Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH

AIR, WUDHU DAN TAYAMUM


Disusun untuk memenuhi salah satu tugas Mata Kuliah
“Mathla’ul Anwar” pada Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Universitas Mathla’ul Anwar Banten
Dosen: Dr. H. Jihaduddin, M.Pd.

Disusun oleh:
FIDYAN NURFAUZIAH
MANAJEMEN A
NIM. 203190021
SEMESTER: 3 (Tiga)

UNIVERSITAS MATHLA’UL ANWAR


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
BANTEN
2021
KATA PENGANTAR

Dengan mengucapkan rasa syukur kepada Allah SWT, atas rahmat dan
hidayah-Nya kepada penulis, sehingga dapat menyelesaikan Makalah ini.
Shalawat beserta salam semoga selalu tercurah limpahkan kepada Nabi
Muhammad SAW.

Ibadah adalah tugas dan kewajiban hidup manusia, sebagai perwujudan


status dirinya sebagai makhluk Allah yang paling mulia, maka kita sebagai
manusia haruslah mengetahui cara beribadah yang baik dan benar. Karena itu
disini penulis akan mengulas tentang air, wudhu dan tayammum.

Penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada bapak Dosen yang telah
memberikan bimbingan dan semua pihak yang telah berkontribusi sehingga
makalah ini dapat terselesaikan.

Disadari sepenuhnya bahwa dalam penyusunan Makalah ini sangat jauh dari
kata sempurna, baik dari penyajiannya maupun penguraiannya, dari itu penulis
mengharap kritik dan saran yang membangun guna kesempurnaan makalah ini.

Akhir kata penulis mengucapkan banyak terima kasih, semoga makalah ini
berguna bagi semua. Aamiin.

Pandeglang, Januari 2021

Penulis

i
1
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ......................................................................................................... i


DAFTAR ISI....................................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ....................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah.................................................................................. 2
1.3 Tujuan Penulisan.................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Air, Wudhu dan Tayamum ...................................................... 3
1. Air Suci Mensucikan............................................................................. 3
2. Pengertian Wudhu ................................................................................. 3
3. Pengertian Tayamum............................................................................. 4
2.2 Landasan Hukum Wudhu dan Tayamum................................................... 5
1. Landasan Hukum Wudhu..................................................................... 5
2. Landasan Tayamum ............................................................................. 5
2.3 Pembagian Air, Wudhu dan Tayamum...................................................... 7
1. Pembagian Air Suci Mensucikan ......................................................... 7
2. Pembagian, Syarat, Rukun & Yang Membatalkan Wudhu................ 11
3. Syarat, Rukun dan Yang Membatalkan Tayamum ............................ 12
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan .............................................................................................. 13
3.2 Saran ........................................................................................................ 13
DAFTAR PUSTAKA

ii
2
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Bersuci merupakan hal yang sangat erat kaitannya dan tidak dapat
dipisahkan dengan ibadah. Shalat dan haji misalnya, tanpa bersuci orang yang
hadats tidak dapat menunaikan ibadah tersebut.

Banyak orang mungkin tidak tahu bahwa sesungguhnya bersuci memiliki


tata cara atau aturan yang harus dipenuhi. Kalau tidak dipenuhi, tidak akan sah
bersucinya dan secara otomatis ibadah yang dikerjakan juga tidak sah. Terkadang
ada problema ketika orang itu tidak menemukan air, maka Islam
mempermudahkan orang tersebut untuk melakukan tayamum sebagai ganti dari
mandi, yang mana alat bersucinya dengan mengunakan debu.

Tetapi bagaimana jika ada orang yang tidak menemukan kedua alat bersuci?
Lalu bagaimana orang tersebut bersuci? Tidak hanya orang yang tidak
menemukan kedua alat bersuci, yang dalam istilah fiqihnya disebut
dengan faaqiduth thohuuroini. Bagaimana tata cara bersuci yang benar bagi orang
sakit, misal kakinya diperban atau pasien rawat inap di rumah sakit yang biasanya
tidak boleh terkena air?

Pertanyaan-pertanyaan di atas mungkin sering kita jumpai di kalangan


masyarakat, dan bukan tidak mungkin kita pun akan mengalaminya. Tanpa
adanya kajian khusus tentang hal-hal di atas bukan tidak mungkin kita sebagai
mahasiswa Sekolah Tinggi Islam berbasis pesantren tidak dapat menyelesaikan
kasus-kasus tersebut.

