Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH FIQIH

MANDI, WUDHU, ISTINJA’

DOSEN PEMBIMBING : AHMAD KARMIZI, M.A


PENYUSUN :
1. PUTRI DWI NURAINI (12240323882)
2. NABILA SIVA AIRUN (12240322731)
3. REDI SAPUTRA (12240311754)
4. RAIHAN MAULANA RAHMAN (12240314519)

PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI


FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI
UNIVERSITAS ISLAM NEGRI SULTAN SYARIF
KASIM RIAU 2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur atas kehadirat Allah SWT atas rahmat, hidayah dan ridho-Nya, sehingga
kami dapat menyelesaikan makalah ini. Dalam proses pengumpulan materi dan juga proses
pembuatan makalah ini, tidak terlepas dari kerja keras kami. Makalah yang kami buat ini
membahas tentang “fiqih thaharah.”

Selain daripada itu, kami juga menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih
terdapat banyak kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasa atau bahkan
sumber yang kami masukkan kurang akurat. Oleh karena itu dengan tangan dan hati terbuka
kami menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar kami dapat memperbaiki makalah
ini.

Akhir kata, semoga dengan makalah yang kami buat ini dapat menambah
pengetahuan dan pemahaman kita mengenai materi yang telah di paparkan di dalam makalah
ini.

Pekanbaru, 28 September 2022

Tim Penyusun
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...............................................................................................................I
DAFTAR ISI..........................................................................................................................II
BAB I PENDAHULUAN.........................................................................................................1
1.1 LATAR BELAKANG ..................................................................................................1
1.2 RUMUSAN MASALAH.................................................................................................1
1.3 TUJUAN MASALAH.....................................................................................................2
BAB II ISTINJA, WUDHU, DAN MANDI.................................................................................3
2.1 MANDI....................................................................................................................... 3
2.1.1 PENGERTIAN MANDI...............................................................................................3
2.1.2 DALIL DALIL DAN HADIST YANG MEWAJIBKAN MANDI WAJIB................................5
2.1.3 JENIS JENIS MANDI:.................................................................................................5
2.1.4 TATA CARA MANDI WAJIB........................................................................................6
2.2 WUDHU..................................................................................................................... 7
2.2.1 PENGERTIAN WUDHU.............................................................................................7
2.2.2 RUKUN WUDHU.......................................................................................................7
2.2.3 TATA CARA BERWUDHU...........................................................................................8
2.2.4 SUNNAH WUDHU....................................................................................................9
2.2.5 HAL HAL YANG MEMBATALKAN WUDHU..............................................................10
2.2.6 DALIL DAN HADIST WUDHU..................................................................................11
2.3 ISTINJA’.................................................................................................................... 11
2.3.1 PENGERTIAN ISTINJA’............................................................................................11
2.3.2 HUKUM ISTINJA’....................................................................................................12
2.3.3 DALIL DAN HADIST ISTINJA’...................................................................................12
2.3.4 ADAB MEMBUANG AIR..........................................................................................13
2.3.5 TATA CARA ISTINJA’................................................................................................13
2.3.6 SYARAT ISTINJA’ HANYA DENGAN BATU.................................................................14
2.3.7 SYARAT DIPERBOLEHKANNYA ISTINJA’ SELAIN BATU.............................................14
BAB III PENUTUP..............................................................................................................15
A. KESIMPULAN.............................................................................................................15
B. KRITIK DAN SARAN....................................................................................................15
C. DAFTAR PUSTAKA......................................................................................................16
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG


Kaum muslimin sangat memperhatikan thaharah bahkan ulama fiqih menganggap
thaharah merupakan salah satu syarat pokok sahnya ibadah. Thaharah sangatlah penting
karena bisa menentukan sah atau tidaknya seseorang dalam ibadah.

Keberadaan thaharah sangat berpengaruh terhadap kualitas ibadah seorang hamba.


Thaharah mendidik seseorang yang ditaklif syara’ untuk senantiasa menjaga kebersihan
dalam keseharian baik dalam bentuk lahiriyah maupun batiniyah. Ibadah seseorang
dipandang baik secara kualitas apabila ia beribadah dalam keadaan bersih baik secara lahir
maupun batin.

