Anda di halaman 1dari 32

SHALAT JENAZAH

Makalah

Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah fiqih ibadah

Dosen pengampu : Ibu Faridatus Suhadak,M.HI

Disusun oleh : kelompok 9

1. Fathy Adzan Azhary (230201110052)


2. Isnaini lailatul khibtiyah (230201110154)
3. Muhammad Azwar (230201110058)

PROGRAM STUDY HUKUM KELUARGA ISLAM

FAKULTAS SYARIAH

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI MAULANA MALIK


IBRAHIM MALANG

2024
KATA PENGANTAR

Puji syukur senantiasa kami panjatkan kehadirat Allah


SWT yang telah melimpahkan Rahmat dan karunia-Nya,
sehingga kami dapat menyelesaikan tugas pembuatan makalah
ini untuk mata kuliah fiqih Ibadah dengan judul "SHALAT
JENAZAH” Terima kasih kami haturkan kepada Ibu Faridatus
Suhadak,M.HI selaku dosen pengampu mata kuliah Fiqih
Ibadah, yang senantiasa membimbing kami dalam penyusunan
makalah ini. Tanpa adanya bimbingan dari beliau, kami kiranya
tidak akan mampu menyelesaikan makalah ini. Tidak lupa kami
juga mengucapkan terima kasih kepada anggota kelompok 9,
yang senantiasa bekerjasama dalam pembuatan makalah ini,
sehingga kami dapat menyelesaikan makalah dengan baik. Bila
mana ada beberapa kesalahan dalam penulisan makalah ini,
izinkan kami menghaturkan permohonan maaf. Sebab makalah
ini tidaklah sempurna dan masih memiliki banyak kesalahan.
Kami pun berharap pembaca makalah dapat memberikan kritik
dan sarannya kepada kami, agar di kemudian hari kami dapat
membuat makalah yang lebih baik lagi. Akhir kata, kami
ucapkan terima kasih kepada segala pihak yang telah
memberikan bantuan dalam penyusunan makalah ini.

Malang, 29 februari 2024

Penulis

ii
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI
PENDAHULUAN......................................................................1
1.1 latar belakang....................................................................1
1.1 Rumusan Masalah............................................................2
1.2 Tujuan Penulisan...............................................................2
BAB II......................................................................................3
PEMBAHASAN......................................................................3
2.1 Pengertian shalat jenazah.................................................3
2.2 Hukum, syarat, dan rukun sholata jenazah....................8
2.3 sunnah-sunnah dalam shalat jenazah............................19
2.4 Posisi imam shalat jenazah.............................................20
2.5 Jenazah yang Dishalati dan yang Tidak Dishalati........21
2.6 shalat ghaib......................................................................27
BAB III.....................................................................................28
PENUTUP.................................................................................28
3.1 kesimpulan.......................................................................28
DAFTAR PUSTAKA...............................................................29

iii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 latar belakang


Kematian merupakan suatu peristiwa yang pasti terjadi dalam
kehidupan semua makhluk tidak terkecuali manusia. Meski tak
seorangpun yang tau pasti kapan datangnya. Jika ajal sudah
menjemput, maka tidak ada yang bisa meminta untuk
ditangguhkan. Segala urusan yang ada di dunia terhenti seketika
dan tanggung jawab pelaksanaan terhadap orang yang sudah
meninggal dunia tersebut menjadi kewajiban bagi orang yang
masih hidup. Allah SWT telah menetapkan hukum Fardhu
Kifayah, artinya apabila disuatu tempat sudah ada orang yang
telah melaksanakannya maka semua orang yang berada di daerah
tersebut tidak berdosa. Ini merupakan bentuk tanggung jawab
umat Islam terhadap sesama, terutama bagi orang yang sudah
meninggal dunia.

Nabi Muhammad Saw melalui risalah yang dibawanya telah


memberikan pedoman komprehensif yang mengatur segala aspek
kehidupan manusia. Salah satu aturan yang ditetapkannya adalah
tentang cara menghadapi jenazah, mulai dari cara menghadapi
orang yang sedang sakaratul maut sampai pada proses
menguburkan jenazah ke liang lahat. Semua itu dijelaskan secara
lengkap agar memudahkan umat Islam dalam memberikan hak
kepada mayit untuk mendapatkan penyelenggaraan terbaik.1

1
H hajar, buku panduan praktikkum penyelenggaraan jenazah, (Palembang 2021), hal 1.

1
Fenomena yang terjadi di dalam kehidupan sehari-hari masih
banyak di antara umat Islam yang belum mengetahui tata cara
penyelenggaraan jenazah dengan baik dan benar serta sesuai
dengan ajaran Islam2, maka dibutuhkan panduan sebagai acuan
dalam proses praktikum penyelenggaraan jenazah yang
sistematis dan komprehensif serta mudah diterapkan.

1.1 Rumusan Masalah


1. Apa itu shalat jenazah?
2. apa saja hukum, syarat, dan rukun sholata jenazah?
3. Apa saja sunnah-sunnah dalam shalat jenazah
4. Bagaimana posisi imam shalat jenazah?
5. Siapa yang dishalati dan tidak dishalati dalam shalat
jenazah?
6. Apa itu shalat ghaib?

1.2 Tujuan Penulisan


1. Untuk mengetahui apa itu shalat jenazah.
2. Untuk mengetahui apa saja hukum, syarat, dan rukun
dalam shalat jenazah.
3. Untuk mengetahui apa saja sunnah-sunnah dalam shalat
jenazah.
4. Untuk mengetahui Bagaimana posisi imam shalat jenazah.
5. Untuk mengetahui Siapa yang dishalati dan tidak dishalati
dalam shalat jenazah.
6. Untuk mengetahui Apa itu shalat ghaib.

2
ibid hal 2.

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian shalat jenazah


1. Pengertian shalat

Shalat secara bahasa bisa bermakna doa, sedangkan


menurut istilah syara' adalah "ibadah yang mengandung
ucapan-ucapan dan amalan-amalan yang khusus, dimulai
dengan takbir, diakhiri dengan salam.3 Sehingga tidak salah
jika shalat saja disebut doa karena mayoritas bacaan shalat
mengandung doa, seperti dalam bacaan ruku' dan sujud.
Bahkan pada ifftitah shalat saja ada doa, biasa disebut doa
iftitah. Dalil ayat-ayat Al-Qur'an yang mewajibkan shalat
antara lain:

‫َو َأِق ُميوا الَّص الَة َو آُتوا الَّز اَك َة َو اْر َكُع وا َم َع الَّر اِكِع َني‬

Artinya: "Dan dirikanlah salat, tunaikanlah zakat dan


rukuklah beserta orang-orang yang rukuk".

‫اْتُل َم ا ُأوَيِح ِإ َلْي َك ِم َن اْلِكَتاِب َو َأِق ِم الَّص الَة ِإ َّن الَّص الَة َتَهْنى َع ِن اْلَفْح َش اِء َو اْلُم ْنَكِر َو ِذَل ْك ُر‬
‫اِهَّلل َأْكُرَب َو اُهَّلل َيْعُمَل َم ا َتْص َنُع وَن‬

Artinya: "Bacalah apa yang telah diwahyukan kepadamu,


yaitu Al Kitab (Al Qur'an) dan dirikanlah salat. Sesungguhnya
salat itu mencegah dari (perbuatan-perbuatan) keji dan
mungkar. Dan sesungguhnya mengingat Allah (salat) adalah

3
Subhan Nurdin, Keistimewaan shalat Khusuk, (jakarta: QultumMedia, 2006), hal 11

3
lebih besar (keutamaannya dari ibadah-ibadah yang lain). Dan
Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan".

