Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH

FIQH
THAHARAH
Dosen Pengampu : Drs. H . Juhri, M.Pd.I.

Disusun Oleh:

Kelompok 1

Firda Salwa Nariyah (201420048)

Dedeh Sunarsih (201420054)

Amalia Rahma Putri (201420076)

Kelas PBS B

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM


UIN SULTAN MAULANA HASANUDDIN BANTEN

TAHUN 2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur Alhamdulillah kami panjatkan kehadirat Allah yang Maha Esa, karena telah
melimpahkan rahmat dan karunia-Nya kepada kita berupa pengetahuan dan kesempatan
sehingga kita dapat menyelesaikan makalah ini tepat pada waktunya.

Shalawat dan salam semoga tetap tercurah limpahkan kepada Nabi Muhammad SAW
yang telah menyampaikan petunjuk Allah SWT untuk kita semua, yang merupakan sebuah
petunjuk yang paling benar yakni syariah agama islam yang sempurna, dan merupakan satu
satunya karunia paling besar bagi alam semesta.

Adapun tujuan dari penulisan makalah ini disusun untuk memenuhi salah satu tugas
mata kuliah Fiqh yang diampu oleh Bapak DRS.H.Juhji, M.Pd.I. Selain itu makalah ini juga
bertujuan untuk untuk menambah wawasan keilmuan tentang “THAHARAH” baik bagi para
pembaca ataupun bagi penulis sendiri.

Penulis ucapkan terima kasih kepada Bapak DRS.H.Juhji, M.Pd.I. selaku dosen mata
kuliah Fiqh yang telah memberikan tugas ini sehingga dapat menambah pengetahuan dan
wawasan. Dan kami juga ucapkan terimakasih kepada teman teman yang sudah berkontribusi
dengan memberikan ide idenya sehingga makalah ini bisa disusun dengan baik dan rapi.

Meskipun kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh
karena itu kritik dan saran dari para pembaca sangat dibutuhkan untuk memperbaiki
penyusunan makalah kami selanjutnya. Kemudian apabila terdapat kesalahan dalam makalah
baik dari segi penyusunan ataupun pembahasan, kami mohon maaf yang sebesar-besarnya.

Serang, 05 Oktober 2020

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .................................................................................................................................. ii

DAFTAR ISI................................................................................................................................................ iii

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang ..................................................................................................................................... 1

B. Rumusan Masalah ................................................................................................................................ 1

C. Tujuan Penulisan .................................................................................................................................. 2

D. Manfaat Penulisan ................................................................................................................................ 2

BAB II

PEMBAHASAN

A. Definisi Thaharah ................................................................................................................................. 3

B. Macam-macam Thaharah ..................................................................................................................... 4

C. Media Untuk Berthaharah ........................................................................................................................ 8

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan ........................................................................................................................................ 12

B. Saran ................................................................................................................................................... 12

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................................................. 13

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Thaharah adalah hal yang sangat penting untuk diketahui, terutama dalam beribadah,
seperti halnya shalat. Thaharah menjadi syarat sahnya shalat. Jadi ketika hendak shalat
diharuskan suci badannya, tempatnya, serta suci dari hadast kecil dan hadast besar. Jika tidak
maka shalatnya tidak sah. Banyak sekali hikmah yang terkandung dalam thaharah. Kita
sebagai orang islam tentunya harus tahu bahkan wajib untuk mengetahui cara-cara bersuci,
karena suci adalah dasar ibadah bagi orang islam. Dalam kehidupan sehari-hari kita tidak
tidak lepas dari hal kotor ataupun najis, sehingga kita harus mensucikan diri terlebih dahulu
sebelum beribadah, baik dengan cara berwudlu’, mandi, ataupun bertayammum. Kalau kita
melihat secara teliti hamper seluruh kitab-kitab fiqih didahului dengan pembahasan tentang
thaharah. Dari hal ini kita dapat mengetahui bahwa betapa pentingnya tharah dalam
kehidupan sehari-hari. Namun meskipun menjadi hal yang mendasar, masih banyak orang
muslim yang tidak begitu mengerti tentang thaharah, najis, serta macam-macam air yang
dapat digunakan untuk bersuci. Semoga dengan makalah ini bisa membuat para pembaca
lebih memahami tentang thaharah.

