (Lihat al Amr bi al Itbaa’ wa al Nahy

‘an al Ibtidaa’).6

2. Berdiri

6
Hasby ash-Shiddiq, Pedoman Shalat (Semarang: Pustaka Rizki Putra, 1987), h. 62.

8
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam mengerjakan sholat fardhu atau

sunnah berdiri karena memenuhi perintah Allah dalam Qs. al-Baqarah: 238.

Apabila berpergian, beliau melakukan shalat sunnah di atas kendaraannya. Beliau

mengajarkan kepada umatnya agar melakukan shalat khauf dengan berjalan kaki

atau berkendaraan.
‫ِل ِه ِنِت‬ ‫ِة‬ ‫ِت‬ ‫ِف‬
‫َح ا ُظوا َعَلى الَّصَلَو ا َو الَّص اَل اْلُو ْس َطٰى َو ُقوُموا َّل َقا يَن‬
Terjemahnya: “Peliharalah semua shalat(mu) dan (periharalah) shalat
wustha dan berdirilah karena Allah dengan khusyu’. (Qs. Al Baqarah :
238-239).

3. Menghadap Kiblat/ Ka’bah

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bila berdiri untuk sholat fardhu

atau sholat sunnah, beliau menghadap Ka’bah. Beliau memerintahkan berbuat

demikian sebagaimana sabdanya kepada orang yang shalatnya salah

Artinya: “Bila engkau berdiri untuk shalat, sempurnakanlah wudhu’mu,

kemudian menghadaplah ke kiblat, lalu bertakbirlah.” (HR. Bukhari, Muslim dan

Siraj).

Tentang hal ini telah turun pula firman Allah dalam Qs. Al-Baqarah/2 ayat:

115

‫َوِهَّلِل اْلَم ْش ِرُق َو اْلَم ْغ ِر ُب ۚ َفَأْيَنَم ا ُتَو ُّلوا َفَثَّم َو ْج ُه ِهَّللاۚ ِإَّن َهَّللا َو اِسٌع َع ِليٌم‬

Artinya : “Dan kepunyaan Allah-lah timur dan barat, maka ke manapun


kamu menghadap di situlah wajah Allah. Sesungguhnya Allah Maha Luas
(rahmat-Nya) lagi Maha Mengetahui”.
Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam pernah sholat menghadap Baitul Maqdis,
hal ini terjadi sebelum turunnya firman Allah (Qs. al-Baqarah/2 ayat: 144)

‫اْلَح َر اِم ۚ َو َح ْيُث َم ا ُكنُتْم َفَو ُّلوا ُو ُج وَهُك ْم َش ْطَرُهۗ َو ِإَّن اَّل ِذ يَن ُأوُت وا اْلِك َت اَب َلَيْع َلُم وَن َأَّن ُه اْلَح ُّق ِم ن‬
‫َّرِّبِهْم ۗ َو َم ا ُهَّللا ِبَغاِفٍل َع َّم ا َيْع َم ُلوَن‬

Terjemahnya: Sungguh Kami (sering) melihat mukamu menengadah ke


langit, maka sungguh kami akan memalingkan kamu ke kiblat yang kamu

9
sukai. Palingkanlah mukamu ke arah Masjidil Haram. Dan di mana saja
kamu berada, palingkanlah mukamu ke arahnya. Dan sesungguhnya orang-
orang (Yahudi dan Nasrani) yang diberi Al Kitab (Taurat dan Injil)
memang mengetahui, bahwa berpaling ke Masjidil Haram itu adalah benar
dari Tuhannya; dan Allah sekali-kali tidak lengah dari apa yang mereka
kerjakan.(Qs. al-Baqarah/2: 144)

Setelah ayat ini turun beliau shalat menghadap Ka’bah. Pada waktu shalat

subuh kaum muslim yang tinggal di Quba’ kedatangan seorang utusan Rasulullah

untuk menyampaikan berita, ujarnya; “Sesungguhnya semalam Rasulullah

shallallahu ‘alaihi wasallam telah mendapat wahyu, beliau disuruh menghadap

Ka’bah. Oleh karena itu, (hendaklah) kalian menghadap ke sana.” Pada saat itu

mereka tengah menghadap ke Syam (Baitul Maqdis). Mereka lalu berputar (imam

mereka memutar haluan sehingga ia mengimami mereka menghadap kiblat). (HR.

Bukhari, Muslim, Ahmad, Siraj, Thabrani, dan Ibnu Sa’ad. Baca Kitab Al Irwa’,

hadits No. 290).

4. Takbiratul Ihram

Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam selalu memulai sholatnya (dilakukan

hanya sekali ketika hendak memulai suatu shalat) dengan takbiratul ihrom yakni

mengucapkan ‫“ َاْك َبر هللَا‬ALLAHUAKBAR (Allah Maha Besar) di awal shalat dan

beliau pun pernah memerintahkan seperti itu kepada orang yang shalatnya salah.

Beliau bersabda kepada orang itu:


Artinya: “Sesungguhnya shalat seseorang tidak sempurna sebelum dia
berwudhu’ dan melakukan wudhu’ sesuai ketentuannya, kemudian ia
mengucapkan Allahu Akbar.” (Hadis diriwayatkan oleh al-Imam Thabrani
dengan sanad shahih).

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Apabila engkau hendak

mengerjakan sholat, maka sempurnakanlah wudhu’mu terlebih dahulu kemudian

menghadaplah ke arah kiblat, lalu ucapkanlah takbiratul ihrom.”(Muttafaqun

‘alaihi).

10
Takbirotul ihrom tersebut harus diucapkan dengan lisan (bukan diucapkan

di dalam hati). Muhammad Ibnu Rusyd berkata, “Adapun seseorang yang

membaca dalam hati, tanpa menggerakkan lidahnya, maka hal itu tidak disebut

dengan membaca. Karena yang disebut dengan membaca adalah dengan

melafadzkannya di mulut.”