Penyembahan Allah berupa shalat merupakan kewajiban


setiap orang Islam, baik laki-laki maupun perempuan,
pelaksanaannya dengan perbuatan, perkataan dan berdasarkan
syarat-syarat dan rukun yang tertentu dengan dimulai takbir
dan diakhiri dengan salam.4 shalat dalam agama Islam
menempati kedudukan yang tak dapat ditandingi oleh ibadah
manapun juga. Urgensi shalat dalam Islam berkaitan dengan
sendi agama.

Shalat merupakan salah satu rukun Islam, dan Islam tidak


akan sempurna tanpa adanya kelima rukun Islam. Ibarat
sebuah tenda dengan lima tiang, jika salah satu tiang saja
tidak ada, maka tenda itu tidak akan bisa berdiri tegak dan
akan rapuh. Apalagi jika tiang-tiang itu tidak ada, tentu tenda
itu akan roboh. Begitu pula dengan bangunan, Islam tidak
akan pernah berdiri sempurna jika tidak ditopang dengan
tiang-tiang atau rukun-rukun Islam. Jika rukun-rukun Islam
sebagai tiang agama rapuh, tentu saja akan sangat mudah
roboh diterpa oleh angin kemusyrikan dan kekafiran.

Ibadah shalat merupakan sebuah ibadah yang pertama kali


dihisab pada hari akhir di akhirat, sehingga jika ia sempurna
maka ibadah yang lain akan ikut. Dengan mendirikan shalat
berarti juga telah membedakan ibadah antara orang muslim
dengan orang kafir.

2. Pengertian jenazah
4
Wahbah al-Zuhaili, al-Fiqh al-Islam wa Adillatuh, (Bairut: Dar al-fikr, jilid 1997), hlm.497

4
Jenazah berasal dari kata arab "Janazah" artinya "tubuh
mayit" dan untuk kata "Jinazah" yang artinya "tandu
pembawa mayat" berasal dari kata "Janaza" yang berarti
"menutupi". Dinamakan jenazah karena tubuh mayit itu harus
ditutupi.5 Arti jenazah dalam enksiklodpedi Islam yaitu segala
yang berkaitan dengan proses pemakaman dan kafan bagi si
mayit. Sedangkan kata mayat, selanjutnya disebut jenazah,
berasal dari bahasa arab "al-mayit" yang berarti orang yang
meninggal sebagaimana ungkapan di dalam Al-Qur'an:

‫َّمُث َّنْمُك َبْع َد َذ َكِل َلَم ِّي ُتوَن‬


‫ِإ‬
Artinya: "Kemudian, sesudah itu, sesungguhnya kamu
sekalian benar-benar akan mati ".6

Pada ayat diatas kata al-mayyit digunakan manusia untuk


manusia yang telah meninggal, meski demikian dalam bahasa
Indonesia kata "mayat" lebih sering dipakai. Menurut Habsy
Ash-Shiddqie kata jenazah dalam bahasa Arab bersifat umum
artinya kata jenazah digunakan untuk manusia yang
meninggal dunia maupun untuk binatang yang mati. Akan
tetapi di dalam bahasa Indonesia kata jenazah di khususkan
pada manusia yang meninggal dunia.7

Dari pengertian diatas maka dapat disimpulkan bahwa


shalat jenazah merupakan salah satu praktik ibadah shalat
yang dilakukan umat Muslim jika ada Muslim lainnya yang
meninggal dunia, dan dikerjakan sebanyak empat kali takbir
5
Ahamad Wirson Munawwir, Kamus Al-Munawwir Arab-Indonesia, (Surabaya: Pustaka
Progesif, 2002), cet ke-25, hlm. 214
6
Ma'had Tahfidh Yanba'ul Qur'an Kudus, Al-Qur'an Al-Quddus, hlm. 342
7
Ah Habsy Ash-Shiddqie, Filsafat Hukum Islam, (Jakarta: Bulan Binatang, 1971), hlm.245

5
dalam rangka mendoakannya. Secara fitrah manusia tidak
akan bisa hidup tanpa batuan orang lain karena manusia
diciptakan sebagai makhluk sosial yang berakal, jadi ketika
kita melihat orang lain mengalami kesusahan maka kita wajib
untuk menolongnya. Karena mau tidak mau kelak ketika kita
sudah meninggal, pasti memerlukan bantuan orang lain.
Dengan ikut mensholatkannya maka sudah mengugurkan
kewajiban kita sebagai umat Islam.

3. Pengertian shalat jenazah

Salat jenazah adalah salat yang dikerjakan sebanyak empat


kali takbir, tidak perlu ruku, sujud dan duduk yang
dilakukakan hanyalah berdiri membaca bacaan dan do’a
tertentu lalu salam.8

Karena itu salat jenazah pada bayi yang meninggal dalam


kandungan dilakukan seperti salat jenazah pada umum nya
tidak pakai adzan, iqamat, ruku, sujud dan duduk, ia hanya
dilaksanakan secara berdiri saja. Salat jenazah sendiri
merupakan salah satu praktek ibadah salat yang dilakukan
umat Islam jika ada orang Islam yang meninggal dunia.
Karena seorang bayi yang meninggal dunia memiliki hak dan
kewajiban bagi mayit tersebut yang harus dipenuhi oleh
keluarganya salah satunya adalah mensalatkan bayi tersebut.

Karena mensalatkan bayi yang meninggal artinya dapat


mensucikan dan membersihkan jiwa dari noda dan dosa
sebagaimana ketika mandi dengan air bersih sehingga

8
Syahminah Zaini, Bimbingan Praktis Tentang Penyelenggaraan Mayat Secara Islam,
(Surabaya : Al-Ikhlas, 1991) hlm 74-75.

6
mensucikan dan membersihkan dari kotoran. Mensalatkan
mayat merupakan paling agung dalam Islam ketika seorang
meninggal dunia karena ketika seorang meninggal dunia maka
dianjurkan bagi umat Islam yang lain untuk menyegerakan
penyelenggaraan terhadap jenazah.

Mensalatkan jenazah merupakan pembeda antara orang


muslim dan orang kafir. Sehingga ketika ada yang meninggal
bersegeralah mengurus jenazahnya, karena hal ini dapat
mencegah mayat tersebut dari adanya perubahan didalam
tubuhnya.

