Disusun Oleh :
Kelompok : 8
Dosen Pengampu :
Yuli Partiana, M.Pd
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah berkenan memberi
petunjuk dan kekuatan kepada penulis, sehingga makalah yang berjudul “Macam-Macam
Shalat Sunnah” ini dapat diselesaikan dengan tepat waktu.
Penulis menyadari bahwa di dalam pembuatan makalah ini dikarenakan berkat dan
tuntunan Tuhan Yang Maha Esa dan tidak lepas dari bantuan pembina penulis. Untuk itu,
dalam kesempatan ini penulis menghaturkan rasa hormat dan terima kasih yang sebesar-
besarnya kepada Ibu Yuli Partiana, M.Pd yang telah memberikan bantuan bimbingan dan
arahan dalam pembuatan makalah ini.
Penulis menyadari, bahwa dalam proses penulisan makalah ini masih jauh dari
kesempurnaan, baik materi maupun cara penulisannya. Namun demikian, penulis telah
berupaya dengan segala kemampuan dan pengetahuan yang dimiliki, sehingga dapat
terselesaikan dengan baik dan oleh karenanya, penulis dengan rendah hati dan tangan terbuka
untuk menerima masukan saran dan usul guna penyempurnaan makalah ini.
Akhir kata, semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua dalam belajar dan
hasilnya dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.
Penulis
ii
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ……………………………….............……………...… 1
1.2 Rumusan Masalah ………………………...………...………….…........ 1
1.3 Tujuan Penulisan ...………………………………….…………….….… 2
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Shalat Sunnah ................................................................ 3
2.2 Shalat Ied ...................................................................................... 3
2.3 Shalat Tarawih dan Witir ................................................................ 5
2.5 Shalat Tahajud ............................................................................... 7
2.5 Shalat Dhuha ................................................................................. 9
2.6 Shalat Sunnah Rawatib ................................................................... 10
2.7 Shalat Gerhana Matahari dan Bulan ................................................. 11
DAFTAR PUSTAKA
iii
BAB I
PENDAHULUAN
Dalam sebuah hadist riwayat Abu Daud disebutkan bahwa shalat sunnah sengaja
disyariatkan untuk menambal kekurangan yang mungkin terdapat pada shalat-shalat
fardhu, maka perlu disempurnakan dengan shalat sunnah. Selain itu juga karena shalat
sunnah mengandung keutamaan untuk fisik maupun rohani kita. Dengan demikian
banyak kita mengerjakan shalat sunnah tanpa melihat itu dianjurkan atau tidaknya akan
menambah amalan kita dihadapan Allah Swt.
1
5. Bagaimana pelaksanaan Shalat Dhuha ?
6. Bagaimana pelaksanaan Shalat Sunnah Rawatib ?
7. Bagaimana pelaksanaan Shalat Gerhana Matahari dan Bulan ?
2
BAB II
PEMBAHASAN
Shalat secara bahasa berarti doa, sedangkan menurut syara’ shalat adalah bentuk
ibadah yang terdiri atas perkataan dan perbuatan yang dimulai dari takbir dan diakhiri
dengan salam dan memenuhi beberapa syarat yang ditentukan. Firman Allah SWT :
Sedangkan sunnah adalah dianjurkan untuk dikerjakan, artinya apabila dikerjakan
mendapatkan pahala, namun bila ditinggalkan tidak mendapatkan siksa (tidak berdosa).