Thaharah erat kaitannya dengan rutinitas ibadah terutama shalat. Seseorang yang hendak
melaksanakan shalat maka ia wajib untuk melaksanakan thaharah sebelumnya. Oleh karena
itu, thaharah mempunyai kedudukan penting dalam shalat yang menjadi rutinitas ibadah
karena orang yang khusyu’ sebelum shalat (thaharah) maka telah didapatkan baginya kunci
shalat.

Para ulama ahli fiqih (Fuqhaha) membagi thaharah kedalam empat bagian yaitu: wudhu,
mandi junub, tayamum, dan istinja. Thaharah mempunyai kedudukan penting dalam rutinitas
ibadah terutama shalat tetapi hal ini sering dikesampingkan karena kurangnya pemahaman
serta bimbingan bagi orang yang melaksanakan thaharah.

1.2 RUMUSAN MASALAH


Dari latar belakang masalah terrsebut penyussun merumuskan beberapa permaslahan
sebagai berikut:

1. Jelaskan pengertian dari Mandi, Wudhu, dan Istinja’!


2. Jelaskan macam macam Mandi, Wudhu, dan Istinja’!
3. Jelaskan hukum mengenai Mandi, Wudhu, dan Istinja’!
4. Jelaskan tata cara Mandi, Wudhu, dan Istinja’!

1
1.3 TUJUAN MASALAH
Berdasarkan rumusan masalah, maka tujuan dalam makalah ini yaitu:

1. Dapat mengetahui makna dari Mandi, Wudhu, dan Istinja’


2. Dapat mengetahui jenis jenis Mandi, Wudhu dan Istinja’
3. Dapat mengetahui hukum hukum Mandi, Wudhu, dan Istinja’
4. Dapat Mengetahui tata cara Mandi, Wudhu, dan Istinja’

2
BAB II
ISTINJA, WUDHU, DAN MANDI

Islam sebagai agama sangat menganjurkan pemeluknya untuk selalu menjaga


kebersihan baik kebersihan dirinya maupun kebersihan sekitarnya. Dan juga menjaga
kebersihan lahir maupun kebersihan batin. Menjaga kebersihan lahir/luar dapat dilakukan
dengan berbagai cara, akan tetapi untuk membersihkan batin dari hadas hanya dapat
dilakukan sesuai dengan apa yang telah ditetapkan Allah melalui Nabi-Nya.

Ketika seseorang hendak berhubungan dengan Tuhannya harus dalam keadaan bersih
baik bersih lahirnya dari segala macam najis maupun bersih batin atau jiwanya dari hadas,
baik hadas yang besar maupun hadas kecil.

Menghilangkan hadas besar adalah dengan cara mandi atau tayammum, sedangkan untuk
menghilangkan hadas kecil adalah dengan berwudhu atau tayammum. Kesemuanya telah
diatur tentang tatacara pelaksanaannya, syarat rukunnya, maupun segala hal yang berkaitan
dengannya.

2.1 MANDI
2.1.1 PENGERTIAN MANDI
Mandi merupakan cara untuk membersihkan tubuh dari segala macam kotoran, baik
kotoran yang menempel pada badan maupun kotoran atau hadas yang ada pada batin atau
jiwa. Mandi dilakukan dengan menggunakan air yang suci dan mensucikan, dan tidak dapat
hanya dengan air yang hanya suci tapi tidak mensucikan, seperti air yang telah dipakai untuk
bersuci atau air yang tercampur dengan benda suci lainnya. Menurut Imam Syafi’I yaitu air
yang mengalir

Menurut istilah yaitu meratakan air pada seluruh badan dari ujung rambut sampai
ujung jari kaki disertai dengan niat sesuai dengan keperluannya, mungkin untuk
menghilangkan hadats besar atau mandi sunnah. Pengertian madi besar adalah mandi untuk
bersuci dari hadats besar.

Allah Subhanahu wa Ta’ala mewajibkan mandi secara mutlak, dan Dia tidak
menyebutkan apa yang mesti didahulukan saat mandi sebelum yang lainnya (yakni Allah
SWT tidak menyebutkan urutan-urutan yang harus dilakukan saat mandi). Apabila seseorang

3
mandi, niscaya hal itu sudah cukup baginya dan Allah Subhanahu wa Ta’ala lebih mengetahui
bagaimana cara orang itu mandi. Dan, tidak ada waktu khusus untuk mandi.