B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dalam makalah ini, sebagai berikut:

1. Apakah pengertian thaharah?

2. Apa saja macam-macam thaharah?

3. Bagaimana klasifikasi air ala madzhab Syafi’iyah An-nahdliyah?

4. Apa saja tujuan thaharah?

5. Bagaimana thaharah yang baik dan benar menurut madzhab Syafi’iyah An- nahdliyah?

1
C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui tentang pengertian thaharah

2. Untuk mengetahui macam-macam thaharah

3. Untuk mengetahui klasifikasi air ala madzhab Syafi’iyah An-Nnahdliyah

4. Untuk memahami tujuan thaharah

5. Untuk mengetahui thaharah yang baik dan benar menurut madzhab Syafi’iyah

Anahdliyah

D. Manfaat Penulisan
Berdasarkan penulisan di atas, maka diharapkan makalah ini bermanfaat bagi:

1. Bagi mahasiswa dapat dijadikan rurjukan untuk makalah lebih lanjut

2. Bagi pembaca dapat memberikan pengetahuan tentang thaharah

3. Bagi penulis dapat lebih menambah wawasan keilmuan mengenai thaharah

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Definisi Thaharah
Lafadz “at-thaharah” secara Bahasa bermakna bersih. Sedangkan secara syara’, maka
terdapat definisi yang cukup banyak di dalam menjelaskan arti lafadz “at-thaharah”. Di
antaranya adalah ungkapan ulama’, “at-thaharah” melakukan sesuatu yang menjadi sebab
diperbolehkannya melakukan shalat. Yaitu perbuatan berupa wudlu, mandi, tayammum, dan
menghilangkan najis.

Bolehnya bertayamum dari dua hadast sebab tidak adanya air atau takut dari hal yang
membahayakan dari penggunaan air yaitu dengan menggunakan debu yang suci yang dapat
beterbangan.kalau seandainya seseorang yakim akan adanya air di akhir waktu shalat, maka
menantinya lebih utama, namun jika tidak yakin maka lebih utama mempercepat tayammum.

Dalam karangan buku Dr. Majdah Amir Dijelaskan bahwa Thaharah kegiatan
membersihkan kotoran yang tampak. Secara istilah, thaharah adalah menghilangkan segala
sesuatu yang menghalangi sahnya shalat, seperti hadast (kotoran yang tidak tampak) dan najis
(kotoran yang tamapak) dengan menggunakan air, dan yang berfungsi Sama, atau dengan
debu.

Mengingat air adalah alat untuk bersuci, maka mushannif menyisipkan pembahasan
macam macam air yang dapat digunakan untuk bersuci ada tujuh. Yakni, air hujan, air lau (air
asin), air sungai (air tawar), air sumur, air sumber, air salju, dan air embun.

3
B. Macam-macam Thaharah
Beberapa macam thaharah yang akan dibahas dalam makalah ini diantaranya yaitu
wudlu, mandi, tayammum, dan beristinja’. Untuk perinciannya Akan kami bahas lebih lanjut
sebagai bertikut:

1. Wudlu

Wudlu menurut bahasa itu sebutan untuk pembersihan sebagian anggota badan. Adapun
menurut syara’, wudlu adalah sebutan untuk pembersihan bagian- bagian tertentu dengan niat
yang tertentu. Hukum wudlu ada dua, wajib bagi orang yang hadats dan Sunnah bagi orang
yang memperbarui wudlu baik setelah shalat ataupun setelah mandi wajib, serta ketika orang
yang junub hendak melakukan makan, tidur atau wathi dan lain sebagainya. Beberapa
komponen wudlu antara lain:

a. Fardlu wudlu

Fardlu wudlu ada 6 yaitu:

1. Niat

2. Membasuh wajah

3. Membasuh kedua tangan beserta dua siku

4. Mengusap sebagian kepala

5. Membasuh dua kaki sampai mata kaki

6. Tertib.

b. Syarat wudlu

Syarat wudlu yaitu hal-hal yang harus terpenuhi sebelum melaksanakan wudlu. Sayyid
Ahmad telah mengemukakan beberapa syarat wudlu seperti:

