Anda di halaman 1dari 31

MAKALAH PRAKTIKUM QIROAH DAN IBADAH

SHALAT DALAM ISLAM


Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Ilmu Qiroah
Dosen Pengampu: Dr. Saifudin, M.Pd.I

Disusun oleh:
Alika Izza Achmad
11230960000043
Kelas Kimia B

JURUSAN KIMIA
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGRI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kepada kehadirat Allah SWT karena dengan rahmat, karunia, serta
taufik dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan makalah tentang praktikum Qiroah ini
dengan baik. Dan juga saya berterima kasih kepada Bapak Dr. Saefudin, M.Pd.I selaku Dosen
Mata kuliah praktikum Qiroah UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah memberikan tugas
ini kepada penulis.
Penulis sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah wawasan seerta
pengetahuan mengenai Shalat dalam Islam. Namun demikian, saya menyadari bahwa
penulisan makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Dengan segala kerendahan hati, kritik
dan saran dari berbagai pihak sangat kami harapkan untuk penyempurnaan makalah
berikutnya.
Demikian yang dapat kami sampaikan. Semoga makalah ini akan besar manfaatnya untuk
dunia pendidikan.

Ciputat, 10 November 2023

Penyusun
DAFTAR ISI

BAB I: PENDAHULUAN 1
1.1. Latar Belakang 1
1.2. Rumusan Masalah 2
1.3. Tujuan 2
BAB II: PEMBAHASAN 3
2.1. Pengertian Shalat Dalam Islam 3
2.2. Kedudukan Shalat Dalam Islam 3
2.3. Jenis Shalat Dalam Islam 5
2.4. Fungsi Shalat Dalam Islam …7
2.5. Sejarah Shalat Dalam Islam 8
2.6. Hikmah Shalat Dalam Islam 8
2.7. Cara Mengamalkan Ajaran Dan Nilai Shalat Dalam Kehidupan Sosial 9
2.8. Relasi Shalat Dengan Konsep Diri/Perilaku Manusia 10
2.9. Tata Cara Shalat Menurut Syariat Islam …12
BAB I: PENUTUP 20
3.1. Kesimpulan 20
DAFTAR PUSTAKA 23
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Sering kali kita sebagai orang Islam tidak mengetahui kewajiban kita sebagai
makhluk yang paling sempurna yaitu sholat, atau terkadang tahu mengenai kewajiban
tetapi tidak mengerti terhadap apa yang dilakukan. Salat merupakan kewajiban yang
dilakukan umat muslim setiap hari minimal lima waktu sehari sebagai wujud rasa syukur
dan keimanan kepada Allah SWT. yang merupakan tiang agama, termasuk rukun Islam
yang lima. Dalam istilah fikih salat adalah ibadah yang terdiri dari beberapa ucapan dan
tindakan yang dimulai dengan takbir dan diakhiri dengan salam. (Hidayatullah, 2000:
635).

Mengapa Allahu Akbar, artinya di dunia ini tidak ada yang maha besar kecuali Allah.
Ruku’ intiqal, semoga Allah mendengar doa-doa kita. Allahu Akbar selalu dibaca dalam
setiap perpindahan gerakan salat. Salat menjadi kebutuhan apaila diketahui manfaat apa
yang diperoleh dengan menegakkan salat itu. Dalam hukum Islam diketahui bahwa salat
merupakan sarana mendekatkan diri kepada Allah SWT. Salat merupakan pernyataan rasa
syukur yang mendalam atas segala karunia dan rahmat Allah SWT. dengan salat dapat
mendeklarasikan sebagai makhluk ciptaan Allah yang tunduk dan taat pada setiap
perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya Perintah salat dan sekaligus hikmah yang
dikandung di dalamnya terdapat pada firman Allah SWT. Dalam QS. QS al-Ankabut.29:
45.
‫ۤا‬ ‫ٰل‬ ‫ٰل َۗة‬
‫ُاْتُل َم ٓا ُاْو ِح َي ِاَلْيَك ِم َن اْلِكٰت ِب َو َاِقِم الَّص و ِاَّن الَّص وَة َتْنٰه ى َع ِن اْلَفْح َش ِء َو اْلُم ْنَك ِر‬
‫َۗو َلِذ ْك ُر ِهّٰللا َاْك َبُرۗ َو ُهّٰللا َيْع َلُم َم ا َتْص َنُعْو َن‬
“Bacalah apa yang Telah diwahyukan kepadamu, yaitu Al Kitab (Al Quran) dan Dirikanlah
shalat. Sesungguhnya shalat itu mencegah dari (perbuatan- perbuatan) keji dan mungkar. dan
Sesungguhnya mengingat Allah (shalat) adalah lebih besar (keutamaannya dari ibadat-ibadat
yang lain). dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan.”
Ayat ini dapat diketahui bahwa selain menjadi salah satu dalil diwajibkannya salat juga
menunjukkan betapa bermanfaatnya salat bagi orang yang mendirikannya, dan sekaligus
mengandung hikmah yang dapat mencegah dari perbuatan keji dan yang munkar. Perbuataan
munkar adalah perbuatan yang jika dilakukan adalah usaha untuk menjauhkan diri dari Allah
SWT.

1
1.2. Rumusan Masalah

1. Apa makna dari shalat dalam Islam?


2. Bagaimana kedudukan shalat dalam Islam?
3. Apa saja jenis shalat dalam Islam?
4. Apa saja fungsi shalat dalam Islam?
5. Bagaimana sejarah shalat dalam Islam?
6. Apa saja hikmah dari shalat dalam Islam?
7. Bagaimana cara mengamalkan ajaran dan nilai shalat dalam kehidupan sosial?
8. Bagaimana relasi shalat dengan konsep diri/perilaku manusia?
9. Bagaimana tata cara shalat menurut syariat Islam?
10. Apa yang dimaksud dengan maqashid syariat dan praktiknya dalam beragama?

1.3. Tujuan

1. Mampu mengetahui makna dari shalat dalam Islam.


2. Mampu memahami kedudukan shalat dalam Islam.
3. Mampu mengetahui jenis-jenis shalat dalam Islam.
4. Mampu memahami fungsi dari shalat dalam Islam.
5. Mampu mengetahui sejarah shalat dalam Islam
6. Mampu memahami hikmah dari shalat dalam Islam.
7. Mampu mengetahui cara mengamalkan ajaran dan nilai shalat dalam kehidupan
sosial.
8. Mampu memahami relasi shalat dengan konsep diri/perilaku manusia.
9. Mampu memahami dan mengaplikasikan tata cara shalat menurut syariat Islam.
10. Mampu memahami dan mempraktikkan maqashid syariat dan praktiknya dalam
beragama.

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Pengertian Shalat Dalam Islam.


Salat berasal dari kata wasala, yang terdiri dari wau, shad dan lam, yang memiliki arti
terhubungkannya sesuatu pada sesuatu yang lain. Terhubungkan maksudnya adalah ibarat
rambut di kepala, meskipun terhubungkan rambut tetap lurus (Faris, t.th: 115).
Salat juga bisa berarti doa (al-Khodari, 2013: 28) Salat adalah ibadah yang menuntut
konsentrasi dan inti utama salat adalah kekhususan. Rasul ketika salat menangis berbunyi di
dadanya seperti air mendidih, sahabat bertanya mengapa menangis ya Rasul? Rasul
menjawab aku menagis karena bahagia. Rasulullah Saw. memerintahkan kaum muslimin
untuk menunaikan salat. Menegur orang yang terlambat mengikuti salat berjamaah, dan
menegur lebih keras lagi orang yang tidak mengikuti salat berjamaah.
Shalat menurut bahasa adalah berdoa (memohon), pujian. Sedangkan pengertian
menurut syara’ sebagaimana pendapat imam Rafi’I yaitu ucapan-ucapan yang dimulai dengan
takbiratul dan ditutup dengan salam. Menurut para ulama fuqaha shalat ialah ibadah yang
terdiri dari perbuatan atau gerakan dan perkataan atau ucapan tertentu, yang dimulai dengan
takbir dan diakhiri dengan salam. Sedangkan menurut ulama tasawuf, shalat ialah
menghadapkan kalbu keapada Allah SWT hingga menimbulkan rasa takut kepada-Nya, serta
kesempurnaan kekuasaaannya, atau menghadap kepada Allah dengan kalbu, bersikap
khusyuk (konsentrasi penuh) dihadapan-Nya, disertai dengan penghayatan penuh takala
berdzikir, berdoa, dan memuji-Nya.

