Anda di halaman 1dari 22

MAKALAH

RUBU’ IBADAH
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah Imu Fiqih
Dosen Pengampu:
Drs. H. Ucin Muksin, M.Ag

Disusun Oleh:
Kelompok 1 - BKI 1A
Alifa Mustikaning Qolby 1224010012
Aliffia Zikrinisa Hayatudin 1224010013
Anisa Fujawati 1224010021
Aulia Salsabila Ahmad 1224010027
Dhita Salafiatunnisa 1224010038
Dita Purwanti 1224010041

PROGRAM STUDI BIMBINGAN KONSELING ISLAM


FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN GUNUNG DJATI BANDUNG
2022
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah memberikan
izin dan kekuatan kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini
dengan judul “RUBU’ IBADAH”

Ucapan terima kasih kepada Bapak Drs. H. Ucin Muksin, M.Ag. selaku
dosen pengampu mata kuliah Ilmu Fiqih yang telah memberikan tugas makalah ini
kepada kami, sehingga kami dapat menambah wawasan dan ilmu pengetahuan.

Kami menyadari bahwa makalah ini masih banyak kekurangan dan


kelemahannya, baik dalam isi maupun sistematikanya. Hal ini disebabkan oleh
keterbatasan pengetahuan dan wawasan kami. Oleh karena itu, kritik dan saran yang
membangun sangat diharapkan dari pembaca yang dapat dijadikan sebagai perbaikan
di masa yang akan datang. Semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi
penulis khususnya bagi pembaca pada umumnya.

Bandung, 7 November 2022

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ......................................................................................................i


DAFTAR ISI .....................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN..................................................................................................1
1.1 Latar Belakang...............................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah..........................................................................................................2
1.3 Tujuan............................................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN..................................................................................................3
2.1 Thaharah (Bersuci).......................................................................................................
2.2 Adab-adab Buang Hajat.................................................................................................
2.3 Wudhu...........................................................................................................................
2.4 Mandi.............................................................................................................................
2.5 Tayamum.......................................................................................................................
2.6 Mengusap Khuf dan Perban..........................................................................................
2. Haid dan Nifas................................................................................................................
BAB III PENUTUP...........................................................................................................10
3.1 Simpulan........................................................................................................................10
3.2 Saran..............................................................................................................................10
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................................11
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Ibadah merupakan sebuah ritual yang dilaksankan oleh setiap manusia dalam
rangka dedikasi atau kepatuhan kepada Tuhan-Nya. Dalam Islam ibadah bukan
hanya sebatas pada hubungan manusia dengan Allah SWT. melainkan terdapat
hubungan antara manusia dan manusia lainnya serta hubungan manusia dengan
alam.

Para ulama membagi ibadah ke dalam dua bentuk, yaitu ibadah mahdhah dan
ibadahah ghairu mahdhah. Ibadah mahdah merupakan ibadah yang hubungannya
antara manusia dan Allah swt. secara vertikal, yang telah diatur dan dijelaskan
secara rinci dalam Al-Qur’an dan hadits, seperti shalat, zakat, puasa, haji dan
umrah bagi yang mampu dan lain sebagaiannya. Sedangkan ibadah ghairu
mahdhah merupakan ibadah yang berhubungan antara manusia dan manusia
lainnya secara horizontal dengan niat karena Allah swt. seperti menuntut
ilmu, mencari nafkah, dan menolong diri sendiri dan orang lain .
Dari kedua bentuk ibadah tersebut dapat disimpulkan bahwa, ibadah tersebut
tidak hanya rangkaian ucapan dan perbuatan semata. Melainkan dalam ibadah
mengandung nilai-nilai yang mengatur hubungan manusia anatara sesamanaya.
Nilai-nilai ini disebut sebagai akhlak atau etika. Hal ini yang kemudian dijadikan
sebagai pijakan bagi umat Islam untuk dapat menjadikan kehidupannya menjadi
baik dan selalu bermanfaatbagi diri dan lingkungannya. Selanjutnya untuk lebih
jelasnya mengenai mcam-macam ibadah akan dipaparkan dalam bab
pemabahasan.
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana hukum tharaharah dan penjelasannya?
2. Bagaimana adab-adab yang dilakukan ketika buang hajat?
3. Bagaimana hukum wudhu dan penjelasannya?
4. Bagaimana hukum mandi dan penjelasannya?
5. Bagaimana hukum tayamum dan penjelasannya?
6. Bagaimana tata cara mengusap khuf dan perban serta penrjelasannya?
7. Bagaimana hukum haid dan nifas serta penejelasannya?