Berawal dari deskripsi di atas ditambah dengan tugas mata kuliah


Pengembangan Materi PAI, kami mencoba menguraikan hal-hal di atas, walau
pun tidak dapat dikatakan menyeluruh. Minimal dengan adanya makalah ini, kita
mengetahui gambaran status hukum kasus-kasus tersebut, semoga tergerak untuk

1
3
melaksanakan studi yang mendalam tentang hukum peribadatan Islam ini atau
menarik hal positif lain yang nanti akan berguna di kehidupan kita nanti. Aamiin.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang yang dikemukakan di atas, maka dapat
dirumuskan beberapa masalah sebagai berikut:

1. Apa pengertian dari air suci, wudhu’ dan tayamum?


2. Sebutkan landasan hukum mengenai wudhu’ dan tayamum?
3. Jelaskan pembagian mengenai air, wudhu’ dan tayamum?

1.3 Tujuan Penulisan


Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam penulisan makalah ini adalah:
1. Untuk mengetahui pengertian dari air suci, wudhu’ dan tayamum.
2. Untuk mengetahui landasan hukum mengenai wudhu’ dan tayamum.
3. Untuk mengetahui pembagian mengenai air, wudhu’ dan tayamum.

42
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Air, Wudhu dan Tayamum

1. Air Suci Mensucikan

Air suci mensucikan itu disebut juga air mutlaq. Dan statusnya berbeda
dengan jenis air lainnya, misalnya dengan air musta’mal. Air musta’mal adalah air
yang suci namun sudah digunakan untuk berwudhu’ atau mandi janabah. Istilah
musta’mal berasal dari kata ustu’mila, yusta’malu, musta’malan. Artinya sudah
dipakai untuk wudhu’ dan mandi janabah. Hukumnya khilaf di antara para ulama,
apakah boleh dipakai lagi untuk wudhu’ dan mandi janabah atau tidak.

Namun pembicaraan kita sesuatu dengan pertanyaan anda adalah air suci
mensucikan, yang dalam fiqih dikenal dengan istilah Thahirun Li nafsihi
Muthahhirun li ghairihi.

Air yang suci itu banyak sekali, namun tidak semua air yang suci itu bisa
digunakan untuk mensucikan. Air suci adalah air yang boleh digunakan atau
dikonsumsi, misalnya air teh, air kelapa atau air-air lainnya. Namun belum tentu
boleh digunakan untuk mensucikan seperti untuk berwudhu` atau mandi. Maka
ada air yang suci tapi tidak mensucikan namun setiap air yang mensucikan,
pastilah air yang suci hukumnya.

2. Pengertian Wudhu

Wudhu menurut bahasa berarti “baik” dan “bersih”. Sedangkan menurut


istilah, wudhu adalah membasuh muka, kedua tangan sampai siku, mengusap
sebagian kepala, dan membasuh kaki yang sebelumnya didahului dengan niat
serta dilakukan dengan tertib.

Wudhu adalah membasuh bagian tertentu yang boleh ditetapkan dari


anggota badan dengan air sebagai persiapan bagi seorang Muslim untuk
menghadap Allah SWT (mendirikan shalat) dan suatu syarat untuk sahnya shalat
yang dikerjakan sebelum seseorang mengerjakan shalat.

3
5
3. Pengertian Tayamum

Menurut bahasa, tayamum berarti menuju ke debu. Sedangkan


menurut pengertian syari’at, tayamum adalah mengusapkan debu ke wajah dan
kedua tangan dengan niat untuk mendirikan shalat atau lainnya. Menurut para
ulama Fikih, ada beberapa pengertian tentang tayamum, yaitu:

a) Menurut Hanafiah, tayamum adalah mengusap wajah dan kedua tangan


dengan debu yang suci.
b) Menurut Malikiyah, tayamum adalah mengusap wajah dan kedua
tangan dengan debu yang suci disertai niat.
c) Menurut Syafi’iyah, tayamum adalah mendatangkan debu pada wajah
dan kedua tangan atau anggota dari keduanya sebagai ganti dari wudhu’
atau mandi dengan syarat-syarat tertentu.
d) Menurut Hanabilah, tayamum adalah mengusap wajah dan kedua
tangan dengan debu yang suci dengan cara yang ditentukan.