2.2. Kedudukan Shalat dalam Islam.


Kedudukan dan keutamaan shalat memiliki keistimewaan yang tidak dimiliki oleh
ibadah-ibadah yang lain. Hal ini sangat jelas terlihat dalam ayat-ayat Al-Qur’an dan hadis
hadis Rasul SAW. Dalam riwayat lain, Rasulullah SAW bersabda,
“Barangsiapa lupa mengerjakan shalat atau tertidur sehingga tidak mengerjakannya,
maka kafaratnya adalah mengerjakan ketika ia mengingatnya.” (Muttafaqun ‘Alaih)
Shalat itu memiliki kedudukan yang mulia, dalil-dalil yang diutarakan kali ini sudah
menunjukkan kedudukan dan mulianya ibadah shalat.
1. Shalat adalah tiang Islam. Islam seseorang tidaklah tegar kecuali dengan shalat, dalam
hadists Mu’adz disebutkan,

“Pokok perkara adalah Islam, tiang adalah shalat, dan puncak perkaranya adalah
jihad.” (HR. Tirmidzi no.2616. Tirmidzi mengatakan bahwa hadist ini hasan shahih.
Al-Hafizh Abu Thohir mengatakan bahwa hadist ini hasan1). Yang namanya tiang
suatu bangunan jika ambruk, maka ambruk pula bangunan tersebut. Sama halnya pula
bangunan Islam.

3
2. Shalat adalah amalan yang pertama kali akan dihisab. Amalan seseorang bisa dinilai
baik buruknya dinilai dari shalatnya.

Dari Abu Hurairah, Nabi SAW. bersabda,

“Sesungguhnya amal hamba yang pertama kali akan dihisab pada hari kiamat
adalah shalatnya. Apabila shalatnya baik, dia akan mendapatkan keberuntungan dan
keselamatan. Apabila shalatnya rusak, dia akan menyesal dan merugi. Jika ada yang
kurang dari shalat wajibnya, Allah SWT mengatakan, ‘Lihatlah apakah pada hamba
tersebut memiliki amalan shalat sunnah?’ Maka shalat sunnah tersebut akan
menyempurnakan shalat wajibmu yang kurang. Begitu juga amalan lainnya seperti
itu.”

Dalam riwayat lainnya, “Kemudian zakat akan diperhitungkan seperti itu. Kemudian
amalan lainnya akan dihisab seperti itu pula.” (HR. Abu Daud no. 864, Ahmad 2:425,
Hakim 1:262, Baihaqi 2:386)

3. Perkara terakhir yang hilang dari manusia adalah shalat.

Dari Abu Umamah Al-Bahili, ia berkata, Rasulullah SAW. bersabda,

“Tali ikatan islam akan putus seutas demi seutas. Setiap kali terputus, manusia
bergantung pada takli berikutnya. Yang paling awal terputus adalah hukumnya, dan
yang terakhir adalah shalat.” (HR Ahmad 5:251)

Hadist ini jelas menyatakan bahwa ketika tali Islam yang pertama sudah putus dalam
diri seseorang, yaitu ia tidak berhukum pada hukum Islam, ia masih bisa disebut
Islam. Disini Nabi tidak mengatakan bahwa ketika tali pertama putus maka kafirlah
ia. Bahkan masih ada tali-tali yang lain hingga yang terakhir adalah shalatnya.

Dari Zaid bin Tsabit, Nabi SAW bersabda,

“Yang pertama kali diangkat dari diri seseorang adalah amanat dan yang terakhir
tersisa adalah shalat.” (HR. Al-Hakim, AT-Tirmidzi)

4. Shalat adalah akhir wasiat Nabi SAW.

Ummu Salamah R.A. mengatakan bahwa diantara wasiat terakhir SAW,

“Jagalag shalat, jagalah shalat, dan budak-budak kalian.” (HR. Ahmad 6:290)

4
5. Allah memuji orang yang mengerjakan shalat.

Dalam Q.S. Maryam:54-55, Allah SWT berfirman,

‫َو ٱْذ ُك ْر ِفى ٱْلِكَٰت ِب ِإْس َٰم ِع يَل ۚ ِإَّن ۥُه َك اَن َص اِد َق ٱْلَو ْع ِد َو َك اَن َر ُس واًل َّنِبًّيا‬
Artinya: “Dan ceritakanlah (Muhammad) kepada mereka kisah ismail (yang tersbut)
di dalam Al-Qur’an. Sesungguhnya ia adalah seseorang yang benar janjinya, dan dia
adalah seorang rasul dan nabi.”

‫َو َك اَن َيْأُم ُر َأْهَل ۥُه ِبٱلَّص َلٰو ِة َو ٱلَّز َكٰو ِة َو َك اَن ِع نَد َر ِّبِهۦ َم ْر ِض ًّيا‬
Artinya: “Dan ia menyuruh ahlinya untuk bersembahyang dan menunaikan zakat, dan
dia adalah seseorang yang diridhai di sisi Tuhannya.”

6. Allah mencela orang-orang yang melalaikan dan malas-malas dalam menunaikan


shalat.
Allah SWT berfirman dalam QS. Maryam:59:

‫َفَخ َلَف ِم ْۢن َبْع ِدِهْم َخ ْلٌف َاَض اُع وا الَّص ٰل وَة َو اَّتَبُعوا الَّش َهٰو ِت َفَس ْو َف َيْلَقْو َن َغ ًّيا‬

Artinya: “Maka datangkah sesudah mereka, pengganti (yang jelek) yang menyia-
nyiakan shalat dan memperturutkan hawa nafsunya, maka mereka kelak akan
menemui kesesatan.”

7. Shalat diwajibkan tanpa perantara Jibril, tetapi Rasul SAW. sendiri yang langsung
mendapatkan perintah shalat ketika beliau melakukan Isra’ dan Mi’raj.

8. Allah membuka amalan seseorang muslim dengan shalat dan mengakhirinya pula
dengan shalat, hal ini yang menunjukkan bahwa amalan shalat sangat ditekankan.

2.3. Jenis-Jenis Shalat Dalam Islam


A. Shalat Fardhu
Shalat yang diwajibkan oleh Allah ada lima waktu yang sudah ditentukan waktunya,
yaitu subuh, dzuhur, ashar, maghrib, dan isya.

1. Shalat subuh, yaitu shalat yang terdiri dari dua rakaat. Waktu melaksanakan shalat
subuh ialah mulai dari terbitnya fajar sidiq sampai terbitnya matahari.

5
2. Shalat Dzuhur, yaitu shalat dilakukan sebanyak 4 rakaat. Waktu yang
diperbolehkan adalah ketika matahari mulai condong kearah barat sampai
bayangan suatu benda menjadi sama panjangnya dengan benda aslinya.

3. Shalat Ashar, yaitu shalat yang dilakukan sebanyak 4 rakaat. Waktu yang
diperbolehkan adalah mulai sejak habis waktu shalat dzuhur sampai terbenamnya
matahari di ufuk barat.

4. Shalat Magrib, yaitu shalat yang dilakukan sebanyak 3 rakaat. Waktu yang
diperboleh adalah mulai terbenamnya matahari sampai hilang cahaya di ufuk
barat.

5. Shalat Isya, yaitu shalat yang dilakukan sebanyak 4 rakaat. Waktu yang
diperbolehkan adalah saat habis waktu magrib sampai terbit fajar.