1.3 Tujuan penulisan

1. Menjelaskan ketentuan-ketentuan thaharah atau bersuci


2. Menjelaskan adab-adab ketika buang hajat
3. Menjelaskan ketentuan-ketentuan wudhu yang sesuai dengan syariat
4. Untuk mengetehaui tentang tatacara mandi yang sesuai dengan syariat
5. Untuk mengetehui tentang tatacara bertayamum
6. Untuk mengetehui tatacara khuf dan perban
7. Untuk mengetehui hukum-hukum haid dan nifas
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 THAHARAH (BERSUCI)

a. Pengertian Thaharah

Kata thaharah berasal dari bahasa Arab yaitu ‫ َالَطَهار‬yang artinya kebersihan
atau bersuci. Sedangkan menurut istilah, thaharah adalah mengerjakan sesuatu yang
dengannya kita boleh mengajarkan shalat, wudhu, mandi, tayamum, dan
menghilangkan najis. Menurut syara’, thaharah adalah suci dari hadats atau najis,
dengan cara yang telah ditentukan oleh syara’atau menghilangkan najis, yang dapat
dilakukan dengan mandi dan tayamum (Ibrahim Shalih, 2011;3).
Dari beberapa pengertian tentang thaharah tersebut, maka para peneliti
menyimpulkan thahatrah berarti menyucika dan membersihkan diri dari najis dan
hadts sebagai salah satu syarat melakukan ibadah yang dapat dilakukan dengan
wudhu, mandi, tayamum dengan alat yang digunakan yaitu air, debu, atau batu.
b. Hukum Thaharah dan Penjelasannya

Thaharah atau bersuci hukumnya wajib berdasarkan Al-Qur’an dan As-Sunnah.


Allah swt.berfirman:

‫َفاَّطَّهُروۗا‬ ‫َو ِاْن ُكْنُتْم ُج ُنًبا‬


Dan jika kalian junub maka bersucilah. (Al-Ma’idah [5]: 6)

‫ِاَّن َهّٰللا ُيِح ُّب الَّتَّو اِبْيَن َو ُيِح ُّب اْلُم َتَطِّهِر ْين‬
Allah menyukai orang yang tobat dan menyukai orang yang menyucikan diri”.
(Al-Baqarah [2]:222)
Rasulullah saw.bersabda:
“Kunci pembuka shalat adalah bersuci” (HR Abu Dawud no. 61).

c. Macam-macam Thaharah

Thaharah atau bersuci terbagi menjadi dua yaitu thaharah batin dan thaharah lahir.

1. Bersuci batin adalah menyucikan jiwa dari bekas-bekas dosa dan maksiat. Ini
dilakukan dengan cara bertaubat yang benar dari segala dosa dan maksial. Begitu
pula dengan membersihkan hati dari nodanoda kemusyrikan, keraguan,
kedengkian, rasa sentimen, kebencian, kecurangan, kesombongan, ujub, riya, dan
sumah. Ini dilakukan dengan cara ikhlas, yakin, menyukai kebaikan, pandai
menahan amarah, jujur, tawadhu, serta menghendaki keridhaan Allah dalam
segala niat dan amal saleh.
2. Bersuci lahir adalah membersihkan kotoran dan menyucikan hadats.
Membersihkan kotoran dilakukan dengan cara menghilangkan najis dengan air
yang suci dari pakaian dan badan orang yang hendak shalat, termasuk tempat
shalatnya. Sementara menyucikan hadats adalah berwudhu, mandi, dan
tayammum.
d. Alat dan Sarana untuk Bersuci
Bersuci bisa menggunakan dua sarana yaitu:
1. Air Muthlaq, yaitu air suci yang menyucikan, maksudnya adalah air yang masih
murni baik sifat, bau maupun rasanya, dan dapat dikatakan sebagai air yang
benar-benar bebas dari kotoran dan kuman, dalam hukum fiqh air tersebut disebut
dengan air suci yang menyucikan, artinya, air tersebut halal diminum dan dapat
untuk dipakai menghilangkan najis, baik mukhafafah, mutawasithah, maupun
mughaladzah. Yang termasuk dalam kategori air mutlaq adalah air hujan, air laut,
air sungai, salju yang telah cair menjadi air, air embun, air sumur atau air mata
air.
Allah swt. berfirman:

‫ۙ َو َاْنَز ْلَنا ِم َن الَّس َم ۤا ِء َم ۤا ًء َطُهْو ًرا‬


Dan kami turunkan dari langit air yang suci. (Al-Furqan [25]:48)