Menurut Hanafiyah, tayamum merupakan pengganti yang mutlak dari


wudhu, maksudnya tayamum dapat menghilangkan hadats selama tidak ada air
ketika seseorang akan menunaikan shalat. Dengan keterangan ini bisa kita ambil
kesimpulan bahwa dengan sekali tayamum, kita dapat melaksanakan shalat fardhu
lebih dari sekali, waktu bertayamum tidak harus menunggu masuknya waktu
shalat, serta hal-hal lain sebagaimana wudhu.

Pernyataan ini berbeda dengan jumhur, yakni kedudukan tayamum


menghilangkan hadats. Maka bila telah masuk waktu shalat orang yang hadats
tidak menemukan air atau karena sebab lain yang memperbolehkan seseorang
bertayamum ia dapat menunaikan shalat walau dalam keadaan hadats dengan
bertayamum karena darurat, sebagaimana kasus mustahadhoh (orang perempuan
yang istihadho).
Ulama telah sepakat bahwa tayamum menjadi pengganti dari thaharah kecil
(berhadats kecil), tetapi mereka berbeda pendapat mengenai tentang tayamum
sebagai pengganti thaharah besar (hadats besar).

64
Jadi tayamum adalah suatu rukhshah/keringanan bagi orang yang tidak
diperkenankan menggunakan air karena sakit atau kesulitan untuk mendapatkan
air.

2.2 Landasan Hukum Wudhu dan Tayamum

1. Landasan Hukum Wudhu

Perintah wudhu diwajibkan kepada orang yang akan melaksanakan shalat


salah satu syarat sahnya shalat. Adapun disyari’atkannya wudhu ditegaskan
berdasarkan 3 macam alasan:
a) Firman Allah dalam surat Al-Maidah: 6:

‫ُوﺳ ُﻜ ْﻢ َوأ َْر ُﺟﻠَ ُﻜ ْﻢ إ َِﱃ‬


ِ ‫ْﺴﻠُﻮا ُوﺟُﻮَﻫ ُﻜ ْﻢ َوأَﻳْ ِﺪﻳَ ُﻜ ْﻢ إ َِﱃ اﻟْ َﻤﺮَاﻓ ِِﻖ وَا ْﻣ َﺴ ُﺤﻮا ﺑُِﺮء‬
ِ ‫ﻳَﺎ أَﻳـﱡﻬَﺎ اﻟﱠﺬِﻳ َﻦ آ َﻣﻨُﻮا إِذَا ﻗُ ْﻤﺘُ ْﻢ إ َِﱃ اﻟﺼﱠﻼةِ ﻓَﺎﻏ‬

…‫َﲔ‬
ِ ْ ‫اﻟْ َﻜ ْﻌﺒـ‬

Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak


mengerjakan salat, maka basuhlah mukamu dan tanganmu sampai dengan
siku, dan sapulah kepalamu dan (basuh) kakimu sampai dengan kedua mata
kaki.”

b) Hadits Nabi SAW yang berbunyi:

‫ﺣﱴ ﻳﺘﻮﺿّﺄ‬
ّ ‫ﻻ ﻳﻘﺒﻞ اﷲ ﺻﻼة أﺣﺪﻛﻢ إذا أﺣﺪث‬

Artinya: ” Allah tidak menerima shalat salah seorang di antaramu bila ia


berhadats, sehingga ia berwudhu.” (HR. Bukhari dan Muslim)

c) Ijma’
Menurut ijma’ ulama berpendapat bahwa wudhu hukumnya wajib bagi
Muslim yang sudah dewasa dan berakal, telah masuk waktu shalat atau ketika
akan melaksanakan suatu perbuatan yang disyaria’tkan wudhu terlebih dahulu.

2. Landasan Tayamum

Dalil disyariatkannya tayamum ada 3, yaitu:


a) Firman Allah dalam surat An-Nisa’: 43:

75
ً‫ِﻂ أ َْو ﻻ َﻣ ْﺴﺘُ ُﻢ اﻟﻨﱢﺴَﺎءَ ﻓَـﻠَ ْﻢ َِﲡ ُﺪوا ﻣَﺎء‬
ِ ‫… َوإِ ْن ُﻛْﻨﺘُ ْﻢ ﻣ َْﺮﺿَﻰ أ َْو ﻋَﻠَﻰ َﺳ َﻔ ٍﺮ أ َْو ﺟَﺎءَ أَ َﺣ ٌﺪ ِﻣْﻨ ُﻜ ْﻢ ِﻣ َﻦ اﻟْﻐَﺎﺋ‬