Jadi shalat sunnah adalah ibadah yang terdiri atas perkataan dan perbuatan yang
dimulai dari takbir dan diakhiri dengan salam dan memenuhi beberapa syarat yang
ditentukan yang apabila dikerjakan mendapatkan pahala, namun bila ditinggalkan tidak
mendapatkan siksa (tidak berdosa).1
a. Pengertian
Menurut Wahbah Al Zuhaily dalam bukunya yang diterjemahkan oleh Masdar
Helmy mengatakan bahwa, makna “ied” itu secara bahasa berarti Aud, yakni
“kembali”. Maksudnya yaitu kembali mendapatkan kebahagiaan dan kesenangan pada
setiap tahun. Sedangkan menurut Zaenal Arifin Jamaris dalam bukunya mengatakan
bahwa: Kata “ied” berasal dari kata عودة- يعود- عاد yang berarti mengulang kembali
suatu pekerjaan atau perbuatan. Jamaknya عيدadalah عياد yang artinya tiap-tiap hari
untuk berkumpul dalam memperingati suatu peristiwa atau kejadian yang penting.
Atau juga dinamakan عيدkarena kembali berulang-ulang setiap tahun dengan
kegembiraan baru.
1
Isnatin Ulfah, Fiqh Ibadah, ( Ponorogo: STAIN po press, 2016), 96
3
Dengan demikian sholat ‘ied adalah shalat sunnah yang dikerjakan pada tanggal
1 Syawal dan setelah puasa ramadhan untuk sholat Ied Fitri serta tanggal 10
Dzulhijjah untuk sholat Ied Adha.2
b. Waktu Pelaksanaan
Menurut Syaikh Kamil Muhammad pelaksanaan sholat ‘ied dimulai sejak mulai
terbit sampai tergelincir secara sempurna. Untuk sholat Idul Adha lebih dianjurkan
untuk mengerjakan diawal waktu sehingga memungkinkan jamaah untuk
menyegerakan menyembelih hewan kurban setelah melaksanakan sholat.
Sebagaimana hadist dari Al-Barra’ :
Sedangkan untuk shalat Idul Fitri lebih diutamakan untuk mengakhirkan waktu
pelaksanaan sholat, sehingga para kaum muslimin dapat mengeluarkan zakat fitrah
mereka, sebagaimana hadist dari Jandib r.a:
واألضحى, يصلي بنا الفطر والشمس على قيد رمحين,بي صلي اهلل عليه وسلّم
ّ ّكان ان
)هجر على قيد رمح (رواه ابن
Artinya: “Nabi pernah mengerjakan sholat ‘Idul Fitri bersama kami dan pada saat
itu matahari setinggi dua tombak. Sedangkan pada shalat ‘Idul Adha,
matahari baru setinggi satu tombak.” (HR. Ibnu Hajar)
2
Ibid.,97
4
Artinya: “Aku niat melaksanakan shalat sunnah Idul Fitri dua rakaat, menghadap
kiblat sebagai makmum karena Allah Ta'ala.
a. Pengertian
Shalat Tarawih adalah shalat sunnah yang dikerjakan di malam hari setelah
Shalat Isya di setiap bulan Ramadhan, yang merupakan bulan penuh berkah. Hukum
mengerjakan Shalat Tarawih ialah Sunnah Muakad yang bisa diartikan sunnah yang
sangat diutamakan atau diharuskan untuk dikerjakan oleh setiap umat Muslim di
seluruh dunia, karena Shalat Tarawih bisa menjadi pelengkap puasa kita.4
3
Ibid.,106
4
Dosen PUSQIQ IAIN Bengkulu. “Pedoman Praktis Materi dan Praktik Ibadah Kemasyarakatan”. (Bengkulu
: CV. ZIGIE UTAMA, 2019) hlm 100
5
Shalat Witir adalah shalat sunnah yang dikerjakan dengan bilangan rakaat yang
ganjil. Jumlah minimal rakaat shalat Witir adalah satu rakaat dan maksimal jumlah
rakaat shalat witir adalah 11 rakaat.
b. Waktu Pelaksanaan
Shalat Tarawih dilakukan selama bulan Ramadhan, waktunya dimulai setelah
shalat Isya dan habis waktunya dengan terbit Fajar dimalam bulan Ramadhan.