2. Air Musta’mal, yakni air yang sudah dipakai, artinya air yang sudah dipakai
untuk menghilangkan hadats kecil maupun hadats besar. Hukumnya tidak dapat
menyucikan dari hadats atau najis , kecuali lebih dari dua kullah.
3. Permukaan tanah yang suci berupa pasir, batu, atau tanah rawa yang bersih,
berdasarkan sabda Rasulullah, "Tanah dijadikan bagiku sebagai tempat bersujud
dan sarana bersuci." (HR Ahmad no. 9412) Tanah tersebut menjadi menyucikan
ketika air tidak ada, atau ketika air tidak bisa digunakan karena sakit dan
sebagainya, berdasarkan firman Allah:

‫َفَلْم َتِج ُد ْو ا َم ۤا ًء َفَتَيَّمُم ْو ا َص ِع ْيًدا َطِّيًبا‬


Jika kalian tidak mendapatkan air maka (bersucilah) dengan debu yang suci. (An-
Nisa’ [4]: 43)
Begitu pula sabda Rasulullah, "Tanah yang baik adalah sarana bersuci Muslim,
meski dia tidak kunjung menemukan air selama sepuluh tahun. Apabila dia
menemukan air, hendaklah dia menyentuhkannya pada kulitnya,"(HR Tirmidzi
no. 124). Selain itu, berdasarkan ketetapan Rasulullah atas tayammumnya Amr
bin Al-Ash sewaktu dia mengalami junub pada malam yang sangat dingin, dan
dia mengkhawatirkan keselamatan dirinya jika mandi dengan air dingin.
2.2 Adab-adab Buang Hajat
a. Hal-hal yang harus Diperhatikan Sebelum Buang Hajat
1. Mencari atau memilih tempat yang sepi dan jauh dari pandangan manusia.
Karena telah diriwayatkan Nabi saw. Bila hendak buang air besar, beliau
menuju ke suatu tempat yang jauh (Terlidungi) sehingga tidak seorang pun
melihatnya. (H.R Abu Dawud dan At-Tirmidzi)
2. Tidak membawa serta sesuatu yang mengandung nama Allah berdasarkan
riwayat yang menyebutkan, bahwa Nabi mengenakan cincin yang berukiran
tulisan "Muhammad Rasululah", namun apabila beliau hendak masuk ke
tempat buang hajat, beliau menanggalkannya. (HR Tirmidzi)
3. Ketika masuk wc hendaklah mendahulukukan kaki kiri sraya berdo’a:

4. ‫الَّلُهَّم ِإِّنى َأُع وُذ ِبَك ِم َن اْلُخ ُبِث َو اْلَخ َباِئث‬


5. Ya Allah, sesungguhnya aku berlindung kepada-Mu dari setan-setan lelaki
dan setan-setan perempuan.
6. Tidak terlalu tinggi mengangkat pakaian, melainkan membiarkannya hingga
serendah mungkin ke tanah demi menutupi auratnya yang secara syariat
memang diperintahkan untuk ditutupi.
7. Posisi duduknya tidak menghadap atau membelakangi kiblat. Rasulullah saw.
bersabda: “Janganlah kalian menghadap kiblat dan jangan pula
membelakanginya saat buang air besar atau kecil.”
8. (H.R Muttafaq’Alaih)
9. Tidak buang air besar ataupun air kecil di tempat berteduhnya manusia atau di
jalanan, di tempat mengalirnya air yang dibutuhkan mereka ataupun di bawah
pepohonan mereka yang berbuah.
10. Tidak berbicara saat buang air kecil maupun buang air besar, bersasarkan
sabda Nabi saw.: "Jika dua orang laki-laki sedang buang air besar, maka
hendaklah mere ka saling membelakangi dan masing-masing tidak saling
berbicara (ngobrol), karena sesungguhnya Allah membenci hal itu." (HR Abu
Dawud)
b. Hal-Hal Yang Berkaitan Istijmar Dan Istinja
1. Tidak beristijmar dengan tulang ataupun kotoran (tinja padat yang kering),
berdasarkan sabda Nabi: “"Janganlah kalian beristijmar dengan kotoran dan
jangan pula dengan tulang, karena (tulang) itu adalah makanan saudara-
saudara kalian dari bangsa jin.”
Serta tidak boleh beristijmar dengan sesuatu yang bermanfaat, seperti; kain
yang masih bisa dipakai, kertas atau lainnya, tidak boleh juga dengan benda
yang terhormat, seperti makanan, karena menghilangkan manfaat dan merusak
kemaslahatan hukumnya haram.
2. Tidak cebok atau beristinja dengan tangan kanan , berdasarkan sabda Nabi
Muhammad saw: "Janganlah seseorang di antara kalian memegang
kemaluannya dengan tangan kanannya ketika buang air kecil dan jangan pula
cebok dengan tangan kanannya." (H.R Muttafaq ‘Alaih)
3. Menghentikan istijmar atau cebok pada hitungan ganjil misalnya tiga atau lima
kali jika belum bersih.
4. Jika menggunakan air dan batu, maka didahulukan pakai batu kemudian pakai
air.
c. Hal-hal yang harus Diperhatikan Setelah Buang Hajat
1. Mendahulkan kaki kanan saat keluar wc. Sebagaimana dilakukan oleh
Rasulullah saw.
2. Berdo’a,