‫ﺻﻌِﻴﺪًا ﻃَﻴﱢﺒًﺎ ﻓَﺎ ْﻣ َﺴ ُﺤﻮا ﺑُِﻮﺟُﻮِﻫ ُﻜ ْﻢ َوأَﻳْﺪِﻳ ُﻜ ْﻢ إِ ﱠن اﻟﻠﱠﻪَ ﻛَﺎ َن َﻋﻔُﻮا َﻏﻔُﻮرًا‬
َ ‫ﻓَـﺘَـﻴَ ﱠﻤ ُﻤﻮا‬

Artinya: “Dan jika kamu sakit atau sedang dalam musafir atau kembali
dari tempat buang air atau kamu telah menyentuh perempuan, kemudian
kamu tidak mendapat air, maka bertayamumlah kamu dengan tanah yang
baik (suci); sapulah mukamu dan tanganmu. Sesungguhnya Allah Maha
Pemaaf lagi Maha Pengampun.”

b) Hadits Nabi SAW dari Abu Hurairah r.a berkata:

Artinya: “Rasulullah SAW bersabda, “seluruh bumi dijadikan bagiku dan


bagi umatku sebagai mesjid dan alat bersuci, maka dimana juga shalat itu
ditemui salah seorang di antaramu, disisinya terdapat-terdapat alat untuk
bersuci.” (HR. Ahmad)

c) Ijma’

Ijma’ ulama membolehkan tayamum, tetapi khusus bagi orang sakit dan
Musafir yang ktiadaan air. Namun mereka berselisih dalam persoalan, yaitu:

1) Orang sakit yang khawatir terhadap pnggunaan air pada penyakitnya,


2) Keadaan normal yang tidak menemukan air,
3) Musafir yang sangat yang menghemat atau memerlukan air bawaanya,
dan
4) Orang yang khawatir terhadap kesehatannya dengan menggunakan air
yang sangat dingin.
Jumhur ulama berpendapat bahwa keempat golongan tersebut boleh
bertayamum, sedangkan Atha’ tidak membolehkan tayamum baik orang sakit
maupun sehat jikamenemukan air.sementara itu, mahzab Syafi’i dan Maliki
membolehkan tayamum bagi orang yang bukan berada dalam perjalanan dan tidak
sakit.

8
2.3 Pembagian Air, Wudhu dan Tayamum

1. Pembagian Air Suci Mensucikan

A. Air Hujan
Air hujan yang turun dari langit hukumnya adalah suci. Bisa digunakan
untuk berwudhu, mandi atau membersihkan najis pada suatu benda. Meski
pun di zaman sekarang ini air hujan sudah banyak tercemar dan
mengandung asam yang tinggi, namun hukumnya tidak berubah, sebab
kerusakan pada air hujan diakibatkan oleh polusi dan pencemaran ulah
tangan manusia dan zat-zat yang mencemarinya itu bukan termasuk najis.
Ketika air dari bumi menguap naik ke langit, maka sebenarnya uap atau
titik-titik air itu bersih dan suci. Meskipun sumbernya dari air yang
tercemar, kotor atau najis.

Sebab ketika disinari matahari, yang naik ke atas adalah uapnya yang
merupakan proses pemisahan antara air dengan zat-zat lain yang
mencemarinya. Lalu air itu turun kembali ke bumi sebagai tetes air yang
sudah mengalami proses penyulingan alami. Jadi air itu sudah menjadi suci
kembali lewat proses itu. Hanya saja udara kota yang tercemar dengan asap
industri, kendaraan bermotor dan pembakaran lainnya memenuhi langit kita.
Ketika tetes air hujan itu turun, terlarut kembalilah semua kandungan polusi
itu di angkasa.

Namun meski demikian, dilihat dari sisi syariah dan hukum air, air hujan itu
tetap suci dan mensucikan. Sebab polusi yang naik ke udara itu pada
hakikatnya bukan termasuk barang yang najis. Meski bersifat racun dan
berbahaya untuk kesehatan, namun selama bukan termasuk najis sesuai
kaidah syariah, tercampurnya air hujan dengan polusi udara tidaklah
membuat air hujan itu berubah hukumnya sebagai air yang suci dan
mensucikan.