B. Shalat Sunnah

Shalat sunnah disyariatkan agar menambalkan kekurangan yang mungkin terdapat


pada shalat-shalat fardhu. Bahkan, kelak di akhirat, shalat sunnah juga difungsikan
sebagai shalat fardhu yang pernah ditinggalkan di dunia. (Djazuli, 2005)

Dari Abu Umamah diceritakan


bahwa Rasulullah Muhammad
Saw bersabda:
<Allah tidak memperhatikan
suatu amal perbuatan hamba
yang lebih utama

6
daripada dua rakaat shalat
sunnah yang dikerjakanya,
Sesungguhnya rahmat
selalu ditaburkan di atas
kepala hamba itu selama ia
dalam sholat=. (HR. Ahmad
dan disahkan oleh Suyuthi).
Dari Abu Umamah diceritakan
bahwa Rasulullah Muhammad
Saw bersabda:
<Allah tidak memperhatikan
suatu amal perbuatan hamba
yang lebih utama
daripada dua rakaat shalat
sunnah yang dikerjakanya,
Sesungguhnya rahmat
7
selalu ditaburkan di atas
kepala hamba itu selama ia
dalam sholat=. (HR. Ahmad
dan disahkan oleh Suyuthi).
Dari Abu Umamah diceritakan
bahwa Rasulullah Muhammad
Saw bersabda:
<Allah tidak memperhatikan
suatu amal perbuatan hamba
yang lebih utama
daripada dua rakaat shalat
sunnah yang dikerjakanya,
Sesungguhnya rahmat
selalu ditaburkan di atas
kepala hamba itu selama ia
dalam sholat=. (HR. Ahmad
8
dan disahkan oleh Suyuthi).
Dari Abu Umamah diceritakan
bahwa Rasulullah Muhammad
Saw bersabda:
<Allah tidak memperhatikan
suatu amal perbuatan hamba
yang lebih utama
daripada dua rakaat shalat
sunnah yang dikerjakanya,
Sesungguhnya rahmat
selalu ditaburkan di atas
kepala hamba itu selama ia
dalam sholat=. (HR. Ahmad
dan disahkan oleh Suyuthi).

9
Dari Abu Umamah diceritakan
bahwa Rasulullah Muhammad
Saw bersabda:
<Allah tidak memperhatikan
suatu amal perbuatan hamba
yang lebih utama
daripada dua rakaat shalat
sunnah yang dikerjakanya,
Sesungguhnya rahmat
selalu ditaburkan di atas
kepala hamba itu selama ia
dalam sholat=. (HR. Ahmad
dan disahkan oleh Suyuthi).
Dari Abu Umamah diceritakan
bahwa Rasulullah Muhammad
Saw bersabda:
10
<Allah tidak memperhatikan
suatu amal perbuatan hamba
yang lebih utama
daripada dua rakaat shalat
sunnah yang dikerjakanya,
Sesungguhnya rahmat
selalu ditaburkan di atas
kepala hamba itu selama ia
dalam sholat=. (HR. Ahmad
dan disahkan oleh Suyuthi).
Dari Abu Umamah diceritakan bahwa Rasulullah Muhammad Saw bersabda:

“Allah tidak memperhatikan suatu amal perbuatan hamba yang lebih utama daripada
dua rakaat shalat sunnah yang dikerjakanya, Sesungguhnya rahmat selalu ditaburkan
di atas kepala hamba itu selama ia dalam sholat.” (HR. Ahmad dan disahkan oleh
Suyuthi).

Shalat sunnah terbafi atas dua macam yaitu muthlaq dan muqoyyad. Untuk shalat
sunnah muthlaq cukuplah seseorang cukup berniat sholat saja, Imam Nawawi berkata:

“Seseorang yang melakukan sholat sunnah dan tidak menyebutkan berapa rakaat yang
akan dilakukan dalam shalatnya itu, bolehlah ia melakukan satu rakaat, lalu bersalam
dan boleh pula menambahnya menjadi dua, tiga, seratus, seribu rakaat, dan
seterusnya.”

Adapun shalat sunnah muqoyyad itu terbagi atas dua macam:

a. Yang disyariatkan sebagai shalat-shalat sunnah yang mengikuti shalat fardhu dan
inilah yang disebut sebagai shalat sunnah rawatib.

11
b. Yang disyariatkan bukan sebagai shalat sunnah yang mengikuti shalat fardhu.

2.4. Fungsi Shalat Dalam Islam

Diantara pentingnya Shalat dalam kehidupan adalah sebagai berikut:

1. Shalat adalah tolok ukur amal, yang berarti bahwa kualitas amal seseorang
ditentukan oleh Shalatnya. Hal ini seperti disebutkan dalam hadist Rasulullan
yang diriwayatkan Abu Dawud dan Tirdzi,

“Hal pertama yang akan dihisab kelak di hari pembalasan adalah Shalat.
Apabila baik Shalatnya, maka akan baik pula amal-amal lainnya. Dan apabila
Shalatnya rusak, maka akan rusak pula amal-amal lainnya,”

2. Shalat adalah tiang agama. Hal ini disebutkan dalam hadist Rasulullah yang
diriwayatkan oleh Baihaqi

“Shalat itu adalah tiang agama (Islam), maka barangsiapa mendirikannya maka
sungguh ia telah mendirikan agama; dan barangsiapa meninggalkannya, maka
sungguh ia telah merubuhkan agama”

3. Shalat adalah kunci surga. Hal ini disebutkan dalam hadist Rasulullah yang
diriwayatkan oleh Muslim dari Jabir yang dikutip dari kitab Ihya Uumuddin
karya Imam Ghazali.

4. Shalat merupakan perintah langsung dari Allah swt tanpa perantara malaikat
kepada Nabi Muhhamad saw ketika perjalanan Isra dan Mi’raj.

5. Shalat menjadi benteng yang menjaga diri kita dari perbuatan keji dan
maksiyat. Hal ini disebutkan dalam Al-Ankabut: 45:

‫الَّص ٰل وَۗة ِاَّن الَّص ٰل وَة َتْنٰه ى َع ِن اْلَفْح َش ۤا ِء‬ ‫ُاْتُل َم ٓا ُاْو ِح َي ِاَلْيَك ِم َن اْلِكٰت ِب َو َاِقِم‬
‫َم ا َتْص َنُعْو َن‬ ‫َو اْلُم ْنَك ِر َۗو َلِذ ْك ُر ِهّٰللا َاْك َبُر َۗو ُهّٰللا َيْع َلُم‬
Artinya: “Bacalah apa yang telah diwahyukan kepadamu, yaitu Al Kitab (Al
Quran) dan dirikanlah shalat. Sesungguhnya shalat itu mencegah dari (perbuatan-
perbuatan) keji dan mungkar. Dan sesungguhnya mengingat Allah (shalat) adalah
lebih besar (keutamaannya dari ibadat-ibadat yang lain). Dan Allah mengetahui
apa yang kamu kerjakan.”

6. Shalat sebagai pengingat kita kepada Allah swt, seperti yang dituliskan dalam
Surat Ta Ha ayat 14:

12
‫ِاَّنِنْٓي َاَنا ُهّٰللا ٓاَل ِاٰل َه ِآاَّل َاَن۠ا َفاْع ُبْد ِنْۙي َو َاِقِم الَّص ٰل وَة ِلِذ ْك ِرْي‬

Artinya: “Sesungguhnya Aku ini adalah Allah, tidak ada Tuhan (yang hak) selain
Aku, maka sembahlah Aku dan dirikanlah shalat untuk mengingat Aku.”