Untuk mensalatkan jenazah tidak terhalang antara imam


dengan dinding atau sesuatu yang dapat mengahalanginya,
posisi jenazah itu ada dimuka imam ketika mensalatkannya
dan jenazah diletakkan ke arah kiblat apabila berjamaah atau
didepan orang yang mensalatkannya apabila sendirian.
Mengenai posisi jenazah dalam mensalatkan, maka posisi
berada dikepala sebelah kanan dan kaki disebelah kiri. Jika
jenazah tersebut tidak ada ditempat, maka dilaksanakan salat
gaib terhadap jenazah boleh dilakukan dimanapun.9

2.2 Hukum, syarat, dan rukun sholata jenazah


1. Hukum sholat jenazah

9
Bab ii tinjauan umum tentang shalat jenazah, (Kalimantan Selatan-uin antasari
Banjarmasin) hlm 246

7
Shalat atas jenazah adalah ibadah yang masyru' dan
dilakukan oleh Rasulullah SAW dan juga para shahabat.
Rasulullah SAW menshalati jenazah AnNajasyi, raja Habasyah,
ketika wafat jarak jauh. Jumhur ulama berpendapat bahwa
hukum shalat jenazah adalah fardhu kifayah. Dimana bila sudah
ada satu orang yang mengerjakannya, gugurlah kewajiban orang
lain. Namun Al-Ashbagh berkata bahwa hukumnya sunnah
kifayah, sehingga bila tak seorang pun yang melakukannya, tidak
ada yang berdosa kecuali hanya kehilangan kesunnahan.10

Jumhur fuqaha (mayoritas ulama ahli fiqih) sepakat bahwa


shalat jenazah atas orang Islam yang wafat (selain mati syahid)
hukumnya fardhlu kifayah (kewajiban kolektif yang cukup
dilaksanakan oleh sebagian orang dalam suatu komunitas). 11
Artinya, jika dalam suatu wilayah tidak ada seorang pun yang
menyelenggarakan sholat jenazah, maka seluruh penduduk
wilayah itu akan menanggung dosa. Akan tetapi jika ada
beberapa orang saja menyelenggarakannya, maka penduduk yang
lainnya bebas dari kewajiban itu. Meskipun sifat wajibnya
“sekedar” kifayah yang bisa gugur dengan adanya beberapa
orang yang sudah melakukannya, namun dalam kondisi tertentu ,
bisa saja tidak seorangpun yang bisa melakukannya.

Jadi hukum menshalatkan jenazah adalah fardhlu kifayah


yaitu jika ada sebagian orang yang sudah menshalatkan jenazah
maka gugurlah kewajiban orang lain untuk menshalatkan, dan
tidak menanggung dosa. Tapi jika ada orang meninggal dan satu

10
Ahmad Sarwat, fiqh shalat jenazah, (Jakarta Selatan : rumah fiqh publishing, agt 2018)
hlm 6
11
Ahmad Zahro, FIQH KONTEMPORER, Menjawab 111 Masalah, , hlm. 107

8
desa tidak ada yang menshalatkan maka berdosalah semua orang
yang ada di desa tersebut. Shalat jenazah hukumnya fardhu
kifayah berdasarkan keumuman perintah Rasulullah
Shallallahualaihi wa sallam untuk menyalati jenazah seorang
muslim. Dari Abu Hurairah radhiallahu’anhu, ia berkata:

‫فيسأل‬. ‫ عليه ادلين‬، ‫أَّن رسوَل ِهللا صىَّل هللا عليه وسَمَّل اكن ُيؤىت ابلرجل امليت‬

(‫ وإ ال قال ( صلوا عىل صاحبمك‬. ‫هل ترك دليهنمن قضاء؟ (فإن حدث أنه ترك وفاًء صىَّل عليه‬

Artinya: "Rasulullah Shallallahu‟alaihi Wasallam pernah


didatangkan kepada beliau jenazah seorang lelaki. Lelaki tersebut
masih memiliki hutang. Maka beliau bertanya: “Apakah ia
memiliki harta peninggalan untuk melunasi hutangnya?”. Jika
ada yang menyampaikan bahwa orang tersebut memiliki harta
peninggalan untuk melunasi hutangnya, maka Nabi pun
menyalatkannya. Jika tidak ada, maka beliau bersabda:
“Shalatkanlah saudara kalian”.12

Bahkan dianjurkan sebanyak mungkin kaum Muslimin


menshalatkan orang yang meninggal, agar ia mendapatkan
syafa'at. Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:
‫َم ا ِم ْن َم ِّي ٍت ُتَص يِّل َعَلْي ِه ُأَّم ٌة ِم ْن اْلُمْس ِلِم َني َيْب ُلُغوَن ِم اَئًة ُّلُكُهْم َيْش َفُع وَن ُهَل اَّل ُش َفُع وا ِف يِه‬
‫ِإ‬
Artinya: “Tidaklah seorang Muslim meninggal,lalu dishalatkan
oleh kaum muslimin yang jumlahnya mencapai seratus orang,
semuanya mendo’akan untuknya, niscaya mereka bisa
memberikan syafa’at untuk si mayit.13

12
Imam Baihaqi, As Sunan al Kubra, Dar Al Kutub Islamiyah, Juz 44, (Dar al-Kutub), hlm. 7
13
Imam Baihaqi, As Sunan as Shugro, Dar Al Kutub Islamiyah, Juz 2, (Dar al-Kutub), hlm. 31

9
Syarat Berjamaah, Tidak Disyaratkan Berjamaah menurut
Al-Hanafiyah, Asy-Syafi'iyah dan Al-Hanabilah sepakat juga
bahwa tidak disyaratkan berjamaah dalam shalat jenazah.
Sehingga shalat ini tetap sah meski dikerjakan sendirian atau
seorang saja. Sedangkan Al-Malikiyah mengatakan bahwa
disyaratkan harus berjamaah dalam mengerjakan shalat jenazah.
Hukumnya mirip dengan shalat Jumat. Dan bila dikerjakan tanpa
berjamaah, harus diulangi lagi dengan berjamaah. Shalat jenazah
juga menjadi salah satu ciri dari umat Muhammad SAW, dimana
shalat ini belum pernah disyariatkan sebelumnya pada umat
terdahulu.14

2. Syarat sholat jenazah

Sebelum melaksanakan shalat jenazah tentunya harus


mengetahui syaratnya terlebih dahulu karena tanpa dipenuhi
syarat tersebut maka shalatnya tidak akan diterima. Syarat secara
etimologis adalah tanda. Adapun secara terminologis, syarat
adalah apa-apa yang jika tidak ada mengharuskan ketidakadaan
dan keberadaannya tidak mengharuskan keberadaan atau
ketiadaannya sendiri. Pada dasarnya syarat sah shalat jenazah
tidak jauh berbeda dengan syarat shalat pada umumnya. Bahkan
bisa dikatakan hampir sama. Hanya saja dalam shalat jenazah ada
tambahan syarat sah yang berkaitan dengan jenazah. Untuk lebih
jelasnya, berikut syarat-syarat sah shalat jenazah :15

1. Semua syarat sah shalat

14
Ahmad Sarwat, fiqh shalat jenazah, (Jakarta Selatan : rumah fiqh publishing, agt 2018)
hlm 6-7
15
Muhammad Nasruddin al Albani, Ringkasan Shahih Bukhari, Penerjemah, Asep Saefullah
dan Kamaluddin Sa'adyatulharamain, (Jakarta: Pustaka Azzam, 2007), hlm.14

10
Syarat yang pertama sebenarnya gabungan dari semua syarat
sah yang berlaku untuk semua shalat, kecuali masalah masuk
waktu. Di antara syarat sah shalat yang telah disepakati para
ulama adalah : Muslim, Suci dari Najis pada Badan, Pakaian
dan Tempat, Suci dari Hadats Kecil dan Besar, Menutup
Aurat dan Menghadap ke Kiblat.16