Apalagi polusi udara itu masih terbatas pada wilayah tertentu saja seperti
perkotaan yang penuh dengan polusi udara. Di banyak tempat di muka bumi

97
ini, masih banyak langit yang biru dan bersih sehingga air hujan yang turun
di wilayah itu masih sehat. Tentang sucinya air hujan dan fungsinya untuk
mensucikan, Allah SWT telah berfirman:

Ketika Allah menjadikan kamu mengantuk sebagai suatu penenteraman


daripada-Nya, dan Allah menurunkan kepadamu hujan dari langit untuk
mensucikan kamu dengan hujan itu dan menghilangkan dari kamu
gangguan-gangguan syaitan dan untuk menguatkan hatimu dan
mesmperteguh dengannya telapak kaki.

Dia lah yang meniupkan angin pembawa kabar gembira dekat sebelum
kedatangan rahmat-nya; dan Kami turunkan dari langit air yang amat bersih.

B. Salju

Salju sebenarnya hampir sama dengan hujan, yaitu sama-sama air yang
turun dari langit. Hanya saja kondisi suhu udara yang membuatnya menjadi
butir-butir salju yang intinya adalah air juga namun membeku dan jatuh
sebagai salju. Hukumnya tentu saja sama dengan hukum air hujan, sebab
keduanya mengalami proses yang mirip kecuali pada bentuk akhirnya
saja.Seorang muslim bisa menggunakan salju yang turun dari langit atau
salju yang sudah ada di tanah sebagai media untuk bersuci, baik wudhu`,
mandi atau lainnya. Tentu saja harus diperhatikan suhunya agar tidak
menjadi sumber penyakit.

C. Embun

Embun juga bagian dari air yang turun dari langit, meski bukan berbentuk
air hujan yang turun deras. Embun lebih merupakan tetes-tetes air yang akan
terlihat banyak di hamparan kedaunan pada pagi hari. Maka tetes embun
yang ada pada dedaunan atau pada barang yang suci, bisa digunakan untuk
mensucikan, baik untuk berwudhu, mandi, atau menghilangkan najis.
Dalilnya sama dengan dalil di atas yaitu hadits tentang doa iftitah riwayat
Abu Hirairah ra.

10
8
D. Air Laut

Air laut adalah air yang suci dan juga mensucikan. Sehingga boleh
digunakan untuk berwudhu, mandi janabah ataupun untuk membersihkan
diri dari buang kotoran (istinja`). Termasuk juga untuk mensucikan barang,
badan dan pakaian yang terkena najis.

Meski pun rasa air laut itu asin karena kandungan garamnya yang tinggi,
namun hukumnya sama dengan air hujan, air embun atau pun salju. Bisa
digunakan untuk mensucikan. Sebelumnya para shahabat Rasulullah SAW
tidak mengetahui hukum air laut itu, sehingga ketika ada dari mereka yang
berlayar di tengah laut dan bekal air yang mereka bawa hanya cukup untuk
keperluan minum, mereka berijtihad untuk berwudhu` menggunakan air
laut.

Sesampainya kembali ke daratan, mereka langsung bertanya kepada


Rasulullah SAW tentang hukum menggunakan air laut sebagai media untuk
berwudhu`. Lalu Rasulullah SAW menjawab bahwa air laut itu suci dan
bahkan bangkainya pun suci juga.

Dari Abi Hurairah ra bahwa ada seorang bertanya kepada Rasulullah SAW,
`Ya Rasulullah, kami mengaruhi lautan dan hanya membawa sedikit air.
Kalau kami gunakan untuk berwudhu, pastilah kami kehausan. Bolehkah
kami berwudhu dengan air laut?`. Rasulullah SAW menjawab, `(Laut) itu
suci airnya dan halal bangkainya.

E. Air Zam-zam

Air Zam-zam adalah air yang bersumber dari mata air yang tidak pernah
kering. Mata air itu terletak beberapa meter di samping ka`bah sebagai
semua sumber mata air pertama di kota Makkah, sejak zaman Nabi Ismail as
dan ibunya pertama kali menjejakkan kaki di wilayah itu.

Selain disunnahkan untuk minum air zam-zam, juga bisa dan boleh
digunakan untuk bersuci, baik untuk wudhu, mandi, istinja` ataupun

11
9
menghilangkan najis dan kotoran pada badan, pakaian dan benda-benda.
Semua itu tidak mengurangi kehormatan air zam-zam. Tentang bolehnya air
zam-zam untuk digunakan bersuci atau berwudhu, ada sebuah hadits
Rasulullah SAW dari Ali bin Abi Thalib ra.