2.5. Sejarah Shalat Dalam Islam


Perintah shalat lima waktu untuk pertama kalinya diterima dan diwajibkan kepada
umat Islam, tepatnya pada 27 Rajab Tahun kedua sebelum hijrah. Yang mana pada saat itu
Nabi Muhammad SAW melaksanakan Isra dan mi’raj, dimulai dari Masjidil Haram (Makkah)
ke Masjidil al-Aqsa (Palestina) dengan mengendarai Buraq bersama malaikat Jibril naik ke
langit. Saat itu Nabi SAW menerima perintah shalat lima waktu di Sidratil Muntaha atau
Baitul Ma’mur. Pada mulanya, perintah shalat wajib dilaksanakan 50 kali setiap harinya.
Kemudian Rasulullah turun dan bertemu dengan Nabi Musa as, Beliau menceritakan perihal
perintah shalat tersebut. Namun Nabi Musa as menyarankan kepada Rasul agar kembali
kepada Allah untuk meminta keringanan. Setelah berkalikali Rasul menghadap Allah dan
meminta keringanan, akhirnya ditetapkanlah shalat lima kali dalam sehari semalam. (El-Fikri,
2014)

2.6. Hikmah Shalat Dalam Islam


Shalat sebagai tujuan, kita sudah mendapatkan manfaat, baik aqliyah1 dan naqliyah1.
Sedangkan shalat sebagai jalan yaitu shalat yang kita lakukan itu kita pahami sebagai jalan
untuk memperbaiki jiwa, memperbaiki karakter moral, memperbaiki karakter mental atau
memperbaiki cara kita dalam menghadapi realitas hidup. (Ubaedy, 2007)
Shalat merupakan suatu ibadah yang terdiri dari gerakan-gerakan (fi’liyah) dan
ucapan-ucapan (qauliyah) tertentu sesuai dengan petunjuk yang telah ditentukan oleh syariat
Islam. Di dalam gerakan dan bacaan tersebut banyak mengandung hikmah baik dari segi
rohaniyah dan jasmaniyah. Hikmah tersebut antara lain:
1. Meningkatkan ketaqwaan kita kepada Allah dan mengingat kepada-Nya.
2. Mencegah dari perbuatan yang keji dan mungkar.
3. Mendekatkan diri kepada Allah, dijelaskan dalam Q.S. Al-Alaq:19:

‫َك ۗاَّل اَل ُتِط ْعُه َو اْسُج ْد َو اْقَتِرْب‬

Artinya: “Sekali-kali tidak! Janganlah kamu patuh kepadanya; dan sujudlah serta
dekatkanlah (dirimu kepada Allah.)”

4. Meningkatkan disiplin, sabar, dan khusyuk, dijelaskan dalam surat Al-Muminun:1-3:

‫َقْد َاْفَلَح اْلُم ْؤ ِم ُنْو َن‬


Artinya: “Sungguh beruntung orang-orang yang beriman”

13
‫اَّلِذ ْيَن ُهْم ِفْي َص ٰل و ِتِهْم َخ اِش ُعْو َن‬
Artinya: “(yaitu) orang yang khusyuk dalam salatnya,”

‫َو اَّلِذ ْيَن ُهْم َع ِن الَّلْغ ِو ُم ْع ِر ُضْو َن‬


Artinya: “dan orang yang menjauhkan diri dari (perbuatan dan perkataan) yang tidak
berguna,”

5. Menjaga kebersihan dan kesucian jiwa raga, dijelaskan dalam Q.S. As-Syams:9-10

‫َقْد َاْفَلَح َم ْن َز ّٰك ىَهۖا‬

Artinya: “Sungguh beruntung orang yang menyucikannya (jiwa itu)”

‫َو َقْد َخ اَب َم ْن َد ّٰس ىَهۗا‬

Artinya: “Dan sungguh rugi orang yang mengotorinya.”

2.7. Mengamalkan ajaran dan nilai shalat dalam kehidupan sosial


Mengamalkan ajaran dan nilai shalat dalam kehidupan sosial melibatkan integrasi
praktik-praktik keagamaan ke dalam interaksi sehari-hari dengan orang lain. Berikut adalah
beberapa cara untuk mengamalkan ajaran dan nilai shalat dalam konteks sosial:

1. Kesadaran dan Ketaatan dalam Shalat:


Pastikan untuk melaksanakan shalat secara rutin dan dengan penuh khusyuk. Kesadaran
dan ketaatan dalam shalat merupakan langkah awal dalam mengintegrasikan nilai-nilai
keagamaan ke dalam kehidupan sosial.

2. Etika dan Moral:


Terapkan nilai-nilai etika dan moral yang diajarkan dalam shalat ke dalam interaksi sehari-
hari. Ini termasuk kejujuran, kesabaran, kasih sayang, dan keadilan.

3. Solidaritas dan Kepedulian:

14
- Shalat mengajarkan solidaritas dan keprihatinan terhadap sesama. Terapkan nilai-nilai ini
dengan membantu orang lain, berpartisipasi dalam kegiatan amal, atau memberikan
dukungan kepada mereka yang membutuhkan.

4. Toleransi dan Penghargaan Terhadap Perbedaan:


Shalat juga mengajarkan toleransi dan penghargaan terhadap perbedaan. Terapkan sikap ini
dalam kehidupan sosial dengan menghormati perbedaan agama, budaya, dan pandangan
hidup.

5. Kesederhanaan dan Kepedulian Terhadap Kemiskinan:


Praktik kesederhanaan yang diajarkan dalam shalat dapat tercermin dalam kehidupan
sehari-hari. Bersikap rendah hati, menghindari pemborosan, dan peduli terhadap orang-orang
yang kurang beruntung adalah contoh implementasi nilai-nilai ini.

6. Berpikir Positif dan Bersyukur:


Shalat juga mengajarkan untuk bersyukur atas segala nikmat yang diberikan Allah.
Terapkan sikap bersyukur ini dalam kehidupan sosial dengan menghargai apa yang Anda
miliki dan memotivasi orang lain untuk berpikir positif.
Mengintegrasikan nilai-nilai shalat ke dalam kehidupan sosial memerlukan kesadaran,
kesungguhan, dan konsistensi. Selalu ingat untuk menjalankan ajaran agama dengan penuh
rasa tanggung jawab dan kasih sayang terhadap sesama.

2.8. Relasi Shalat Dengan Konsep Diri/Perilaku Manusia.


Shalat memiliki hubungan yang erat dengan konsep diri dan perilaku manusia. Berikut adalah
beberapa cara di mana shalat dapat memengaruhi dan terkait dengan konsep diri dan perilaku
individu:

1. Disiplin Pribadi:
Shalat melibatkan rutinitas waktu tertentu dan ketaatan terhadap aturan-aturan tertentu.
Praktik ini dapat membentuk disiplin pribadi dan membantu individu mengembangkan
kebiasaan yang positif dalam kehidupan sehari-hari.

2. Kesadaran Diri:
Saat melaksanakan shalat, individu diminta untuk merenung, bersikap khusyuk, dan
menyadari kehadiran Allah. Ini dapat membantu meningkatkan kesadaran diri dan koneksi
spiritual, membantu individu memahami dirinya sendiri lebih baik.

15
3. Ketahanan Psikologis:
Shalat dapat menjadi sumber ketenangan dan ketahanan psikologis. Aktivitas ini
memberikan waktu untuk introspeksi, berdoa, dan melepaskan stres, yang dapat
memengaruhi positif kesejahteraan mental dan emosional individu.

4. Moral dan Etika:


Ajaran-ajaran dalam shalat, seperti kejujuran, kasih sayang, dan keadilan, dapat
membentuk kerangka moral dan etika individu. Ini memengaruhi perilaku sehari-hari dan
interaksi dengan orang lain.

5. Kontrol Diri:
Praktik pengendalian diri dalam shalat, terutama dalam menahan diri dari godaan dan
distraksi selama pelaksanaan, dapat membantu individu mengembangkan kemampuan
kontrol diri yang lebih baik.

6. Rasa Syukur dan Penerimaan Diri:


Shalat mengajarkan rasa syukur dan penerimaan terhadap takdir. Ini dapat membentuk
sikap positif terhadap diri sendiri dan mengurangi perasaan tidak puas atau tidak cukup.

7. Kemandirian Spiritual:
Melalui shalat, individu dapat mengalami kemandirian spiritual, yang dapat memberikan
landasan kuat untuk pengembangan konsep diri yang positif.

8. Pengaruh Sosial:
Melalui partisipasi dalam kegiatan keagamaan, seperti shalat berjamaah atau acara
komunitas, individu dapat merasakan keterlibatan sosial yang positif, memperkuat konsep
diri mereka sebagai bagian dari suatu komunitas.

9. Pengelolaan Waktu:
Shalat membutuhkan komitmen waktu tertentu setiap hari. Praktik ini dapat membentuk
kebiasaan manajemen waktu yang baik dan memengaruhi cara individu mengatur waktu
mereka untuk kegiatan lainnya.

16
10. Hubungan dengan Orang Lain:
Nilai-nilai seperti toleransi, penghargaan, dan kasih sayang yang diajarkan dalam shalat
dapat membentuk interaksi yang lebih positif dan membangun hubungan yang sehat dengan
orang lain.

Dengan demikian, shalat tidak hanya menjadi ibadah ritual, tetapi juga memiliki dampak
yang signifikan pada perkembangan konsep diri dan perilaku manusia.