Secara umum mandi merupakan salah satu sarana untuk membersihkan badan. Mandi
secara umum di lakukan setiap hari, bahkan lebih dari sekali, mandi seperti biasa untuk
memberishkan kotoran yang ada pada badan.

4
2.1.2 DALIL DALIL DAN HADIST YANG MEWAJIBKAN MANDI WAJIB

‫َوِإ ْن ُك ْنتُ ْم جُ نُبًا فَاطَّهَّرُو‬

"Dan jika kalian junub maka mandilah." (QS Al-Maidah: 6).

Juga ayat :

‫َواَل ُجنُبًا ِإاَّل عَابِ ِري َسبِي ٍل َحتَّ ٰى تَ ْغت َِسلُوا‬


"Janganlah menghampiri masih sedang kalian dalam keadaan junub terkecuali sekedar
berlalu saja, sehingga kalian mandi." (QS An-Nisa: 43).

Sementara hadits yang mewajibkan mandi junub sebagaimana diriwayatkan Imam Muslim:

‫ أنزل أو لَم ينزل‬،‫إذا التقى الختانان وجب الغسل‬


"Apabila dua kemaluan saling bersentuhan, maka telah diwajibkan atas keduanya untuk
mandi, baik keluar sperma ataupun tidak." (HR.Muslim)

2.1.3 JENIS JENIS MANDI:


A. MANDI WAJIB
Mandi wajib atau mandi besar atau mandi junub. Hukumnya ialah wajib bagi seorang
muslim yang berakal sehat, terdapat sejumlah alas an yang mengharuskan seorang muslim
wajib melakukan mandi besar. Berikut sebab sebab nya:

o Karena selesai haid,


o Karena selesai nifas (tepatnya setelah berehentinya darah yang keluar sesudah
melahirkan)
o Karena berhubungan badan, baik keluar mani ataupun tidak
o Karena keluar air mani, baik keluar nya karena bermimpi ataupun sebab lain
dengan sengaja atau tidak, dengan perbuatan sendiri ataupun bukan
o Meninggal, orang islam yang meninggal, fardhu kifayah atas muslimin yang
hidup memandikannya
5
o Melahirkan, baik anak yang dilahirkan itu cukup umur ataupun tidak seperti
keguguran

2.1.4 TATA CARA MANDI WAJIB


1. Niat (cukup dalam hati tidak perlu di ucapkan). Yakni menyengaja
menghilangkan hadas besar
2. Mengalirkan air ke seluruh anggota tubuh

Cara mandi seperti ini sudah cukup untuk mengangkat hadas besar namun akan lebih
sempurna jika mengikuti sunah dari Rasulullah saw seperti yg di rawikan oleh beberapa
sahabat sebagai berikut:

Sebelum mulai mandi, basuh kedua tangan terlebih dahulu sebanyak 3 kali:

 Membasuh kemaluan
 Berwudhu secara sempurna
 Menyiram air ke kepala sebanyak 3 kali sambil memasukkan air dengan jari
jari tangan ke sela sela rambut hingga membasahi kulit kepala
 Menyiram air ke seluruh tubuh dengan memulai sisi kanan sebelum sisi kiri,
sambil menggosokkan bagian bagian yg sulit dimasuki air, seperti bagian
dalam telinga, pusar, bawah lengan, sela sela jari kaki serta lekukan tubuh
lainnya.

B. MANDI SUNNAH
Mandi sunnah adalah menyucikan seluruh tubuh yang hukumnya bersifat tidak wajib.
Seperti namanya, hukum mandi sunnah adalah sunnah yang artinya mendapat pahala saat
dikerjakan, tapi tidak apa-apa atau tidak mendapat dosa saat tidak dikerjakan.

Mandi sunnah biasanya dilakukan saat akan melakukan ibadah tertentu seperti ibadah
salat Jumat, ibadah salat gerhana, dan memasuki bulan Ramadan.