An-Nawawi berkata, “adapun selain imam, maka disunnahkan baginya

untuk tidak mengeraskan suara ketika membaca lafadz tabir, baik apakah dia

sedang menjadi makmum atau ketika sholat sendiri. Tidak mengeraskan suara ini

jika dia tidak menjumpai rintangan, seperti suara yang sangat gaduh. Batas

minimal suara yang pelan adalah bisa didengar oleh dirinya sendiri jika

pendengarannya normal. Ini berlaku secara umum baik ketika membaca ayat-ayat

al-Qur’an, takbir, membaca tasbih ketika ruku’, tasyahud, salam dan doa-doa

dalam sholat baik yang hukumnya wajib maupun sunnah.” beliau melanjutkan,

“Demikianlah nash yang dikemukakan Syafi’i dan disepakati oleh para

pengikutnya.7

Asy Syafi’i berkata dalam al Umm, “Hendaklah suaranya bisa didengar

sendiri dan orang yang berada disampingnya. Tidak patut dia menambah volume

suara lebih dari ukuran itu.” (al Majmuu’ III/295)

5. Mengangkat Kedua Tangan

Disunnahkan mengangkat kedua tangannya setentang bahu ketika

bertakbir dengan merapatkan jari-jemari tangannya, berdasarkan hadis yang

diriwayatkan oleh Abdullah bin Umar radiyallahu anhuma, ia berkata:

7
Wahbah Az-Zuhaili, Op.,Cit h. 66.

11
“Rasulullah shallallahu alaihi wasallam biasa mengangkat kedua

tangannya setentang bahu jika hendak memulai sholat, setiap kali bertakbir untuk

ruku’ dan setiap kali bangkit dari ruku’nya.”(Muttafaqun ‘alaihi).


Artinya: Atau mengangkat kedua tangannya setentang telinga, berdasarkan
hadits riwayat Malik bin Al-Huwairits ra, ia berkata: “Rasulullah saw biasa
mengangkat kedua tangannya sejajar dengan telinga setiap kali bertakbir
(didalam shalat).” (HR. Muslim).

Dalam sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Abu Dawud, Ibnu

Khuzaimah, Tamam dan Hakim disebutkan bahwa Rasulullah saw mengangkat

kedua tangannya dengan membuka jari-jarinya lurus ke atas (tidak

merenggangkannya dan tidak pula menggengamnya). (Sifat Shalat Nabi).8

6. Bersedekap

Kemudian Nabi Muhammad saw meletakkan tangan kanan di atas tangan

kirinya (bersedekap). Beliau bersabda: “Kami, para nabi diperintahkan untuk

segera berbuka dan mengakhirkan sahur serta meletakkan tangan kanan pada

tangan kiri (bersedekap) ketika melakukan shalat.” (Hadis diriwayatkan oleh al-

Imam Ibnu Hibban dan Adh Dhiya’ dengan sanad shahih).

Dalam sebuah riwayat pernah beliau melewati seorang yang sedang shalat,

tetapi orang ini meletakkan tangan kirinya pada tangan kanannya, lalu beliau

melepaskannya, kemudian orang itu meletakkan tangan kanannya pada tangan

kirinya. (Hadis riwayat Ahmad dan Abu Dawud dengan sanad yang shahih).

Meletakkan atau menggenggam. Rasulullah saw meletakkan lengan kanan

pada punggung telapak kirinya, pergelangan dan lengan kirinya.

8
Rozian Karnedi, fikih ibadah kemasyarakatan (Yogyakarta: Pustaka Pelajar,
2017), h. 10.

12
berdasar hadis dari Wail bin Hujur: “Lalu Rasulullah saw bertakbir

kemudian meletakkan tangan kanannya di atas telapak tangan kiri, pergelangan

tangan kiri atau lengan kirinya.” (Hadis diriwayatkan oleh Al Imam Abu Dawud,

Nasa’i, Ibnu Khuzaimah, dengan sanad yang shahih dan dishahihkan pula oleh

Ibnu Hibban, hadis no. 485).

Beliau terkadang juga menggenggam pergelangan tangan kirinya dengan

tangan kanannya, berdasarkan hadis Nasa’i dan Daraquthni: “Tetapi beliau

terkadang menggenggamkan jari-jari tangan kanannya pada lengan kirinya.”

(sanad shahih).9

7. Memandang Tempat Sujud

Pada saat mengerjakan shalat, Rasulullah saw menundukkan kepalanya

dan mengarahkan pandangannya ke tempat sujud. Hal ini didasarkan pada hadits

yang diriwayatkan oleh Ummul Mukminin ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha:

“Rasulullah saw tidak mengalihkan pandangannya dari tempat sujud (di dalam

shalat).” (HR. Baihaqi dan dishahihkan oleh Syaikh Al Albani).10

Larangan menengadah ke langit:

Rasulullah saw melarang keras menengadah ke langit (ketika shalat). Dari

Abu Hurairah ra. bahwa Rasulullah saw bersabda: “Hendaklah sekelompok orang

benar-benar menghentikan pandangan matanya yang terangkat ke langit ketika

berdoa dalam shalat atau hendaklah mereka benar-benar menjaga pandangan mata

mereka.” (HR. Muslim, Nasa’i dan Ahmad).

Rasulullah juga melarang seseorang menoleh ke kanan atau ke kiri ketika

shalat, beliau bersabda: “Jika kalian shalat, janganlah menoleh ke kanan atau ke

9
Muhammad Jawal Mughniyah, Op., Cit. h. 101.
10
Syaikh M Min Al-Haddad, Perbaruhi Shalat (Solo: Aqwam, 2007), h. 11.

13
kiri karena Allah akan senantiasa menghadapkan wajah-Nya kepada hamba yang

sedang shalat selama ia tidak menoleh ke kanan atau ke kiri.” (HR. Tirmidzi dan

Hakim).

Dalam Zaadul Ma’aad (I/248) disebutkan bahwa makruh hukumnya orang

yang sedang sholat menolehkan kepalanya tanpa ada keperluan. Ibnu Abdil Bar

berkata, “Jumhur ulama mengatakan bawa menoleh yang ringan tidak

menyebabkan shalat menjadi rusak.”

Juga dimakruhkan shalat dihadapan sesuatu yang bisa merusak konsentrasi

atau di tempat yang ada gambar-gambarnya, diatas sajadah yang ada lukisan atau

ukiran, dihadapan dinding yang bergambar dan sebagainya.11

8. Membaca Do’a Iftitah

Doa itiftah yang dibaca oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bermacam-

macam. Dalam doa iftitah tersebut beliau shallallahu ‘alaihi wasallam

mengucapkan pujian, sanjungan dan kalimat keagungan untuk Allah. Rasulullah

pernah memerintahkan hal ini kepada orang yang salah melakukan sholatnya

dengan sabdanya:

“Tidak sempurna shalat seseorang sebelum ia bertakbir, mengucapkan

pujian, mengucapkan kalimat keagungan (doa iftitah), dan membaca ayat-ayat al

Qur’an yang dihafalnya.” (HR. Abu Dawud dan Hakim, disahkan oleh Hakim,

disetujui oleh Dzahabi).

11
Akhsan Muhammad Suga, Buku Pintar Rahasia Ibadah Mengungkap Makna Dan
Rahasia Ilmiah Dibalik Peritah Ibadah dan Sunnah Rasul (Yogyakarta: Best Media Utam Graha
Grafindo, 2011), h. 59.