2.9. Tata Cara Shalat Menurut Syariat Islam.


Tata cara shalat haruslah sesuai dengan yang diajarkan oleh junjungankita, Nabi
Muhammad saw. Sebuah hadits yang masyhur, Rasulullah bersabda:
“Shalat lah kamu sekalian sebagaimana melihatku shalat.”
Cara shalat yang benar telah banyak dibahas dalam berbagai macam buku baik buku fiqih
maupun buku yang secara khusus membahas cara shalat. Berikut tata cara shalat yang sesuai
dengan syariat Islam:
1. Niat di dalam hati secara ikhlas karena Allah semata (QSAl-Bayyinah/98:5).
Niat adalah perbuatan hati, bukan perbuatan mulutsehingga tidak perlu diucapkan.
Apalagi tidak ada satu pun hadis yangmenjelaskan tentang adanya tuntunan
melafalkan niat ketika hendakmemulai shalat. Niat secara bahasa berarti menyengaja
(al-qasdhu:maksud) sehingga siapapun yang menyengaja suatu perbuatan
makasebenarnya ia telah mempunyai niat di dalam hatinya.

2. Berdiri sempurna menghadapp ke arah qiblat.


Hal ini dipahami darifirman Allah SWT: .... “Peliharalah segala shalat (mu), dan
(peliharalah) shalat wustha (yakni shalat ‘Ashr). Berdirilah karena Allah (dalam
shalatmu) dengankhusyu” (QSAl -Baqarah/2:238) Demikian pula sabda Nabi saw
ketika menjawab pertanyaan sahabat ‘Imran binHushain yang sedang sakit

“Shalatlah dengan berdiri. Jika engkau tidak mampu maka (shalatlah)dengan duduk,
dan jika tetap tidak mampu maka dengan berbaring!” (HSR.Al- Bukhari, dari ‘Imran
bin Hushain)

Dari hadis di atas dapat dipahami bahwa pada dasarnya shalat itudiperintahkan
dengan berdiri. Namun jika dalam keadaan darurat, sulitdan tidak memungkinkan
untuk berdiri misalnya karena sakit, berperang musafir di atas kendaraan, maka
diperbolehkan duduk, bahkwan jika tidakmampu duduk

17
3. Bertakbir, Takbir pertama disebut takbiratul-ihram. Disebut demikian karenasetelah
takbir ini diharamkan melakukan gerakan lain di luar gerakanyang dituntunkan dalam
shalat hingga salam. Takbir ini disyari’atkan dengna berdasarkan beberap a hadis,
antara lainhadis riwayat Abu Hurairah bahwa Nabi saw bersabda:

“Apabila kamu bangkit berdiri untuk shalat, maka sempurnakan dalam berwudlu,
kemudian menghadap qiblat, lalu bertakbirlah, kemudianbacalah Al- Qur’an yang
paling mudah yang ada padamu!” (Muttafaq ‘alayh)

Cara melakukan takbiratul-ihram yaitu:


a. Mengangkat kedua tangan sejajar dengan telinga dan bahu sekaligus sambil
bertakbir: Allahu Akbar.
Dasarnya adalah hadis dari AbuQilabah bahwa Malik bin al-Huwayrits ra:

“Apalagi bertakbir, beliau mengangkat kedua tangannya hingga keduanya sejajar


dengan kedua telinganya.” (HSR. Muslim, al-Bayhaqi dan Ibn Hibban)

Dalam redaksi yang lain riwayat Muslim Abu Dawud, al- Nasai dan Ahmad, dari
Wa’il menyebutkan:

“Sejajar dengan kedua telinganya” atau .... “Hingga keduanya sejajardengan


kedua bahunya sedang kedua ibu jarinya sejajar dengankedua telinganya lalu
bertakbir” (Abu Dawud, 2/385:622) Ibn ‘Umar ra juga menceritakan bahwa Nabi
saw:

“Apabila (beliau saw) berdiri untuk shalat, beliau mengangkat kedua tanganyya
hingga keduanya sejajar bahunya...” (HR Jama’ah. dal amredaksi Musmil (juz
2/6:888),

Abu Dawud, al- Nasa’I, dan al -Bayhaqimada tambahan: ... “kemudian


bertakbir”). Tapi redaksi muslim yang lain bahwa Malik bin al-Huwayrits:
“bertakbirkemudian mengangkat kedua tangannya” (HSR.Muslim 2/7:890. Malik,
al-Bayhaqi)

Karena kedua cara ini sama-sama didasarkan pada hadis sahih, maka tidak perlu
dipertentangkan satu sama lain, apakah mau mengangkat kedua tangan dahulu
kemudian bertakbir, ataukah bertakbir dulu lalu mengangkat tangan. Bisa jadi pula
cara pelaksanaannya secara bersamaan karena umumnya redaksi yanglebih kuat
(seperti: al-Bukhari), tidak menyebutkan kata urutan: ...(kemudian), tapi ketika
kata penggabungan: .. (dan) seperti: ... atau ...(saat/ketika) yang tidak mesti
menunjukkan urutan, tapi bisa jugamenunjukkan waktu bersamaan/sekaligus.
Redaksi al-Bukhari dan Ibn ‘Umar yang lain bahwa ia melihat Nabi saw:... “
Beliau (Nabi saw) membuka takbir shalat dengan mengangkat keduatangan saat
bertakbir hingga kedua tangannya sejajar dengan kedua bahunya, dan bila
bertakbir untuk ruku’ juga berbuat seperti itu, bilabeliau berkat:”sami’a - llahu li
man hamidah” beliau juga berbuat seperti itu dan berdoa: “robbana walakal -

18
hamd”. Beliau tidak berbuat seperti itu (yakni tidak mengangkat kedua tangan)
saat sujud dan tidak pula saat mengangkat kepalanya dari sujud.” (HR.Al-Bukhari
I/258, no:705;al- Nasa’I 2/121:876

b. Meletakkan tangan kanan di atas punggung pergelangan dan lengankiri, dan


mengencangkan keduanya dia atas dada. Menurut Wa’il bin Hujr ra bahwa:... “
Beliau (Nabi saw) meletakkan tangannya yang kanan di atas punggung telapak
tangan kirinya, pergelangan dan lengan bawahnya.” (HSR.Abu Dawud, Ahmad,
al-Bayhaqi, Ibn Khuzaymah,Ibn Hibban) Hadis senada berasal dari Abu Hazim,
dari Sahl bin Sa’ad ra. Bahwa:.. “ Orang-orang diperintahkan (oleh Nabi saw)
agar meletakkan tangan kanannya dia atas lengan kirinya dalam shalat” (HSR.Al-
Bukhari,Malik)Dalam HR. Ibn Khuzaymah yang la in juga dari Wa’il ra. bahwa
setelah takbiratul-ihram, posisi tangan kanan Nabi saw diletakkan diatas tangan
kiri dalam keadaan memegang tangan kiri: “Ketika bertakkbir, beliau mengangkat
kedua tangannya hingga sejajar dengan kedua telingannya kemudian beliau
meletakkan tangan kanannya di atas tangan kirinya lalu memegangnya.”
(HRR.IbnKhuzaymah)Hadis yang lain menyebutkan bahwa kedua tangan tersebut
diletakkandia atas dada. Hal ini diriwayatkan bahwa saat Nabi saw bangkitmenuju
mihrab untuk shalat:... “Lalu beliau mengangkat kedua tangannya dengan
bertakbir, kemudian meletakkan tangan kanannya dia atas tangan kirinya di atas
dadanya.” (HHR.Al-Bayhaqi dan al-Thabrani)Sekiranya hadis yang menuntunkan
untuk meletakkan tangan kanan diatas pergelangan dan lengan tangan kiri
dipraktekkan dengan benarmaka letak kedua tangan pasti akan berada di atas
pusar (yakni: didada), bukan di bawah pusar apalagi hadisnya daif dan munkar.

c. Pandangan kea rah tempat sujud (HR.Al-Bayhaqi dan al-Hakim),tidak boleh


menutup mata (Jawa: merem), tidak boleh menengadah keatas (HR. Al-Bukhari
dan Abu Dawud), dan tidak memalingkan pandangan (al-iltifat) ke kanan-kiri
(HR. Al-Bukhari).