Shalat Witir dilakukan setelah shalat Isya sampai terbitnya Fajar, dan yang lebih
utama adalah mengakhirinya sampai akhir malam ketika memiliki keoptimisan akan
terbangun sebelum Fajar. Jika tidak demikian, maka yang lebih utama adalah
menyegerakan shalat Witir sehabis shalat Isya. Shalat Witir di sunnahkan dilakukan
setiap malam, sekalipun bukan bulan Ramadhan.
Shalat Tarawih boleh juga dilaksanakan dengan 8 rakaat dengan satu salam
disetiap 4 rakaatnya, karena pendapat ini juga memiliki dasar (dalil) tersendiri.
Walaupun demikian sebaiknya shalat dilaksanakan 2 rakaat satu salam baik jumlah
rakaatnya 8 rakaat ataupun 20 rakaat.
Shalat Witir jika lebih dari 1 rakaat bisa dilakukan dengan dua cara, yaitu Fasl
(Memisah) dan Wasl (Menyambung). Fasl adalah dengan memisah rakaat-rakaatnya
sedangkan Wasl adalah dengan menyambung rakaat-rakaatnya dengan satu salam.
Cara Fasl dalam shalat Witir lebih utama daripada Wasl.
6
Misalkan melakukan shalat Witir 3 rakaat, maka boleh dilakukan dengan 2
rakaat salam kemudian ditambah 1 rakaat lagi, cara inilah yang disebut Fasl. Dan
bolehn juga dengan 3 rakaat dilakukan sekaligus dengan satu salam, dan inilah yang
disebut Wasl. Dalam praktik Wasl ini tasyahudnya dengan satu kali tasyahud saja
supaya tidak mirip dengan shalat Maghrib.
a. Pengertian
Shalat Tahajud adalah shalat sunnah yang dilakukan setelah tidur dan setelah
melakukan shalat Isya. Shalat Tahajud disebut juga shalat Lail (Malam).5
b. Waktu Pelaksanaan
Dari segi keutamaan waktu melakukan shalat Tahajud dapat dibagi menjadi :
Jika malam dibagi dua bagian, maka waktu yang paling utama adalah bagian
separuh yang akhir.
Jika malam dibagi menjadi tiga bagian, maka waktu yang paling utama adalah
sepertiga yang tengah.
Jika malam dibagi menjadi enam bagian, maka waktu yang paling utama adalah
bagian yang keempat dan kelima.
5
Ibid.,95
7
Artinya: “Ya Allah bagi-Mu-lah segala puji, Engkaulah yang mengurus langit dan
bumi serta semua makhluk yang ada pada keduanya. Dan bagi-Mu segala
puji, Engkau Raja langit dan bumi beserta semua makhluk yang ada pada
keduanya. Dan bagi-Mu segala puji, Engkau cahaya langit dan bumi
beserta semua makhluk yang ada pada keduanya. Dan bagi-Mu segala
puji, Engkau Maha benar, janji-Mu adalah benar, pertemuan dengan-Mu
adalah benar, ucapan-Mu adalah benar, surga adalah benar, neraka
adalah benar, para nabi adalah benar dan Nabi Muhammad Saw adalah
benar serta hari kiamat adalah benar.”
“Ya Allah hanya kepada-Mu aku berserah diri, kepada-Mu-lah aku
beriman, kepada-Mu-lah aku bertawakal, hanya kepada-Mu-lah aku
kembali (bertaubat), kepada-Mu-lah aku mengadu, dan kepada-Mu-lah aku
meminta keputusan, maka ampunilah dosa-dosaku yang telah lalu dan
yang kemudian serta apa yang kusembunyikan dan yang kulakukan dengan
terang-terangan dan apa yang lebih Engkau ketahui dariku, Engkau yang
mendahulukan dan yang mengakhirkan, tiada Tuhan selain Engkau, dan
tiada daya (untuk menghindar dari kemaksiatan) dan tiada kekuatan (untuk
melakukan ibadah) kecuali dengan pertolongan Allah."6
2.5 Shalat Dhuha
a. Pengertian
6
Ibid.,97
8
Shalat Dhuha adalah shalat sunnah yang dilakukan seorang muslim ketika
waktu Dhuha. Shalat Dhuha juga disebut dengan Shalatul Awwaabiin. Shalat Dhuha
dilakukan minimal 2 rakaat dan maksimal 8 rakaat menurut Imam Romli. Sedangkan
menurut Imam Ibnu Hajar adalah 12 rakaat, dan hendaknya (lebih utama) shalat
Dhuha dilakukan dengan salam di setiap 2 rakaat.7
b. Waktu Pelaksanaan
Waktu shalat Dhuha adalah ketika matahari mulai naik seukuruan satu tombak
sampai tergelincirnya matahari ditengah hari, pukul tujuh pagi hingga waktu Zuhur.