14
Adapun bacaan doa istiftah yang diajarkan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi

wasallam diantaranya adalah:

“Allahumma baid’ bainii wa baina khathaayaaya kamma baa’adta bainal

masyriqi wal maghribi, allaahumma naqqinii min khathaayaaya kamaa yunaqqats

tsaubul abyadhu minad danas. Allaahummaghsilnii min khathaayaaya bil maa’i

wats tsalji wal baradi.”

9. Membaca Ta’awudz

Membaca doa ta’awwudz adalah disunnahkan dalam setiap raka’at,

sebagaimana firman Allah ta’ala:

‫َفِاَذا َقَرْأَت اْلُقْر ٰاَن َفاْسَتِعْذ ِبالّٰل ِه ِم َن الَّش ْيٰطِن الَّرِج ْيِم‬

Terjemahnya: “Apabila kamu membaca al Qur-an hendaklah kamu


meminta perlindungan kepada Allah dari syaitan yang terkutuk.” (An
Nahl/16: 98).

Dan pendapat ini adalah yang paling shahih dalam madzhab Syafi’i dan

diperkuat oleh Ibnu Hazm (Lihat al Majmuu’ III/323 dan Tamaam al Minnah 172-
177).

Nabi biasa membaca ta’awwudz yang berbunyi:

"A'uudzubillahi minasy syaithaanir rajim min hamazihi wa nafkhihi

wanaftsihi"

Atau

"A'uudzubillahis samii'il aliim minasy syaithaanir rajim"

10. Membaca Al-Fatihah

 Surah Al-Fatihah;

15
Membaca “Basmallah” dengan tidak bersuara di dalam shalat yang

dikeraskan bacaan ayat al-Qur’annya menurut riwayat (HR. Al-Bukhari, Muslim,

Abu ‘Awanah, At-Thahawi dan Ahmad).

 Hukum Membaca Al-Fatihah

Membaca Al-Fatihah merupakan salah satu dari sekian banyak rukun

sholat, jadi kalau dalam sholat tidak membaca Al-Fatihah maka tidak sah

sholatnya berdasarkan Sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam (yang artinya):

“Tidak dianggap sholat (tidak sah sholatnya) bagi yang tidak membaca Al-

Fatihah” (Hadits Shahih dikeluarkan oleh Al-Jama’ah: yakni Al-Imam Al-

Bukhari, Muslim, Abu Dawud, At-Tirmidzi, An-Nasa-i dan Ibnu Majah).

“Barangsiapa yang sholat tanpa membaca Al-Fatihah maka sholatnya

buntung, sholatnya buntung, sholatnya buntung…tidak sempurna” (Hadits Shahih

dikeluarkan oleh Al-Imam Muslim dan Abu ‘Awwanah).

Kapan Kita Wajib Membaca Surat Al-Fatihah

Jelas bagi kita kalau sedang sholat sendirian (munfarid) maka wajib untuk

membaca Al-Fatihah, begitu pun pada sholat jama’ah ketika imam membacanya

secara sirr (tidak diperdengarkan) yakni pada sholat Dhuhur, ‘Ashr, satu roka’at

terakhir sholat Mahgrib dan dua roka’at terakhir sholat ‘Isyak, maka para

makmum wajib membaca surat Al-Fatihah tersebut secara sendiri-sendiri secara

sirr (tidak dikeraskan).

Lantas bagaimana kalau imam membaca secara keras?

Tentang ini Syaikh Al-Albani mengatakan bahwa pernah Rasulullah

melarang makmum membaca surat dibelakang imam kecuali surat Al-Fatihah:

16
“Betulkah kalian tadi membaca (surat) dibelakang imam kalian?” Kami

menjawab: “Ya, tapi dengan cepat wahai Rasulallah.” Berkata Rasul: “Kalian

tidak boleh melakukannya.

 Membaca Amin

Bacaannya Adalah :

‫آمين‬

Hukum Bagi Imam:

 Membaca amin disunnahkan bagi imam sholat.

Dari Abu hurairah, dia berkata: “Dulu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa

sallam, jika selesai membaca surat Ummul Kitab (Al-Fatihah) mengeraskan

suaranya dan membaca amin.” (Hadis dikeluarkan oleh Imam Ibnu Hibban, Al-

Hakim, Al-Baihaqi, Ad-Daraquthni dan Ibnu Majah, oleh Al-Albani dalam Al-

Silsilah Al-Shahihah dikatakan sebagai hadits yang berkualitas shahih).

Bila Nabi selesai membaca Al-Fatihah (dalam sholat), beliau

mengucapkan amiin dengan suara keras dan panjang.” (Hadis shahih dikeluarkan

oleh Al-Imam Al-Bukhari dan Abu Dawud)

Hadis tersebut mensyari’atkan para imam untuk mengeraskan bacaan

amin, demikian yang menjadi pendapat Al-Imam Al-Bukhari, As-Syafi’i, Ahmad,

Ishaq dan para imam fikih lainnya. Dalam shahihnya Al-Bukhari membuat suatu

bab dengan judul ‘baab jahr al-imaan bi al-ta-miin’ (artinya: bab tentang imam

mengeraskan suara ketika membaca amin). Didalamnya dinukil perkataan (atsar)

17
bahwa Ibnu Al-Zubair membaca amin bersama para makmum sampai seakan-akan

ada gaung dalam masjidnya.12

Juga perkataan Nafi’ (maula Ibnu Umar): Dulu Ibnu Umar selalu membaca

aamiin dengan suara yang keras. Bahkan dia menganjurkan hal itu kepada semua

orang. Aku pernah mendengar sebuah kabar tentang anjuran dia akan hal itu.”

 Hukum Bagi Makmum:

Dalam hal ini ada beberapa petunjuk dari Nabi (Hadits), atsar para

shahabat dan perkataan para ulama. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam

berkata: “Jika imam membaca amiin maka hendaklah kalian juga membaca

amiin.”