Ada beberapa jenis mandi dalam Islam yang disunahkan. Berikut beberapa jenis mandi
sunnah yang bisa dilakukan:

6
 Mandi untuk salat Jumat
 Mandi sebelum salat Ied di Hari Raya Idul Fitri dan Idul Adha
 Mandi hendak melakukan ibadah salat istiqo' (salat meminta hujan)
 Mandi hendak melakukan ibadah salat gerhana matahari
 Mandi hendak melakukan ibadah salat gerhana bulan
 Mandi sehabis memandikan mayat
 Mandi bagi mualaf atau orang yang masuk Islam
 Mandi hendak melakukan ihram (ibadah haji atau umrah)
 Mandi hendak masuk ke kota Makkah
 Mandi sebelum wuquf di Arafah
 Mandi hendak menginap di Muzdalifah
 Mandi hendak melempar jumroh
 Mandi hendak tawaf
 Mandi hendak sa'i (mendaki bukit Shafa dan Marwah sebanyak tujuh kali)
 Mandi sebelum masuk kota Madinah, dsb.

2.2 WUDHU
Wudhu adalah salah satu cara untuk menghilangkan hadas kecil. Wudhu dilakukan
apabila hendak melaksanakan salat ataupun ibadah-ibadah lain yang mana dalam ibadah
tersebut diperlukan suci dari hadas kecil.

2.2.1 PENGERTIAN WUDHU


Wudhu adalah membersihkan anggota tertentu, atau pekerjaan tertentu yang diawali
dengan niat, yaitu membasuh muka, tangan, dan kaki serta mengusap kepala. Hukum wudhu
yaitu wajib jika ingin melakukan ibadah seperti shalat.

2.2.2 RUKUN WUDHU


1. Niat
Niat secara bahasa adalah menyengaja (al-qasdu), sedangkan niat menurut syara’
adalah menyengaja melakukan suatu hal atau suatu pekerjaan dibarengi dengan melakukan
pekerjaan tersebut. Orang yang berwudhu dengan melakukan pekerjaan berwudhu dibarengi

7
dengan niat dalam hatinya. Dalam hatinya niat menghilangkan hadas kecil karena Allah
SWT.

2. Membasuh muka
Rukun kedua dari rukun wudhu membasuh muka, maksudnya adalah membasahi
muka atau mengalirkan air ke muka. Dalam membasuh muka maka seluruh bagian muka
harus yakin terbasuh, yaitu mulai dari tempat tumbuhnya rambut sampai dagu, dan dari
telinga kanan sampai telinga kiri. Sebab jika ada bagian muka yang tidak terbasuh maka
wudhunya tidak sah, oleh karena itulah ulama menganjurkan melebihkan dari batas muka
tersebut.

3. Membasuh tangan sampai siku


Rukun wudhu yang ketiga adalah membasuh kedua tangan sampai siku.dalam
membasuh ini disyaratkan adanya air mengalir tidak hanya membuat tangan basah oleh air.

4. Membasuh kepala
Membasuh kepala adalah rukun selanjutnya. Dalam membasuh kepala tidak
disyaratkan seluruh bagian kepala terbasahi, akan tetapi cukup membasuh sebagian saja. Juga
diperbolehkan membasahi rambutnya saja walaupun cuma satu rambut. Jika yang dibasuh
tersebut hanya rambutnya saja maka adanya rambut yang dibasahi tidak keluar dari batas
kepala.

5. Membasuh kaki sampai mata kaki namun sebagian ulama berpendapat sampai lutut.

6. Mengurutkan basuhan/rukun sesuai urutan rukun diatas (tertib).


Dalam mengerjakan berwudhu haruslah melakukan rukun sesuai urutan rukun diatas,
jadi setelah membasuh muka secara betul barulah membasuh tangan, lalu setelah membasuh
kepala, demikian selanjutnya sampai kaki.

2.2.3 TATA CARA BERWUDHU


1. Membaca niat
2. Membasuh telapak tangan 3 kali hingga ke sela-sela jari
3. Berkumur 3 kali

4. Membersihkan lubang hidung 3 kali, dengan cara menghirup air ke dalam hidung
untuk kemudian mengeluarkannya lagi

8
5. Membasuh muka dari ujung kepala tumbuhnya rambut hingga bawah dagu
6. Membasuh kedua tangan hingga siku sebanyak 3 kali
7. Mengusap kepala 3 kali
8. Mengusap kedua telinga secara bersamaan sebanyak 3 kali
9. Mencuci kaki sampai mata kaki ataupun betis sebanyak 3 kali, diikuti dengan jari-jari
kaki disela-selai dengan jari tangan
10. Membaca doa setelah wudhu sebagai penyempurna, berikut bacaannya:

َ ‫َأ ْشهَ ُد َأ ْن ّآلاِلَهَ ِإالَّهللاُ َوحْ َدهُ الَ َش ِر ْي‬


َ‫ اللّهُ َّم اجْ َع ْلنِ ْى ِمنَ التَّوَّابِ ْينَ َواجْ َع ْلنِ ْى ِمنَ ْال ُمتَطَه ِِّر ْين‬.ُ‫ك لَهُ َوَأ ْشهَ ُد َأ َّن ُم َح َّمدًا َع ْب ُدهُ َو َرسُوْ لُه‬

Bacaan latin: Asyhadu allâ ilâha illallâhu wahdahû lâ syarîka lahu wa asyhadu anna
muhammadan 'abduhû wa rasûluhû, allâhummaj'alnî minat tawwâbîna waj'alnii minal
mutathahhirîna.

Artinya: "Aku bersaksi bahwa tidak ada Tuhan selain Allah Yang Maha Esa, tidak ada sekutu
bagi-Nya, dan aku bersaksi bahwa Nabi Muhammad adalah hamba dan utusan Allah. Ya
Allah, jadikanlah aku termasuk dalam golongan orang-orang yang bertobat dan jadikanlah
aku termasuk dalam golongan orang-orang yang bersuci (shalih)."

2.2.4 SUNNAH WUDHU


Selain dari rukun yang telah dijelaskan diatas, wudhu juga memiliki kesunnahan-
kesunnahan yang boleh dikerjakan demi kesempurnaan berwudhu, dan boleh juga tidak
dilakukan.

Adapun sunnah wudhu itu ada banyak diantaranya yaitu:

1. Membaca basmalah,
Sebelum melakukan wudhu hendaklah diawali dengan membaca basmalah.
2. Membersihkan mulut dengan cara bersiwak memakai kayu arok, atau menggosok gigi
dengan sikat atau benda-benda kesat lainnya.
3. Mencuci kedua telapak tangan.
Sebelum kita melakukan wudhu di sunnahkan mencuci tangan. Dalam mencuci
tangan apabila kita yakin tangan kita bersih maka boleh tangan kita masukkan
kedalam bak mandi, akan tetapi jika kita tidak yakin tangan kita bersih maka
hendaklah jangan masukkan tangan kedalam bak mandi melainkan dengan cara
mengguyurnya.

9
4. Berkumur-kumur
5. Intinsyaq (memasukkan air kedalam hidung lalu menyemprotkannya). Dan menurut
sunnah hendaklah intinsyaq dengan tangan kanan dan mengeluarkannya dengan
tangan kiri.
6. Membasuh seluruh kepala
Salah satu dari sunnahnya wudhu adalah membasahi seluruh kepala caranya adalah
setelah tangan dibasahi lalu ibu jari kanan diletakkan di pelipis kanan dan ibu jari kiri
diletakkan di pelipis kiris sedang jari kanan dan kiri dipertemukan pada ujung kepala
bagian depan, setelah itu jari jari kita tarik kebagian belakang kepala.
7. Membasuh telinga
Caranya dengan meletakkan ibu jari pada bagian luar bawah telinga dan meletakkan
telunjuk pada bagian dalam telinga setelah memutarnya keatas sehingga ibu jari dan
telunjuk bertemu.
8. Membasuh tiga kali
Dalam membasuh anggota wudhu disunnahkan membasuh sebanyak tiga kali
9. Mendahulukan anggata kanan

Anggota wudhu yang memilki anggota kanan hendaklah ketika membasuh anggota
yang kanan terlebih dahulu.

2.2.5 HAL HAL YANG MEMBATALKAN WUDHU


Perkara atau sesuatu yang membatalkan wudlu adalah sebagai berikut:

a. Apa-apa yg keluar dari dua jalan baik muka maupun belakang(qubul dan dubur)
diantaranya: keluar angin (kentut),kencing,bab, muntah dsb
b. Hilang akal, seperti pingsan, gila, mabuk,dsb
c. Menyentuh kemaluan
d. Keluarnya mani, madzi,wadi

10
e. Bersentuhan kulit laki-laki dan perempuan yg bukan mahramnya
f. Tidur terlelap hingga hilang kesadaran.