1. Islam

2. Cerdas; tidak bodoh atau gila Suci dari haidl dan nifas

3. Bersih dari hal-hal yang menghalangi mengalirnya air sampai kulit

4
4. Anggota wudlu tidak mengandung hal yang dapat merubah sifat air

5. Mengerti kefardluan wudlu

6. Tidak meyakini bahwa fardlu wudlu adalah Sunnah

7. Air yang suci

8. Menghilangkan najis yang terlihat

9. Mengalirkan air di seluruh anggota wudlu .

c. Sunnah Wudlu

Sunnah wudlu merupakan hal yang ketika dilakukan pada saat wudlu dan mendapat
pahala serta tidak berdosa jika ditinggalkan. Diantaranya yaitu:

1. Bersiwak

2. Membaca Basmalah

3. Membasuh kedua telapak tangan

4. Berkumur

5. Menghisap dan menyemprotkan air dari lubang hidung

6. Mengulangi rukun sebanyak tiga kali

7. Mengusap seluruh kepala

Beberapa hal yang dapat merusak wudlu diantaranya yaitu:

1. Segala sesuatu yang keluar dari qubul atau dubur kecuali mani.

2. Hilangnya akal kecuali sebab tidur yang tetap duduknya.

3. Bertemunya dua kulit laki-laki dan perempuan yang sudah baligh dan berlainan.

4. Menyentuh qubul atau lubang dubur dengan telapak tangan atau ujung jari bagian
dalam.

5
2. Mandi (Al Ghusl)

Mandi secara bahasa adalah mengalirkan air ke segala sesuatu baik badan, pakaian dan
sebagainya tanpa diiringi dengan niat. Sedangkan menurut syara’ mandi yaitu mengalirkan
air ke seluruh anggota badan dengan niat tertentu. Dalam Islam, mandi atau Al Ghusl
memiliki posisi yang cukup urgen. Hal ini mengingat mandi bertujuan untuk menghilangkan
hadats atau kotoran yang tidak bisa dihilangkan hanya dengan wudlu. Namun, mandi yang
dimaksud disini tentunya memiliki karakteristik serta aturan yang berbeda dari mandi yang
hanya untuk membersihkan badan dari kotoran yang melekat di tubuh. Berikut beberapa hal
yang menyangkut mandi dalam Islam:

a. Hal yang mewajibkan mandi besar

Secara Bahasa mandi bermakna mengalirnya air pada sesuatu secara mutlaq. Secara
syara’, mandi bermakna mengalirnya air ke seluruh badan disertai niat tertentu.

Sesuatu yang mewajibkan mandi ada enam perkara, tiga diantaranya dialami oleh laki-
laki dan perempuan sedangkan tiganya lagi hanya dialami oleh perempuan. Adapun yang
mewajibkan mandi yang dialami oleh laki-laki dan perempuan, yaitu:

1. Bertemunya dua kemaluan

2. Keluarnya Mani bukan sebab hubungan intim

3. Meninggal dunia

Sedangkan tiga perkara yang mewajibkan mandi yang hanya dialami oleh perempuan adalah:

1. Haid, yaitu darah yang keluar dari seorang wanita yang sudah mencapai usia Sembilan
tahun atau lebih, dalam keadaan sehat, dan keluarnya minimal sehari semalam atau 24
jam, maksimal 15 hari 15 malam

2. Nifas, yaitu darah yang keluar setelah melahirkan. Minimalnya masa nifas adalah
sekejap, maksimalnya 60 hari, sedangkan normalnya 40 hari.

3. Wiladah, yaitu darah yang keluar pada saat melahirkan

6
b. Fardlu mandi

Fardlu mandi ada tiga yaitu niat, membersihkan najis yang ada di seluruh tubuh serta
mengalirkan air ke seluruh bagian rambut dan kulit badan.

c. Sunnah mandi

1. Membaca basmalah

2. Berwudlu sebelum melakukan mandi

3. Menggosok-gosokkan tangan pada tubuh

4. Berturut-turut

5. Mendahulukan anggota sebelah kanan

e. Mandi-mandi yang disunnahkan

Beberapa mandi yang disunnahkan dalam Islam adalah mandi jum’at, mandi
dua hari raya, mandi dua gerhana, mandi karena islamnya orang kafir serta
mandi karena sembuhnya orang gila dan orang yang berpenyakitayan.