2. Jenazahnya beragama islam

Para ulama secara umum berpendapat bahwa hanya


jenazah yang beragama Islam saja yang sah untuk dishalatkan.
Sedangkan jenazah yang bukan muslim, bukan hanya tidak
sah bila dishalatkan, tetapi hukumnya haram dan terlarang.
Dasar dari larangan untuk menshalatkan jenazah yang bukan
muslim adalah firman Allah SWT :

‫َو َال ُتَص ِّل َعىَل َأَح ٍد ِّم ُهْنم َّم اَت َأَبًد ا َو اَل َتُقْم َعىَل َقِرْبِه ُهَّنْم َكَفُر وا اِب ِهَّلل َو َر ُس وِهِل َو َم اُتوا َو ْمُه َفاِس ُقوَن‬
‫ِإ‬
Dan janganlah kamu sekali-kali menyembahyangkan
(jenazah) seorang yang mati di antara mereka, dan janganlah
kamu berdiri (mendoakan) di kuburnya. Sesungguhnya
mereka telah kafir kepada Allah dan Rasul-Nya dan mereka
mati dalam keadaan fasik. (QS. At-Taubah : 84)

Adapun jenazah muslim tetapi bermasalah, seperti ahli


bid'ah, orang bunuh diri dan sejenisnya, para ulama berbeda
pendapat tentang hal ini, apakah dishalatkan jenazahnya atau
tidak serta berbeda latar belakangnya.17

16
Amir Syarifuddin, Garis-garis Besar Fiqh, (Jakarta: Kencana, 2003), cet. ke-1, hlm. 24.
17
Ahmad Sarwat, fiqh shalat jenazah, (Jakarta Selatan : rumah fiqh publishing, agt 2018)
hlm 16-17

11
3. Jenazah suci dari Najis

Jenazah yang akan dishalatkan itu harus terlebih dahulu


dibersihkan dari segala bentuk najis, baik najis berupa benda
cair atau pun benda padat. Dan hal ini dilakukan sebelum
jenazah itu dimandikan secara syar'i.

4. Jenazah sudah dimandikan

Para ulama mengatakan bahwa syarat agar jenazah sah


dishalatkan adalah bahwa jenazah itu sudah dimandikan
sebelumnya, sehingga segala najis dan kotoran sudah tidak
ada lagi.

Meski pun para ulama umumnya sepakat bahwa tujuan


mandi janabah bukan semata-mata untuk menghilangkan
najis, melainkan bahwa tujuannya untuk mengangkat hadats
besar yang terjadi pada jenazah.

Hal itu karena mazhab Asy-Syafi'iyah memandang bahwa


di antara enam penyebab hadats besar, salah satunya adalah
meninggalnya seseorang. Oleh karena itu, agar jenazah
terangkat dari hadats besarnya, harus dimandikan. Dan setelah
itu baru boleh dishalatkan.

Namun lain keadaannya dengan orang yang mati syahid,


dimana ketentuan orang mati syahid ini memang tidak perlu
dimandikan. Dan tentunya juga tidak perlu dikafani. Jenazah
itu cukup dishalatkan saja tanpa harus dimandikan
sebelumnya. Hal itu sesuai dengan petunjuk Rasulullah SAW
kepada para syuhada' Uhud, dimana beliau bersabda

12
‫اْد ِف ُنوْمُه ِبِد َم اِهِئ ْم‬

Kuburkan mereka dengan darah mereka (HR. Bukhari)

5. Aurat jenazah tertutup

Para ulama juga mensyaratkan agar jenazah sah


dishalatkan dalm keadaan auratnya tertutup, sebagaimana
orang yang masih hidup.

6. Jenazah diletakkan di depan

Jenazah yang dishalatkan harus berada di depan orang


yang menshalatkannya. Sehingga orang-orang yang
menshalatkan jenazah itu berposisi menghadap kepadanya.18

3. Rukun shalat jenazah

Rukun secara bahasa yaitu salah satu unsur yang di jadikan


sandaran atas suatu perkara. Salat jenazah mempunyai
beberapa rukun yang wajib dilaksanakan. Apabila salah satu
rukun itu tertinggal, salat jenazah itu batal dan wajib diulang,
rukun salat jenazah dibawah ini menurut para ulama yang
sering dikerjakan di indonesia.

1. Niat
Niat ini dilafalkan dalam hati dan harus bersamaan
dengan pelaksanaan takbiratul ihram, seperti halnya yang
berlaku dalam melaksanakan niat pada shalat fardhu.
Adapun lafal niat melakukan shalat jenazah berkelamin

18
Ahmad Sarwat, fiqh shalat jenazah, (Jakarta Selatan : rumah fiqh publishing, agt 2018)
hlm 17-19

13
laki-laki dan perempuan adalah sebagai berikut:19 Niat
untuk jenazah laki-laki:19
‫َأَص ىَّل َعىَل َه َذ ا اْلَم ِّي ِت َأْر َبَع َتْكَرِب اٍت َفْر َض اْلِكَفاَيِة َم ْأُم ْو ًم ا ِهَّلِل َتَع اىَل‬

Niat untuk jenazah perempuan:

‫َأَص ىَّل َعىَل َه ِذِه اْلَم ِّي َتِة َأْر َبَع َتْكَرِب اٍت َفْر َض اْلِكَفاَيِة َم ْأُم ْو ًم ا ِهَّلِل َتَع اىَل‬

2. Berdiri
Shalat jenazah wajib dilakukan dengan cara berdiri,
sebab salat jenazah tergolong salat fardhu, sedangkan
setiap salat fardhu wajib dilaksanakan dengan cara berdiri.
Tapi jika seseorang memang tidak mampu berdiri karena
sedang sakit maka bisa dilakukan dengan cara duduk
seperti halnya ketentuan yang terdapat dalam shalat lima
waktu.
3. Takbir empat kali
Jumlah takbir dalam salat jenazah harus empat kali,
ini termasuk takbiratul ihram. Jika tidak cukup empat kali
maka shalat dianggap tidak sah. Seperti pada shalat fardu
lima kali, disunnahkan mengangkat kedua tangan sejajar
dengan dua pundak saat berseru takbir. Dalam melakukan
takbir akan diselingi dengan beberapa bacaan doa. Setelah
takbir pertama kita dianjurkan untuk membaca Surat Al-
Fatihah, tabir kedua membaca shalawat, takbir ketiga dan
keempat membaca doa.
4. Kemudian takbiratul ihram

19
Febriansyah, https://tirto.id/shalat-jenazah-rukun-bacaan-doa-hingga-syarat-sah-elEY
diakses pada tanggal 19 Januari 2020 Pukul 21.55 WIB

14
Takbir yang pertama dan setelah takbir pertama itu
selanjutnya membaca surat al-Fatihah. Saat membaca surat
al-Fatihah sebaiknya dengan cara suara dilirihkan. Dalam
salat jenazah tidak disunahkan membaca Do'a Iftitah
karena dianggap terlalu panjang.
5. Takbir yang kedua dan setelah takbir kedua membaca
shalawat