2.2.6 DALIL DAN HADIST WUDHU

)) ‫(( من توضأ وأحسن الوضوء خرجت خطاياه من جسده ح••تي تخ••رج من تحت أظف••اره‬: ‫قال النبي صلي هللا عليه وسلم‬
‫رواه مسلم‬

Nabi Muhammad Shallallahu alaihi wa sallam bersabda:”Barang siapa berwudhu dan


membaguskan wudhunya (menyempurnakan wudhu dengan memperhatikan fardhu dan
sunah-sunahnya),maka keluarlah dosa-dosa dari jasadnya hingga keluar dari bawah kuku-
kukunya”.(HR Muslim ).

‫ضَأ‬ َ ‫صالَةُ َم ْن َأحْ د‬


َّ ‫َث َحتَّى يَتَ َو‬ َ ‫الَ تُ ْقبَ ُل‬

“Tak akan diterima sholatnya orang yang ber-hadats sampai ia berwudhu’” . [HR. Bukhari
dalam Shohih-nya (135 & 6954), dan HR. Muslim dalam Shohih-nya (536)]

Dan dalam firman allah swt:

‫ق َوا ْم َسحُوا بِ ُر ُءو ِس ُك ْم َوَأرْ ُجلَ ُك ْم ِإلَى ْال َك ْعبَي ِْن‬


ِ ِ‫صاَل ِة فَا ْغ ِسلُوا ُوجُوهَ ُك ْم َوَأ ْي ِديَ ُك ْم ِإلَى ْال َم َراف‬
َّ ‫يَا َأيُّهَا الَّ ِذينَ آ َمنُوا ِإ َذا قُ ْمتُ ْم ِإلَى ال‬
“Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan shalat, maka cucilah
muka-muka kalian dan tangan-tangan kalian sampai ke siku, usaplah kepalamu dan cucilah
kaki-kaki kalian sampai kedua mata kaki” [QS. Al Maidah: 6]

2.3 ISTINJA’
2.3.1 PENGERTIAN ISTINJA’
Istinja’ adalah menghilangkan najis yang keluar dari qubul atau dubur dengan air atau
batu atau benda keras lainnya yang suci, dapat menghilangkan najis dan tidak haram
menggunakannya.

11
2.3.2 HUKUM ISTINJA’
Hukum istinja’ untuk menghilangkan najis adalah wajib. Sunat beristinja’ dengan
batu kemudian dibasuh dengan air. Harus memilih untuk beristinja’ dengan hanya
menggunakan air yang suci atau menggunakan sekurang-kurangnya tiga biji batu jika dapat
menghilangkan najis. Walau bagaimanapun, lebih afdhal menggunakan air karena air lebih
berupaya dan berkesan untuk menghilangkan najis. Jika menggunakan batu, diwajibkan
menyapu dengan sekurang-kurangnya tiga biji batu atau tiga penjuru dari sebiji batu dengan
syarat:

1. Najis yang hendak dibersihkan itu tidak kering.


2. Tidak merebak ke bahagian lain.
3. Tidak bercampur dengan najis yang lain. Sekiranya tidak memenuhi syarat-syarat
tersebut, maka hendaklah menggunakan air.

2.3.3 DALIL DAN HADIST ISTINJA’

‫ب َواللَّ ْفظُ لِ ُزهَي ٍْر َح َّدثَنَا ِإ ْس َم ِعي ُل يَ ْعنِي ا ْبنَ ُعلَيَّةَ َح َّدثَنِي َروْ ُح بْنُ ْالقَا ِس ِم ع َْن َعطَا ِء ب ِْن َأبِي‬
ٍ ‫ب َوَأبُو ُك َر ْي‬
ٍ ْ‫و َح َّدثَنِي ُزهَ ْي ُر بْنُ َحر‬
ْ
‫اجتِ ِه فَآتِي ِه بِال َما ِء فَيَتَ َغ َّس ُل بِ ِه‬ ُ َّ َ ‫هَّللا‬
َ ‫صلى ُ َعل ْي ِه َو َسل َم يَتَبَ َّرز لِ َح‬ َّ ‫هَّللا‬
َ ِ ‫ك قَا َل َكانَ َرسُو ُل‬ ٍ ِ‫َس ْب ِن َمال‬ ‫َأ‬
ِ ‫َم ْي ُمونَةَ ع َْن ن‬
Dan telah menceritakan kepada kami Zuhair bin Harb dan Abu Kuraib dan lafazh tersebut
milik Zuhair, telah menceritakan kepada kami Ismail -yaitu Ibnu Ulayyah- telah
menceritakan kepada kami Rauh bin al-Qasim dari Atha' bin Abu Maimunah dari Anas bin
Malik dia berkata, "Pernah Rasulullah buang hajat, lalu aku membawakan air untuknya,
sehingga beliau bersuci dengannya." (HR.MUSLIM NO.400 KIITAB THAHARAH)