Artinya: “Aku niat shalat sunnah dhuha 2 rakaat menghadap kiblat lillahi Ta’ala.”
Artinya: “Ya Allah, sesungguhnya waktu Dhuha adalah waktu Dhuha-Mu, keagungan
adalah keagungan-Mu, keindahan adalah keindahan-Mu, kekuatan adalah
kekuatan-Mu, penjagaan adalah penjagaan-Mu”.
“Ya Allah, apabila rezekiku berada di atas langit maka turunkanlah, apabila
berada di dalam bumi maka keluarkanlah, apabila sukar mudahkanlah,
apabila haram sucikanlah, apabila jauh dekatkanlah dengan kebenaran
7
Ibid.,98
9
dhuha-Mu, kekuasaan-Mu (wahai Tuhanku), datangkanlah padaku apa yang
Engkau datangkan kepada hamba-hamba-Mu yang sholeh”.
a. Pengertian
Shalat Rawatib adalah shalat sunnah yang dilakukan sebelum atau sesudah
shalat 5 waktu. Shalat yang dilakukan sebelumnya disebut shalat Qabliyah, sedangkan
yang dilakukan sesudahnya disebut shalat Ba’diyah. Dan yang paling utama dari
shalat Rawatib adalah 2 rakaat Fajar (2 rakaat sebelum shalat subuh).8
1. Muakkadah, adalah shalat rawatib yang selalu dikerjakan oleh Nabi Muhammad
SAW, jumlahnya ada 10 rakaat, yaitu :
1) Dua rakaat sebelum shalat Subuh
2) Dua rakaat sebelum shalat Dzuhur
3) Dua rakaat sesudah shalat Dzuhur
4) Dua rakaat sesudah shalat Maghrib
5) Dua rakaat sesudah shalat Isya
2. Ghairu Muakkadah, adalah shalat yang tidak selalu dikerjakan oleh Nabi
Muhammad SAW, jumlahnya ada 12 rakaat, yaitu :
1) Dua rakaat sebelum shalat Dzuhur (selain 2 rakaat muakkadah)
2) Dua rakaat sesudah shalat Dzuhur (selain 2 rakaat muakkadah)
3) Empat rakaat sebelum shalat Ashar
4) Dua rakaat sebelum shalat Maghrib
5) Dua rakaat sebelum shalat Isya
b. Waktu Pelaksanaan
1. Qabliyah
Masuk waktu shalat sunnah Qabliyah dengan masuknya waktu shalat Fardhu
dan habis waktunya dengan habisnya waktu shalat Fardhu (Seiringan)
2. Ba’diyah
8
Ibid.,92
10
Waktu shalat Ba’diyah dimulai setelah melakukan shalat Fardhu dan
waktunya habis dengan keluarnya waktu shalat Fardhu.