Dari Ali bin Abi thalib ra bahwa Rasulullah SAW meminta seember penuh
air zam-zam. Beliau meminumnya dan juga menggunakannya untuk
berwudhu`. (HR Ahmad).

F. Air Sumur atau Mata Air Air Sumur

Mata air dan dan air sungai adalah air yang suci dan mensucikan. Sebab air
itu keluar dari tanah yang telah melakukan pensucian. Kita bisa
memanfaatkan air-air itu untuk wudhu, mandi atau mensucikan diri, pakaian
dan barang dari najis. Dalil tentang sucinya air sumur atau mata air adalah
hadits tentang sumur Bidho`ah yang terletak di kota Madinah.

Dari Abi Said Al-Khudhri ra berkata bahwa seorang bertanya, `Ya


Rasulullah, Apakah kami boleh berwudhu` dari sumur Budho`ah?, padahal
sumur itu yang digunakan oleh wanita yang haidh, dibuang ke dalamnya
daging anjing dan benda yang busuk. Rasulullah SAW menjawab, `Air itu
suci dan tidak dinajiskan oleh sesuatu.

G. Air Sungai

Sedangkan air sungai itu pada dasarnya suci, karena dianggap sama
karakternya dengan air sumur atau mata air. Sejak dahuu umat Islam
terbiasa mandi, wudhu` atau membersihkan najis termasuk beristinja dengan
air sungai. Namun seiring dengan terjadinya perusakan lingkungan yang
tidak terbentung lagi, terutama di kota-kota besar, air sungai itu tercemar
berat dengan limbah beracun yang meski secara hukum barangkali tidak
mengandung najis, namun air yang tercemar dengan logam berat itu sangat
membahayakan kesehatan.

Maka sebaiknya kita tidak menggunakan air itu karena memberikan


madharrat yang lebih besar. Selain itu seringkali air itu sangat tercemar

12
10
berat dengan limbah ternak, limbah wc atau bahkan orang-orang buang hajat
di dalam sungai. Sehingga lama-kelamaan air sungai berubah warna, bau
dan rasanya. Maka bisa jadi air itu menjadi najis meski jumlahnya banyak.
Sebab meskipun jumlahnya banyak, tetapi seiring dengan proses
pencemaran yang terus menerus sehingga merubah rasa, warna dan aroma
yang membuat najis itu terasa dominan sekali dalam air sungai, jelaslah air
itu menjadi najis. Maka tidak syah bila digunakan untuk wudhu`, mandi atau
membersihkan najis. Namun hal itu bila benar-benar terasa rasa, aroma dan
warnanya berubah seperti bau najis.

2. Pembagian, Syarat, Rukun & Yang Membatalkan Wudhu

A. Pembagian Wudhu:
1. Wajib, sebagai syarat sahnya shalat, sujud tilawah, thawaf, dan
menyentuh mushaf.
2. Sunnah, ketika akan melakukan segala amal kebaikan
(berdzikir, tidur, melakukan hubungan suami istri, setelah
berbuat kemaksiatan, marah, membaca Al-Qur'an, memandikan
jenazah dsb)

3. Makruh, jika wudhu yang sudah dilaksanakan belum digunakan


untuk beribadah sehingga makruh jika mengulangi wudhu.

4. Haram, jika berwudhu dengan air hasil ghoshob, atau hasil


mencuri dan semisalnya.

B. Syarat-syarat Wudhu
1. Islam,
2. Mumayiz (dapat mmbdakan mana nilai-nilai yang baik dan buruk
atau sudah berakal),
3. Airnya suci,
4. Tidak ada halangan dari agama seperti haid atau nifas.
C. Rukun (Fardu) Wudhu’
1. Niat,

13
11
2. Membasuh muka,
3. Membasuh kedua tangan sampai kedua siku,
4. Mengusap sebagian kepala,
5. Membasuh kaki sampai mata kaki,
6. Menertibkan rukun-rukun di atas.
D. Yang Membatalkan Wudhu’
1. Sesuatu yang keluar dari qubul atau dubur,
2. Tidur nyenyak shingga pinggul tidak tetap lagi di atas lantai,
3. Hilang akal karena mabuk, gila dan pingsan yang disebabkan obat-
obatan atau sakit,
4. Bersentuh kulit laki-laki dengan perempuan yang bukan
muhrimnya dan tanpa lapis,
5. Menyentuh kemaluan tanpa alas.