‫الَّلُهَّم َص ِّل َعىَل ُم َح َّم ٍد َو َعىَل آِل ُم َح َّم ٍد َكام َص َّلْي َت َعىَل ْبَر اِه َمي َو َعىَل آِل ْبَر اِه َمي َّنَك‬
‫ِإ ِإ‬ ‫ِإ‬
‫ الَّلُهَّم اَب ِرك َعىَل ُم َح َّم ٍد َو َعىَل آِل ُم َح َّم ٍد َكام اَب َر ْكَت َعىَل ْبَر اِه َمي َو َعىَل‬. ‫ِمَح يٌد َم ِج يٌد‬
‫ِإ‬
‫آ ْبَر اِه َمي َّنَك ِمَح يٌد َم ِج يٌد‬
‫ِإِل ِإ‬
Artinya: “Ya Allah, anugerahkan shalawat kepda Nabi
Muhammad dan keluarga Nabi Muhammad sebagaimana
Engkau telah memberikan shalawat kepada Nabi
Ibrahim.Berikanlah keberkahan kpada Nabi Muhammad
dan keluarga Nabi Muhammad sebagaimana Engkau telah
memberkahi kepada keluarga Nabi Ibrahim dan
keluarganya. Di dalam alam inilah Engaku Tuhan yang
Maha Terpuji dan Maha Mulya.20
6. Takbir yang ketiga dan setelah takbir yang ketiga
membaca doa jenazah.

‫لَّلُهَّم َو َنْقِه ِم َن اْلَخ َط ااَي اَمَك َنَّفْيَت الَّثْو َب اَألْبَيَض ِم َن اَّدل َنِس َو َأْبِد ُهْل َد اًر ا َخ ًرْي ا ِم ْن َد اِرِه َو َأْه ًال َخ ًرْي ا‬

‫اْغِفْر ُهَل َو اْر ْمَح ُه َو َعاِف ِه َو اْعُف َع ْنُه َو َأْك ِرْم ُنُز ُهَل َوَو ِّس ْع ُم ْد َخُهَل َو اْغِس ُهْل اِب ْلَم اِء َو الَّثْلِج َو اْلَرَب ِد‬

‫ِم ْن َأْه ِهِل َو َز ْوًج ا َخ ًرْي ا ِم ْن َز ْو ِج ِه َو َأْد ِخ ُهْل اْلَج َّنَة َو َأِعْذ ُه ِم ْن َعَذ اِب اْلَقِرْب َأْو ِم ْن َعَذ اِب الَّناِر‬

20
Moh. Rifa'i, Risalah tuntunan Shalat Lengkap,(Semarang: Karya Toha Putra, 2017),hlm 75

15
Artinya: "Ya Allah ampunilah dia, dan kasihanilah dia,
sejahterakan ia dan ampunilah dosa dan kesalahanya,
hormatilah kedatangnnya, dan luaskanlah tempat
tinggalnya bersihkanlah dia dengan air, salju dan embun.
Bersihkanlah dia dari segala dosa sebagaimana kain yang
putih yang bersih dari segala kotoran, dan gantikanlah
bagiannya rumah yang lebih baik dari rumahnya yang
dahulu, dan gantikanlah bagiannya keluarga yang lebih
baik daripada keluargannya yang dahulu, dan gantikanlah
istri/suami yang lebih baik daripada istri/suaminya yang
dahulu, dan perihalah (hindarkanlah) dari siksa kubur dan
api neraka".21

Sedangkan ketika hendak mau menshalati jenazah


yang masih anakanak dan belum baligh maka do'a yang
dibaca yaitu sebagai berikut:

‫ َو َأْلِح ْقُه ِبَص اِلِح‬،‫ َالَّلُهَّم َثُقْل ِبِه َم َو اِزْيُهَنَم ا َو َأْع ِظ ْم ِبِه ُأُج وَر َمُها‬. ‫ َو َش ِفيًع ا ُم َح ااًب‬، ‫الَّلُهَّم اْج َع ُهْل َفَر ًط ا َو ُذ ْخ ًر ا ِلَو اَدِل ْيِه‬
‫ َو َأْبِد ُهْل َد اًر ا‬، ‫ َو ِق ِه ِبَر َمْح ِتَك َعَذ اَب اْلَج ِح ِمي‬، ‫ َو اْج َع ُهْل يِف َكَفاِةَل ْبَر اِه َمي‬، ‫اْلُم ْؤ ِمِنَني‬
‫ِإ‬
‫ َو َأْفَر اِط َنا َو َمْن َس َبَقَنا اِب ْيَم اِن‬، ‫ َالَّلُهَّم اْغِفْر َأِلْس اَل ِف َنا‬. ‫ َو َأْه ًال َخ ًرْي ا ِم ْن َأْه ِهِل‬، ‫َخ ًرْي ا ِم ْن َد اِرِه‬
‫ِإْل‬
Artinya: "Ya Allah, jadikanlah kematian anak ini sebagai pahala
yang didahulukan, simpanan bagi kedua orang tuanya dan
pemberi syafaat yang dikabulkan doanya. Ya Allah, dengan
musibah ini, beratkanlah timbangan perbuatan mereka dan
berilah pahala yang agung. Anak ini kumpulkan dengan orang-
orang yang shalih dan jadikanlah dia dipelihara oleh Nabi
Ibrahim. Peliharalah dia dengan rahmatMu dari siksaan Neraka

21
Ibid, hal. 75

16
Jahim. Berilah rumah yang lebih baik dari rumahnya (di dunia),
berilah keluarga (di Surga) yang lebih baik daripada keluarganya
(di dunia). Ya Allah, ampunilah pendahulu-pendahulu kami,
anakanak kami, dan orang-orang yang mendahului kami dalam
keimanan.”22

7. Takbir yang keempat, setelah takbir keempat membaca doa


sebagai berikut:
‫الَّلُهَّم اَل ْحَت ِرْمَنا َأْج َر ُه َو اَل َتْفِتَنا َبْع َد ُه َو اْغِفْر َلَنا َو ُهَل‬
Artinya: "Ya Allah, janganlah engkau menutup-nutupi pahala
mayit ini kepada kami dan janganlah diberikan fitnah kepada
kami setelah kami meninggalkan mayit tersebut, ampunilah kami
dan ampunilah dia”.23
8. Selesai membaca doa pada takbir keempat

kemudian dilanjutkan dengan mengucapkan salam sambil


menoleh ke kanan dan kekiri. Untuk doa yang dibaca setelah
takbir ketiga dan keempat disesuaikan dengan jenis jenazahnya
yaitu: Apabila jenazahnya wanita, maka dhamir (‫ ) ه‬hu diganti
dengan kata ha (‫ )ها‬Apabila jenazahnya dua orang, maka setiap
dhamir kata hu (‫ )هم‬diganti dengan ‫ا‬LLL‫( هم‬huma) Apabila
jenazahnya banyak, maka disetiap dhamir diganti kata hum atau
hun(‫ )هن‬atau (‫)هم‬