Hal ini mengisyaratkan bahwa membaca amiin itu hukumnya wajib bagi

makmum. Pendapat ini dipertegas oleh Asy-Syaukani. Namun hukum wajib itu

tidak mutlak harus dilakukan oleh makmum. Mereka baru diwajibkan membaca

amiin ketika imam juga membacanya. Adapun bagi imam dan orang yang sholat

sendiri, maka hukumnya hanya sunnah. (lihat Nailul Authaar, II/262).13

“Bila imam selesai membaca ghoiril maghdhuubi ‘alaihim

waladhdhooolliin, ucapkanlah amiin [karena malaikat juga mengucapkan amiin

dan imam pun mengucapkan amiin]. Dalam riwayat lain: “(apabila imam

mengucapkan amiin, hendaklah kalian mengucapkan amiin) barangsiapa ucapan

aminnya bersamaan dengan malaikat, (dalam riwayat lain disebutkan: “bila

seseorang diantara kamu mengucapkan amin dalam sholat bersamaan dengan

malaikat dilangit mengucapkannya), dosa-dosanya masa lalu diampuni.” (Hadis

dikeluarkan oleh Al-Imam Al-Bukhari, Muslim, An-Nasa-i dan Ad-Darimi)

12
Mandyo Wratsongko, Mukjizat Gerakan Shalat (Jakarta: Qultum Media, 2006), h. 39.
13
Ahmad Thib Raya, Menyelami Seluk Beluk Ibadah Dalam Islam (Jakarta Timur :
Prenada Media, 2003), h. 182.

18
Syaikh Al-Albani mengomentari masalah ini sebagai berikut:

“Aku berkata: Masalah ini harus diperhatikan dengan serius dan tidak

boleh diremehkan dengan cara meninggalkannya. Termasuk kesempurnaan dalam

mengerjakan masalah ini adalah dengan membarengi bacaan amin sang imam, dan

tidak mendahuluinya. (Tamaamul Minnah hal. 178).14

11. Bacaan Surat Setelah Rasulullah

Membaca surat al-Qur’an setelah membaca al-Fatihah dalan sholat

hukumnya sunnah karena Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam membolehkan

tidak membacanya. Membaca surah al-Qur’an ini dilakukan pada dua raka’at

pertama. Banyak hadits yang menceritakan perbuatan Nabi saw tentang itu.15

 Panjang pendeknya surat yang dibaca

Pada sholat munfarid Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam membaca

surat-surat yang panjang kecuali dalam kondisi sakit atau sibuk, sedangkan kalau

sebagai imam disesuaikan dengan kondisi makmumnya (misalnya ada bayi yang

menangis maka bacaan diperpendek).Rasulullah berkata: “Aku melakukan sholat

dan aku ingin memperpanjang bacaannya akan tetapi, tiba-tiba aku mendengar

suara tangis bayi sehingga aku memperpendek sholatku karena aku tahu betapa

gelisah ibunya karena tangis bayi itu.” (Hadits dikeluarkan oleh Al-Imam Al-

Bukhari dan Muslim).

 Cara membaca surat

Dalam satu sholat terkadang beliau membagi satu surat dalam dua roka’at,

kadang pula surat yang sama dibaca pada roka’at pertama dan kedua. (berdasar

14
Syaikh Hasan Muhammad Ayyub, Pandun Beribadah Khusus Pria Menjalankan Ibadah
Sesuai Tuntunan al-Qur’an dan As Sunnah (Jakarta: Almahira, 2007), h. 157.
15
Syaikh Sulaiman Al-Faifi, Shalat (Solo: Aqwam, 2013), h. 11.

19
hadits yang dikeluarkan oleh Al-Imam Ahmad dan Abu Ya’la, juga hadis shahih

yang dikeluarkan oleh Al-Imam Abu Dawud dan Al-Baihaqi atau riwayat dari

Ahmad, Ibnu Khuzaimah dan Al-Hakim, disahkan oleh Al-Hakim disetujui oleh

Ad-Dzahabi).

Terkadang beliau membolehkan membaca dua surat atau lebih dalam satu

roka’at.(Berdasar hadits yang dikeluarkan oleh Al-Imam Al-Bukhari dan At-

Tirmidzi, dinyatakan oleh At-Tirmidzi sebagai hadits shahih).

 Tata cara bacaan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam biasanya membaca surat dengan jumlah

ayat yang berimbang antara roka’at pertama dengan roka’at kedua. (berdasar

hadits shahih dikeluarkan oleh Al-Bukhari dan Muslim).16

Dalam shalat yang bacaannya di jahr-kan Nabi membaca dengan keras dan

jelas. Tetapi pada sholat dzuhur dan ashar juga pada sholat maghrib pada roka’at

ketiga ataupun dua roka’at terakhir sholat isya’ Nabi membacanya dengan lirih

yang hanya bisa diketahui kalau Nabi sedang membaca dari gerakan jenggotnya,

tetapi terkadang beliau memperdengarkan bacaannya kepada mereka tapi tidak

sekeras seperti ketika di-jahr-kan. (Berdasarkan hadits yang dikeluarkan oleh Al-

Imam Al-Bukhari, Muslim dan Abu Dawud).

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sering membaca suatu surat dari

awal sampai selesai selesai.

Dalam riwayat lain disebutkan:

“Untuk setiap satu surat (dibaca) dalam satu raka’at.” (Hadis dikeluarkan

oleh Al Imam Ibnu Nashr dan At-Thohawi).

16
Muhammad Sholikhin. Op.,Cit. h. 11.

20
Dijelaskan oleh Syaikh Al-Albani: “Seyogyanya kalian membaca satu

surat utuh dalam setiap satu raka’at sehingga raka’at tersebut memperoleh haknya

dengan sempurna.” Perintah dalam hadits tersebut bersifat sunnah bukan wajib.17

Dalam membaca surat al-Qur’an Rasulullah saw melakukannya dengan

tartil, tidak lambat juga tidak cepat sebagaimana diperintahkan oleh Allah dan

beliau membaca satu per satu kalimat, sehingga satu surat memerlukan waktu

yang lebih panjang dibanding kalau dibaca biasa (tanpa dilagukan). Rasulullah

berkata bahwa orang yang membaca al-Qur’an kelak akan diseru:

“Bacalah, telitilah dan tartilkan sebagaimana kamu dulu mentartilkan di

dunia, karena kedudukanmu berada di akhir ayat yang engkau baca.” (Hadis

dikeluarkan oleh Al Imam Abu Dawud dan At-Tirmidzi, dishahihkan oleh At-

Tirmidzi)

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam membaca surat Al-Qur-an dengan

suara yang bagus, maka beliau juga memerintahkan yang demikian itu:

“Perindahlah/hiasilah Al-Qur-an dengan suara kalian [karena suara yang bagus

menambah keindahan Al-Qur-an].” (Hadits dikeluarkan oleh Al-Imam Al-Bukhari

, Abu Dawud, Ad-Darimi, Al-Hakim dan Tamam Ar-Razi)

Contoh Surah al-Qur’an yang di bacam misalnya Surah al-Falaq, al-Ikhlas

atau an-Nas dan surah al-Qur’an yang lain.

