Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH

SHOLAT

Diajukan Untuk Memenuhi Tugas

MATA KULIAH: FIQIH IBADAH, MUAMALAH, DAN MAWARIS

Dosen Pengampu:

Dr. Nurul Hidayat, M. Ag.

PAI 3F
Disusun Oleh Kelompok 4:

1. Mualfi Fahrul Fanani (126201202168)


2. Swaiya Dian Tamala (126201203229)
3. Zeina Ulfa (126201203237)

PRODI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM


FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
UIN SAYYID ALI RAHMATULLAH TULUNGAGUNG
SEPTEMBER 2021
PRAKATA
Puji syukur kepada Allah SWT yang telah memberikan kemudahan serta kelancaran
dalam penyusunan makalah kami yang berjudul “Sholat” dengan baik. Tidak lupa sholawat
dan salam tetap terlimpahkankan kepada baginda Nabi Muhammad SAW, yang telah
mewariskan ilmu serta penuntun hidup yang mencerahkan umat manusia.

Dalam Penyusunan makalah ini, penulis sedikit mengalami hambatan. Namun kami
menyadari bahwa kelancaran dalam penyusunan makalah ini tidak lain berkat bantuan,
dorongan, dan bimbingan dari berbagai pihak. Sehubugan dengan penyusunan makalah ini
maka penulis mengucapkan terimakasih kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Maftuhin, M.Ag. Selaku rektor UIN Sayyid Ali Rahmatullah
Tulungagung yang telah memberikan sarana-prasarana untuk penulis menyelesaikan
tugas penyusunan makalah ini.
2. Dr. H. Abdul Aziz, M.Pd.I. selaku Wakil Rektor UIN Sayyid Ali Rahmatullah
Tulungagung yang telah memberikan pelayanan akademik kepada seluruh mahasiswa.
3. Ibu Prof. Dr. Hj. Binti Maunah, M.Pd.I. selaku dekan Fakultas Tarbiyah dan Ilmu
Keguruan.
4. Dr. Nurul Hidayat, M. Ag. selaku dosen pengampu mata kuliah Fiqh Ibadah,
Mualamah, dan Mawaris yang telah membimbing dan memberikan masukan-masukan
kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu.
5. Civitas UIN Sayyid Ali Rahmatullah Tulungagung yang telah memberikan izin dan
fasilitas kepada penulis untuk mencari dan mendapatkan tambahan pengetahuan dalam
menyelesaikan makalah ini.
6. Teman-teman PAI 3F angkatan 2020 yang selalu mendukung penulis dalam pengerjaan
makalah ini.
Penulis sadar bahwa penyusunan makalah ini banyak terdapat kesalahan untuk itu kritik
dan saran sangat penulis harapkan demi kesempatan penulis dalam menyelesaikan tugas-tugas
dimasa datang. Semoga dengan adanya makalah ini bisa bermanfaat kepada siapa saja yang
membaca.
Tulungagung, 21 September 2021

Penulis

ii
DAFTAR ISI

SAMPUL
PRAKATA .......................................................................................................................... ii
DAFTAR ISI ...................................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang .................................................................................................... 1


B. Rumusan Masalah ............................................................................................... 1
C. Tujuan Penulisan ................................................................................................ 2

BAB II PEMBAHASAN

A. Pengertian Sholat ................................................................................................ 3


B. Tujuan Sholat...................................................................................................... 4
C. Syarat Sah Sholat ................................................................................................ 4
D. Syarat Wajib Sholat ............................................................................................ 5
E. Rukun Sholat ...................................................................................................... 6
F. Hal-hal yang Membatalkan Sholat ...................................................................... 8
G. Hikmah Sholat .................................................................................................. 10

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan....................................................................................................... 11
B. Saran ................................................................................................................ 11
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................................... 12

iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Shalat termasuk ibadah yang paling esensial dalam agama Islam. Sejak seorang
telah mencapai pubertas, baik lakilaki maupun perempuan mempunyai kewajiban untuk
melaksanakan ibadah shalat lima waktu. Ibadah shalat tiada diwajibkan atas anak kecil,
namun hendaklah disuruh mereka bershalat apabila mereka sudah mencapai umur tujuh
tahun. Dan hendaknya mereka dipukul lantaran tidak mau mengerjakan shalat, apabila
umur mereka sudah mencapai sepuluh tahun agar mereka terlatih bisa
mengerjakannya. 1
Shalat juga mengajarkan kepada manusia untuk senantiasa bersih, baik itu
bersih lahiriah maupun batiniah. Karena sebelum melakukan shalat terlebih dahulu
berwudhu. Suci dari najis dan hadats. Di samping itu juga dituntut kebersihan batin,
yaitu senantiasa ikhlas hanya untuk Allah SWT.
Shalat dimulai dari wudhu, mandi atau tayamum, setelah selesai melakukan
shalat, dzikir, dan doa diharapkan shalat akan memberikan dampak kepada seseorang
untuk senantiasa berkata baik sekaligus meninggalkan hal-hal yang tidak perlu, seperti
ngrumpi, ngrasani, mengumpat, berkata kotor dan ucapan jelek yang lainnya. Shalat
merupakan sarana hubungan manusia dengan Tuhan. Dengan shalat manusia dapat
berdialog secara langsung tanpa perantara dengan Sang Pencipta. Menurut Zakiah
Daradjat, yang dikutip Sentot Haryanto bahwa shalat, dzikir, doa, dan permohonan
ampunan kepada Allah merupakan cara pelegaan batin yang mampu memberikan
ketenangan dan ketentraman jiwa. 2
B. Rumusan Masalah
1. Apa Pengertian Sholat?
2. Apa Tujuan Sholat?
3. Apa Saja Syarat Sah Sholat?
4. Apa Saja Syarat Wajib Sholat?
5. Ada Berapakah Rukun Sholat?
6. Apa Saja Hal-hal yang Membatalkan Sholat?
7. Apa Hikmah Sholat?

1
Hasbi Ash Shiddieqy, Pedoman Shalat, (Jakarta: PT Pustaka Rizki Putra, 2000), hlm. 68-69
2
Sentot Haryanto, Psikologi Shalat, hlm. 89

1
C. Tujuan Penulisan
1. Mengetahui Pengertian Sholat
2. Mengetahui Tujuan Sholat
3. Mengetahui Apa Saja Syarat Sah Sholat
4. Mengetahui Apa Saja Syarat Wajib Sholat
5. Mengetahui Jumlah Rukun Sholat
6. Mengetahui Apa Saja Hal-hal yang Membatalkan Sholat
7. Mengetahui Hikmah Sholat

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Shalat
Shalat adalah rukun Islam yang kedua dan ia merupakan rukun yang sangat
ditekankan (utama) sesudah dua kalimat syahadat3. Telah disyari’atkan sebagai
sesempurna dan sebaik-baiknya ibadah4. Shalat ini mencakup berbagai macam ibadah:
zikir kepada Allah, tilawah Kitabullah, berdiri menghadap Allah, ruku’, sujud, do’a,
tasbih, dan takbir.5 Shalat merupakan pokok semua macam ibadah badaniah. Allah
telah menjadikannya fardhu bagi Rasulullah SAW sebagai penutup para rasul pada
malam Mi’raj di langit, berbeda dengan semua syari’at. Hal itu tentu menunjukkan
keagungannya, menekankan tentang wajibnya dan kedudukannya di sisi Allah.
Secara lahiriah shalat berarti beberapa ucapan dan perbuatan yang dimulai
dengan takbir dan diakhiri dengan salam, yang dengannya kita beribadah kepada Allah
menurut syarat-syarat yang telah ditentukan. Adapun secara hakikinya ialah
berhadapan hati (jiwa) kepada Allah, secara yang mendatangkan takut kepadaNya serta
menumbuhkan didalam jiwa rasa kebesaranNya atau mendhohirkan hajat dan
keperluan kita kepada Allah yang kita sembah dengan perkataan dan pekerjaan atau
keduaduanya.6 Sebagaimana perintah-Nya dalam surah al-Ankabut ayat 45:
‫ّٰللا ا َ ْك َب ُر َۗو ه‬
‫ّٰللا ُ َي ْعلَ ُم َما‬ َ ‫ص ٰلوة َ ت َ ْنهٰ ى‬
ِ ‫ع ِن ْالفَحْ ش َۤاءِ َو ْال ُم ْنك َِر َۗولَ ِذ ْك ُر ه‬ َّ ‫ص ٰلو ۗة َ ا َِّن ال‬ ِ ‫ي اِلَيْكَ مِنَ ْال ِك ٰت‬
َّ ‫ب َواَق ِِم ال‬ َ ِ‫اُتْ ُل َما ٓ ا ُ ْوح‬
َ‫صنَعُ ْون‬ ْ َ‫ت‬

Artinya: “Bacalah apa yang telah diwahyukan kepadamu, Yaitu Al kitab (Al Quran)
dan dirikanlah shalat. Sesungguhnya shalat itu mencegah dari (perbuatan- perbuatan)
keji dan mungkar. dan Sesungguhnya mengingat Allah (shalat) adalah lebih besar
(keutamaannya dari ibadat-ibadat yang lain). dan Allah mengetahui apa yang kamu
kerjakan.