َ‫ُغ ْفَر اَنك‬


Aku memohon ampunan-Mu (H.R Abu-Dawud dan At-Tirmidzi)

Atau:

‫اْلَحْم ُد ِهَّلِل اَّلِذ ى َأْذ َهَب َع ِّنى اَألَذ ى َو َعاَفاِنى‬


Segala puji bagi Allah yang telah menghilangkan penyakit dariku dan
menjadikan aku sehat.

2.3 WUDHU

a. Pengertian Wudhu

Wudhu secara etimologi berasal dari kata Al-Wadha’ah yang memiliki arti
kebersihan dan kecerahan. Sementara menurut istilah, wudu adalah menyucikan diri
dari hadas kecil dengan membasuh anggota badan tertentu seperti wajah, dua tangan,
kepala, hingga dua kaki.

b. Landasan Disyariatkannya Wudhu


Wudhu disyariatkan dalam Al-Qur’an yatitu pada Q.S Al-Ma’idah ayat 6:
“Hai orang-orang yang beriman! Apabila kamu hendak melaksanakan salat, maka
basuhlah wajahmu dan tanganmu sampai ke siku, dan sapulah kepalamu dan (basuh)
kedua kakimu sampai ke kedua mata kaki. Jika kamu junub, maka mandilah. Dan jika
kamu sakit atau dalam perjalanan atau kembali dari tempat buang air (kakus) atau
menyentuh perempuan, maka jika kamu tidak memperoleh air, maka bertayamumlah
dengan debu yang baik (suci); usaplah wajahmu dan tanganmu dengan (debu) itu.
Allah tidak ingin menyulitkan kamu, tetapi Dia hendak membersihkan kamu dan
menyempurnakan nikmat-Nya bagimu, agar kamu bersyukur.” (Al-Ma’idah [5]:6).
c. Keutamaan Wudhu
Sebagai bukti yang menunjukkan bahwa dalam wudhu itu ter dapat
keutamaan adalah sabda Rasulullah: "Maukah kalian agar aku tunjukkan kepada
sesuatu yang dapat meng hapus kesalahan serta mengangkat derajat?" Mereka (para
sahabat) menjawab, "Tentu saja, wahai Rasulullah." Beliau bersabda,
"Menyempurnakan wudhu pada saat yang dibenci, melangkahkan kaki ke masjid dan
menunggu shalat (berikutnya) setelah shalat, maka itulah ribath.”
d. Rukun Wudhu
1. Niat yaitu kehendak hati akan berwudhu sebagai wujud pelaksankaan
terhadap perintah Allah swt. berdasarkan sabda Rasulullah: "Sesungguhnya
amal itu tergantung pada niat."
2. Membasuh muka; dari bagian dahi paling atas hingga ujung dagu dan dari
pangkal telinga yang satu hingga pangkal telinga yang satu lagi, berdasarkan
Firman Allah "Maka basuhlah mukamu." (Al-Ma'idah: 6)
3. Membasuh kedua tangan dari telapak sampai siku 4
4. Membasuh sebagian kepala
5. Membasuh kedua kaku beserta kedua mata kaki
6. Tertib
e. Sunah-sunah Wudhu
1. Membaca basmalah
2. Membasuh kedua telapak tangan sampai pergelangan
3. Berkumur
4. Istinsyak (menghirup air ke dalam hidung)
5. Istinsar (membuang air dari hidung)
6. Mengusap kedua telinga bagian luar atau dalam hingga gendang telinga
7. Menggerakkan cincin agar air sampai pada bagian belah jari
8. Mendahulukan anggota kanan ketika membasuh kedua tangan dan kaki
9. Memulai dengan ujung anggota
10. Melebihkan basuhan pada anggota yang wajib, seperti wajah
11. Membasuh dua atau tiga kali
12. Menghadap kiblat
13. Langsung atau berurutan
f. Hal-hal yang dimakruhkan dalam Wudhu
1. Berwudhu ditempat yang bernajis
2. Lebih dari tiga kali basuhan
3. Berlebih-lebihan dalam menggunakan air
4. Meninggalkan salah satu atau beberapa sunnah wudhu
5. Berwudhu dengan air sisa dari air yang dipakai bersuci istri
g. Hal-hal yang Membatalkan dalam Wudhu
1. Kencing dan buang air besar
2. Madzi dan wadi
3. Keluar angin dari anus
4. Tidur berat
5. Bersentuhan laki-laki dan wanita
6. Menyentuh kemaluan
h. Syarat-syarat Wudhu
1. Dikerjakan dengan air mutlak
2. Mengalirkan air ke atas anggota yang dibasuh
3. Tidak ada sesuatu pada anggota yang dapat mengubah air
4. Pada anggota wudhu, tidak ada sesuatu yang menghalangi antara air dan
yang dibasuh
5. Dilakukan sesudah masuk waktu shalat bagi orang yang selalu berhadats