12. Ruku’

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam setelah selesai membaca surah

dari al-Qur’an kemudian berhenti sejenak, terus mengangkat kedua tangannya

sambil bertakbir seperti ketika takbiratul ihrom (setentang bahu atau daun telinga)

17
Moch. Syarif Hidayatullah, Buku Pintar Ibadah Tuntuna Lengkap Semua Rukun Islam.
(Jakarta: Wahana Semesta Intermedia, 2011), h. 29.

21
kemudian rukuk (merundukkan badan kedepan dipatahkan pada pinggang, dengan

punggung dan kepala lurus sejajar lantai). Berdasarkan beberapa hadits, salah

satunya adalah:

Dari Abdullah bin Umar, ia berkata: “Aku melihat Rasulullah shallallahu

‘alaihi wa sallam apabila berdiri dalam sholat mengangkat kedua tangannya

sampai setentang kedua bahunya, hal itu dilakukan ketika bertakbir hendak rukuk

dan ketika mengangkat kepalanya (bangkit) dari ruku”(Hadis dikeluarkan oleh Al

Imam Al-Bukhari, Muslim dan Malik)

 Cara Ruku’

Bila Rasulullah ruku’ maka beliau meletakkan telapak tangannya pada

lututnya, demikian beliau juga memerintahkan kepada para shahabatnya.

“Bahwasanya shallallahu ‘alaihi wa sallam (ketika ruku’) meletakkan

kedua tangannya pada kedua lututnya.”(Hadis dikeluarkan oleh Al Imam Al-

Bukhari dan Abu Dawud).

 Untuk menekankan tangannya pada lututnya.

“Jika kamu ruku’ maka letakkan kedua tanganmu pada kedua lututmu dan

bentangkanlah (luruskan) punggungmu serta tekankan tangan untuk

ruku’.”(Hadits dikeluarkan oleh Al Imam Ahmad dan Abu Dawud).

 Untuk merenggangkan jari-jemarinya.

“Beliau merenggangkan jari-jarinya.” (Hadis dikeluarkan oleh Al Imam

Al-Hakim dan dia menshahihkannya, Adz-Dzahabi dan At-Thayalisi

menyetujuinya).

22
 Untuk merenggangkan kedua sikunya dari lambungnya.

“Beliau bila ruku’, meluruskan dan membentangkan punggungnya sehingga

bila air dituangkan di atas punggung beliau, air tersebut tidak akan

bergerak.”(Hadits di keluarkan oleh Al-Imam Thabrani, ‘Abdullah bin Ahmad dan

Ibnu Majah).

 Antara kepala dan punggung lurus, kepala tidak mendongak tidak pula

menunduk tetapi tengah-tengah antara kedua keadaan tersebut.

“Beliau tidak mendongakkan kepalanya dan tidak pula

menundukkannya.”(Hadis ini diriwayatkan oleh Al Imam Abu Dawud dan

Bukhari).

“Shlat seseorang sempurna sebelum dia melakukan ruku’ dan sujud

dengan meluruskan punggungnya.” (Hadis dikeluarkan oleh Al Imam Abu

‘Awwanah, Abu Dawud dan Sahmi dishahihkan oleh Ad-Daraquthni)

 Thuma-ninah/Bersikap Tenang

Beliau pernah melihat orang yang ruku’ dengan tidak sempurna dan sujud

seperti burung mematuk, lalu berkata: “Kalau orang ini mati dalam keadaan

seperti itu, ia mati diluar agama Muhammad (shalatnya seperti gagak mematuk

makanan) sebagaimana orang ruku’ tidak sempurna dan sujudnya cepat seperti

burung lapar yang memakan satu, dua biji kurma yang tidak mengenyangkan.”

(Hadis dikeluarkan oleh Al Imam Abu Ya’la, Al-Ajiri, Al-Baihaqi, Adh-Dhiya’

dan Ibnu Asakir dengan sanad shahih, dishahihkan oleh Ibnu Khuzaimah)18

 Memperlama Ruku’

18
Asmaji Muchtar, Op.,Cit, h. 144.

23
“Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menjadikan ruku’, berdiri setelah ruku’

dan sujudnya juga duduk antara dua sujud hampir sama lamanya.”(Hadis

dikeluarkan oleh Al Imam Al-Bukhari dan Muslim).

 Yang Dibaca Ketika Ruku’

Do’a yang dibaca oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ada beberapa

macam, semuanya pernah dibaca oleh beliau jadi kadang membaca ini kadang

yang lain, yaitu :

“Subhaana rabbiyal ‘adhzim 3 kali atau lebih (Berdasar hadits yang

dikeluarkan oleh Al Imam Ahmad, Abu Dawud, Ibnu Majah dan lain-lain).

Yang artinya: “Maha Suci Rabbku, lagi Maha Agung.”

Atau

Subbuuhun qudduusun rabbul mala-ikati war ruuh (Berdasar hadis yang

dikeluarkan oleh Al Imam Muslim dan Abu ‘Awwanah).

Yang artinya: “Maha Suci, Maha Suci Rabb para malaikat dan ruh.”

Atau

Subhaanakallahumma Wa Bihamdika Allahummaghfirlii

Yang artinya: “Maha Suci Engkau ya, Allah, dan dengan memuji-Mu Ya,

Allah ampunilah aku.”

Berdasarkan hadis dari ‘A-isyah, bahwasanya dia berkata:

“Adalah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memperbanyak membaca

Subhanakallahumma Wa Bihamdika Allahummaghfirlii dalam ruku’nya dan

24
sujudnya, beliau mentakwilkan Al-Qur-an.”(Hadis dikeluarkan oleh Al Imam Al-

Bukhari dan Muslim).

Do’a ini yang paling sering dibaca. Dikatakan bahwa ada riwayat dari

‘A-isyah yang menunjukkan bahwa Rasulullah sejak turunnya surat An-

Nashr yang artinya: “Hendaklah engkau mengucapkan tasbih dengan memuji

Rabbmu dan memohon ampun kepada-Nya. Sesungguhnya Dia Maha Penerima

taubat.” (TQS. An-Nashr 110:3), waktu ruku’ dan sujud beliau shallallahu ‘alaihi

wa sallam selalu membaca do’a ini hingga wafatnya.

13. ‘Itidal

 Cara i’tidal dari ruku’

Setelah ruku’ dengan sempurna dan selesai membaca do’a, maka

kemudian bangkit dari ruku’ (i’tidal). Waktu bangkit tersebut membaca

(Sami’Allaahu Liman Hamidah) disertai dengan mengangkat kedua tangan

sebagaimana waktu takbiratul ihrom. Hal ini berdasarkan keterangan beberapa

hadits, diantaranya:

Dari Abdullah bin Umar, ia berkata: “Aku melihat Rasulullah shallallahu

‘alaihi wa sallam apabila berdiri dalam sholat mengangkat kedua tangannya

sampai setentag kedua pundaknya, hal itu dilakukan ketika bertakbir mau rukuk

dan ketika mengangkat kepalanya (bangkit) dari ruku’ sambil mengucapkan

Sami’Allaahu Liman Hamidah.” (Hadis dikeluarkan oleh Al-Bukhari, Muslim dan

Malik).