d. Kemudian membaca salah satu do’a iftitah berikut: “Ya Allah jauhkanlah antara
diriku dengan kesalahanku sebagaimana Engkau jauhkan antara Timur dan Barat,
Ya Allahbersihkanlah diriku dari segala kesalahan sebagaimana bersihnyakain
putih dari kotoran, Ya Allah cucilah segala kesalahanku dengan air, salju dan
embun.” (HSR.Jama’ah) Atau membaca doa yang lebih panjang:

“Kuhadapkan wajahku kepada Dzat yang menciptakan langit dan bumi dengan
tunduk dan berserah diri, san tidaklah aku termasukorang-orang musyrik.
Sungguh shalatku, pengabdianku, hidup danmatiku adalah bagi Allah Tuhan
sekalin alam, tidak ada sekutubagiNya dan untuk itulah aku diperintahkan, dan
saya termasukorang yang berserah diri. Ya Allah Engkaulah Yang Maha Kuasa
Tidak ada tuhan selain Engkau, Engkaulah Tuhanku, dan sayalahhambaMu, aku
telah berbuat aniaya terhadap diriku dan kuakuidosaku, maka ampunilah dosa-
dosaku seluruhnya, tidak ada yangmampu mengampuni dosa-dosa itu kecuali
hanya Engkau, dantunjukilah aku akhlak yang terbaik kecuali hanya Engkau, dan
jauhkanlah aku dari akhlaq yang jelek, tidak ada yang dapatmenjauhkannya dari

19
hamba kecuali hanya Engkau. Aku penuhi seruanMu, aku patuhi perintahMu, dan
semua kebaikan berada ditanganMu, sedang semua kejahatan bukanlah dariMu.
Aku dengan Engkau dan kembali kepadaMu, Engkaulah yang Maha
Memberkatidan Maha Mulia, aku mohon ampun dan bertobat kepadaMu”
(HSR.Jamaah kecuali al-Bukhari, dari Ali bin bi Thalib.

4. Membaca Surat Al-Fatihah secara tartil (jelas dan perlahan) dengan sebelumnya
ta’awwudz tanpa dikeraskan, lalu membaca basmalah (yakni“ Bimillahir-rahmanir-
rahim ”).

Membaca al-Fatihah dalam shalat ini wajib berdasarkan hadis Nabi saw:..

“ Tidak sah shalat bagi orang yang tidak membaca Fatihatul- Kitab ” .(HSR.Al-
Jama’ah kecuali Imam Malik, dari ‘Ubadah bin al -Shamit. Dalam HSR. Al- Jama’ah
selain al -Bukhari, dari Abu Hurayrah radisebutkan bahwa: “ Siapa yang shalat tanpa
membaca Ummul- Qur’an,...: maka shalatnyakurang/bunting (diulang hingga 3x),
tak sempurna.”)

Penekanan hadis di atas adalah pada ketidakabsahan shalatseseorang yang tidak


membaca al-Fatihah padahal dia mampu dan punyakesempatan membacanya,
misalnya pada kasus shalat sendirian. Tetapi untuk kasus shalat berjama’ah di mana
ma’mun masbuq (terlambat) tidaksempat mendapatkan bacaan al-Fatihah imam tetapi
masih mendapatkan ruku’ bersama imam maka shalatny a tetap sah dan sudah
dihitungmendapat 1 rakaat, hanya saja kurang sempurna karena ia melewatkan al-
Fatihah bersama imam

5. Ruku’ Angkat kedua tangan seperti takbiratul-ihram sambil bertakbir:


Allahu Akbar menuju ke posisi ruku’. Dasarnya adalah firman Allah SWT dalam QS.
Al-Hajj/22:77

‫ٰٓيَاُّيَها اَّلِذ ْيَن ٰا َم ُنوا اْر َك ُعْو ا َو اْسُج ُد ْو ا َو اْع ُبُد ْو ا َر َّبُك ْم َو اْفَع ُلوا اْلَخ ْيَر َلَع َّلُك ْم ُتْفِلُحْو َن‬
Artinya: “Hai orang - orang yang beriman, ruku’lah kamu, sujudlah kamu, sembahlah
Tuhanmu dan perbuatlah kebajikan, supaya kamu mendapat kemenangan.”

6. I’tidal setelah ruku’ yakni berdiri tegak (i’tidal) dengan sempurna dantenang
(thuma’ninah). Hal ini didasarkan pada hadis Nabi saw yang mengajarkan:

“Kemudian ruku’lah hingga tenang, kemudian angkatlah (kepalamu) hingga tegak


berdiri kemudian sujudlah...” (Muttafaq ‘alayh, dari Abu Hurayrah ra)

Saat i’tidal, dituntunkan untuk mengucapkan:


“Maha Mendengar Allah pada siapa saja yang memuji-Nya. Ya Tuhankami, bagi-
Mulah segala pujian” (Muttafaq ‘alayh, dari Ibn ‘Umar ra.) sambil mengangkat ked
ua tangan (Muttafaq ‘alayh).

20
Bila berjama’ah, maka setelah imam mengucapkan: , makama’mun cukup
membaca:..., atau:... , atau boleh juga:... , (Muttafaq‘alayh, dari Anas bin Malik dan
Abu Hurayrah ra.), atau membaca bacaanyang lebih panjang:... “ Ya Tuhan kami,
bagi-Mulah segala pujian, sepenuh langit dan bumi, dan sepenuh semua apa yang
Engkau sukai dari sesuatu apapun ”. (HSR. Al - Jama’ah, kecuali al - Bukhari, dari
Ibn Abi Awfa, ‘Ali bin Abi Thalib, AbuSa’id al - Khudri, Ibn ‘Abbas ra.)

Posisi tangan setelah i’tidal adalah tegak lurus dan tidak sedekap di dada, karena tidak
ada hadis maqbul yang menjelaskan adanya tuntunan sedekap setelah i’tidal kecuali
hanya penafsiran terhadap hadis. Hadis yang dimaksud antara lain diceritakan oleh
Abu Humayd al- Sa’ idiy bahwa Nabi saw:

“Apabila mengangkat kepalanya, beliau tegak lurus hingga setiap tulangkembali ke


tempatnya.”

7. Sujud. Bertakbirlah tanpa mengangkat tangan menuju gerakan sujuddengan


meletakkan kedua lutut lebih dahulu lalu kedua tangan, kemudianletakkan wajah
(dahi dan hisung). Mendahulukan kedua lutut dari kedua tangan saat sujud didasarkan
pada hadis dari Wa’il bahwa ia melihat Nabi saw.....

“Apabila beliau sujud, beliau meletakkan kedua lututnya sebelum kedua tangannya,
dan apabila bangkit, beliau mengangkat kedua tanganyya sebelum kedua lututnya.”
(HHR. Al-Tarmidzi, Al-Nasai, Abu Dawud) Selain cara hadis di atas, ada riwayat lain
dari Abu Hurayrah ra. yang justru menuntunkan untuk meletakkan kedua tangan lebih
dahulu sebelumkedua lutut. ...