Terdapat sejumlah hadits berkenaan dengan keutamaan dan wajibnya shalat


bagi perorangan. Hukum fardhunya sangat dikenal di dalam agama Islam. Barang siapa

3
Syaikh Muhammad Fadh & Syaikh Abdul Aziz bin Baz, Sifat Wudhu & Shalat Nabi SAW, Penerjemah: Geis
Umar Bawazier, (Jakarta: al-Kautsar, 2011), cet. ke-1, hal. 75.
4
Sentot Haryanto, Psikologi Shalat (Kajian Aspek-aspek Psikologi Ibadah Shalat oleholeh Isra’ Mi’raj Nabi
Muhammad SAW), (Yogyakarta: 2007), cet. ke-5, hal. 59.
5
Abu Malik Kamal bin as-Sayyid Salim, Shahih Fikih Sunnah, Penerjemah, Khairul Amru Harahap dan Faisal
Saleh, (Jakarta: Pustaka Azzam, 2007), cet. ke-1, hal. 277.
6
H. Sulaiman Rasjid, Fiqh Islam,(Sinar Baru Algensindo), hlm. 53

3
yang mengingkari shalat, ia telah murtad dari agama Islam. Ia dituntut untuk bertobat.
Jika tidak bertobat, ia harus dihukum mati menurut ijma’ kaum muslimin. 7

B. Tujuan Shalat
Shalat dalam agama Islam menempati kedudukan yang tidak dapat ditandingi
oleh ibadah manapun juga, ia merupakan tiang agama dimana ia tak dapat tegak kecuali
dengan shalat.8 Adapun tujuan didirikan shalat menurut al- Qur‟an dalam surah al-
Ankabut ayat 45:
ْ َ ‫ّٰللاُ َي ْعلَ ُم َما ت‬
َ‫صنَعُ ْون‬ َ ‫ص ٰلوة َ ت َ ْنهٰ ى‬
ِ ‫ع ِن ْالفَ ْحش َۤاءِ َو ْال ُم ْنك َِر َۗولَ ِذ ْك ُر ه‬
‫ّٰللا ا َ ْك َب ُر َۗو ه‬ َّ ‫ا َِّن ال‬
Artinya: ...dan dirikanlah shalat. Sesungguhnya shalat itu mencegah dari
(perbuatan- perbuatan) keji dan mungkar. …
Dari unsur kata – kata melaksanakan itu tidak mengandung unsur batiniah
sehingga banyak mereka yang Islam dan melaksanakan shalat tetapi mereka masih
berbuat keji dan munkar. Sementara kata mendirikan selain mengandung unsur lahir
juga mengandung unsur batiniah sehingga apabila shalat telah mereka dirikan, maka
mereka tidak akan berbuat jahat.
C. Syarat Sah Shalat
Syarat sah ialah kewujudan sesuatu perkara adalah bergantung kepada
kewujudannya (tanpanya sesuatu itu tidak akan wujud) dan ia bukan satu
bahagian/juzu daripada perkara tersebut. Seperti tumbuh-tumbuhan. Ia tidak akan
wujud di muka bumi ini melainkan apabila ada air hujan. Tetapi hujan tersebut bukan
sebahagian daripada tumbuh-tumbuhan.9
a) Bersuci
Suci tubuh badan daripada hadas oleh itu orang yang berhadas sama ada hasad
kecil atau hadas besar.10
b) Mengetahui masuk waktu shalat
Tahu masuk waktu menjadi syarat sah shalat karena Allah mewajibkan shalat
dalam waktunya. Firman Allah s.w.t.11

7
Umroh, “Ibadah Shalat dalam Islam”, 2016, hal 8
8
Ibid
9
M. Baddiuzman Bin Jusoh, “Jumlah Rukun-Rukun Shalat Fardhu (Studi Komperatif Imam Abu Hanifah Dan
Imam Asy-Syafi’i)”, UIN Syairf Kasim Riau, 2020, hal 43
10
Mustofa Al-Khin, opcit. hlm.127
11
Abdul Hadi Awang Op.cit. hlm. 51