ُ ‫طهُرْ نَ ۚ فَا ِ َذا تَطَهَّرْ نَ فَْأتُوْ ه َُّن ِم ْن َحي‬ ْ َ‫ْض َواَل تَ ْق َربُوْ ه َُّن َح ٰتّى ي‬ ۤ
‫ْث‬ ِ ۙ ‫ْض ۗ قُلْ هُ َو اَ ًذ ۙى فَا ْعت َِزلُوا النِّ َسا َء فِى ْال َم ِحي‬
ِ ‫َويَ ْسـَٔلُوْ نَكَ َع ِن ْال َم ِحي‬
َ‫اَ َم َر ُك ُم هّٰللا ُ ۗ اِ َّن هّٰللا َ يُ ِحبُّ التَّوَّابِ ْينَ َوي ُِحبُّ ْال ُمتَطَه ِِّر ْين‬
Dan mereka menanyakan kepadamu (Muhammad) tentang haid. Katakanlah, “Itu adalah
sesuatu yang kotor.” Karena itu jauhilah istri pada waktu haid; dan jangan kamu dekati
mereka sebelum mereka suci. Apabila mereka telah suci, campurilah mereka sesuai dengan
(ketentuan) yang diperintahkan Allah kepadamu. Sungguh, Allah menyukai orang yang tobat
dan menyukai orang yang menyucikan diri. (QS. AL-BAQARAH:222)

12
2.3.4 ADAB MEMBUANG AIR
a. Haram menghadap ke arah qiblat atau membelakanginya apabila membuang air di
Kawasan lapang. Walaubagaimanapun, disunatkan juga tidak menghadap atau
membelakangi qiblat apabila membuang air di dalam bangunan seperti tandas atau
apabila ada dinding atau tabir antara orang itu dengan qiblat.
b. Makruh membuang air di dalam air yang tidak mengalir atau di dalam air mengalir
yang sedikit.
c. Makruh membuang air di bawah pokok buah-buahan, baik ketika berbuah atau tidak.
d. Makruh membuang air di dalam lubang dan di celah rekahan tanah
e. Makruh membuang air di jalan, di dalam lubang yang bukan digali khas untuk
membuang air.
f. Makruh bercakap ketika membuang air kecuali kerana sesuatu keperluan.
g. Makruh menghadap ke arah matahari atau bulan ketika membuang air.
h. Sunnah berlindung daripada pandangan manusia.
i. Haram membawa bersama-sama sebarang benda yang ada catatan nama Allah, Al-
Qur’an dan seumpamanya ketika membuang air.

2.3.5 TATA CARA ISTINJA’


 Menggunakan tiga buah batu atau bisa diganti dengan tiga lembar tisu. Namun jika
dirasa masih belum bersih, maka ditambah lagi hingga berjumlah ganjil, lima atau
tujuh dan seterusnya.
 Ini dilakukan apabila tidak ada air. Atau ada air yang tersedia, tapi hanya cukup untuk
minum.
 Dengan menggunakan air saja.
 Menggunakan tiga lembar tisu atau batu terlebih dahulu. Lalu diakhiri dengan
menggunakan air. Cara istinja yang ketiga ini adalah yang terbaik.
 Batu atau tisu berfungsi untuk menghilangkan wujud najis sekaligus bekasnya. Air
yang akan menyempurnakan sucinya dari najis.