Apabila salah seorang kalian sujud, maka janganlah mendekam sepertimendekamnya


onta, hendaklah meletakkan tangan terlebih dahulusebelum kedua lutut. (HR. Abu
Dawud, al-Nasai, Ahmad dan al-Darimi)

Posisi saat sujud adalah dengan menempelkan 7 tulang di tanah, sebagaimana


dilaporkan oleh Ibn ‘Abbas ra bahwa:

“Aku diperintahkan (oleh Nabi saw) untuk sujud di atas 7 tulang, yaitu: dahi sambil
tangannya menunjuk pada hidungnya, kedua tangan, keduakaki dan ujung kedua kaki,
dan kami dilarang menyibakkan kain danrambut.” (HR. Al -Bukhari, Muslim)

ujud secara proporsional menurut Nabi saw adalah kedua telapaktangan diletakkan
sejajar dengan kedua telinga (HR. Ahmad) atau dalamredaksi yang lain: wajahnya
diletakkan di antara kedua telapak tangannya (HR. Ahmad, Muslim) dimana jari
jemarinya dirapatkan (HR. Ibn Hibban, al-Thabrani) dan dihadapkan kearah qiblat
(HR. Al-Bayhaqi). Nabi saw juga menuntunkan agar mengangkat kedua siku dari
lantai (HR. Muslim,Ahmad) dan merenggangkan keduanya dari ketiak dan
lambungnya (Muttafaq ‘alayh), dan juga merenggangkan kedua pahanya, tapi tidak
menempelkan perutnya pada kedua pahanya (HR. Abu Daud & al-Bayhaqi). Nabi saw

21
menuntunkan supaya mengangkat pantat (HR.Ahmad), namun tidak boleh berlebih-
lebihan dengan memanjangkansujud hingga perutnya mendekati lantai (jakhkha) (HR.
Ibn Khuzaymah,Ibn Mundzir).
Untuk cara sujud perempuan sama dengan sujudnya laki-laki, karena hadis yang
menyuruh perempuan untuk merapatkan tangannya kelambungnya, hadisnya daif
karena terputus sanadnya (mursal). Adapun doa yang biasa dibaca oleh Nabi saw saat
sujud dan ruku’ adalah:

“ Maha Suci Engkau ya Allah Tuhan kami, dan dengan pujian kepada-Mu ya Allah
ampunilah hamba.” (Muttafaq ‘alayh)

Atau doa: “Maha Suci Tuhanku Yang Maha Tinggi” (HSR. Muslim,Tirmidzi, Nasa’I,
Abu Daud, dan Ahmad) boleh dibaca 3 kali, tapi tanpa wa bi hamdihi karena hadisnya
lemah.

Lalu sujudlah untuk kedua kalinya dengan bertakbir dan membaca do’a sujud seperti
sebelumnya.Ketika bangkit dari sujud kedua pada rakaat ganjil dan akan berdiri pada
rakaat genap, disunahkan untuk duduk istirahat sejenak dengan caraiftirasy kemudian
baru berdiri (HR. al- Jama’ah kecuali Muslim) dengan menekankan kedua telapak
tangan (tanpa dikepalkkan) di tanah lalumeletakkan keduanya pada kedua paha untuk
berdiri dan langsungsedekap, tanpa mengangkat tangan. Selanjutnya ker jakanlah
raka’at keduaini, seperti raka’at yang pert ama, hanya saja tidak membaca doa iftitah.

8. Duduk. Setelah sujud kedua, maka dituntunkan untuk duduk. Jika dalam posisi duduk
tasyahhud awal maka posisi duduknya iftirasy yakni dudukdi atas bentangan kaki kiri
sementara telapak kaki kanan ditegakkan 12 dengan jari kaki kanan menghadap
qiblat. Namun jika sudah dalam posisiduduk tasyahud akhir maka poosisi duduknya
tawarruk yakni pangkal paha atas (pantat) yang kiri duduk bertumpu pada lantai
sedangkan posisikaki kanan sama dengan tahiyat awal. Hal ini didasarkan pada
pernyataanAbu Humayd al- Sa’idi ra kepada para sahabat, “Saya lebih hapal dari
kalian tentang shalat Rasulullah saw:

“Dan apabila duduk pada rakaat kedua, beliau duduk atas kaki kirinyadan
menengakkan (telapak kaki) kanannya, dan apabila duduk padarakaat yang terakhir,
beliau memajukkan kaki kirinya dan dudukbertumpu pada pantatnya.” (HSR. Al -
Bukhari, Abu Daud, dll.)

Pada saat tasyahhud, bacalah tahiyyat dengan posisi jari-jari tangankiri terjulur di atas
lutut, sedangkan jari-jari tangan kanan dalam posisimengepal kecuali telunjuk yang
menunjuk untuk berdoa. Ada hadis yang berasal dari Wa’il yang mengatkan bahwa
telunjuk digerak-gerakkan,yaitu :

“Kemudian beliau mengangkat telunj uknya lalu aku melihat beliaumenggerak-


gerakkannya untuk berdoa dengannya.” (HR.Al- Nasa’I,Ahmad, dari Wa’il bin Hujr
ra). tetapi hadis yang lebih kuat yaitu dari‘Abdullah bin al Zubayr bahwa Nabi saw
tidak menggerak -gerakkantelunjuk saat berdoa berbunyi: ... : ”Beliau menunjuk

22
dengan telunjuknya bila berdoa, dan tidak menggerak- gerakkannya” (HSR. Al-
Nasa’I, AbuDawud, dari ‘Abdullah bin al -Zubayr).

Dari beberapa keteraangan di atas dapat disimpulkan bahwa setelahduduk dengan


tenang, Nabi saw menggerakkan telunjuknya untukmenunjuk 1 kali di awal duduk
saat mulai membaca tasyahud: al-tahiyyatu..., namun tidak menggerak-gerakkannya
secara keseluruhan (thuma’ninah).

Setelah tahiyyat, langsung bershalawat (berdoa) untuk Nabi saw:...

“Ya Allah, berilah shalawat kepada Muhammad dan keluarganya, sebagaimana


Engkau telah memberikan shalawat kepada Ibrahim dankeluarganya. Dan berikanlah
berkah pada Muhammad dan kelluarganya sebagaimana Engkau telah memberkahi
Ibrahim dan kelluarganya. Sesungguhnya Engkaulah yang Maha Terpuji lagi Maha
Mulia.” (HR. Jama’ah, dari Ka’ab bin Ujrah.)

Mengenai penambahan kata sayyidina Muhammad dalam shalawatshalat, tidak


satupun hadis menuntunkannya sehingga tidak disunahkkanmenggunakannya
meskipun maksud penghormatan. Tetapi di luar bacaanshalat, boleh saja menyebutkan
sayyidina Muhammad sebagai ekspresicinta dan penghormatan Nabi saw.

Setelah shalawat, berdo’alah dengan memilih doa yang pendek sekehendak hati. Salah
satu doa yang bisa dijadikan sebagai akhir doatasyahhud awwal adalah doa yang
diajarkan Nab saw kepada Abu Bakaral-Shiddiq ketika ia minta diajarkan sebuah doa
dalam shalat. Kata Nabi saw, “Ucapkanlah:

“Ya Allah, sesungguhnya hamba telah mendzalimi diri sendiri dengankedzaliman


yang banyak, dan tidak ada yang dapat mengampuni dosakecuali Engkau. Maka
ampunilah dosa hamba dengan ampunan dari sisi- Mu, dan kasihilah hamba.
Sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Pengampun lagi Maha Pengasih.” (HR.
Al-Bukhari, Muslim, dll.)

Setelah membaca akhir doa tasyahhud awwal, berdirilah untuk raka’at yang ketiga
deng an takbir sambil mengangkat tangan sejajardengan bahu dan telinga, kemudian
bacalah Al- Fatihah saja. Pada raka’at terakhir setelah membaca tahiyyat akhir dan
shalawat, Nabi sawmenganjurkan untuk berlindung kepada Allah dari empat hal
dengan membaca do’a:

Ya Allah, aku berlindung kepadaMu dari siksa neraka jahannam, dari siksa kubur, dari
kejahatan fitnah kehidupan dan kematian, dan dari fitnah Dajjal.” (HR. Muslim, Abu
Daud, Ibn Majah, dan Ahmad, dari AbuHurairah)

9. Salam. Setelah berdoa dalam tasyahhud akhir, kemudian salamlah dengn berpalinag
ke kanan hingga terlihat pipimu dari belakang dengan membaca:

“As - salamu ‘alaykum wa rahmatullah”

23
Lalu berpaling ke kiri juga membaca:
“ As- salamu ‘alaykum wa rahmatullah”

Baik salam ke kanan maupun ke kiri tanpa mengucapakantambahan wa barakatuh


(HSR. Muslim, al-Tirmidzi, Abu Dawud, al- Nasa’i, Ibn Majah, Ahmad).

Inilah pendapat yang paling kuat dan dipegangi oleh mayoritas ulama. Pada saat
salam, tidak ditutunkanmengibaskan tangan kanan saat salam ke kanan, demikian pula
ke kiriseperti ekor kuda yang lari terbirit-birit. Sebab Nabi saw pernah
melarangsahabat yang mengibaskan tangan kanannya ke kanan saat salam kekanan,
kemudian tangan kirinya saat salam ke kiri. (HR. Muslim no:431 Ibn Khuzaymah, al-
Thabraru).