4
َ ‫ص ٰلوة‬ َّ ‫اط َمأْنَ ْنت ُ ْم فَا َ ِق ْي ُموا ال‬
َّ ‫ص ٰلوة َ ۚ ا َِّن ال‬ ْ ‫ع ٰلى ُجنُ ْو ِبكُ ْم ۚ فَ ِاذَا‬ َ ‫ص ٰلوة َ فَاذْكُ ُروا ه‬
َ ‫ّٰللا قِ َيا ًما َّوقُعُ ْودًا َّو‬ َّ ‫ض ْيت ُ ُم ال‬
َ َ‫فَ ِاذَا ق‬
‫علَى ْال ُمؤْ ِم ِنيْنَ ِك ٰتبًا َّم ْوقُ ْوتًا‬ ْ ‫كَان‬
َ ‫َت‬

Artinya: Selanjutnya, apabila kamu telah menyelesaikan salat(mu), ingatlah


Allah ketika kamu berdiri, pada waktu duduk dan ketika berbaring. Kemudian, apabila
kamu telah merasa aman, maka laksanakanlah salat itu (sebagaimana biasa). Sungguh,
salat itu adalah kewajiban yang ditentukan waktunya atas orang-orang yang beriman.

c) Menutup aurat
Ia merupkan syarat sah shalat yangnketiga. Untuk memahami syarat ini,
semestinya difahami seperti makna menutup aurat. Aurat pada pengertian
syara‟ ialah semua perkara yang mesti waji ditutup dan haram melihatnya. 12
d) Menghadap Kiblat
Para ulama bersepakat menegaskan wajib mengadap kearah kiblat apabila
bersembahyang, karena firman Allah s.w.t.
‫ْث َما‬ ُ ‫َط َر ْال َمس ِْج ِد ْال َح َر ِام ۗ َو َحي‬
ْ ‫ضى َها ۖ فَ َو ِل َو ْج َهكَ ش‬ ٰ ‫س َم ۤا ۚ ِء فَلَنُ َو ِليَنَّكَ قِ ْبلَةً ت َْر‬
َّ ‫ب َو ْج ِهكَ فِى ال‬ َ ُّ‫قَدْ ن َٰرى تَقَل‬
‫ع َّما‬ ‫ب لَيَ ْعلَ ُم ْونَ اَنَّهُ ْال َح ُّق م ِْن َّربِ ِه ْم ۗ َو َما ه‬
َ ‫ّٰللاُ بِغَافِ ٍل‬ َ ‫َط َر ٗه ۗ َوا َِّن الَّ ِذيْنَ ا ُ ْوتُوا ْال ِك ٰت‬ْ ‫كُ ْنت ُ ْم فَ َولُّ ْوا ُو ُج ْو َهكُ ْم ش‬
َ‫يَ ْع َملُ ْون‬

Artinya: “Kami melihat wajahmu (Muhammad) sering menengadah ke langit,


maka akan Kami palingkan engkau ke kiblat yang engkau senangi. Maka hadapkanlah
wajahmu ke arah Masjidilharam. Dan di mana saja engkau berada, hadapkanlah
wajahmu ke arah itu. Dan sesungguhnya orang-orang yang diberi Kitab (Taurat dan
Injil) tahu, bahwa (pemindahan kiblat) itu adalah kebenaran dari Tuhan mereka. Dan
Allah tidak lengah terhadap apa yang mereka kerjakan.”(Q.s. Al-Baqarah 144)

D. Syarat Wajib Shalat


a) Beragama Islam.
Islam itu bermakna secara asal keturunan daripada orang Islam atau menganut
agama Islam dan seterusnya memelihara diri daripada perkara perkara yang
membatalkan Islam, dengan sebab perkataan atau perbuatan atau kepercayaan
yang menunjukkan tidak percaya lagi kepada mana-mana ajaran selain Islam.
Oleh itu tidak sah shalat orang bukan Islam atau murtad. Firman Allah Ta‟ala:

12
Mustofa Al-Khin, opcit. hlm.130

5
‫ش ْيءٍ ا ََِّّل كَ َباسِطِ َكفَّ ْي ِه اِلَى ْال َم ۤاءِ ِل َي ْبلُ َغ فَاهُ َو َما ه َُو‬
َ ‫ق َوالَّ ِذيْنَ َيدْعُ ْونَ م ِْن د ُْون ِٖه ََّل يَ ْست َِج ْيب ُْونَ لَ ُه ْم ِب‬ ِ ۗ ‫لَهٗ دَع َْوة ُ ْال َح‬
‫ض ٰل ٍل‬
َ ‫ع ۤا ُء ْال ٰكف ِِريْنَ ا ََِّّل ف ِْي‬َ ُ ‫ِب َبا ِلغ ٖ ِۗه َو َما د‬

Artinya: “Hanya kepada Allah doa yang benar. Berhala-berhala yang mereka
sembah selain Allah tidak dapat mengabulkan apa pun bagi mereka, tidak ubahnya
seperti orang yang membukakan kedua telapak tangannya ke dalam air agar (air)
sampai ke mulutnya. Padahal air itu tidak akan sampai ke mulutnya. Dan doa orang-
orang kafir itu, hanyalah sia-sia belaka”. (Q,S, Ara‟d 41).13
b) Baligh.
Tanda-tanda sampai umur atau baligh bagi anak lelaki adalah apabila sudah
berumur lima belas tahun atau sudah bermimpi bersetubuh dengan
mengeluarkan mani. Manakala bagi anak perempuan ialah apabila dia telah
kedatangan haid selepas berumur sembilan tahun. Bagaimanapun sebelum
mencapai masa baligh ini, kanak-kanak itu patut diajar menunaikan shalat pada
waktu kecil, sesuai dengan sabda Rasulullah s.a.w. yang bermaksud “Suruhlah
anak-anak kamu shalat pada umur tujuh tahun, serta pukullah mereka apabila
sudah berumur sepuluh tahun dan pisahkan tempat tidur mereka”. 14
c) Berakal
Seseorang yang bersembahyang itu juga hendaklah berakal, orang yang hilang
akalnya dengan sebab sakit seperti gila atau sakit yang lain tidak diwajibkan
kepadanya bersembahyang. Bagi perempuan yang sedang haid dan nifas,
gugurlah kewajiban shalatnya ketika itu.15
d) Bersih dari darah haid dan darah nifas.
Shalat tidak diwajibkan kepada wanita yang sedang menjalani masa haid dan
wanita yang menjalani masa nifas, hingga kedua bersih dari kedua darah
tersebut.16
E. Rukun Shalat
Rukun atau fardhu shalat adalah segala perbuatan dan perkataan dalam shalat
yang apabila di tiadakan, maka shalat tidak sah. Dalam mazhab Imam Syafi'i shalat

13
M. Baddiuzman Bin Jusoh, “Jumlah Rukun-Rukun Shalat Fardhu (Studi Komperatif Imam Abu Hanifah Dan
Imam Asy-Syafi’i)”, UIN Syairf Kasim Riau, 2020, hal 42
14
Akmal Muhammad Zein. Bimbingan Fardhu Ain. (Darul Nu‟man Kuala Lumpur1998) Cetakan Kedua. hlm.
124.
15
Ibid, hal 43
16
Abu Bakar Jabir al-Jazairi, op.cit., hal. 303.