12
2.3.6 SYARAT ISTINJA’ HANYA DENGAN BATU
Pada saat terdesak dan tidak air, Islam juga mengajarkan cara bersuci atau istinja'
yang baik. Hal ini supaya terhindar dari sakit, serta tetap menjaga kebersihan. Sebut saja
sedang mendaki gunung, tersesat tanpa menemukan sumber air, dan masih banyak lagi.

Melansir dari kitab Safinatun Naja, Syaikh Salim bin Sumair Al-Hadlrami
menyebutkan delapan syarat yang harus dipenuhi jika beristinja' hanya menggunakan air.
Beliau menyampaikan:

"Syarat beristinja’ hanya dengan menggunakan batu ada delapan, yakni:

 dengan menggunakan tiga buah batu (atau satu batu yang mempunyai tiga sisi)
 batunya dapat membersihkan tempat keluarnya najis
 najisnya belum kering
 najisnya belum pindah
 najisnya tidak terkena barang najis yang lain
 najisnya tidak melampaui shafhah dan hasyafah
 najisnya tidak terkena air
 batunya suci.

2.3.7 SYARAT DIPERBOLEHKANNYA ISTINJA’ SELAIN BATU


 Selain batu, bisa menggunakan tisu, kayu, daun kering atau benda sejenis yang
digunakan untuk bersuci. Harus dengan material yang suci dan tidak terkontaminasi
najis.
 Benda yang digunakan harus benda padat. Bukan benda cair atau lembek. Usahakan
tidak dengan benda yang mudah hancur.
 Benda memiliki permukaan kesat yang bisa mengangkat najis. Tidak sah jika
beristinja' dengan kaca atau benda sejenis permukaan halus.
 Tidak bersuci dengan benda terhormat, seperti tulang, makanan, benda yang tertulis
asma Allah dan beragam materi agama lainnya.

12
BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa:

 Mandi adalah cara untuk membersihkan tubuh dari segala macam kotoran, baik
kotoran yang menempel pada badan maupun kotoran atau hadas yang ada pada batin
atau jiwa.
 Jenis jenis mandi yaitu mandi sunnah dan wajib.
 Wudhu adalah salah satu cara untuk menghilangkan hadas kecil. Wudlu dilakukan
apabila hendak melaksanakan salat ataupun ibadah-ibadah lain yang mana dalam
ibadah tersebut diperlukan suci dari hadas kecil.
 Rukun wudhu (niat, membasuh muka, membasuh tangan sampai siku, membasuh
kepala, membasuh kaki)
 Istinja’ adalah menghilangkan najis yang keluar dari qubul atau dubur dengan air atau
batu atau benda keras lainnya yang suci, dapat menghilangkan najis dan tidak haram
menggunakannya.
 Istinja’ bisa menggunakan air jika tidak ada bias dengan 3 buah batu atau 3 buah
lembar tisu

B. KRITIK DAN SARAN


Pada pembahasan selanjutnya mungkin dapat dijelaskan lagi secara rinbci mengenai
mqandi, wudhu, dan istinja’. Kami menerima dengan lapang dada segala bentuk kritik yang
membangun terhadap makalah kami.

12
C. DAFTAR PUSTAKA

BAGIR, Muhammad. Fiqih Praktis I. PT Mizan Publika, 2008.


AJIB, Muhammad, et al. Fiqih Wudhu Versi Madzhab Syafiiy. 2019.
ABDULLAH, Ibnu. Fiqih Thaharah: Panduan Praktis Bersuci. Pustaka Media, 2018.
MANSUR, Syafiin. Cara Memahami dibalik Perintah Thaharah dalam Islam. Holistic
al-Hadis, 2019, 5.1: 41-59.
AL-BUGHA, Musthafa Dib. Ringkasan Fiqih Mazhab Syafii. Noura Books, 2017.
MAHMUDAH, Raisul. Kajian Materi Fikih Dalam Kitab Mabādi’Al-Fiqhīyah Juz 2
Karya Shaikh Umar Abdul Jabbar Dan Relevansinya Dengan Materi Fikih Di Kelas III
Madrasah Ibtidaiyah. 2021. PhD Thesis. IAIN Ponorogo.
AJIB, Muhammad, et al. Fiqih Wudhu Versi Madzhab Syafiiy. 2019.

12

Anda mungkin juga menyukai