Kemudian ketika sudah tegak dan selesai bacaan tersebut disahut dengan

bacaan: Rabbanaa Lakal Hamd (Rabbku, segala puji kepada-Mu).

Atau

25
Rabbana Wa Lakal Hamd (Rabbku dan segala puji kepada-Mu).

atau

Allaahumma Rabbanaa Lakal Hamd (Ya, Allah, Rabbku, segala puji

kepada-Mu).

atau

Allaahumma Rabbanaa Wa Lakal Hamd (Ya, Allah, Rabbku dan segala

puji kepada-Mu).

Dalilnya adalah hadis dari Abu Hurairah:

“Apabila imam mengucapkan Sami’Allahu Liman Hamidah, maka

ucapkanlah oleh kalian Allaahumma Rabbanaa Wa Lakal Hamd, barangsiapa yang

ucapannya tadi bertepatan dengan ucapan para malaikat diampunkan dosa-

dosanya yang telah lewat.”(Hadis dikeluarkan oleh Al-Bukhari, Muslim, Abu

Dawud, At-Ztirmidzi, An-Nasa-i, Ibnu Majah dan Malik) kadang ditambah

dengan bacaan:

Mil-Assamaawaati, Wa Mil-Alardhl, Wa Mil-A Ma Syi-Ta Min Syai-In

Ba’d (Mencakup seluruh langit dan seluruh bumi dan segenap yang Engkau

kehendaki selain dari itu) berdasar hadits yang dikeluarkan oleh Ibnu Majah.19

14. Sujud

Caranya: Dengan tanpa atau kadang-kadang dengan mengangkat kedua

tangan (setentang pundak atau daun telinga) seraya bertakbir, badan turun

condong kedepan menuju ke tempat sujud, dengan meletakkan kedua lutut

19
Muhammad Sholikhin. Op.,Cit, h. 15.

26
terlebih dahulu, baru kemudian meletakkan kedua tangan. (abu zalfa: Dalam hal

ini ada perbedaan pendapat) Pada tempat kepala diletakkan dan kemudian

meletakkan kepala kepala dengan menyentuhkan/menekankan hidung dan

jidat/kening/dahi ke lantai (tangan sejajar dengan pundak atau daun telinga).

Dari Wail bin Hujr, berkata, “Aku melihat Rasulullah shallallahu ‘alaihi

wa sallam ketika hendak sujud meletakkan kedua lututnya sebelum kedua

tangannya dan apabila bangkit mengangkat dua tangan sebelum kedua lututnya.”

(Hadis dikeluarkan oleh Al Imam Abu Dawud, Tirmidzi An-Nasa’i, Ibnu Majah

dan Ad-Daarimy).20

“Terkadang beliau mengangkat kedua tangannya ketika hendak sujud.”

(Hadis dikeluarkan oleh Al Imam An-Nasa’i dan Daraquthni)

“Terkadang Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam meletakkan tangannya [dan

membentangkan] serta merapatkan jari-jarinya dan menghadapkannya ke arah

kiblat.” (Hadis dikeluarkan oleh Al Imam Abu Dawud, Al-Hakim, Al-Baihaqi)

“Beliau meletakkan tangannya sejajar dengan bahunya”(Hadis dikeluarkan

oleh Al Imam Tirmidzi)

“Terkadang beliau meletakkan tangannya sejajar dengan daun

telinganya.”(Hadis dikeluarkan oleh Al Imam An-Nasa’i)

Cara Sujud

 Bersujud pada 7 anggota badan,

yakni jidat/kening/dahi dan hidung (1), dua telapak tangan (3), dua lutut

(5) dan dua ujung kaki (7). Hal ini berdasar hadits: Dari Ibnu ‘Abbas berkata:

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata: “Aku diperintah untuk bersujud (dalam

20
abib MZ, Op.Cit, h. 39.

27
riwayat lain; Kami diperintah untuk bersujud) dengan tujuh (7) anggota badan;

yakni kening sekaligus hidung, dua tangan (dalam lafadhz lain; dua telapak

tangan), dua lutut, jari-jari kedua kaki dan kami tidak boleh menyibak lengan baju

dan rambut kepala.”(Hadis dikeluarkan oleh Al-Jama’ah)

 Dilakukan dengan menekan

“Apabila kamu sujud, sujudlah dengan menekan.”(Hadis dikeluarkan oleh

Al Imam Ahmad)

“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menekankan kedua lututnya dan

bagian depan telapak kaki ke tanah.”(Hadis dikeluarkan oleh Al Imam Al-Baihaqi)

 Kedua lengan/siku tidak ditempelkan pada lantai, tapi diangkat dan

dijauhkan dari sisi rusuk/lambung.

Dari Abu Humaid As-Sa’diy, bahwasanya Nabi shalallau ‘alaihi wasallam

bila sujud maka menekankan hidung dan dahinya di tanah serta menjauhkan

kedua tangannya dari dua sisi perutnya, tangannya ditaruh sebanding dua bahu

beliau.”(Diriwayatkan oleh Al Imam At-Tirmidzi)

Dari Anas bin Malik, dari Nabi shalallau ‘alaihi wasallam bersabda:

“Luruskanlah kalian dalam sujud dan jangan kamu menghamparkan kedua

lengannya seperti anjing menghamparkan kakinya.” (Diriwayatkan oleh Al-

Jama’ah kecuali Al Imam An-Nasa-i, lafadhz ini bagi Al Imam Al-Bukhari)

“Beliau mengangkat kedua lengannya dari lantai dan menjauhkannya dari

lambungnya sehingga warna putih ketiaknya terlihat dari belakang” (Hadis

dikeluarkan oleh Al Imam Al-Bukhari dan Muslim)

 Menjauhkan perut/lambung dari kedua paha

28
Dari Abi Humaid tentang sifat sholat Rasulillah shallallahu ‘alaihi wa

sallam berkata: “Apabila dia sujud, beliau merenggangkan antara dua pahanya

(dengan) tidak menopang perutnya.”(Hadis dikeluarkan oleh Al Imam Abu

Dawud).