6
dirumuskan menjadi 13 rukun. Perumusan ini bersifat ilmiah dan memudahkan bagi
kaum muslimin untuk mempelajari dan mengamalkannya. 17
Hal yang perlu penulis tekankan disini adalah Imam Syafi'i adalah imam
mujtahid yang ilmunya sangat luas dan tidak perlu di ragukan lagi. Begitu pula dengan
murid-muridnya yang mengikuti mazhab Imam Syafi'i adalah imam imam besar yang
luas pula ilmunya. Rukun shalat itu ada 13 perkara, yaitu sebagai berikut:
1) Niat, yaitu sengaja atau menuju sesuatu dibarengi dengan (awal) pekerjaan
tersebut, tempatnya di hati (diucapkan oleh suara hati).
2) Berdiri tegak bagi yang kuasa, berdiri bisa duduk bagi yang lemah, diutamakan
bagi yang lemah duduk iftirasy (pantat berlandaskan rumit dan betis kaki kiri,
sedangkan yang kanan tegak).
3) Takbiratul ihram, diucapkan bagi yang bisa mengucapkan dengan lisannya:
“Allahu Akbar”.
4) Membaca al-Fatihah, atau bagi yang tidak hafal surah al-Fatihah, bias diganti
dengan surah al-Qur’an lainnya. Hal ini baik dalam shalat fardhu atau sunnah.
5) Ruku’, paling tidak bagi yang kuat adalah berdiiri, badan lurus pada ruku’nya,
letakkan kedua tangan di atas kedua lutut, sekiranya membungkuk tanpa tegap
dengan kadar telapak kedua tangan mencapai lutut, kalau berkehendak
meletakkan tangan pada lutut. Bagi yang tidak biasa ruku’, maka hendaknya
membungkuk atau sesuai dengan kekuatan fisiknya atau hanya isyarat kedipan
mata. Ukuran sempurna dalam ruku’ yaitu meluruskan punggung rata dengan
lehernya, seperti satu papan, dan kedua tulang betis tegak lurus, tangan
memegang kedua lutut. Serta Tuma’ninah tenang sebentar setelah bergerak
dalam ruku’.
6) Bangkit dari ruku’ lalu I’tidal berdiri tegak seperti keadaan semula, yakni
berdiri bagi yang kuat dan duduk tegak bagi yang lemah.
7) Sujud 2 kali untuk setiap rakaat, paling tidak bagian dahi mukanya menempel
pada tempat sujud, baik di tanah atau lainnya. Sujud yang sempurna yakni
ketika turun sujud sambil takbir tanpa mengangkat kedua tangan, lalu
menekankan dahinya pada tempat sujud, meletakkan kedua lutut, kemudian

17
Imran Efendy Hasibuan, Shalat Dalam Perspektif Fikih dan Tasawuf, (Pekanbaru: CV. Gema Syukran Press,
2008), cet. ke-2, hal. 84-85.

7
kedua tangan dan disusul dengan dahi dan hidung. Serta tuma’ninah dalam
sujud, sekiranya memperoleh tempat sujud, menurut kadar beratnya kepala.
8) Duduk di antara dua sujud, pada setiap rakaat, itu berlaku bagi yang shalatnya
dalam keadaan berdiri, duduk atau telentang (berbaring). Serta tuma’ninah,
sewaktu duduk di antara 2 sujud.
9) Duduk akhir, yang mengiringi salam (duduk tahiyat).
10) Membaca tasyahud, sewaktu duduk akhir.
11) Membaca shalawat atas Nabi Muhammad SAW.
12) Mengucapkan salam (seraya menoleh ke arah kanan) hukumnya wajib dan
masih dalam keadaan duduk.
13) Tertib yaitu mengerjakan rukun-rukun shalat tersebut dengan berurutan.18
Dari tiga belas rukun shalat tersebut harus dikerjakan secara berurutan dan
apabila salah satu rukun shalat ada yang ditinggalkan dengan sengaja maka tidak sah
shalat orang tersebut dan apabila orang tersebut lupa atau ragu ada salah satu rukun
yang tertinggal maka bisa diganti dengan sujud sahwi yang dilakukan di rakaat terakhir
sebelum salam.
F. Hal – Hal yang Membatalkan Shalat
Shalat dikatakan batal atau tidak sah apabila salah satu syarat dan rukunnya
tidak dilaksanakan atau ditinggalkan dengan sengaja. Berbagai hal yang dapat
menyebabkan batalnya shalat adalah:
1. Meninggalkan salah satu rukun shalat dengan sengaja
Apabila ada salah satu rukun shalat yang tidak dikerjakan dengan sengaja,
maka shalat itu menjadi batal dengan sendirinya. Misalnya, seseorang tidak
membaca surat Al-Fatihahnlalu langsung rukuk, maka shalatnya menjadi batal.
2. Berhadas
Bila seseorang mengalami hadats besar atau kecil, maka batal pula shalatnya.
Baik terjadi tanpa sengaja atau secara sadar.
3. Terkena najis baik badan, pakaian, atau tempat shalat
Bila seseorang yang shalat terkena benda najis, maka secara langsung shalatnya
menjadi batal. Namun yang dijadikan patokan adalah bila najis itu tersentuh
tubuhnya atau pakaianya dan tidak segera ditepis /tampiknya najis tersebut
maka batallah shalat tersebut.