BAB III
PENUTUP

24
1.1. Kesimpulan

Shalat berasal dari "wasala," artinya terhubungkan. Dalam bahasa, berdoa atau
memohon. Rasulullah mengajarkan konsentrasi dan kekhususan dalam shalat.
Menurut bahasa syara', shalat adalah ucapan yang dimulai dengan takbir dan
diakhiri dengan salam. Bagi ulama tasawuf, shalat adalah menghadapkan hati
kepada Allah dengan khusyuk.

Shalat memiliki kedudukan istimewa, diibaratkan sebagai tiang Islam. Islam tidak
tegak tanpa shalat. Pada hari kiamat, shalat menjadi pertimbangan pertama. Tali
Islam terputus seiring waktu, dan shalat adalah wasiat terakhir Nabi. Allah memuji
pelaksana shalat dan mencela yang melalaikannya.

- Shalat Fardhu: Wajib lima kali sehari.


- Shalat Sunnah: Dianjurkan untuk menambah kekurangan shalat fardhu, terdiri
dari muthlaq (tanpa jumlah rakaat tertentu) dan muqoyyad (mengikuti shalat
fardhu atau tidak).

Fungsi Shalat Dalam Islam:

1. Sebagai tolok ukur amal dan tiang agama.


2. Kunci surga dan perintah langsung dari Allah.
3. Melindungi dari perbuatan keji dan maksiat.
4. Pengingat kepada Allah, membuka dan mengakhiri kehidupan seseorang.

Dengan demikian, shalat memegang peran sentral dalam kehidupan seorang


Muslim, mencerminkan ketaatan, ketaqwaan, dan hubungan langsung dengan
Allah.

Sejarah Shalat Dalam Islam:


Shalat lima waktu pertama kali diwajibkan pada 27 Rajab Tahun kedua sebelum
hijrah saat Nabi Muhammad SAW melakukan Isra dan Mi'raj. Awalnya, shalat
diwajibkan 50 kali sehari, tetapi setelah pertemuan dengan Nabi Musa as,
ditetapkan lima kali sehari.

Hikmah Shalat Dalam Islam:


- Shalat memiliki manfaat aqliyah dan naqliyah.
- Shalat sebagai jalan untuk memperbaiki jiwa, karakter, dan cara menghadapi
realitas hidup.
- Hikmah-hikmah shalat termasuk meningkatkan ketaqwaan, mencegah
perbuatan keji, mendekatkan diri kepada Allah, meningkatkan disiplin, kesucian
jiwa raga, dan lainnya.

Mengamalkan Ajaran dan Nilai Shalat dalam Kehidupan Sosial:


- Kesadaran dan ketaatan dalam shalat.
- Penerapan etika, moral, solidaritas, dan toleransi dalam interaksi sehari-hari.

25
- Kesederhanaan, kepedulian terhadap kemiskinan, dan berpikir positif.

Relasi Shalat dengan Konsep Diri/Perilaku Manusia:


- Pembentukan disiplin pribadi melalui rutinitas shalat.
- Peningkatan kesadaran diri dan koneksi spiritual.
- Shalat sebagai sumber ketenangan psikologis dan pembentuk moral.
- Pengembangan kontrol diri, rasa syukur, dan penerimaan diri.
- Pengaruh sosial melalui partisipasi dalam kegiatan keagamaan.
- Pengelolaan waktu dan pembentukan hubungan positif dengan orang lain.

Shalat tidak hanya ibadah ritual, tetapi juga memiliki dampak signifikan pada
konsep diri dan perilaku manusia.

Tata Cara Shalat Menurut Syariat Islam:

1. Niat: Niat dilakukan dalam hati secara ikhlas karena Allah semata, tidak perlu
diucapkan. Niat adalah perbuatan hati, bukan mulut.

2. Berdiri Menghadap Qiblat: Shalat dilakukan dalam keadaan berdiri menghadap


qiblat, kecuali dalam kondisi darurat, sulit, atau tidak memungkinkan.

3. Bertakbir: Takbir pertama disebut takbiratul-ihram, mengangkat kedua tangan


sejajar dengan telinga dan bahu. Takbir ini menandai dimulainya shalat.

4. Bacaan Surat Al-Fatihah: Membaca Surat Al-Fatihah secara tartil (jelas dan
perlahan) dengan ta’awwudz sebelumnya, diikuti dengan membaca basmalah.

5. Ruku’: Angkat kedua tangan seperti takbiratul-ihram sambil bertakbir, menuju


posisi ruku’. Firman Allah SWT dalam QS. Al-Hajj/22:77 menunjukkan
pentingnya ruku’.

6. I’tidal: Setelah ruku’, berdiri tegak dengan tenang, mengucapkan doa, "Maha
Mendengar Allah pada siapa saja yang memuji-Nya."

7. Sujud: Bertakbir tanpa mengangkat tangan, meletakkan kedua lutut, tangan, dan
wajah di tanah. Saat sujud, perhatikan posisi yang sesuai dengan tuntunan Nabi
saw.

8. Duduk: Setelah sujud kedua, duduk sesuai posisi tasyahhud awal atau akhir.
Bacalah tahiyyat, salawat, dan berdoa. Jari telunjuk bisa digerakkan sekali di awal
duduk tasyahhud awal.

9. Rakaat Selanjutnya: Untuk rakaat berikutnya, berdiri dengan takbir, membaca


Al-Fatihah, melanjutkan rukun-rukun shalat, dan berdoa pada tasyahhud akhir.

26
10. Salam: Setelah berdoa dalam tasyahhud akhir, salamlah ke kanan dan ke kiri
dengan membaca "As-salamu ‘alaykum wa rahmatullah" tanpa mengibaskan
tangan.

Itulah tata cara shalat yang sesuai dengan syariat Islam. Sebaiknya, praktikkan
dengan penuh kesadaran dan kekhusyukan.

DAFTAR PUSTAKA

27
Abd Salam, al-Qawaid al-Ahkam fi masalih al-Anam, jilid I (Kairo: al-Istiqamat, t.th.)
Ahmad ibn Faris, Maqayis al-Lughah Juz 5. t.t: Dar al-Fikr, t. th. al-Jazairi, Abu Bakr Jabir.
Minhajul Muslim, Terj. Padhli Bahri Lc, Ensiklopedi Muslim Cet. VI; Jakarta: Darul Falah,
2003.
al-Khodari Bek, Al-Sheikh Muhammad. Tarih ‘al-Islami. Cet. IV; Baeirut: Dar alKotob al-
Ilmiyah, 2013.
Al-Qur’an dan Terjemahnya. Surabaya: Karya Utama, 2000
Dahlan. Abdul Azis dkk. Ensiklopedi Hukum Islam, jilid IV, (Jakarta: Ichtiar Baru Van
Hoeve, 2006.
Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Bahasa Indonesia. Jakarta: Pusat Bahasa, 2008.
Hidayatullah Moch. Syarif. Buku Pintar Ibadah Tuntunan lengkap semua Rukun Islam. Cet. I;
Jakarta: Graha Pena, 2011.
Kartanegara, Mulyadi dkk. Pengantar Studi Islam. Jakarta: UIN Jakarta, 2012
Madyo Wratsongko, Menyingkap rahasia Gerakan Salat (membentuk manusia sehat, cerdas
dan berakhlak mulia) (Anggota MPP ICMI Pusat”Prisai diri, t.th. Muhammad Abu Zahrah,
Usul al-Fiqh, Tej. Syaifullah dkk. Cet. V; Jakarta Pustaka Firdaus, 1999. Muhammad Ash-
Shalabi. The Great Leader of Umar bin al-Khattab, Terj. Khoirul Amru Harahap dan Akhmad
Faozan, Umar Bin al-Khattab: Kisah kehidupan dan Kepemimpinan Khalifah ke dua. Cet. 2;
Jakarta Timur: Pustaka alKautsar, 2009.
Prof. Dr. Abdullah bin Baih. ‘Alaqah Maqasid al-Syari’ah bi Ushul. London: Markaz Dirasad
Maqasid al-Syari’ah, 2006.

28

Anda mungkin juga menyukai