9. Doa Setelah Shalat Jenazah


‫ َالَّلُهَّم َحِبِّق اْلَفِتَح ِة اْع ِتْق ِرَقاَبَنا َو ِر َقاَب ُه َذ ا‬. ‫الَّلُهَّم َص ىَّل َعىَل َس ِّي ِد اَن ُم َح َّم ٍد َو َعىَل آِل َس ِّي ِد اَن ُم َح َّم ٍد‬
‫ × الَّلُهَّم َاْنِزِل الَّر َمْح َة َو اْلَم ْغِفَر ًة َعىَل ُه َذ اْلَم ِّي ِت َه ِذِه اْلَم ِّي َتِت َو اْج َع ْل‬۳ ‫اْلَم ِّي ِت َه ِذِه اْلَم ِّي َتِت ِم َن الَّناِر‬

22
Ibid, hal. 75
23
Ibid, hal. 75

17
‫ َو َص ىَّل اُهَّلل َعىَل َخِرْي َخ ْلِقِه َس ِّي ِد اَن ُم َح َّم ٍد‬. ‫َقَرْب ُه َه اَرْو َض ًة ِم َن اْلَجَّنِة َو ال ْجَت َع ُهْل ُهَل( َلَها) ُح ْف َر ًة ِم َن الِّنَرْي اِن‬
‫َو آِهِل َو ْحَص ِب ِه َأَمْج ِع َني َو اْلَحْم ُد ِهَّلِل َر ِّب اْلَع اَلِم ِني‬

Artinya:"Ya Allah, curahkanlah rahmat dan berilah ampunan


kepada mayat ini. Dan jadikanlah tempat kuburnya taman
nyaman dari surga dan janganlah Engkau menjadikan kuburnya
itu lubang jurang neraka. Semoga Allah memberi rahmat kepada
semuliamulia makhluk-Nya yaitu junjungan kami Nabi
Muhammad dan keluarganya serta sahabat-sahabatnya sekalian.
Segala puji bagi Allah Tuhan seluruh alam.”24

Sebagaimana tata cara pelaksanaan shalat jenazah di atas


maka harus dilaksanakan secara berurutan agar shalat tersebut
menjadi sah. Shalat jenazah memiliki keutamaan tersendiri bagi
yang melaksanakannya seperti menyegerakan kebaikan bagi
jenazah dan Allah SWT memberikan ganjaran baginya satu
Qirath bagi seseorang yang menshalatkan, selain itu dapat
mengeratkan silaturrahim dengan keluarga si mayit, lebih-lebih
memberikan syafa'at bagi si mayit. Seseorang jika menanam
suatu kebaikan meskipun sekecil biji zarah maka Allah akan
memberikan suatu kebaikan, maka sebaliknya apabila menanam
suatu kejelekan maka Allah tidak segan-segan memberikan
kejelekan, semua tergantung kepada niat dan amal ibadah kita
masing-masing.

2.3 sunnah-sunnah dalam shalat jenazah


Ada beberapa sunnah dalam salat jenazah berikut adalah
pendapat dari mazhab Maliki dan mazhab Hanbali. Malikiah :
24
Ibid, hlm. 75

18
menurut mereka, sunnah sunnah salat jenazah ada tujuh yaitu
sebagai berikut

1. Menyamarkan bacaan.
2. Mengangkat tangan pada takbir pertama.
3. Memulai do’a dengan memuji Allah swt. Dan bersalawat
atas Nabi saw.
4. Orang yang melaksanakan salat jenazah sendirian
hendaknya berdiri ditengah bagi jenazah pria dan didekat
pundak bagi jenazah wanita.
5. Kepala jenazah ditempatkan disebalah kanan orang yang
mensalatkannya, baik jenazah tersebut pria ataupun
wanita, kecuali jenazah itu disembahyangkan di taman
pemakaman maka ditempatkan di sebalah kirinya agar
menghadap kearah kubur.
6. Makmum berdiri dibelakang imam sebagaimana dalam
salat lainnya.
7. Imam mengeraskan takbir dan salamnya sehingga didengar
oleh makmum selain itu hendaknya disamarkan.

Menurut Hanbaliah : Menurut mereka, sunnah salat jenazah


ada empat yaitu sebagai berikut.

1. Dilaksanakan secara berjamaah.


2. Jumlah setiap saf tidak kurang dari tiga jika mensalatkan
banyak, jika ada enam orang, hendaknya dibagi menjadi
dua saf. Jika ada empat orang, setiap dua orang dijadikan
satu saf. Orang yang melaksanakan salat jenazah di
belakang saf (sendirian) tidak sah sebagaimana dalam salat
lainnya.

19
3. Orang yang mensalatkan jenazah sendirian hendaknya
berdiri disisi dada untuk jenazah pria dan diposisi tengah
untuk jenazah wanita.
4. Menyamarkan bacaan dan do’a.25

2.4 Posisi imam shalat jenazah


Ada beda pendapat di kalangan fuqoha tentang
dimanakah sebaiknya posisi imam ketika mengimami
shalat jenazah.
1. Al-Hanafiyah (Dada Jenazah)
Al-Hanafiyah mengatakan posisi imam tepat di bagian
dada jenazah, tanpa dibedakan antara jenazah laki-laki
atau perempuan. Karena dada adalah tempatnya iman.
Dan syafaat itu karena imamnya.
Selain itu karena memang ada riwayat yang
disampaikan oleh Ibnu Masud radhiyallahuanhu.
2. Al-Malikiyah
Al-Malikiyah membedakan posisi imam berdasarkan
jenis kelamin jenazah. Bila jenazah itu laki-laki maka
posisi imam berdiri di tengah jenazah laki-laki. Akan
tetapi bila jenazah itu seorang perempuan, maka imam
diutamakan untuk berdiri di daerah pundak bila
jenazahnya perempuan.26

2.5 Jenazah yang Dishalati dan yang Tidak Dishalati


1. Beragama Islam

25
Abdurrahman al-Zaziri, op. cit. hlm. 596.
26
Ahmad Sarwat, fiqh shalat jenazah, (Jakarta Selatan : rumah fiqh publishing, agt 2018)
hlm 20-21

20
Umumnya para ulama sepakat bahwa syarat orang
yang dishalati jenazahnya adalah mereka yang
beragama Islam, dan menjadi muslim hingga
hembusan nafas terakhirnya. Tidak dibedakan apakah
jenazah itu masih kecil atau sudah besar, juga tidak
dibedakan apakah jenazah itu merdeka atau budak,
termasuk apakah jenazah itu laki-laki atau pun
perempuan. Sedangkan mereka yang bukan muslim,
para pemeluk agama di luar Islam, atau orang Islam
namun di akhir hayatnya justru keluar atau murtad dari
agama Islam, hukumnya haram untuk dishalati.27

2. Jenazah Orang Bunuh Diri

Bagaimana dengan orang yang mati bunuh diri,


apakah jenazahnya dishalatkan? Dalam hal ini para
ulama sedikit berbeda pendapat, ada yang dishalatkan
dan ada yang bilang tidak.

Mazhab Al-Hanafyah mengatakan bahwa orang


yang mati dengan cara membunuh dirinya sendiri,
walaupun dengan sengaja, tetap dishalatkan
jenazahnya dan dimandikan dulu sebelumnya. Urusan
dosanya kita kembalikan kepada Allah SWT.