2.3 MANDI
a. Pengertian
Menurut bahasa yaitu al-ghasl atau al-ghusl yang berarti mengalirnya air
pada sesuatu. Dalam Islam dikenal dengan istilah mandi wajib yaitu mengalirkan air
ke seluruh tubuh dengan tata cara yang khusus bertujuan untuk membersihkan hadast
besar. Mandi wajib dalam islam menjadi sebuah cara untuk membersihkan diri serta
mensucikan diri dari segala najis dan kotoran yang menempel pada tubuh.

b. Dalil Disyari’atkannya Mandi

‫َو ِاْن ُكْنُتْم ُج ُنًبا َفاَّطَّهُرْو ۗا‬

Dan jika kalian junub maka mandilah. (Al-Ma’idah [5]:6)

c. Hal-hal yang Mewajibkan Mandi Wajib


1. Bersetubuh, baik keluar mani ataupun tidak,Bersetubuh atau melakukan
hubungan suami istri juga mewajibkan seseorang untuk melakukan mandi
wajib jika ingin ibadahnya diterima oleh Allah SWT. Ini dijelaskan dalam
hadis dari Abu Hurairah r.a., Nabi SAW bersabda, "Jika seseorang duduk di
antara empat anggota badan istrinya (menyetubuhi istrinya), lalu
bersungguh-sungguh kepadanya, maka wajib mandi baginya." (HR. Bukhari
dan Muslim).
2. Keluar mani, baik keluarnya karena bermimpi ataupun sebab lain,karena
yang pertama seseorang harus mandi wajib adalah keluarnya mani. Para
ulama sepakat, keluarnya air mani menyebabkan seseorang mendapat hadast
besar. Itu berlaku dengan cara sengaja seperti jima’ atau masturbasi, maupun
tidak sengaja seperti mimpi atau sakit.
3. Meninggal, orang Islam yang meninggal, fardu kifayah atas muslimin yang
hidup memandikannya, kecuali orang yang mati syahid.Para ulama sepakat,
saat seorang Muslim meninggal dunia, wajib hukumnya bagi keluarga atau
saudara untuk memandikan jenazahnya. Sebagaimana yang dijelaskan dalam
hadist dari Ibnu Abbas r.a., Rasulullah SAW bersabda mengenai orang yang
terjatuh dari kendaraannya, kemudian meninggal. “Mandikanlah ia dengan
air dan bidara, dan kafankanlah dengan dua lapis kainnya.” (HR. Bukhari
Muslim).
4. Haid atau menstruasi adalah keluarnya darah pada wanita yang terjadi setiap
bulan. Alquran menyebut wanita yang haid sedang mengeluarkan kotoran.
Para ulama sepakat, haid menjadi sebab seorang wanita untuk mandi
wajib,Seperti yang dijelaskan dalam hadist, Nabi SAW bersabda, “Apabila
haid tiba tinggalkan sholat apabila telah selesai (dari haid) maka mandilah
dan sholatlah.” (HR Bukhari Muslim). Apabila seorang perempuan telah
berhenti dari haid, ia wajib mandi agar ia dapat shalat dan dapat bercampur
dengan suaminya. Dengan mandi itu badannya pun menjadi segar dan sehat
kembali.
5. Nifas, yang dinamakan nifas ialah darah yang keluar dari kemaluan
perempuan sesudah melahirkan anak. Darah itu merupakan darah haid yang
berkumpul, tidak keluarga sewaktu perempuan itu mengandung,
6. Melahirkan, Seorang wanita yang melahirkan, meski anaknya meninggal.
tetap diwajibkan untuk melakukan mandi janabah. Bahkan jika saat
melahirkan tidak ada darah yang keluar,baik anak yang dilahirkan itu cukup
umur ataupun tidak, seperti keguguran.
d. Rukun Mandi
1. Niat “bagi orang yang junub hendaklah berniat (menyengaja) menghilangkan
hadas junubnya, perempuan yang haid atau nifas hendaklah ia berniat
menghilangkan hadas kotorannya.
2. Mengalirkan air keseluruh tubuh.
e. Sunnah-sunnah Mandi
1. Membaca “bismillah” pada mula mandi
2. Berwudu sebelum mandi
3. Menggosok-gosok seluruh badan dengan tangan
4. Mendahulukan yang kanan dari yang kiri
5. Berturut-turut.
f. Tata Cara Mandi
1. Membaca “Bismillâh” sembari berniat menghilangkan hadats besar melalui
mandi.
2. Mencuci kedua telapak tangan tiga kali, ber-istinjak, yaitu membersihkan
kotoran yang menempel di kedua kemaluan dan sekitarnya.
3. Lalu berwudhu sebagaimana wudhunya untuk shalat.
4. Kemudian memasukkan telapak tangannya ke dalam air lalu diangkat untuk
menyela nyelahi rambut kepala.
5. Mengguyur kepala dan kedua telinga tiga kali dengan tiga guyuran (gayung).
6. Lalu mengguyurkan air ke seluruh tubuh yang dimulai dari bagian kanan dari
atas ke bawah, setelah rata baru beralih ke bagian kiri. Demikian seterusnya
sembari berusaha meratakan air ke bagian-bagian yang sulit terjangkau air,
seperti pusar, bawah ketiak, lekukan lutut, lipatan perut (bagi orang yang
gemuk), dan lainnya.
Tata cara di atas berdasarkan pernyataan dari Sayyidah Aisyah, "Adalah Nabi
apabila mandi junub, beliau mencuci kedua tangannya lebih dahulu sebelum
memasukkannya ke dalam air, lalu mencuci kemaluannya, berwudhu
sebagaimana wudhu untuk shalat, meratakan air ke rambutnya, lalu menyiram
kepala dengan tiga kali siraman, setelah itu meratakan (mengguyurkan) air ke
seluruh tubuhnya."