18
Sulaiman Rasjid, op.cit., hal. 75-87.

8
4. Dengan sengaja berbicara yang bukan untuk kemashlahatan shalat. Berbicara
dengan sengaja yang di maksud di sini bukanlah berupa bacaan- bacaan dalam
Al-Qur’an, dzikir ataupun do’a, akan tetapi merupakan pembicaraan yang
sering dilakukan manusia dalam kehidupan sehari- harinya.
5. Terbuka auratnya.
Bila seseorang yang sedang melakukan shalat tiba-tiba terbuka auratnya
secara sengaja, maka shalatnya otomatis menjadi batal. Baik dilakukan dalam
waktu yang singkat ataupun terbuka dalam waktu yang lama. Namun jika
auratnya terbuka tanpa di sengaja dan bukan dalam waktu yang lama,
maksudnya hanya terbuka sekilas dan langsung ditutup lagi maka shalatnya
tidak batal.
6. Mengubah niat, misalnya ingin memutuskan shalat
Seseorang yang sedang shalat, lalu tiba-tiba terbetik niat untuk tidak shalat di
dalam hatinya, maka saat itu juga shalatnya telah batal. Sebab niatnya telah
rusak. Meski belum melakukan hal-hal yang membatalkan shalatnya.
7. Banyak bergerak
Gerakan yang banyak dan berulang-ulang terus dan bukan merupakan gerakan
yang terdapat dalam shalat. Mazhab Imam Syafi’i memberikan batasan
sampai tiga kali gerakan berturut-turut sehingga seseorang batal dari
shalatnya.
8. Membelakangi kiblat
Bila seseorang shalat dengan membelakangi kiblat dengan sengaja, atau di
dalam shalatnya melakukan gerakan hingga badanya bergeser arah hingga
membelakangi kiblat, maka shalatnya itu batal dengan sendirinya.
9. Tertawa sampai terdengar tawanya oleh orang lain
Maksudnya adalah tertawa yang sampai mengeluarkan suara, adapun bila
sebatas tersenyum, belumlah sampai batal shalatnya.
10. Mendahului imam dalam dua rukun shalat, apalagi lebih.
Bila seorang makmum melakukan gerakan mendahului gerakan imam, seperti
bangun dari sujud lebih dulu dari imam, maka batalah shalatnya. Namun bila
hal itu terjadi tanpa sengaja maka tidak termasuk yang membatalkan shalat.
11. Murtad, artinya keluar dari agama Islam
Orang yang sedang melakukan shalat, lalu tiba-tiba murtad, maka batal

9
shalatnya.19
Dapat ditarik kesimpulan ada sebelas hal yang dapat membatalkan shalat
diantaranya: Meninggalkan salah satu rukun shalat dengan sengaja, berhadas,
terkena najis, secara sengaja mengucapkan ucapan di luar apa yang di baca waktu
shalat, Terbuka auratnya, mengubah niat, banyak bergerak, membelakangi kiblat,
tertawa, mendahului imam dan murtad. Apabila salah satu hal tersebut dilakukan
dalam keadaan shalat, maka shalat tersebut menjadi batal dan shalat tersebut mesti
di ulang lagi dari awal.
G. Hikmah Shalat
Adapun hikmah yang dapat diambil diantaranya:
a) Adanya ketenangan batin, artinya dalam melaksanakan shalat manusia
berhadapan langsung dan mengadakan komunikasi kepada Sang pencipta,
dengan menyebut nama-Nya, berzikir, berharap dan berdo’a.
b) Adanya pembentukan kepribadian, artinya dalam pelaksanaan shalat
ditentukan waktunya dengan cara dan syarat-syarat tertentu, misalnya sebelum
shalat harus berwudhu dahulu, mensucikan badan, pakaian, dan tempat shalat
dari pada najis dan menghadap kiblat. Hal ini akan membentuk pribadi
manusia menjadi disiplin, tepat waktu, bekerja keras dan berahlakul karimah.
Dengan menjalankan shalat, hilang semua kesusahan dan kegelisahan
c) Shalat merupakan benteng atau pencegah dari perbuatan keji dan munkar,
shalat juga dapat merubah watak seseorang dari perbuatan jahat kepada watak
yang baik. 20