Namun murid Al-Imam Abu Hanifah, yaitu Al-


Imam Abu Yusuf punya pandangan berbeda. Dalam
pandangan beliau, jenazah orang yang mati bunuh diri
tidak dishalatkan, tetapi dimandikan dulu lalu

27
Ibid hal 21

21
langsung dikuburkan. AlImam Malik menyebutkan
bahwa jenazahnya boleh dishalatkan. Beliau berkata:

‫ُيَص ىَّل َعىَل َقاِتل َنْفِس ِه َو ُيْص َنُع ِبِه َم ا ُيْص َنُع ِبَمْو يِت اْلُمْس ِلَم ِنْي َو ْثِم ِه َعىَل َنْفِس ِه‬
‫ِإ‬
Artinya: "Dishalatkan jenazah orang yang membunuh
dirinya sendiri dishalatkan dan diperlakukan
sebagaimana jenazah orang-orang Islam, sedangkan
dosanya adalah urusan dirinya sendiri".28

Namun beliau berkata sebaiknya Imam dari umat


Islam tidak melakukannya. Madzhab al-Hanafiyah,
mengatakan bahwa orang yang mati dengan cara
membunuh dirinya sendiri, walaupun dengan sengaja,
tetap dishalatkan jenazahnya dan dimandikan dulu
sebelumnya. Sedangkan urusan dosanya dikembalikan
kepada Allah SWT. Disebutkan dalam kitab Al-
Hindiyah:

‫ رمحهام هللا – َو ُه َو اَأْلُحَص‬- ‫َو َمْن َقَتَل َنْف َس ُه ْمَع ًد ا ُيصىَّل َعَلْي ِه ِع ْنَد َأيِب َح ِنيَفَة َو ُم َح َّم ٍد‬

Artinya: "Orang yang membunuh dirinya sendiri


secara sengaja, jenazahnya dishalatkan menurut Abu

Hanifah dan Muhammad rahimahumallah. Dan ini


adalah pandangan yang lebih shahih".29

Al-Imam Malik menyebutkan bahwa jenazahnya


boleh dishalatkan. Didalam kitab Al-Mudawwanah Al-
Kubra disebutkan bahwa beliau ditanya orang terkait
28
Malik bin Anas bin Malik bin 'Amil, Al Mudawanatul Kubra, (Beirut: Darul, Kutub
'Ilmiyah), Juz 1, hlm. 254
29
Ibid, hlm. 38

22
hukum orang yang bunuh diri, apakah jenazahnya
dishalatkan atau tidak. Maka beliau berkata:

‫ُيَص ىَّل َعىَل َقاِتل َنْفِس ِه َو ُيْص َنُع ِبِه َم ا ُيْص َنُع ِبَمْو ىَت اْلُمْس ِلِم َني َو ْثُم ُه َعىَل َنْفِس ِه‬
‫ِإ‬
Artinya: "Dishalatkan jenazah orang yang
membunuh dirinya sendiri dishalatkan dan
diperlakukan sebagaimana jenazah orang-orang Islam,
sedangkan dosanya adalah urusan dirinya sendiri".30

Al-Imam Ahmad menyebutkan tentang hukum


menyalatkan jenazah orang yang mati bunuh diri :

‫ال ُيَس ُّن ِل َم اِم اَألْع َظ ِم َو َم اِم لُك َقْر َيٍة َو ُه َو َو اِلَهيا يِف اْلَقَض اِء الَّص اَل ُة َعىَل َغاٌل‬
‫ِإ‬ ‫ِإل‬
‫َو َقاِتَل َنْفِس ِه ْمَع ًد ا َو ْن َص ىَّل َعَلِهْي َم ا َفاَل َبْأَس ِبِه‬
‫ِإ‬
Artinya: "Tidak disunnahkan bagi al-imam al-a'dzham
(kepala negara) atau imam tiap kampung yang menjadi
hakim untuk menyalatkan jenazah penilep harta
ghanimah dan orang yang mati bunuh diri. Namun
kalau dishalatkan oleh orang lain tidak mengapa".31

Imam syafi'i berpendapat bahwa orang melakukan


bunuh diri jenazahnya tetap dishalatkan karena saat
meninggal ia dalam keadaan Islam. Dan seseorang
yang beragama Islam maka dihukumi fardhlu kifayah
dalam mengerjakan shalat jenazah.

Menurut pandangan ke empat madzhab diatas,


mereka sepakat bahwa orang yang bunuh diri boleh
30
Ibid, hlm. 254
31
Imam Zarkariya al anshory, Mausu'ah Fiqhiyah, (Beirut: Darul, Kutub 'Ilmiyah), Juz 16,
hlm. 37

23
dishalatkan namun mereka berbeda pendapat
mengenai seorang penguasa apakah wajib
menshalatkan atau tidak. Imam Hanafi berpendapat
bahwa seorang penguasa wajib menshalatkannya.
Imam Maliki yaitu orang yang mati bunuh diri atau
orang mati karena menjalankan hukum had, maka
kepala negara tidak wajib menshalatkannya. Imam
Syafi‟i kepala negara tetap boleh menshalatkannya.
Imam Hanbali berpendapat tidak boleh kepala negara
menshalatkan jenazah pembunuh atau orang yang mati
karena bunuh diri.32

3. Jenazah anak-anak

Para ulama umumnya sepakat bahwa jenazah anak


kecil dari orang tua yang muslim, dimasukkan ke
dalam agama Islam. Yang penting anak itu lahir dalam
keadaan hidup dan sempat menghirup udara di dunia
ini. Meskipun hanya hidup sebentar kemudian
meninggal dunia, sudah termasuk yang dishalatkan.
Namun mereka berbeda pendapat apabila anak yang
lahir itu dalam keadaan sudah tidak bernyawa, apakah
dishalatkan atau tidak? Jumhur ulama umumnya
mensyaratkan adanya istihlal (‫ )استهالل‬bayi yang lahir
agar bisa dishalatkan. Yang dimaksud dengan istihlal
adalah suara tangis bayi saat lahir ke dunia, atau
setidaknya ada tanda bahwa bayi itu sempat hidup di

32
Ahmad Rofiq, Al-ikhtiyarat al- Fiqiyah, Gema Risalah Press, hlm. 405

24
dunia. Dasar dari istihlal ini adalah sabda Rasulullah
SAW

‫اَل ُيَص ىَّل َعَلْي ِه َح ىَّت َيْس ِهَت َّل َفِإ َذ ا اْس َهَتَّل ُص َيِّل َعَلْي ِه َو ُع ِقَل َوُو ِّرَث َو ْن َلْم‬
‫ِإ‬
‫َيْس ِهَت ْل َلْم ُيَص َّل َعَلْي ِه َو َلْم ُيَوَّر ْت َو َلْم ُيْع َقل‬

Artinya : Bayi tidak dishalatkan kecuali lahir


beristihlal. Bila istihlal maka bayi itu dishalati,
dibayrkan diyat dan diwarisi. Sedangkan bila tidak,
maka tidak dishalati, tidak diwarisi dan tidak ada
diyatnya. (HR. Ibnu Adiy)33

4. Jenazah orang yang fasik

Masalah ini yang diperdebatkan para ulama. Dan


hasilnya berbeda-beda serta melahirkan lagi perbedaan
pendapat yang lebih jauh, yaitu apa kriteria kefasikan
itu sendiri. Jumhur ulama seperti mazhab
AlHanafiyah, Al-Malikiyah dan Asy-Syafi'iyah
sepakat bahwa jenazah orang yang fasik semasa
hidupnya tetap dishalatkan. Meski secara pribadi
Rasulullah SAW tidak menshalati namun bukan berarti
tidak boleh. Buktinya, para shahabat tetap menshalati
jenzahnya. Selain itu wanita yang mati dihukum rajam
karena berzina juga dishalatkan jenazahnya.