2.5 TAYAMUM
a. Pengertian
Tayamum adalah cara bersuci dari hadas besar dan hadas kecil menggunakan
debu atau tanah sebagai pengganti air pada kondisi tertentu. Secara istilah, tayamum
artinya mengusap wajah dan kedua tangan dengan tanah atau debu sebagai pengganti
b. Dalil Disyriatkannya Tayamum

‫َو ِاْن ُكْنُتْم َّم ْر ٰٓض ى َاْو َع ٰل ى َس َفٍر َاْو َج ۤا َء َاَح ٌد ِّم ْنُك ْم ِّم َن اْلَغ ۤا ِٕىِط َاْو ٰل َم ْس ُتُم الِّنَس ۤا َء َفَلْم‬
‫ۗ َتِج ُد ْو ا َم ۤا ًء َفَتَيَّمُم ْو ا َص ِع ْيًدا َطِّيًبا َفاْمَس ُحْو ا ِبُوُجْو ِهُك ْم َو َاْيِد ْيُك ْم‬
Adapun jika kamu sakit atau sedang dalam perjalanan atau sehabis buang air
atau kamu telah menyentuh perempuan, sedangkan kamu tidak mendapat air,
maka bertayamumlah kamu dengan debu yang baik (suci); usaplah wajahmu dan
tanganmu dengan (debu) itu. Sungguh, Allah Maha Pemaaf, Maha Pengampun.
(An-Nisa’ [4]:43)
Rasulullah saw bersabda:
" Sesuatu dipermukaan bumi adalah tempat wudhu seorang muslim meskipun dia
tidak menemukan air selana sepuluh tahun" (H.R. An-Nasa’I dan Ibnu Hibban)
c. Rukun Tayamum
1. Membaca Niat
Tentunya setiap hal yang ingin kita lakukan harus berawal dari niat. Sama
seperti jika kita ingin beribadah atau melakukan persyaratan untuk ibadah
maka juga harus membaca niat. Niat ini dibaca saat melakukan tayamum agar
tayamum dilakukan dengan sah dan mendapat izin dari Allah untuk beribadah.
2. Mengusap Wajah
Gunakan kedua telapak tanganmu untuk mengusapkan debu ke seluruh wajah.
Gunakan tangan kanan untuk mengusap wajah di sisi kiri, lalu tangan kiri
digunakan untuk mengusap wajah pada sisi kanan.
3. Mengusap Kedua Tangan Sampai Siku
Usap kedua tangan kalian menggunakan debu yang telah menempel di telapak
tangan kalian. Usapan ini sama seperti ketika berwudu. Gunakan tangan kiri
untuk mengusap tangan kanan sampai siku, dan gunakan tangan kanan untuk
mengusap tangan kiri sampai siku.
4. Tertib
Lakukan tayamum dengan tertib. Perhatikan rukun dan tata cara tayamum
sesuai urutan, tidak boleh terbalik dan terlewat.
d. Syarat Sah Tayamum
1. Diperbolehkan melakukan tayamum jika benar-benar tidak ada air. Ketiadaan
air ini harus dipastikan dan harus mengusahakannya sampai dapat. Jika sudah
mengusahakannya namun tetap tidak dapat, maka boleh melakukan tayamum.
2. Tayamum boleh dilakukan bagi orang yang sedang sakit. Namun hal ini harus
ada persyaratan juga dari dokter. Jika dengan menyentuh air dapat
mengakibatkan penyakitnya semakin parah maka boleh melakukan tayamum.
3. Saat berada di daerah yang memiliki suhu air sangat dingin bahkan sampai
membeku, tentunya berwudu akan sangat sulit untuk dilakukan. Dengan
demikian seseorang diperbolehkan untuk tayamum.
4. Air yang tidak terjangkau. Artinya air yang dibutuhkan untuk berwudu ada,
namun ada risiko besar ketika ingin mengambil air tersebut. Misalnya
risikonya berupa harta maupun nyawa. Dengan demikian seseorang