 Merapatkan jari-jemari

Dari Wa-il, bahwasanya Nabi shalallau ‘alaihi wasallam jika sujud maka

merapatkan jari-jemarinya.(Diriwayatkan oleh Al Imam Al-Hakim)

 Menegakkan telapak kaki dan saling merapatkan/menempelkan antara dua

tumit

Berkata ‘A-isyah istri Nabi shalallau ‘alaihi wasallam: “Aku kehilangan

Rasulullah shalallau ‘alaihi wasallam padahal beliau tadi tidur bersamaku,

kemudian aku dapati beliau tengah sujud dengan merapatkan kedua tumitnya

(dan) menghadapkan ujung-ujung jarinya ke kiblat, aku dengar.” (Diriwayatkan

oleh Al Imam Al-Hakim dan Ibnu Huzaimah)

 Thuma-ninah dan sujud dengan lama

Sebagaimana rukun shalat yang lain mesti dikerjakan dengan thuma-ninah.

Juga Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam kalau bersujud baiasanya lama.

“Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menjadikan ruku’, berdiri setelah ruku’

dan sujudnya juga duduk antara dua sujud hampir sama lamanya.”(Hadis

dikeluarkan oleh Al Imam Al-Bukhari dan Muslim).21

21
Abdul Aziz Muhammad Azzam, Amzah Fiqh Ibadah (Jakarta: Amzah, 2015), h. 162.

29
 Bacaan Sujud

Rasulullah membaca

Sujud dilakukan setelah i’tidal thuma-ninah dan jawab tasmi’ (Rabbana

Lakal Hamd dst).22

Rasulullah membaca :

Subhaana Rabbiyal A’laa 3 kali (berdasar hadis yang dikeluarkan oleh Al

Imam Ahmad dll)

Atau

“Subhaanakallaahumma-Rabbanaa-Wa-Bihamdika Allaaummaghfirlii

(berdasar hadis yang dikeluarkan oleh Al Imam Al-Bukhari dan Muslim).

Atau

Subbuuhun Qudduusun Rabbul Mala-Ikati War Ruuh (Berdasar hadis yang

dikeluarkan oleh Al Imam Muslim dan Abu ‘Awwanah).

Yang artinya: “Maha Suci, Maha Suci Rabb para malaikat dan ruh.”

15. Bacaan Duduk Antara Dua Sujud

Diriwayatkan bahwa Rasulullah saw. Mengangkat kepalanya dari sujud

sambil mengucapkan takbir kemudian duduk. (HR. Al-Bukhari dan Muslim).23

C. Hikmah Shalat

Diantara hikmah diwajibkannya shalat bahwa shalat itu membersihkan

jiwa, menyucikan, mengkondisikan seorang hamba untuk menajar kepada Allah


22
Muhammad Sholikhin. Op, Cit, h. 46.
23
M. Fauzi Rachman, Shalat Khusyu (Jakarta: Gema Insani Press, 2011), h. 44.

30
Ta’ala di dunia dan berdekatan dengan-Nya di akhirat, serta melarang pelakunya

dari mengerjakan perbuatan keji dan kemungkaran. Allah Ta’ala berfirman,

‫ُاْت ُل َم ٓا ُاْوِح ِاَلْي َك ِم َن اْلِكٰت ِب َو َاِقِم الَّص ٰل وَۗة ِاَّن الَّص ٰل وَة َتْنٰه ى َعِن اْلَف ْح َش ۤاِء َو اْلُم ْنَك ِر‬
‫َي‬
َ‫َتْص َنُعْو ن‬ ‫َۗو َلِذْك ُر الّٰل ِه َاْك َبُر ۗ َو الّٰل ُه َيْع َلُم َم ا‬

Terjemahnya: Bacalah (Nabi Muhammad) Kitab (al-Qur’an) yang telah


diwahyukan kepadamu dan tegakkanlah salat. Sesungguhnya salat itu
mencegah dari (perbuatan) keji dan mungkar. Sungguh, mengingat Allah
(salat) itu lebih besar (keutamaannya daripada ibadah yang lain). Allah
mengetahui apa yang kamu kerjakan.
Hikmah yang diletakkan yang paling awal disebabkan hikmah yang

pertama (Shalat awal waktu) merupakan amalan yang paling dicintai oleh Allah

swt. Serta merupakan hikmah yang selalu kita lupakan. Maksudnya bahwa sedari

dulu sampai sekarang yang Namanya manusia itu adalah pelupa bahkan pada hal-

hal yang sifatnya sangatlah penting bagi dirinya atau bahkan pada agamanya.24

Hikmah shalat dimulai dengan takbir adalah dalam rangka memulai ibadah

shalat dengan menyucikan dan mengagungkan Allah swt. Serta menyifatkan

dengan kesempurnaan. Menurut Al-Qadhi’ Iyadh hikmahnya adalah orang yang


shalat dikondisikan untuk menghadirkan keagungan zat-Nya dan dipersiapkan

untuk patuh dan berdiri di hadapannya agar ia penuh rasa takut sehingga hatinya

hadir benar-benar khusyuk, serta tidak ada kesempatan baginya untuk bersenang

gurau. 25

Hikmah mengangkat kedua tangan, para ulama sedikit berbeda dalam

menguraikan hikmah tentang mengangkat kedua tangan, hikmahnya adalah untuk

mengagungkan Allah swt dan mengikuti Langkah Rasulullah saw. Ada ulama lain

berpendapat, mengangkat kedua tangan itu karena tunduk, merendahkan diri,

24
Syaid bin Ali bin Waqf al-Qahthani, “berkah dengan shalat berjamaat (Surakarta: Qaula
2014), h. 17.
25
Hanbali, Al-Mughni (Beirut: Dar al-Hijar Li ath-Thiba’ah wa an-Nasyr wa at-Tauzi wa
al-I’lam, 1992), h. 29

31
pasrah, dan patuh. Meletakkan kedua tangan dibawa dada dan di atas pusat adalah

agar kedua tangan ini berada di atas anggota badan yang paling mulia, yaitu hati.

Hal ini dimaksudkan untuk menjaga iman di dalamnya karena orang yang ingin

memelihara sesuatu, maka kedua tanganya harus diletakkan diatas sesuatu

tersebut.

Hikmah doa Iftitah merupakan ketetapan dari Rasulullah saw pada awal

rakat pertama shlat, doa iftitah berisi ungkapan pujian kepada Allah swt,

pengakuan diri akan kelengahan dan aniaya, permohonan ampunan pada Allah

swt, dan permintaan memiliki ahklak yang terbaik. Hikmah membaca surah Al-

Fatihah dimulai dengan membaca basmalah menunjukkan bahwa hanya dengan

namaz at yang menjadi tujuan pelaksanaan kewajiban, orang shalat bisa memiliki

kemampuan untuk pelaksanaan setiap kewajiban.26

Hikmah membaca surah setelah surah Al-Fatihah adalah mengikuti jejak

Langkah Rasulullah saw, seperti yang terdapat dalam Riwayat Al-Bukhari dan

Muslim. Hikmah rukuk adalah agar orang yang shalat termasuk dalam kelompok

orang yang di dalam firman Allah Qs. Al-Hajj ayat 77.