5. Ahlu bid’ah

Ahlu Bid'ah Para ulama berbeda pendapat apakah


mubtadi' atau ahli bid'ah dishalati jenazahnya atau
33
Ahmad Sarwat, fiqh shalat jenazah, (Jakarta Selatan : rumah fiqh publishing, agt 2018)
hlm 23-24

25
tidak. Jumhur ulama mengatakan tetap dishalatkan,
sedangkan sebagian ulama mengatakan tidak.

istilah bid'ah yang dimaksud disini adalah bid'ah


dalam konteks kesesatan aqidah yang bersifat
kekafiran dan seluruh ulama sepakat atas
kesesatannya. Misalnya orang yang mengingkari
kebenaran Al-Quran, mengingkari kebenaran adanya
akhirat, surga, neraka, kiamat, alam barzakh, atau
mengimani adanya nabi setelah kenabian Muhammad
SAW. Dan mereka yang meyakini turunnya Jibril
membawa wahyu kepada imam yang ma'shum di
kalangan aliran-aliran sesat, termasuk dalam kategori
ahli bid'ah.34

2.6 shalat ghaib


Shalat ghaib adalah shalat jenazah dimana jenazahnya
tidak ada di hadapan kita (ghaib). Baik karena jenazah itu berada
di tempat yang jauh tidak terjangkau untuk dishalatkan ataupun
shalat yang dilakukan karena jenazah sudah dikubur.35

34
Ibid hal 27-28
35
Ibid hlm 30

26
BAB III

PENUTUP
3.1 kesimpulan
Salat jenazah adalah salat yang dikerjakan sebanyak empat
kali takbir, tidak perlu ruku, sujud dan duduk yang dilakukakan
hanyalah berdiri membaca bacaan dan do’a tertentu lalu salam.

Jumhur ulama berpendapat bahwa hukum shalat jenazah


adalah fardhu kifayah. Dimana bila sudah ada satu orang yang
mengerjakannya, gugurlah kewajiban orang lain.

syarat sah yang perlu dilakukan sebelum melakukan sholat


jenazah: Sholat jenazah sama dengan salat lain, menutup aurat,
suci dari hadas besar dan kecil, suci badan, pakaian, dan
tempatnya, serta menghadap kiblat. Jenazah Jenazah sudah
dimandikan dan dikafani.

rukun sholat jenazah yaitu : Niat, Berdiri bagi yang


mampu., Melakukan 4 kali takbir, Mengangkat tangan pada
takbir pertama, Membaca surat Al-Fatihah, Membaca selawat,
Berdoa untuk jenazah, Salam.

“Sungguh menurut sunnah dalam menyalatkan jenazah


adalah hendaklah seseorang membaca surat al fatihah dan
membaca shalawat atas Nabi saw lalu dengan ikhlas mendo'akan
bagi mayit sampai selesai dan ia tidak membaca kecuali sekali
www kemudian salam” ( HR Ibnul Jarud di dalam kitab al-
Muntaqo”)
DAFTAR PUSTAKA
H hajar, buku panduan praktikkum penyelenggaraan jenazah, (Palembang 2021), hal 1.
Ibid hal 2.
Subhan Nurdin, Keistimewaan shalat Khusuk, (jakarta: QultumMedia, 2006), hal 11
Wahbah al-Zuhaili, al-Fiqh al-Islam wa Adillatuh, (Bairut: Dar al-fikr, jilid 1997), hlm.497

Ahamad Wirson Munawwir, Kamus Al-Munawwir Arab-Indonesia, (Surabaya: Pustaka


Progesif, 2002), cet ke-25, hlm. 214

Ma'had Tahfidh Yanba'ul Qur'an Kudus, Al-Qur'an Al-Quddus, hlm. 342

Ah Habsy Ash-Shiddqie, Filsafat Hukum Islam, (Jakarta: Bulan Binatang, 1971), hlm.245
Syahminah Zaini, Bimbingan Praktis Tentang Penyelenggaraan Mayat Secara Islam,
(Surabaya : Al-Ikhlas, 1991) hlm 74-75.
Bab ii tinjauan umum tentang shalat jenazah, (Kalimantan Selatan-uin antasari
Banjarmasin) hlm 246
Ahmad Sarwat, fiqh shalat jenazah, (Jakarta Selatan : rumah fiqh publishing, agt 2018) hlm
6
Ahmad Zahro, FIQH KONTEMPORER, Menjawab 111 Masalah, , hlm. 107
Imam Baihaqi, As Sunan al Kubra, Dar Al Kutub Islamiyah, Juz 44, (Dar al-Kutub), hlm. 7
Imam Baihaqi, As Sunan as Shugro, Dar Al Kutub Islamiyah, Juz 2, (Dar al-Kutub), hlm.
31
Ahmad Sarwat, fiqh shalat jenazah, (Jakarta Selatan : rumah fiqh publishing, agt 2018) hlm
6-7
Muhammad Nasruddin al Albani, Ringkasan Shahih Bukhari, Penerjemah, Asep Saefullah
dan Kamaluddin Sa'adyatulharamain, (Jakarta: Pustaka Azzam, 2007), hlm.14

Amir Syarifuddin, Garis-garis Besar Fiqh, (Jakarta: Kencana, 2003), cet. ke-1, hlm. 24.

Ahmad Sarwat, fiqh shalat jenazah, (Jakarta Selatan : rumah fiqh publishing, agt 2018) hlm
16-17

Febriansyah, https://tirto.id/shalat-jenazah-rukun-bacaan-doa-hingga-syarat-sah-elEY
diakses pada tanggal 19 Januari 2020 Pukul 21.55 WIB

Moh. Rifa'i, Risalah tuntunan Shalat Lengkap,(Semarang: Karya Toha Putra, 2017),hlm 75

Ibid, hal. 75

Abdurrahman al-Zaziri, op. cit. hlm. 596.

Ahmad Sarwat, fiqh shalat jenazah, (Jakarta Selatan : rumah fiqh publishing, agt 2018) hlm
20-21
Ibid hal 21

Malik bin Anas bin Malik bin 'Amil, Al Mudawanatul Kubra, (Beirut: Darul, Kutub
'Ilmiyah), Juz 1, hlm. 254

Ibid, hlm. 38

Ibid, hlm. 254

Imam Zarkariya al anshory, Mausu'ah Fiqhiyah, (Beirut: Darul, Kutub 'Ilmiyah), Juz 16,
hlm. 37

Ahmad Rofiq, Al-ikhtiyarat al- Fiqiyah, Gema Risalah Press, hlm. 405

Ahmad Sarwat, fiqh shalat jenazah, (Jakarta Selatan : rumah fiqh publishing, agt 2018) hlm
23-24

Ibid hal 27-28

29

Anda mungkin juga menyukai