3. Tayammum

Menurut bahasa, tayammum yaitu mengusapkan debu suci mensucikan pada wajah dan
kedua tangan dengan niat tertentu. Tayammum yaitu sebuah ritual penyucian diri dari hadats
dengan menggunakan debu sebagai pengganti air dikarenakan beberapa sebab atau hal
tertentu.

Syarat-syarat tayammum ada Lima perkara. Dalam sebagian redaksi matan menggunakan
bahasa “khamsu khishalin (lima hal)”. Pertama, adanya udzur sebab bepergian atau sakit.
Kedua, masuk waktu shalat. Maka tidak sah tayammumuntuk shalat yang dilakukan sebelum
masuk waktunya. Ketiga, mencari air setelah masuknya waktu shalat, baik diri sendiri
ataupun orang lain yang telah ia beri izin. Maka ia harus mencari air di tempatnya ataupun di
teman-temannya. Keempat, sulit menggunakan air. Dengan gambaran jika menggunakan air
ia khawatir akan kehilangan nyawa atau fungsi anggota badan. Kelima, debu suci
(mensucikan dan tidak basah).

7
Fardlu tayammum ada empat yaitu: niat, mengusap wajah, mengusap dua tangan hingga
kedua siku dan tertib. Beberapa Sunnah tayammum, yaitu membaca basmalah,
mendahulukan bagian kanan dari kedua tangan sebelum bagian kiri, dan mendahulukan
wajah bagian atas sebelum wajah bagian bawah.

4. Beristinja’

Beristinja’ artinya menghilangkan najis atau meringankannya dari tempat keluarnya air
seni atau kotoran. Terambil dari kata an-najaa’ yang berarti bersih atau selamat dari penyakit.
Dinamakan demikian karena orang yang melakukan istinja’ ia mencari keselamatan dari
penyakit dan berbuat untuk menghilangkannya.

Beristinja’ dapat dilakukan dengan menggunakan air mutlak atau air yang suci dan
mensucikan saja atau dengan menggunakan batu saja. Namun yang paling utama bila istinja’
dilakukan dengan menggunakan batu pada awalnya, kemudian disempurnakan dengan
menggunakan air. Ini dikarenakan batu dapat menghilangkan wujud najisnya sedangkan air
dapat menghilangkan bekasnya dengan tanpa bercampur dengan najisnya karena telah
dihilangkan oleh batu.

C. Media Untuk Berthaharah


1. Air

Di dalam fiqih Islam air menjadi sesuatu yang penting sebagai sarana utama dalam
bersuci, baik bersuci dari hadas maupun dari najis. Dengannya seorang muslim bisa
melaksanakan berbagai ibadah secara sah karena telah bersih dari hadas dan najis yang
dihasilkan dengan menggunakan air.

Sebelum membahas lebih jauh perihal pembagian air tersebut Akan lebih baik bila
diketahui terlebih dahulu perihal ukuran volume air yang biasa disebut di dalam kajian
fiqih. Di dalam kajian fiqih air yang volumenya tidak mencapai dua qullah disebut
dengan air sedikit. Sedangkan air yang volumenya mencapai dua qullah atau lebih
disebut air banyak. Lalu apa batasan volume air bisa dianggap mencapai dua qullah atau
tidak? Para ulama madzhab Syafi’i menyatakan bahwa air dianggap banyak atau
mencapai dua qullah apabila volumenya mencapai kurang lebih 192,857 kg. Bila melihat
wadahnya volume air dua qullah adalah bila air memenuhi wadah dengan ukuran lebar,
panjang dan dalam masing-masing satu dzira’ atau kurang lebih 60 cm.
8
Mengingat pentingnya air dalam beribadah fiqih Islam mengatur sedemikian rupa
perihal air. Di dalam Madzhab Imam Syafi’I, para ulama’ membagi air menjadi empat
bagian:

a. Air Suci dan Menyucikan / Air Mutlaq

Air suci dan menyucikan artinya dzat air tersebut suci dan bisa digunakan untuk
bersuci. Air ini oleh para ulama fiqih disebut dengan air mutlak. Menurut Ibnu Qasim
Al-Ghazi ada 7 (tujuh) macam air yang termasuk dalam kategori ini. Beliau mengatakan:

‫م ياه س بع ب ها ال تطه ير ي جوز ال تي ال م ياه‬: ‫ ماء‬،‫ وماء ال سماء‬،‫ وماء ال بحر‬،‫ وماء ال نهر‬،‫ال ب ئر‬
‫ال ع ين وماء‬, ‫ وماء‬،‫ال برد وماء ال ث لج‬

Artinya : “Air yang dapat digunakan untuk bersuci ada tujuh macam, yakni air hujan, air
laut, air sungai, air sumur, air mata air, dan air salju, dan air dari hasil hujan es”.

Ketujuh macam air itu disebut sebagai air mutlak selama masih pada sifat asli
penciptaannya. Bila sifat asli penciptaannya berubah maka ia tak lagi disebut air mutlak
dan hukum penggunaannya pun berubah. Hanya saja perubahan air bisa tidak
menghilangkan kemutlakannya apabila perubahan itu terjadi karena air tersebut diam
pada waktu yang lama, karena tercampur sesuatu yang tidak bisa dihindarkan seperti
lempung, debu, dan lumut, atau karena pengaruh tempatnya seperti air yang berada di
daerah yang mengandung banyak belerang.

Secara ringkas air mutlak adalah air yang turun dari langit atau yang bersumber dari
bumi dengan sifat asli penciptaannya.

b. Air Suci Tetapi Makruh / Air Musyammas

Air musyammas adalah air yang dipanaskan di bawah terik sinar matahari dengan
menggunakan wadah yang terbuat dari logam selain emas dan perak, seperti besi atau
tembaga. Air ini hukumnya suci dan menyucikan, hanya saja makruh bila dipakai untuk
bersuci. Secara umum air ini juga makruh digunakan bila pada anggota badan manusia
atau hewan yang bisa terkena kusta seperti kuda, namun tak mengapa bila dipakai untuk
mencuci pakaian atau lainnya. Meski demikian air ini tidak lagi makruh dipakai bersuci
apabila telah dingin kembali.

9
c. Air Suci Namun Tidak Menyucikan

Air ini dzatnya suci namun tidak bisa dipakai untuk bersuci, baik untuk bersuci dari
hadas maupun dari najis. Ada dua macam air yang suci namun tidak bisa digunakan
untuk bersuci, yakni air musta’mal dan air mutaghayar.

Air musta’mal adalah air yang telah digunakan untuk bersuci baik untuk
menghilangkan hadas seperti wudlu dan mandi ataupun untuk menghilangkan najis bila
air tersebut tidak berubah dan tidak bertambah volumenya setelah terpisah dari air yang
terserap oleh barang yang dibasuh. Air musta’mal ini tidak bisa digunakan untuk bersuci
apabila tidak mencapai dua qullah. Sedangkan bila volume air tersebut mencapai dua
qullah maka tidak disebut sebagai air musta’mal dan bisa digunakan untuk bersuci.

Air Mutaghayar adalah air yang mengalami perubahan salah satu sifatnya
disebabkan tercampur dengan barang suci yang lain dengan perubahan yang
menghilangkan kemutlakan nama air tersebut.

d. Air Mutanajis

Air mutanajis adalah air yang terkena barang najis yang volumenya kurang dari dua
qullah atau volumenya mencapai dua qullah atau lebih namun berubah salah satu sifatnya
warna, bau, atau rasa karena terkena najis tersebut. Air sedikit apabila terkena najis maka
secara otomatis air tersebut menjadi mutanajis meskipun tidak ada sifatnya yang berubah.
Sedangkan air banyak bila terkena najis tidak menjadi mutanajis bila ia tetap pada
kemutlakannya, tidak ada sifat yang berubah. Adapun bila karena terkena najis ada satu atau
lebih sifatnya yang berubah maka air banyak tersebut menjadi air mutanajis. Air mutanajis ini
tidak bisa digunakan untuk bersuci, karena dzatnya air itu sendiri tidak suci sehingga tidak
bisa dipakai untuk menyucika.