Hikmah iktidal berdiri yaitu, suatu penggambaran diri seseorang disisi

Allah Azza wa Jalla untuk memperingatkan hati agar tetap bersikap rendah diri,

merasa terhina, menjauhi gila jabatan dan perilaku sombong, serta mengingatkan

betapa bahayanya berdidi di sisi Allah. Hikamh sujud untuk menghina setan yang

tidak mau sujud kepada Nabi Adam as. Sujud juga dapat memudahkan

diterimanya doa, rendah hati, karena orang yang sujud itu menguling-gulingkan

wajahnya ditempat sujud.27

26
Abu Ihsan al-Maidani al-Atsari “Bimbingan lengkap Shalat Berjamaah” (Solo: At-
Tibyan, 2002), h. 59.
27
Muhammad Shiddiq Tengku, “Pedoman Shalat” (Jakarta: Bulan Bintang, 1993), h. 70.

32
Hikmah mengangkat jari telunjuk Ketika membaca syahadat, yaitu

menunjukkan bahwa Tuhan yang berhak disembah hanyalah Tuhan Yang Maha

Esa. Jadi pada waktu mengangkat jari telunjuk tersebut orang yang shalat

menyelarasakan antara ucapan, pekerjaan dan keyakinan dalam mengesakan Allah

swt. Hikmah bacaan pada waktu Tasyahud, dua kalimat syahadat disebut tasyahud

karena dikalimat itu ada dua kesaksian. Pertama kesaksian akan keesaan Allah

swt, Kedua kesaksian akan kerasulan Nabi Muhammad saw, tujuan bacaan

tasyahud adalah memuji Allah swt yang memiliki seluruh penghormatan yang

dating dari makhluk. Hikmah mengucapkan salam menurut Al-Qaffal, saat

bertakbiratul ihram orang yang shalat berpaling dari manusia dan hanya

menghadap Allah swt, sedangkan pada waktu salam ia menghadap manusia

kembali.

33
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Shalat merupakan inti dari segala ibadah juga merupakan tiang agama,

dengannya agama bisa tegak, dengannya pula agama bisa runtuh. Shalat

mempunyai dua unsur yaitu dzohiriyah dan batiniyah. Unsur dzohiriyah adalah

menyangkut perilaku berdasar pada Gerakan shalat itu sendiri, sedangkan unsur

batiniyah yaitu tersembunyi dalam hati karena hanya Allah yang dapat

menilainya.

B. Saran

Dalam pengumpulan materi pembahasan di atas tentunya kami banyak

mengalami kekurangan dan kesalahan oleh karena itu hendaknya pembaca

memberikan tanggapan dan tambahan terhadap makalah kami.

34
DAFTAR PUSTAKA

Abu Malik Kamal bin as-Sayyid Salim. Shahih Fikih Sunnah Penerjemah, Khairul

Amru Harahap dan Faisal Saleh Jakarta: Pustaka Azzam, 2007.

Abdul Aziz Muhammad Azzam dan Abdul Wahhab Sayyed Hawwas. “Fiqh

Ibadah (Thaharah, Shalat, Zakat, Puasa, dan Haji)” Penerjemah: Kamran

As’at Irsyady, dkk Jakarta: Bumi Aksara, 2013.

Asmaji Muchtar. Jakarta: Bekasi, 2017.

abib MZ. Jakarta: Bandung 2019.

Abdul Aziz Muhammad Azzam. Amzah Fiqh Ibadah Jakarta: Amzah, 2015.

Ismail. “Metode Penentuan Awal Waktu Shalat dalam Perspektif Ilmu Falak”

Jurnal Ilmiah Islam Futura 2015.

Syaikh Muhammad Fadh & Syaikh Abdul Aziz bin Baz. “Sifat Wudhu & Shalat

Nabi saw” Penerjemah: Geis Umar Bawazier Jakarta: al-Kautsar, 2011.

Sentot Haryanto. “Psikologi Shalat Kajian Aspek-aspek Psikologi Ibadah Shalat

oleh- oleh Isra’ Mi’raj Nabi Muhammad saw”, Yogyakarta: 2007.

Hasby ash-Shiddiq. Pedoman Shalat Semarang: Pustaka Rizki Putra, 1987

Wahbah Az-Zuhaili. Jakarta: Bandung, 1999.

Rozian Karnedi. fikih ibadah kemasyarakatan Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2017.

Muhammad Jawal Mughniyah. Jakarta: Bandung 1972.

Syaikh M Min Al-Haddad, Perbaruhi Shalat (Solo: Aqwam, 2007

Akhsan Muhammad Suga. Buku Pintar Rahasia Ibadah Mengungkap Makna Dan

Rahasia Ilmiah Dibalik Peritah Ibadah dan Sunnah Rasul Yogyakarta: Best

Media Utam Graha Grafindo, 2011.

Mandyo Wratsongko. Mukjizat Gerakan Shalat Jakarta: Qultum Media, 2006.

35
Ahmad Thib Raya. Menyelami Seluk Beluk Ibadah Dalam Islam Jakarta Timur :

Prenada Media, 2003.

Syaikh Hasan Muhammad Ayyub. Pandun Beribadah Khusus Pria Menjalankan

Ibadah Sesuai Tuntunan al-Qur’an dan As Sunnah Jakarta: Almahira,

2007.

Syaikh Sulaiman Al-Faifi. Shalat Solo: Aqwam, 2013.

Muhammad Sholikhin.

Moch. Syarif Hidayatullah. Buku Pintar Ibadah Tuntuna Lengkap Semua Rukun

Islam. (Jakarta: Wahana Semesta Intermedia, 2011.

M. Fauzi Rachman. Shalat Khusyu Jakarta: Gema Insani Press, 2011.

Syaid bin Ali bin Waqf al-Qahthani. “berkah dengan shalat berjamaah Surakarta:

Qaula 2014

Hanbali, Al-Mughni. Beirut: Dar al-Hijar Li ath-Thiba’ah wa an-Nasyr wa at-

Tauzi wa al-I’lam, 1992.

Al-Atsari. “Bimbingan lengkap Shalat Berjamaah” Solo: At-Tibyan, 2002

Muhammad Shiddiq Tengku. “Pedoman Shalat” Jakarta: Bulan Bintang, 1993.

36

Anda mungkin juga menyukai