diperbolehkan untuk tayamum.
5. Jika memiliki persediaan air yang sedikit maka wudhu boleh digantikan
dengan tayamum. Misalnya air tersebut adalah persediaan untuk minum. Oleh
karena itu boleh mendahulukan untuk keperluan minum daripada berwudu.
6. Sudah masuknya waktu salat. Ketika waktu salat sudah masuk bahkan mepet
dengan waktu salat yang lain serta kamu kekurangan air maka diperbolehkan
untuk melakukan tayamum.
7. Ketika sedang dalam perjalanan yang sulit untuk menemukan air, kamu dapat
mengganti wudu dengan tayamum. Misalnya saat sedang berada di pesawat
dan kereta.
8. Tayamum diperbolehkan, namun juga harus memperhatikan kebersihan debu
dan tanah yang kita gunakan. Jangan sampai ada najis pada debu dan tanah
tersebut.
e. Sunah-sunah Tayamum
Sunah tayamum berbeda dengan rukun tayamum. Sunah tayamum boleh tidak
dilakukan ketika melakukan tayamum. Namun hal ini hanya anjuran saja agar
tayamum lebih sempurna. Berikut adalah sunah tayamum :
1. Membaca "Basmallah"
2. Mendahulukan bagian kanan daripada kiri
f. Hal-hal yang membatalkan Tayamum
1. Sesuatu yang membatalkan wudhu maka membatalkan tayamum pula, seperti
tidur, buang air kecil, buang air besar, keluar angin, datangnya haid dan lain
sebagainya. Karena tayamun pada dasarnya adalah pengganti wudhu.
2. Sudah didapatkannya air bagi mereka yang tadinya tidak mendapatkannya,
yakni sebelum atau di tengah shalatnya. Adapun bila sudah selesai shalat baru
menemukan air, maka shalatnya tetap sah dan tidak perlu mengulangnya lagi.
g. Tata Cara Tayamum
Dalam pelaksanaannya, tayamum memiliki beberapa cara yaitu:
1. Siapkan atau carilah tanah atau debu yang bersih.
2. Menghadap ke kiblat, lalu mengucapkan basmalah dan niat tayamum:

‫َنَو ْيُت الَّتَيُّمَم اِل ْسِتَباَح ِة الَّص اَل ِة ِهلل َتَعاَلى‬


“Aku berniat tayamum agar diperbolehkan salat karena Allah.”
3. Setelah itu, letakkan kedua telapak tangan ke daerah yang berdebu dengan
posisi jari-jari tangan yang dirapatkan.
4. Kemudian, sebelum mengusapkan ke wajah, harus meniup debu yang ada di
tangan agar tidak terlalu banyak. Setelah itu baru usapkan kedua telapak
tangan ke seluruh wajah dengan sisa debu tersebut. Diusahakan untuk
meratakan debu ke seluruh wajah, dan cukup dengan sekali menyentuh debu
saja.
5. Selanjutnya, bisa melepaskan aksesoris yang ada di tangan. Setelah semuanya
lepas. Letakkan kembali kedua telapak tangan dengan jari yang
direnggangkan untuk menyentuh debu.
6. Lalu, tempelkan telapak tangan kiri di atas punggung tangan kanan.
Berikutnya bisa mengusapnya dari punggung tangan kanan hingga sikunya.
Lalu jangan lupa juga usap sisi lain pada tangan kanan dan kembali untuk
menyatukan kedua telapak tangan yang didahului dengan mengusap jempol
kanan. Setelah itu bisa lakukan pada bagian tangan kiri seperti pada tangan
kanan.
7. Pertemukan kedua telapak tangan dan usap sela-sela jari tangan kalian.