2. Batu

Dalam kitab Safinatun Naja, Syaikh Salim bin Sumair Al-Hadlrami menyebutkan 8
(delapan) syarat yang harus dipenuhi oleh orang yang hendak beristinja’ hanya dengan batu
saja tanpa menggunakan air. Dalam kitab tersebut beliau menyatakan 8 syarat beristinja
hanya dengan menggunakan batu yakni:

10
(1) Dengan menggunakan tiga buah batu

(2) Batunya dapat membersihkan tempat keluarnya najis

(3) Najisnya belum kering

(4) Najisnya belum pindah

(5) Najisnya tidak terkena barang najis yang lain

(6) Najisnya tidak melampaui shafhah dan hasyafah

(7) Najisnya tidak terkena air

(8) Batunya suci

3. Debu & Tanah

Debu dan tanah seorang yang berhalangan mempergunakan air karena suatu sebab,
apakah halangan itu berupa penyakit yang tidak boleh terkena air ataukah tidak memperoleh
air yang memenuhi syarat agama sedang waktunya sudah masuk waktu shalat, maka baginya
diperkenakan menggantinya dengan debu.

4. Benda Padat

Benda padat yang suci dari asalnya lagi pula tidak terkena najis semisal batu, bata
merah, tanah padat, kayu kering, kertas, tissue dll. Benda tersebut dapat digunakan untuk
bersuci menghilangkan najis setelah buang air kecil maupun besar lantaran tidak
mendapatkan air.

11
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Thaharah melakukan sesuatu yang menjadi sebab diperbolehkannya melakukan shalat.
Yaitu perbuatan berupa wudlu, mandi, tayammum, dan menghilangkan najis.

Macam-macam thaharah ada tiga: Pertama, wudlu’. Kedua, mandi. Dan ketiga, tayammum.
Klasifikasi air ala madzhab syafi’i ada empat:

1. Air suci dan bisa mensucikan, serta tidak makruh digunakan, yaitu air mutlaq.

2. Air yang suci dan mensucikan, serta makruh menggunakannya pada badan, tetapi bukan
pada pakaian, yaitu air musyammas.

3. Air yang suci tapi tak bisa mensucikan, yaitu air musta’mal.

4. Air najis, yaitu air yang terkena najis sampai berubah sifatnya ataupun tidak, dan kondisi
air tersebut kurang dua qulla.

Adapun tujuan dari thaharah adalah untuk menyucikan diri dari kotoran berupa hadats dan
najis serta sebagai syarat sahnya shalat dan ibadah seorang hamba.

Tharah yang baik dan benar dengan beberapa ketentuan seperti niat, menggunakan air yang
suci dan mensucikan, terbasuhnya semua bagian-bagian yang wajib dibasuh saat bersuci, dan
tidak melakukan hal-hal yang dapat membatalkan thaharah.

B. Saran
Setelah penulis mencoba sedikit menguraikan hal-hal mengenai thaharah, penulis
berharap Semoga dapat diterima dan dipahami oleh para pembaca. Semoga dengan adanya
makalah ini dapat memberikan kesadaran baik bagi penulis sendiri ataupum para pembaca
tentang betapa pentingngya thaharah dalam kehidupan sehari-hari. Karena segala amal
sesuatu didahului dengan thaharah, baik thaharah secara fisik ataupum secara batin.

12
DAFTAR PUSTAKA

Al Hadhrami, Salim Bin Smeer . Safinatun Naja. Jakarta. Pustaka Amani

https://umma.id/post/sederhana-inilah-alat-thaharah-yang-bisa-kita-pakai-635418?lang=id

https://islam.nu.or.id/post/read/82243/empat-macam-air-dan-hukumnya-untuk-bersuci

https://pengacaramuslim.com/pengertian-macam-dan-cara-thaharah/

13

Anda mungkin juga menyukai