c. Lafaz Niat
a. Pengertian
Shalat dua gerhana atau salat kusufain berarti shalat dua gerhana atau shalat
yang dilakukan saat terjadi gerhana bulan maupun matahari. Shalat yang dilakukan
saat gerhana bulan disebut dengan shalat khusuf, sedangkan saat gerhanan matahari
disebut dengan shalat kusuf.9
b. Waktu Pelaksanaan
Waktu pelaksanaan shalat gerhana matahari atau gerhana bulan dimulai sejak
awal terjadinya gerhana sampai selesai gerhana. Bagi yang belum selesai
melaksanakan shalat gerhana sementara gerhana matahari atau gerhana bulan telah
berakhir maka ia tetap dianjurkan untuk menyelesaikan shalatnya. Sebaliknya, bagi
mereka yang telah selesai melaksanakan shalat gerhana sementara gerhana tersebut
masih berlangsung maka mereka tidak dianjurkan untuk mengulangi shalat, namun
mereka dianjurkan untuk terus berdoa dan beristighfar kepada Allah.10
9
Baharudin. “Studi Fiqih”. (Jakarta : Pustaka Lokal, 2008), hlm 75
10
Ibid., 77
11
1. Shalat gerhana dilaksanakan dua rakaat dengan dua rukuk dan empat sujud seperti
shalat sunah lainnya dan boleh dilakukan sendiri-sendiri tetapi lebih utama jika
dilakukan secara berjamaah. hal ini dikatakan oleh An-Nawawi bahwa ulama kufah
Abu Hanifah menetapkan shalat gerhana sama seperti shalat sunah lainnya.
2. Shalat gerhana dilaksanakan dua rakaat dengan 4 ruku dan 4 sujud, tiap-tiap rakaat
dua ruku dan dua sujud. cara ini telah dipilih oleh Imam Syafi'i, Imam Malik, Al-
Laits, Ahmad, Abu Tsur dan jumhur ulama. mereka berdasar pada hadist-hadist.
1) Shalat dua rakaat dengan 4 kali rukuk dan 4 kali sujud yaitu pada rakaat yang
pertama sesudah rukuk dan i'tidal membaca Al-Fatihah lagi, kemudian rukuk
sekali lagi dan i'tidal lagi. kemudian sujud seperti biasa.
2) Pada rakaat yang kedua sama seperti rakaat yang pertama. dengan demikian
sahalat gerhana itu semuanya ada 4 ruku, 4 Al-Fatihah dan 4 sujud.
3) Bacaan Al-Fatihah dan surah lainnya dalam shalat gerhana bulan di nyaringkan.
sedangkan dalam shalat gerhana matahari tidak dinyaringkan. ketika membaca
surah pada tiap-tiap rakaatnya disunahkan membaca suratan yang panjang.
4) Jika shalat gerhana itu dilakukan seperti shalat biasa dengan dua rakaat dan dua
ruku, maka tidak ada halangan, yakni cukup sah pula shalatnnya.
d. Bacaan Niat
1.1 Kesimpulan
12
Diantara banyak macam-macam shalat sunnah yang pernah dilakukan oleh
Rasulullah saw. Ada shalat-shalat sunnah yang tergolong pada yang dianjurkan dan yang
tidak dianjurkan, ada pula yang dilakukan secara berjamaah ataupun tidak berjamaah
atau munfarid. Namun tetap dilaksanakan Rasulullah saw. Sebagai tauladan bagi umat
islam di seluruh dunia. Dari semua shalat sunnah pada intinya adalah shalat sunnah itu
dilakukan untuk menambah atau menutupi kekurangan-kekurangan ibadah wajib.
1.2 Saran
Makalah ini masih banyak kekurangan. Pembaca diharapkan lebih banyak
membaca buku-buku tentang shalat sunnah, sehingga banyak menambah ilmu dan
wawasan. Kritik dan saran juga penulis harapkan dari pembaca, agar penulis dapat
memperbaiki makalah selanjutnya menjadi lebih baik lagi.
13
DAFTAR PUSTAKA
Dosen PUSQIQ IAIN Bengkulu, 2019. “Pedoman Praktis Materi dan Praktik Ibadah
Kemasyarakatan”, Bengkulu : CV. ZIGIE UTAMA