2.6 MENGUSAP KHUF DAN PERBAN (KAIN PEMBALUT LUKA)


a. Pengertian
Khuf adalah sepatu kulit yang dipakai laki-laki, atau yang semisal dengannya :
sepatu dari katun, wol, dan lain-lain.

Di zaman Rasulullah SAW, khuf sering dipakai oleh laki-laki sebagai perlindungan
untuk kaki mereka.

b. Hukum Mengusap Dua Khuf


Hukum mengusap khuf adalahmubah. Sumbernya terlihat dari QS. Al-Maidah
ayat 6 yang artinya:

“... Dan usaplah kepalamu dan kakimu sampai dengan kedua mata kaki...” (QS. Al
Madah : 6)

c. Syarat-syarat dan Cara Mengusap Khuf


Syarat mengusap khuf yaitu dengan memakainya setelah berwudhu. Hal ini
terdapat dalam riwayat Urwah bin Maghirah, dari bapaknya, ia berkata:
“Aku pernah bersama Nabi SAW dalam perjalanan dan aku pun ingin mencabut
dua khuf-nya. Maka dia (Nabi) bersabda: ‘Biarkan keduanya, sebab aku memakainya
dalam keadaan suci’. Lalu dia pun mengusap keduanya.” (HR. Bukhori 1/59).

Cara mengusap khuf adalah mengusap bagian punggung khuf (sepatu). Adapun
mengusap pembalut luka (al-jabirah) adalah mengusap bagian yang kena luka
seluruhnya.

d. Syariat Mengusap Al-Jabirah/Perban

Al-Jabirah adalah sesuatu yang digunakan untuk membalut tulang atau badan
yang terluka atau patah

Cara Mengusap Khuf dan Jabirah

Cara mengusap khuf telah diterangkan dalam hadits ‘Ali bin Abi Thalib radhiyallahu
‘anhu, ia menyatakan,

‫ َيْم َس ُح‬-‫صلى هللا عليه وسلم‬- ‫َلْو َك اَن الِّديُن ِبالَّر ْأِى َلَك اَن َأْس َفُل اْلُخ ِّف َأْو َلى ِباْلَم ْس ِح ِم ْن َأْعَالُه َو َقْد َر َأْيُت َر ُسوَل ِهَّللا‬
‫َع َلى َظاِهِر ُخ َّفْيِه‬.

“Seandainya agama itu dengan logika semata, maka tentu bagian bawah khuf lebih
pantas untuk diusap daripada bagian atasnya. Namun sungguh aku sendiri telah
melihat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengusap bagian atas khufnya.”
(HR. Abu Daud, no. 162. Syaikh Al-Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih.)
Hadits di atas menerangkan bahwa yang diusap dari khuf bukan seluruhnya, namun
cukup bagian punggungnya, bagian bawah tidak termasuk.

 Cara mengusap khuf adalah tangan dibuat basah, lalu digunakan untuk
mengusap punggung khuf, dari ujung depan hingga bagian belakang, cukup
satu kali usapan saja.
 Cara mengusap jabirah (pembalut luka) adalah tangan dibuat basah, lalu
digunakan untuk mengusap seluruh pembalut jika pembalut itu menutupi
anggota wudhu, atau bisa juga dilakukan untuk bersuci (mandi) saat
mengalami hadats besar.

Perbedaan Mengusap Khuf dan Jabirah

Ada perbedaan mengusap khuf dan mengusap jabirah (pembalut luka) yaitu:

 Wajib mengusap seluruh pembalut luka jika memang pembalut tersebut


menutupi anggota wudhu yang wajib dicuci, sedangkan mengusap khuf hanya
pada bagian punggung saja.
 Waktu mengusap pembalut tidak dibatasi dengan waktu, beda dengan
mengusap khuf yang memiliki Batasan waktu.
 Mengusap pembalut luka masih dibolehkan meski mendapati hadats besar,
sedangkan mengusap khuf tidak ada lagi ketika mengalami junub dan hadats
besar.
 Untuk mengusap pembalut luka tidak disyaratkan sebelumnya dalam keadaan
bersuci sebelum memakai pembalut luka, hal ini berbeda dengan mengusap
khuf.

Referensi:

Fath Dzi Al-Jalali wa Al-Ikram bi Syarh Bulugh Al-Maram. Cetakan pertama, Tahun
1425 H. Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin. Penerbit Madarul Wathan.
1:676-681.
Syarh Manhaj As-Salikin. Cetakan ketiga, Tahun 1435 H. Dr. Sulaiman bin ‘Abdillah
Al-Qushair. Penerbit Maktabah Dar Al-Minhaj. hlm. 53-54.

Sumber https://rumaysho.com/17009-manhajus-salikin-cara-mengusap-khuf-dan-
pembalut-luka.html

Anda mungkin juga menyukai