19
Muhammad Sholikhin, Op. Cit., hlm. 48.
20
Aminuddin, Pendidikan Agama Islam, (Jakarta: Amzah, 2005), hlm. 114-115

10
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Shalat termasuk ibadah yang paling esensial dalam agama Islam. Sejak seorang
telah mencapai pubertas, baik lakilaki maupun perempuan mempunyai kewajiban untuk
melaksanakan ibadah shalat lima waktu. Salah satu nilai shalat yang dapat diaplikasikan
di dalam kehidupan adalah penetapan waktunya. Memberikan pengaruh terhadap
kedisiplinan dalam beraktivitas untuk mencapai kesuksesan. Tidak dapat diragukan lagi
shalat menanamkan habit disiplin. Waktu-waktu yang sudah ditetapkan Allah untuk
mengerjakan shalat, hal ini hanya mungkin ditepati oleh seseorang yang memiliki
komitmen yang kuat terhadap disiplin. Shalat merupakan sarana pembentukan
kepribadian seseorang. Kepribadian seseorang perlu dibentuk sepanjang hayatnya, dan
pembentukannya bukan merupakan pekerjaan mudah.
Di era globalisasi, masalah waktu menjadi hal yang sangat penting. Terlebih
jika sudah berkaitan dengan bisnis dan kerja, sehingga sering menerjemahkan waktu
sebagai “time is money”, waktu adalah uang. Shalat diperintahkan untuk umat lewat
Nabi Muhammad Saw telah diatur sedemikian rupa oleh Allah SWT, mulai dari subuh,
dzuhur, ashar, magrib dan isya’. Sehingga shalat telah dan senantiasa mengajarkan
kepada umat Islam untuk disiplin, taat waktu, sekaligus menghargai waktu itu sendiri,
dan kerja keras. Hal ini sangat penting karena berkaitan dengan ketaatan pada aturan
dan supremasi hukum.
B. Saran
Dalam pengumpulan materi pembahasan dia atas tentunya kami banyak
mengalami kekurangan dan kesalahan, oleh karena itu hendaknya pembaca
memberikan tanggapan dan tambahan terhadap makalah kami. Sebelum dan
sesudahnya kami haturkan banyak terimakasih.

11
DAFTAR PUSTAKA
Abu Bakar Jabir al-Jazairi, op.cit., hal. 303.
Abdul Hadi Awang Op.cit. hlm. 51
Abu Malik Kamal bin as-Sayyid Salim, Shahih Fikih Sunnah, Penerjemah, Khairul Amru
Harahap dan Faisal Saleh, (Jakarta: Pustaka Azzam, 2007), cet. ke-1, hal. 277.
Akmal Muhammad Zein. Bimbingan Fardhu Ain. (Darul Nu‟man Kuala Lumpur1998)
Cetakan Kedua. hlm. 124.
Aminuddin, Pendidikan Agama Islam, (Jakarta: Amzah, 2005), hlm. 114-115
Hasbi Ash Shiddieqy, Pedoman Shalat, (Jakarta: PT Pustaka Rizki Putra, 2000), hlm. 68-69
H. Sulaiman Rasjid, Fiqh Islam,(Sinar Baru Algensindo), hlm. 53

Ibid, hal 43
Imran Efendy Hasibuan, Shalat Dalam Perspektif Fikih dan Tasawuf, (Pekanbaru: CV. Gema
Syukran Press, 2008), cet. ke-2, hal. 84-85.
M. Baddiuzman Bin Jusoh, “Jumlah Rukun-Rukun Shalat Fardhu (Studi Komperatif Imam
Abu Hanifah Dan Imam Asy-Syafi’i)”, UIN Syairf Kasim Riau, 2020, hal 42
M. Baddiuzman Bin Jusoh, “Jumlah Rukun-Rukun Shalat Fardhu (Studi Komperatif Imam
Abu Hanifah Dan Imam Asy-Syafi’i)”, UIN Syairf Kasim Riau, 2020, hal 43

Muhammad Sholikhin, Op. Cit., hlm. 48.


Mustofa Al-Khin, opcit. hlm.127

Mustofa Al-Khin, opcit. hlm.130

Sentot Haryanto, Psikologi Shalat (Kajian Aspek-aspek Psikologi Ibadah Shalat oleholeh Isra’
Mi’raj Nabi Muhammad SAW), (Yogyakarta: 2007), cet. ke-5, hal. 59.
Sentot Haryanto, Psikologi Shalat, hlm. 89
Sulaiman Rasjid, op.cit., hal. 75-87.
Syaikh Muhammad Fadh & Syaikh Abdul Aziz bin Baz, Sifat Wudhu & Shalat Nabi SAW,
Penerjemah: Geis Umar Bawazier, (Jakarta: al-Kautsar, 2011), cet. ke-1, hal. 75.
Umroh, “Ibadah Shalat dalam Islam”, 2016, hal 8

12

Anda mungkin juga menyukai