3. Syarat, Rukun dan Yang Membatalkan Tayamum

A. Syarat-Syarat Tayamum:
1. Adanya halangan seperti tidak mendapatkan air, sakit dan lain-lain,
2. Sudah masuk waktu shalat, tetapi tidak mendapatkan air,
3. Debu yang dipergunakan untuk tayamum harus suci.
B. Rukun (Fardu) Tayamum:
1. Niat untuk melaksanakan shalat
2. Mengusap muka
3. Mengusap dua tangan sampai siku
4. Tertib
C. Yang Membatalkan Tayamum:
1. Segala sesuatu yang membatalkan wudhu’,
2. Menemukan air jika tayamum disebabkan ketiadaan air,
3. Riddah, keluar dari agama Islam.

14
12
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Berdasarkan dari uraian materi di atas yang telah diungkapkan pada halaman
sebelumnya, maka dapat disimpulkan :
1. Bersuci merupakan persyaratan dari beberapa macam ibadah, karena itu
bersuci memperoleh tempat yang utama dalam ajaran Islam. Berbagai aturan
dan hukum ditetapkan oleh syara’ dengan maksud antara lain agar manusia
menjadi suci dan bersih baik lahir maupun batin.
2. Cara mensucikan hadats kecil adalah dengan berwudhu atau tayammum jika
memang tidak menemukan air. Sedangkan mensucikan hadats besar adalah
dengan mandi, namun jika seorang yang junub tidak menemukan air, boleh
baginya untuk bertayammum seperti halnya berwudhu.
3. Wudhu adalah membasuh bagian tertentu yang boleh ditetapkan dari
anggota badan dengan air sebagai persiapan bagi seorang Muslim untuk
menghadap Allah SWT (mendirikan shalat) dan suatu syarat untuk sahnya
shalat yang dikerjakan sebelum seseorang mengerjakan shalat.
4. Tayamum adalah mengusapkan debu ke wajah dan kedua tangan dengan
niat untuk mendirikan shalat atau lainnya.

3.2 Saran

Pemakalah menyarankan bagi pembaca agar dapat memahami pengertian


thaharah, wudhu dan tayamum, landasan hukum thaharah, wudhu dan
tayamum, serta pembagian thaharah, wudhu dan tayamum. Bagi pembaca dan
mahasiswa lain yang ingin mengetahui dan memahami lebih dalam lagi mengenai
materi ini, maka dapat menjadikan makalah ini sebagai referensi. Penulis juga
mengharapkan kritik dan saran dari pembaca untuk kesempurnaan makalah ini
selanjutnya.

13
15
DAFTAR PUSTAKA

1. Buku
Departemen Agama RI.2009. Al-Qur’an dan Terjemahannya. Bandung:
Diponegoro.
Hafsah. 2011. Fiqh. Bandung: Citapustaka Media Perintis.
Mz, Labib. 2005. Terj. Hadits Pilihan Shahih Bukhari. Surabaya: Bintang Usaha
Jaya.
Rifa’i, Moh. 1978. Fiqih Islam Lengkap. Semarang: CV. Toha Putra.
Rusyd, Ahmad Ibn.tt. Bidayah al-Mujtahid. Indonesia: Dar Ihya al-Kutub al-
Arabiyat.
Sabiq, Sayid. 1995. Fiqh Al-Sun. Beirut: Dar al-Fikr.
Sinaga, Ali Imran. 2011. FIKIH. Bandung: Citapustaka Media Perintis.
Tim Penyusun Fak. Tarbiyah. 2012. Buku Ajar Praktik Ibadah. IAIN SU.
Ustadz Abu Isa Abdulloh bin Salam. Ringkasan Syarah Arba’in An-Nawawi -
Syaikh Shalih Alu Syaikh Hafizhohulloh. Staf Pengajar Ma’had Ihyaus
Sunnah. Tasikmalaya.
Uwaidah, Syaikh Kamil Muhammad. 2012. Fiqih Wanita. Jakarta: Pustaka Al-
Kautsar.

2. Internet
http://tigalandasanutama.wordpress.com/2011/12/13/bab-thaharah-bersuci-
wudhu-dasar-hukum-dan-keutamaannya/
http://vitaguspurnomo.blogspot.com/2012/03/wudhu.html
https://umma.id/article/share/id/1002/282784

14
16

Anda mungkin juga menyukai